1
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap sesuai dengan kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosaial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21 dalam html.DTDLeadership. powered by vBuletin. Copyright ©2000, Jelsoft Enterprise Ltd.co.id) diakses 1 Juli 2013 Selanjutnya peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosialo atau politik. Peran adalah kombinasi, yaitu posisi dan pengaruh. Anda diposisi mana dalam strata sosial dan sejauh mana pengaruh anda. Itulah peran. Peran adalah kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu bekerja, baik secara organisasi dan organis. Peran memang benar-benar kekuasaan yang bekerja secara sadar dan hegemonis, meresap masuk , dalam nilai yang diserap tanpa melihat dengan mata terbuka lagi. Dari beberapa pengertian peran di atas maka dapat disimpulkan bahwa peran merupakan simbiosis yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian, sebab dengan peran jelas ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Dan peran juga dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifatstabil.
2
2.2 Pengertian Kebudayaan Kata budaya berasal dari kata sanskerta buddhaya, yaitu bentuk jamak dai budhi yang berarti budi atau akal. Budaya adalah daya dari budi yang berupa, cipta, rasa dan karsa: sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Menurut Dedi Mulyana (dalam warsito 2012:49). Lebih lanjut Kluchkhohn (dalam Warsito 2012:51) mendefinisikan kebudayaan adalah pola-pola kehidupan yang diciptakan dalam perjalanan sejarah, eksplisit dan implisit, rasional dan irasional yang terwujud dalam tiap waktu
sebagai
pedoman
yang
berpotensi
bagi
perilaku
perbuatan
manusia.Koentjaraningrat (dalam Rafael Raga Maran 2007:24) mendefenisikan bahwa kata” budaya” berasal dari kata majemuk budi daya yang berarti “daya dari budi” atau “dayadari akal” yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan Gillin (dalam Rafael Raga Maran 2007:26) mendefenisikan kebudayaan terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang terpola dan secara fungsional saling bertautan dengan individu tertentu yang membentuk grup-grup atau kategori sosial tertentu. Sedangkan Bertand (dalam
Abdul Syani 1995:57) memandang
kebudayaan sebagai semua cara hidup (ways of life) yang dipelajari dan
3
diharapkan, yang sama-sama diikuti oleh para anggota dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Lebih lanjut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (dalamnAbdul Syani 1995:57) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Menurut Roucek dan Warren (dalam Abdul Syani
1995:59
)
mendefenisikan kebudayaan sebagai satu cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya. Selanjutnya E.B Taylor (dalam Abdul Syani 1995:59) melihat kebudayaan sebagai kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai warga masyarakat. Dari beberapa teori yang di kemukakan oleh para ahli diatas, maka penulis berpandangan bahwa kebudayaan adalah suatu hal yang sanggat penting, karena menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup manusia. Kebudayaan memberi nilai dan makna pada hidup manusia.
2.2 Pengertian Hibua Lamo Secara harafiyah, Hibua Lamo artinya Rumah Besar, Hibua berarti rumah dan Lamo berarti besar. Nama rumah adat yang diambil dari bahasa adat Tobelo
4
ini, ternyata sudah ada sejak 600 tahun lalu. Tapi kemudian punah terkikis oleh perkembangan jaman, mulai dari pergolakan penjajahan hingga masuk pada masa orde baru yang segala sesuatu yang bersifat dengan pemerintahan harus diselesaikan di Balai Desa.Hibua lamo atau rumah besar merupakan perekat dari semua etnis dan agama yang ada dalam masyarakat Tobelo. Budaya ini juga merupakan simbol dari komintas yang ada di kecamatan Tobelo yaitu komunitas Islam dan Kristen. Hibua Lamo ini juga merupaknan sebuah bangunan untuk pertemuan khusus apabila membicarakan hal-hal yang sangat penting dan rahasia, ini juga sebuah bangunan untuk tempat makan bersama dan tempat untuk upacara perkawinan dan upacara-upacara lainnya yang kemuudian bangunan tersebut di beri nama Halu yang artinya Hibua Lamo (dalam Pemda Halut Dan Dinas Pariwisata Halmahera Utara). Masyarakat Halmahera utara umumnya dan komunitas Islam-Kristen di Kecamatan Tobelo Utara khususnya diikat oleh berlakunya kekerabatan Hibua Lamo yang artinya „Rumah Besar‟. Bagaimana pentingnya tradisi budaya tersebut dalam mempersatukan semua elemen masyarakat yang yang ada, serta mampu berperan dalam mengikat kesatuan etnis masyarakat Halmahera Utara melintasi batas-batas agama mereka dalam kurun waktu yang panjang, sampai menjelang pecahnya konflik horisontal pada akir tahun 1999 dan awal tahun 2000 (dalam Djana dkk,2011:4 Hibua Lamo sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat, karena di dalam budaya ini menjunjung tinggi nilai –nilai yaitu nilai kekeluargaan, nilai
5
kebersamaan, dan nilai gotong royong. Mengenai Hibua Lamo, kita mulai menutur kisahnya dari Danau/Talaga Lina. Pada awalnya sekelompok orang yang jumlahnya sangat banyak tiba di danau Lina kurang lebih dalam Abad VIII mereka mendiami danau tersebut Pada waktu tiba di danau tersebut mereka tidak mengurus diri masing-masing tetapi mereka mempunyai “ketua” sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama mereka sudah membangun beberapa bangunan diantaranya sebuah bangunan untuk pertemuan khusus apabila membicarakan hal-hal yang sangat penting dan rahasia dan juga sebagai bangunan untuk tempat makan bersama dan tempat upacara perkawinan, juga upacara-upaara lainnya yang kemudian bangunan tersebut di beri nama Halu yang artinya Hibua Lamo. Bangunan tersebut tidak memakai dinding hanya terbuka tetapi dengan memakai meja-meja panjang yang di buat dari bulu dan bangku-bangku panjang yang di buat dari batang woka, sampai hari ini pondasi tersebut masih ada yang berjumlah 12 (dua belas) buah pondasi yang merupakan bukti peninggalan sejarah. Setelah mereka menepati Danau Lina beberapa abad yang lalu lamanya mereka melihat kondisi danau dan sekitarnya, tidak akan mungkin menjamin kehidupan mereka bersama anak cucu kehari kedepan, mereka lantas mencari tempat yang lain lagi lalu mereka sepakat keluar kepantai kemudian kemudian menyusur ke Utara dan mendiami pesisir pantai mulai Katana sampa dengan Mede.
6
Pada waktu mereka menepati pesisir mulai dari Katana sampai dengan Mede, mereka menetap sebuah desa yang merupakan desa induk mereka yaitu Tabalingo dan Pale. Setelah desa itu di bakar oleh perompak Bangsa Portugis, mereka pindah ke Gamsungi dan disitulah mereka membangun kembali sebuah Halu di tempat pasar tua yang sekarang ini di depan Hotel Presiden. Kemudian pada tahun 1920 , menara kota Tobelo di tempat Halu itu di bangun pasar oleh pemerintah Belanda, sementara Halu itu di pindahkan dan di bangun di tempat yang sekarang dari Tugu Nasional . Kemudian sejak perang dunia II tahun 1942 sampai selesai 1945 bangunan itu punah dan sementara waktu tidak ada lagi Hibua Lamo. Tahun 1980 , baru ada seorang kepala kecamatan asal suku Ternate bernama Moh. Djen Arif membangun sebuah rumah pertemuan darurat di lapangan Ampera yang dulunya lapangan bola kaki Tobelo, yang kemudian bangunan itu dijadikan gedung Hibua Lamo yang sekarang ini tempat Hibua Lamo itu berdiri Pasca konflik, warga adat yang tergabung dalam 10 hoana pun bersepakat untuk mendeklarasikan perdamaian tepatnya pada 19 April 2001. Dimana, salah satu point dalam deklarasi itu, sebagai simbol perdamaian, mereka bersepakat untuk membangun kembali rumah adat Hibualamo di lokasi yang saat ini berdiri hibualamo. Masyarakat Halmahera utara umumnya dan kimunitas Islam-Kristen di Kecamatan Tobelo Utara khususnya diikat oleh berlakunya kekerabatan Hibua Lamo yang artinya „Rumah Besar‟. Bagaimana pentingnya tradisi budaya tersebut
7
dalam mempersatukan semua elemen masyarakat yang yang ada, serta mampu berperan dalam mengikat kesatuan etnis masyarakat Halmahera Utara melintasi batas-batas agama mereka dalam kurun waktu yang panjang, sampai menjelang pecahnya konflik horisontal pada akir tahun 1999 dan awal tahun 2000 (dalam Djana dkk,2011:4 )