BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Teori 2.1.1. Kemampuan Koneksi Matematika Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan dasar yang
harus
diperhatikan.
Sulisyowati
(dalam
Suhendra,
2007
:
20)
mengklasifikasikan kemampuan dasar matematika dalam 5 (lima) standar kemampuan dengan indicator sebagai berikut : 1) Pemahaman Matematika 2) Pemecahan Masalah (Mathematical Problem Solving) 3) Penalaran Matematika (Mathematical Reasoning) 4) Koneksi Matematika (Mathematical Connection) 5) Komunikasi Matematika (Mathematical Communication) NCTM (National Cauncil Of Teachers Of Mathematical) (dalam Walle, 2006: 5) merekomendasika lima standar yang merujuk pada suatu proses matematika yang mana melalui proses tersebut peserta didik memperoleh dan menggunakan pengetahuan matematika. Kelima standar tersebut adalah : 1). Pemecahan soal, 2). Pemahaman dan bukti, 3). Komunikasi, 4). Hubungan, 5). Penyajian. Pada hakekatnya Doing Math diharapkan menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran matematika yang terdiri dari penalaran, koneksi, komunikasi,
dan pemecahan masalah. Dengan tidak
7
8
mengabaikan kemampuan yang lain, maka dalam penelitian ini penulis lebih terfokus pada kemampuan koneksi matematika. Sulisyowati (dalam Purnama, 2004 : 14). Mendefinisikan bahwa kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan peserta didik mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika itu sendiri (dalam matematika) maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang lainnya (Luar matematika). Menurut NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) (2000: 64), indikator untuk kemampuan koneksi matematika yaitu: (a) Mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika; (b) Memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren; (c) Mengenali dan menerapkan matematika dalam kontek-konteks di luar matematika. Penjelasan untuk indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut: a) Mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika. Dalam hal ini, koneksi dapat membantu siswa untuk memanfaatkan konsep-konsep yang telah mereka pelajari dengan konteks baru yang akan dipelajari oleh siswa dengan cara menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya sehingga siswa dapat mengingat kembali tentang konsep sebelumnya yang telah siswa pelajari, dan siswa dapat memandang gagasan-gagasan baru tersebut sebagai perluasan dari konsep matematika yang sudah dipelajari sebelumnya. Siswa mengenali gagasan dengan meuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam menjawab soal dan siswa memanfaatkan gagasan dengan menuliskan gagasan-gagasan tersebut untuk membuat model matematika yang digunakan dalam menjawab soal. b) Memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren. Pada tahap ini siswa mampu melihat struktur matematika yang sama dalam setting yang berbeda, sehingga terjadi peningkatan pemahaman tentang hubungan antar satu konsep dengan konsep lainnya. c) Mengenali dan menerapkan matematika dalam konteks-konteks di luar matematika. Konteks-konteks eksternal matematika pada tahap ini berkaitan dengan hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa mampu mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan sehari-hari (dunia nyata) ke dalam model matematika. Menurut Asep Jihad (2008: 169), koneksi matematika merupakan suatu kegiatan yang meliputi hal-hal berikut ini: (a). Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur. (b). Memahami hubungan antar topik
9
matematika. (c). Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. (d). Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama. (e). Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen. (f). Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topic matematika dengan topik lain. Menurut Utari Sumarmo (2003), kemampuan koneksi matematika siswa dapat dilihat dari indikator-indikator berikut: (1) mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama; (2) mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi keprosedur representasi yang ekuivalen; (3) menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan diluar matematika; dan (4) menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun sebuah gedung bertingkat, lantai kedua dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila fondasi dan lantai sebelumnya yang menjadi prasyarat benar-benar dikuasai, agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya (Erman Suherman, 2003: 22). Kemampuan siswa dalam mengkoneksikan keterkaitan antar topik matematika dan dalam mengkoneksikan antara dunia nyata dan matematika dinilai sangat penting, karena keterkaitan itu dapat membantu siswa memahami topik-topik yang ada dalam matematika. Siswa dapat menuangkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke model matematika, hal ini dapat membantu siswa mengetahui kegunaan dari matematika. Maka dari itu, efek yang dapat ditimbulkan dari peningkatan kemampuan koneksi matematika adalah siswa dapat mengetahui koneksi antar ide-ide matematika dan siswa dapat mengetahui kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dua hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk terus belajar matematika. Berdasarkan kajian teori di atas, secara umum terdapat tiga aspek kemampuan koneksi matematika, yaitu: 1) Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu mengkoneksikan antara masalah pada kehidupan sehari-hari dan matematika. 2) Menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu menuliskan konsep matematika yang mendasari
10
jawaban guna memahami keterkaitan antar konsep matematika yang akan digunakan. 3) Menuliskan hubungan antar obyek dan konsep matematika. Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu menuliskan hubungan antar konsep matematika yang digunakan dalam menjawab soal yang diberikan. Dari ketiga aspek diatas, pengukuran koneksi matematika siswa dilakukan dengan indikator-indikator yaitu: Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika, menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban, menuliskan hubungan antar obyek dan konsep matematika. Berdasarkan dari beberapa definisi dan pendapat tentang kemampuan koneksi matematika, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematika adalah suatu kemampuan untuk mencari, memahami keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan dari luar matematika, mengenali hubungan prosedursuatu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen,mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama, dan menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk meningkatkan kualitias proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran
telah
menyarankan
penggunaan
paradigma
pembelajaran
konstruktivistik untuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada peserta didik. Dengan kata lain,
11
ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan peserta didik, dapat mendorong peserta didik belajar, atau memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana peserta
didik
hanya
menghafalkannya
harus
menerima
materi
diubah
menjadi
dari
pengajar,
sharing
mencatat,
pengetahuan,
dan
mencari,
menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut pengajar dapat menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model pembelajaran matematika yang menekankan kepada kemampuan bernalar, berpikir kritis, analitis, kreatif dan membawa peserta didik kepada proses membangun sendiri pengetahuannya adalah model pembelajaran berdasarkan masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif pada peserta
didik.
Pembelajaran
berdasarkan
masalah
adalah
suatu
model
pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk
memecahkan
masalah.
Pembelajaran
berdasarkan
masalah,
pembelajarannya diawali dengan memberikan masalah untuk diselesaikan, dimana masalah yang diberikan berkaitan dengan konteks materi yang diajarkan. Melalui masalah-masalah tersebut pesesrta didik akan sampai pada pengetahuan yang diinginkan.
12
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi dengan jumlah besar kepada peserta didik (Arrends, 2008 : 43). Pembelajaran berdasarkan masalah dirancang untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelasaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya; mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui situasi yang disimulasikan; dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom. Pembelajaran berdasarkan masalah yang berasal dari bahasa inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelasaikan. Menurut Hawton (dalam Hulukati, 2009:1) masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan kita tidak mempunyai rencana solusi yang jelas, sedangkan menurut Gaugh masalah dapat juga berarti suatu tugas yang apabila kita membacanya, melihatnya atau mendengarnya pada waktu tertentu, dan kita tidak mampu untuk segera menyelesaikannya pada saat itu juga. Model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Trianto (2011:67) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidik autentik, yakni penyelidik yang membutuhkan penyelesaian nyata. Hal senada juga dikemukakan oleh Fogarty (dalam Satyasa, 2005: 16) bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimukus dalam belajar. Menurut Sears dan Hears (dalam Suryadi, 2007:181), bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat melibatkan pesrta didik dalam berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah. Pada saat peserta didik menghadapi masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai persfektif serta untuk menyelesaikannya diperlukan pengintegrasian informasi dari berbagai disiplin ilmu.
13
Pembelajaran berdasarkan masalah membantu peserta didik untuk memecahkan masalah dengan proses penemuan berkelanjutan dari tipe masalah yang tidak terstruktur yang dihadapkan oleh orang-orang dewasa atau praktisi profesional. Intinya pembelajaran berdasarkan masalah mengembangkaqn peserta didik agar dapat, 1) mendefinisikan masalah dengan jelas, 2) menbangun hipotesis alternatif, 3) menerima, mengevaluasi dan menggunakan data dari sumber yang berfariasi, 4) memberikan informasi baru setelah hipotesis, 5) mengembangkan solusi yang jelas yang sesuai dengan masalah dan kondisi yang seharusnya berdasarkan informasi dan penjelasan yang jelas. Dari pengertian dan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah melalui tahap-tahap ilmiah sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model
pembelajaran
berdasarkan
masalah
memiliki
karakteristik-
karakteristik sebagai berikut. 1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, 2) memastikan permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata, 3) mengorganisasikan pelajaran seputar permasalahan, bukan diseputar disiplin ilmu, 4) memberi tanggungjawab sepenuhnya kepada peserta didik dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri, 5) menggunakan kelompok kecil,
14
dan menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance). Dalam proses pembelajran di kelas, ketujuh langkah tersebut dapat diterapkan kedalam lima langkah kongkrit. Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan peserta didik dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja dari peserta didik. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran berdasarkan maslah adalah seperti pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah Tahap Tingkah Laku Guru Tahap I. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan Orientasi peserta didik logistik yang dibutuhkan, memotifasi peserta didik pada masalah terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubrik asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya peserta didik. Tahap 2. Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan Mengorganisasikan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan peserta didik untuk dengan masalah tersebut. belajar. Tahap 3. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan Membimbing informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk penyelidikan individu mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. maupun kelompok Tahap 4. Guru menbantu peserta didik dalam merencanakan dan Mengembangkan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, menyajikan hasil karya dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5. Guru menbantu peserta didik untuk melakukan refleksi Menganalisis dan atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan prosesmengevaluasi proses proses yang mereka gunakan. pemecahan masalah. (Sumber Ibrahim & Nur, 2000:13)
15
Dari kelima langkah pembelajaran berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas maka desain pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran di kelas berikut ini. 1)
Pendahuluan Pada kegiatan ini guru mengingatkan peserta didik tentang materi
pelajaran
yang
lalu,
memotivasi
peserta
didik,
menyampaikan
tujuan
pembelajaran, dan menjelaskan model pembelajaran yang akan dijalani. 2)
Kegiatan Inti Guru bersama peserta didik membahas konsep/teori yang diperlukan
dalam kegiatan pemecahan masalah dan membahas soal-soal yang belum tuntas. Selanjutnya
guru
melaksanakan
pembelajaran
sesuai
langkah-langkah
pembelajaran berdasarkan masalah. a) Langkah 1 : Mengoreintasikan peserta didik pada masalah Pada kegiatan ini guru mengajukan masalah dan meminta peserta didik mencermati masalah tersebut. Selanjutnya guru meminta peserta didik mengemukakan ide dan teori yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut. b) Langkah 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Pada kegiatan ini peserta didik dikelompokan secara bervariasi dengan memperhatikan kemampuan, ras, etnis, dan jenis kelamin yang didasarkan pada tujuan yang ditetapkan. Jika terdapat perbedaan kelompok, maka guru dapat memberikan tanda
pada kelompok itu. Jika diperlukan guru dapat membagi
16
kelompok itu berdasarkan kesepatan bersama antar peserta didik dengan guru. Sedangkan kelompok penyidik dapat dibenuk secara suka rela. c)
Langkah 3 : Membantu peserta didik memecahkan masalah Pada kegiatan ini, peserta didik melakukan penyelidikan / pemecahan
masalah secara bebas, baik kelompok besar maupun kelompok kecil. Walaupun setiap masalah mempunyai teknik penyelidikan sehari-hari, tetapi paling sedikit mempunyai persamaan dalam hal proses pengumpulan data, eksperimen, hipotesis, penjelasan dan penyelesaian. Dalam kegiatan ini, guru bertugas mendorong peserta didik mengumpulkan data dam melaksanakan eksperimen actual, hingga mereka benar-benar mengerti dimensi situasi permasalahannya. Tujuannya adalah agar peserta didik dalam mengumpulkan informasi cukup untuk mengembangkan dan menyusun ide-idenya sendiri. Demikian pula, guru banyak membaca masalah, berbagai buku sumber guna membantu peserta didik mengumpulkan informasi. Selain itu pula, guru mengajuka permasalahan / pertanyaan yang dapat dipikirkan peserta didik, dan memberikan berbagai jenis informasi yang diperluka peserta didik dalam menjalankan dan menemukan penyelesaian. d) Langkah 4 : Membantu mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah Pada kegiatan ini guru menyuruh seorang peserta anggota kelompok untuk mempersentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan guru membantu jika peserta didik mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil
17
sementara pemahan dan penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang diberikan. e)
Langkah 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Pada akhir kegiatan ini, guru membantu menganalisis dan mengevaluasi
proses berpikir peserta didik. Sedangkan peserta didik menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilampaui pada setiap tahap pembelajaran. 3)
Penutup Guru membimbing peserta didik menyimpulkan pembelajran dan
memberiakan soal-soal untuk dikerjakan dirumah.
2.1.3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang selama ini digunakan guru dalam proses pembelajaran dalam kelas. Pembelajaran yang biasa dilakukakan dikelas VIII selama ini adalah pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP). Salah satu model yang secara empiris melalui penelitian adalah model yang dikembangkan dalam Missouri Mathematics Project (MMP) merupakan salah satu model yang terstruktur seperti halnya SPM (struktur pengajaran matematika). Struktur tersebut dikemas dalam langkah-langkah sebagai berikut ( Convey dalam Krismanto, 2003 : 11). Langkah 1 : Reviuw (5 Menit)
Meninjau ulang pelajaran yang lalu
Membahas PR
18
Langkah 2 : Pengembangan (40 Menit)
Penyajian ide baru, perluasan konsep matematika terdahulu
Penjelasan, diskusi, demonstrasi dengan contoh kongket yang sifatnya pictorial dan simbolik
Langkah 3 : Latihan terkontrol (20 Menit)
Peserta didik merespon soal
Guru mengamati
Belajar kooperatif
Langkah 4 : Seatwork (15 Menit)
Peserta didik bekerja sendiri untuk latihan
Atau perluasan konsep pada langkah 2
Langkah 5 : PR (5 Menit)
Tugas PR Soal Reviuw Mencermati model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)
tersebut diatas, dapat disebut beberapa kelebihan dan kelemahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Widdiharto (2004 : 29), untuk kelebihannya sebagai berikut. a). banyak materi yang tersampaikan pada peserta didik karena tidak terlalu memakan banyak waktu. Artinya, penggunaan waktu dapat diatur relative ketat, b). banyak latihan sehingga peserta didik mudah terampil dengan beragam soal. Sedangkan kelemahan atau kekurangannya, sebagai berikut. a). kurang menempatkan peserta didik pada posisi aktif, b). peserts didik cepat bosan karena lebih banyak mendengar.
19
2.1.4. Tinjauan Materi Pemilihan kompetensi dasar luas permukaan dan volume prisma dan limas berdasarkan pada pengalaman Ibu Fauziah Y. Lolong selaku guru matematika kelas VIII SMP Negeri 3 Gorontalo. Menurut Ibu Fauziah Y. Lolong, kompetensi dasar luas permukaan dan volume prisma dan limas merupakan salah satu kompetensi dasar yang cukup sulit dikuasai siswa, terutama dalam mencari luas permukaan dan volume prisma dan limas. Besar kemungkinan kesulitan siswa dikarenakan siswa langsung diberi rumus dalam menghitung luas permukaan dan volume prisma dan limas, sehingga siswa cenderung menghafal rumus-rumus tersebut bukan memahami bagaimana cara rumus-rumus tersebut didapatkan. Maka dari itu, peneliti menawarkan solusi berupa model pembelajaran berdasarkan masalah dimana siswa dilibatkan dalam memecahkan masalah melalui
tahap-tahap
metode ilmiah sehingga siswa dapat
mempelajari
pengetahuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, sehingga siswa dapat menemukan rumus luas permukaan dan volume prisma dan limas dengan menggunakan konsep-konsep yang telah diketahui siswa sebelumnya. STANDAR KOMPETENSI 5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya serta menentukan ukurannya.
KOMPETENSI DASAR 5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, risma dan limas serta bagianbagiannya. 5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas 5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pembelajaran prisma dan
limas mengarah pada standar kompetensi 5.3 yakni menghitung luas permukaan dan volume prisma dan limas.
20
a) Prisma Prisma adalah bangun ruang tertutup yang dibatasi oleh dua sisi berbentuk segi banyak yang sejajar dan kongruen, serta sisi-sisi lainnya berbentuk persegipanjang. Kedua bidang segi banyak yang kongruen dan sejajar, masingmasing disebut bidang alas atau alas dan bidang atas. Bidang-bidang lainnya disebut bidang tegak. Apabila alasnya berupa segi n maka prisma disebut prisma segi n. Prisma tegak yang alas dan bidang atas memiliki sudut siku disebut prisma tegak segitiga. Di bawah ini adalah beberapa jenis prisma.
Prisma segitiga
Prisma segilima
b) Luas Prisma D
Prisma segienam
F E
t
t
t b C
A c
a B
Luas sisi prisma tegak segitiga = Luas sisi alas + Luas sisi atas + Luas sisi-sisi tegak = LABC + LDEF + LABED + LBCFE + LACFD
21
= 2. Lalas + ct + at + bt = 2. Lalas + (c + a + b)t = 2. Lalas + Kalas . t Jadi, luas sisi setiap prisma tegak dapat dihitung dengan rumus: Lprisma = 2. Lalas + Kalas . t
c)
Volume Prisma Vprisma = Lalas x Tinggi
d) Limas Limas adalah bangun ruang yang alasnya berbentuk segi banyak (segitiga, segiempat, atau segi lima) dan bidang sisi tegaknya berbentuk segitiga yang berpotongan pada satu titik. Titik potong dari sisi-sisi tegak limas disebut titik puncak limas.
Limas segitiga
Limas segiempat
Limas segilima
22
e)
Luas Limas
Luas permukaan limas = Luas sisi alas + Luas sisi-sisi tegak = LABCD + L
AEB +
L
BEC +
L
CDE
+L
ADE
Jadi, luas sisi setiap prisma tegak dapat dihitung dengan rumus: Llimas = Luas sisi alas + Jumlah Luas sisi-sisi tegak f)
Volume Limas
Vlimas = Luas alas x Tinggi Limas
2.2.
Hasil Penelitian Yang Relevan
1) Penelitian
yang dilakukan oleh Nurdiansyah (2009) dengan judul
“Meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui pembelajaran berdasarkan masalah”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan siswa yang mengikuti pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Yanto Permana dengan judul Mengembagkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematika Peserta didik SMA melalui
23
pembelajaran berdasarkan masalah pada tahun 2004. Dari hasil penelitiannya terungkap bahwa kemampuan koneksi matematika peserta didik SMA melalui pembelajaran Berdasarkan masalah lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematika peserta didik melalui pembelajaran biasa.
2.3.
Kerangka Berpikir Berdasarkan kerangka teoritik yang diuraikan diatas, diperoleh bahwa
model pembelajaran memegang peranan penting yang dapat menentukan keberhasilan dari suatu
proses Pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah yang didahului oleh pemberian masalah sehingga peserta didik mampu menyajikan, menganalisis, dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Hal ini menuntut aktivitas dan kemampuan peserta didik untuk dapat memecahkan masalah yang autentik atau masalah nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik dituntut memeiliki kemampuan mendefinisikan masalah dengan jelas, membangun hipotesis alternatif, mengevaluasi dan menggunakan data dari sumber yang bervariasi, memberikan informasi baru setelah hipotesis, mengembagkan solusi yang jelas yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Sedangkan pembelajaran konvensional, proses pemberian materi masih dilakukan oleh guru langsung kepeserta didik dan proses pembelajaran masih ada kemiripan dengan struktur pengajar matematika yang biasa dilakukan dalam pembelajaran matematika yang dalam langkah-langkahnya masih ada penyajian ide baru, perluasan konsep terdahulu dan penjelasan lain dari guru.
24
Kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan menghubungkan, menggunakan, dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan dari luar matematika, keterkaitan prosedur representasi keprosedur representasi yang ekuivalen, mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama, dan keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari – hari kesemuanya menuntut kemampuan peserta didik dalam menganalisis, mensintesis yang keduanya adalah indikator dari langkah-langkah pembelajar berdasarkan masalah. Di dalam keterampilan
menganalisis
ada
keterampialan
menghubungkan
dan
mengidentifikasi belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkanya informasi baru atau konsep baru terhadap konsep-konsep yang relevan yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik, sedangkan belajar bermakna merupakan landasan utama untuk terbentuknya mathematical connection. Sehingga antara keduanya yaitu pembelajaran berdasarkan masalah dan kemampuan koneksi
terdapat
keterkaitan. Dengan memperhatikan perbedaan antara pembelajaran berdasarkan masalah dan pembelajaran konvensional , maka dapat diasumsikan bahwa kemampuan koneksi matematika peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasar masalah lebih tinggi dari pada kemampuan koneksi matematika peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional.
25
2.4.
Hipotesis Berdasarkan dari berbagai teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan
diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut. “ Kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih tinggi dari pada kemampuan koneksi matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional”