BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Model Pembelajaran Problem Based Learning 1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) atau yang selanjutnya sering disebut PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model pembelajaran ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak setelah lulus dari bangku sekolah. Model pembelajaran PBL adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan masalah untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Permasalahan dapat diajukan atau diberikan guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari siswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan belajar siswa. Dengan demikian, Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning)
adalah
sebuah
12
model
pembelajaran
yang
13
memfokuskan pada pelacakan akar masalah dan memecahkan masalah tersebut (Abbudin, 2011:243) Selanjutnya Stepien,dkk,1993 (dalam Ngalimun, 2013: 89) menyatakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahaptahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Sedangkan DIRJEN DIKTI (dalam hand out Cholisin :2006) memberikan pengertian bahwa Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang memfokuskan pada pelacakan akar masalah yang ada di dunia nyata sebagai konteks pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam proses pemecahan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa belajar berpikir kritis dan belajar melalui pengalaman pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
14
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam penerapan model pembelajaran yang bertumpu pada penyelesaian masalah atau Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), guru memberikan kesempatan yang sangat luas kepada siswa untuk menetapkan topik masalah yang relevan dengan materi pembelajaran walaupun sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas dalam pelajaran. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa dapat menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis. Dilihat dari aspek psikologi belajar Pembelajaran Berbasis Masalah bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman (Wina Sanjaya, 2010:213). Belajar bukan sematamata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi. Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di masyarakat,
maka
PBL
merupakan
strategi
yang
sangat
memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan (Wina
15
Sanjaya, 2010:214). Berdasarkan pada kenyataan bahwa manusia akan selalu dihadapkan pada permasalahan, mulai dari permasalahan yang sederhana hingga permasalahan
yang sangat komplek, maka
pengembangan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan kepada setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Dapat kita perhatikan selama ini bahwa kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh guru. Akibatnya manakala siswa menghadapi masalah maka banyak diantaranya yang tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. Ngalimun (2013: 90) menyatakan, dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pebelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, pebelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman
belajar
yang
berhubungan
dengan
keterampilan
16
menerapkan
metode
ilmiah
dalam
pemecahan
masalah
dan
menumbuhkan pola berpikir kritis. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model PBL diharapkan mampu meningkatkan pemahaman pebelajar terhadap apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka mampu menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Menurut Wina Sanjaya (2010 : 214-215) terdapat tiga ciri utama dari PBL. Pertama, PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada sejumlah
kegiatan
mengharapkan
yang
siswa
harus
hanya
dilakukan
sekadar
siswa.
mendengarkan,
PBL
tidak
mencatat,
kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran ditujukan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dalam pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif
17
dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapantahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Ngalimun (2013: 90) mengemukakan karakteristik model Problem Based Learning sebagai berikut: a. Belajar dimulai dengan suatu masalah. b. Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa. c. Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu. d. Memberikan tanggungjawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri. e. Menggunakan kelompok kecil. f. Menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Untuk mengimplementasikan PBL, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumbersumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa kemasyarakatan. Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan (Wina Sanjaya, 2010 : 215): a. Manakala guru tidak hanya menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh. b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat,
18
serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif. c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. d. Jika guru ingin mendorong siswa lebih bertanggungjawab dalam belajarnya. e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan). Jadi pada intinya model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa untuk memecahkan suatu permasalahan secara ilmiah. Dimana pembelajaran berawal dari suatu permasalahan nyata yang ada di sekitar lingkungan siswa yang diorganisasikan dalam pelajaran sehingga siswa lebih bertanggungjawab terhadap belajarnya karena siswa dituntut untuk bisa
mengorganisasikan
menjalankan
secara
belajarnya
langsung
proses
dengan belajar
membentuk mereka
dan
dengan
menggunakan kelompok kecil dan pada akhirnya siswa harus mendemonstrasikan hasil belajar mereka. Dengan demikian diharapkan siswa mampu memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya. 4. Hakikat Masalah Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), masalah yang dikaji adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah yang dikaji belumlah pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban dari permasalahan yang dikaji. Dengan demikian PBL memberikan
19
kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk menemukan solusi dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi. PBL bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif solusi pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Problem Based Learning sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Mustaji (2012) memberikan pandangan tentang berpikir kritis yaitu berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan. (http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis dan-kreatif-dalam-pembelajaran) Hakikat masalah dalam PBL adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keluhan, keresahan, kerisauan atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi atau topik pelajaran tidak sebatas bersumber pada buku saja, tetapi juga dapat bersumber pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar yang sesuai dengan topik pelajaran yang sedang dipelajari.
20
Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBL (Wina Sanjaya, 2010 : 216-217): a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman video dan yang lainnya. b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikuti dengan baik. c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak, sehingga terasa manfaatnya. d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan
pada
uraian
diatas
maka
bahan/topik
permasalahan dalam pembelajaran berbasis masalah yang dipilih adalah bahan/topik permasalahan yang bersifat aktual dan faktual yang bersumber pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan siswa. Dengan demikian siswa tidak mengalami hambatan dalam proses pembelajaran. Selain itu bahan/topik yang dipilih haruslah sesuai dengan topik pelajaran yang sedang dipelajari sehingga dapat mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 5. Tahapan-tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah Banyak ahli yang menjelaskan penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). John Dewey dalam Wina (2010) menjelaskan 6 langkah PBL yang kemudian ia namakan metode pemecahan masalah, yaitu: a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
21
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki. d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan. David Johnson & Johnson dalam Wina (2010) mengemukakan 5 langkah PBL melalui kegiatan kelompok: a. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa-peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan. b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan. c. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan. d. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan. e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.
22
Pannen dalam Ngalimun (2013) mengemukakan 8 langkah pemecahan masalah dalam model Problem Based Learning, yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h.
Mengidentifikasi masalah. Mengumpulkan data. Menganalisis data. Memecahkan masalah berdasarkan data yang ada dan analisisnya. Memilih cara untuk memecahkan masalah. Merencanakan penerapan pemecahan masalah. Melakukan ujicoba terhadap rancana yang ditetapkan, dan Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Sesuai dengan tujuan PBL untuk menumbuhkan sikap ilmiah,
dari beberapa bentuk PBL yang dikemukakan para ahli, maka secara umum PBL bisa dilakukan dengan langkah-langkah (Wina, 2010): a. b. c. d. e. f.
Menyadari masalah; Merumuskan masalah; Merumuskan hipotesis; Mengumpulkan data; Menguji hipotesis; Menentukan pilihan penyelesaian. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa PBL dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menyadari untuk kemudian mengidentifikasikan masalah yang ada yang sesuai dengan topik pelajaran yang sedang dipelajari. b. Menganalisis masalah yang telah diidentifikasi untuk kemudian merumuskan masalah. c. Merumuskan hipotesis. d. Mengumpulkan data. e. Menganalisis data.
23
f. Menguji hipotesis yang telah dirumuskan. g. Merumuskan strategi pemecahan masalah. h. Melaksanakan strategi pemecahan masalah yang dipilih. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran berbasis masalah, siswa dituntut untuk berpikir secara kritis dan ilmiah dalam melaksanakan setiap langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah. 6. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah a. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah Sebagai suatu model pembelajaran, Pembelajaran Berbasis Masalah dinilai memiliki beberapa kelebihan (Abbudin, 2011:250), di antaranya: 1. Dapat membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. 2. Dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat kelak. 3. Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek. b. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah Sebagai sebuah model pembelajaran, selain memiliki kelebihan, PBL juga memiliki kekurangan. Menurut Abbudin (2011:250), kekurangan PBL antara lain: 1. Sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir pada para siswa.
24
2. Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional. 3. Sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan guru, menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan memecahkannya sendiri. Berdasarkan
uraian
diatas
sebagai
sebuah
model
pembelajaran PBL sudah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan di luar sekolah, melatih keterampilan siswa untuk memecahkan masalah secara kritis dan ilmiah serta melatih siswa berpikir kritis, analitis,
kreatif
dan
menyeluruh
karena
dalam
proses
pembelajarannya siswa dilatih untuk menyoroti permasalahan dari berbagai aspek. Kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah seringnya siswa menemukan kesulitan dalam menentukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa, selain itu juga pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu yang relatif lebih lama dari pembelajaran konvensional serta tidak jarang siswa
menghadapi
kesulitan
dalam
belajar
karena
dalam
pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut belajar dengan mencari
data,
menganalisis,
merumuskan
hipotesis
dan
memecahkan masalah. Di sini peran guru sangat penting dalam
25
mendampingi siswa sehingga diharapkan hambatan-hambatan yang ditemui oleh siswa dalam proses pembelajaran dapat diatasi. B. Tinjauan Demokrasi 1. Pengertian Demokrasi Secara etimologi, demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti memerintah. Jadi democratie adalah pemerintahan oleh rakyat (Max Boli Sabon, 1994: 167). Sedangkan Joseph Schumpeter sebagaimana yang dikutip oleh Cholisin (2005: 80) mengartikan demokrasi sebagai kompetisi memperoleh suara rakyat. Dari sudut terminology, banyak sekali definisi demokrasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Masing-masing memberikan definisi dari sudut pandang yang berbeda. Berikut ini beberapa definisi tentang demokrasi (Winarno, 2008:89). Menurut para ahli: a. Menurut Harris Soche Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan meruoakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
26
b. Menurut Henry B. Mayo Sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakilwakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihanpemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. c. Menurut International Commision of Jurist Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. d. Menurut C. F. Strong Suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan pada mayoritas itu. e. Menurut Samuel Huntington Sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir
27
semua penduduk dewasa berhak memberikan suara (Winarno, 2008: 89-92) Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan kata lain, pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan di tangan rakyat yang mengandung pengertian tiga hal, yaitu: a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people) b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people) c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people) Ketiga faktor tersebut diatas merupakan tolak ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokratis. 2. Prinsip Demokrasi Dalam pandangan Lyman Tower Sargent (Cholisin, 2005: 82), prinsip-prinsip demokrasi meliputi: a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik. b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara. c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan disepakati oleh para warga negara. d. Suatu sistem perwakilan. e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas. Sedangkan menurut pandangan Robert A. Dahl 2008) mengemukakan tiga prinsip utama demokrasi, yaitu:
(Sunarso,
28
a. Kompetisi Yakni memberikan peluang yang sama untuk bersaing bagi setiap individu, kelompok, dan organisasi (khususnya partai politik) untuk menduduki kekuasaan dalam pemerintah. Kompetisi tentunya berlangsung dalam jangka waktu yang teratur yang tertib dan damai. b. Partisipasi Yakni memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk terlibat dalam pemilihan pemimpin melalui pemilihan yang bebas secara teratur dan terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik. c. Kebebasan Yakni memberikan jaminan kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan mendirikan dan menjadi anggota organisasi yang dijamin dapat menjadi saluran partisipasi dan kompetisi. Dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam prinsip-prinsip demokrasi menekankan adanya kompetisi, partisipasi dan kebebasan, selain itu juga dalam prinsip demokrasi juga menekankan adanya persamaan. 3. Nilai-nilai Demokrasi Menurut Henry B. Mayo dalam Miriam Budiardjo (Cholisin, 2005: 87-88) mengajukan beberapa nilai demokrasi, yaitu sebagai berikut:
29
a. Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela. b. Menjamin terjadinya perubahan secara damai. c. Pergantian penguasa dengan teratur. d. Penggunaan paksaan sedikit mungkin. e. Pengakuan terhadap nilai keanekaragaman. f. Menegakan keadilan. g. Memajukan ilmu pengetahuan. Zamroni (2001) menyebutkan adanya kultur atau nilai demokrasi antara lain: a. Toleransi, b. Kebebasan mengemukakan pendapat, c. menghormati perbedaan pendapat, d. memahami keanekaragaman dalam masyarakat, e. Terbuka dan komunikasi, f. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, g. Percaya diri, h. Tidak menngantungkan pada orang lain, i. Saling menghargai, j. Mampu mengekang diri, k. Kebersamaan, l. Keseimbangan. Nilai-nilai demokrasi adalah nilai yang sangat diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai tersebut antara lain: a. Kebebasan (berpendapat, berkelompok, berpartisipasi), b. Menghormati orang/kelompok lain, c. Kesetaraan, d. Kerjasama, e. Persaingan, f. Kepercayaan (Winarno, 2008:98) Rusli Karim dalam Winarno (2008) menyebutkan perlunya kepribadian yang demokratis meliputi: inisiatif, disposisi resiprositas, toleransi,
kecintaan
terhadap
keterbukaan,
komitmen
dan
tanggungjawab dan kerjasama keterhubungan. Nilai-nilai yang
30
terkandung dalam demokrasi seperti yang diungkapkan di atas menjadi sikap dan budaya demokrasi yang perlu dimiliki warga negara. Nilainilai
demokrasi
merupakan
nilai
yang
dipelukan
untuk
mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai yang dikembangkan dan dibiasakan dalam kehidupan warga akan menjadi budaya demokrasi. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan
bernegara.
Demokrasi
perlu
ditanamkan
dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Demokrasi Pancasila Menurut
Prof.
Dardji
Darmodihardjo
(Sunarso,
2008)
demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Adapun pinsip-prinsipnya menyangkut: a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. c. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain. d. Mewujudkan rasa keadilan sosial. e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah. f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan. g. Menjujung tinggi cita-cita dan tujuan nasional.
31
Lebih lanjut menurut Notonagoro; Sutrisno(2006) dalam Cholisin (2013: 101) menyatakan, “Asal mula materiil Pancasila adalah adat, tradisi dan kebudayaan Indonesia. Lima unsur yang tercantum di dalam Pancasila bukanlah hal-hal yang timbul baru dalam pembentukan negara Indonesia, akan tetapi sebelumnya dan selamalamanya telah dimiliki oleh rakyat, bangsa Indonesia, yang nyata dan hidup dalam jiwa masyarakat, rakyat dan bangsa Indonesia.” Oleh karena itu untuk memahami nilai-nilai Pancasila dapat dilacak pada nilai yang telah berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dengan
demikian
Demokrasi
Pancasila
adalah
paham
demokrasi yang bersumber pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang berasal dari adat, tradisi dan kebudayaan bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila bukanlah nilai yang baru timbul melainkan akumulasi nilai-nilai yang telah tumbuh berkembang dalam masyarakat Indonesia lama sebelum Pancasila dirumuskan. C. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Nu’man Somantri (Cholisin 2004: 8), PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik, yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influense pendidikan sekolah, masyarakat, orangtua, yang kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajaran-pelajaran berpikir kritis, analitis,
32
bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan menurut Cholisin (2004: 10), PKn diartikan sebagai: Aspek pendidikan politik yang fokus materinya peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang berupaya mengembangkan kesadaran warga negara atas hak dan kewajibannya. Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Dari beberapa pengertian diatas maka pengertian PKn dalam penelitian ini adalah suatu pendidikan politik yang bertujuan melatih siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis, membina peranan warga negara dalam kehidupan bernegara sesuai ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
33
2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Secara sederhana tujuan PKn adalah untuk membentuk warga negara yang baik (good citizen) dan mempersiapkan kemampuan warga negara untuk menghadapi masa depan. Dimon dan Pflieger seperti dikutip Cholisin (2000:1.15) mengemukakan ciri-ciri warga negara yang baik adalah sebagai berikut: a. The good citizen is loyal b. The good citizen practices democratic human relationship c. The good citizen tries to be a weel-adjusted person d. The good citizen is a learner e. The good citizen is a thinker f. The good citizen is a doer Menurut Kurikulum 2004 dalam Cholisin (2004), tujuan mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensikompetensi sebagai berikut: a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003: 3).
34
Badan
Standar
Nasional
Pendidikan
(BSNP,
2006:78)
merumuskan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertangung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dala percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi. http://www.batikguru.com/2011/10/konsep-dasar-pkn.html Berdasarkan uraian diatas, menurut Badan Standar Nasional Pendidikan tujuan Pkn hampir sama dengan tujuan PKn yang jelaskan pada Kurikulum 2004 hanya saja pada poin kedua terdapat penambahan tujuan mata pelajaran PKn yaitu anti korupsi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah melatih siswa untuk menjadi warga negara Indonesia yang dapat berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
35
serta bersikap anti korupsi sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945. 3. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Ruang lingkup PKn yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ruang lingkup materi PKn yang bersumber pada Peraturan Menteri No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Ruang lingkup PKn meliputi aspek-aspek berikut: a. Persatuan dan Kesatuan bangsa; b. Norma, hukum dan peraturan; c. Hak asasi manusia; d. Kebutuhan warga negara; e. Konstitusi negara; f. Kekuasaan dan politik; g. Pancasila; dan h. Globalisasi. 4. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi a. Pengertian Pendidikan Demokrasi Menurut wikipedia, the free encyclopedia dalam Zamroni (2013), pendidikan demokrasi merupakan suatu teori pembelajaran dan pengelolaan sekolah yang memberikan kesempatan bagi siswa dan guru serta staff administrasi untuk berpartisipasi secara bebas dan setara dalam kegiatan sekolah. Dalam suatu sekolah yang demokratis, pengambilan keputusan melibatkan mereka yang akan terkena keputusan tersebut. Pada level yang lebih konkret, pendidikan demokrasi dapat dilihat sebagai suatu proses untuk memberikan kesempatan kepada siswa guna mempraktikan kehidupan yang demokratis baik di kelas, di sekolah maupun di masyarakat, dengan tujuan agar siswa memahami bagaimana
36
proses politik suatu negara berlangsung sehingga mampu berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. b. Ciri Khas Pendidikan Demokrasi Kultur sekolah merupakan pendorong dan landasan perilaku seluruh warga sekolah, khususnya perilaku guru dalam pembelajaran di ruang-ruang kelas. Perilaku guru tersebut berperan dalam menciptakan ruang-ruang kelas yang demokratis. Ruangruang kelas yang memiliki moral demokrasi antara lain diidentifikasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zamroni, 2013: 148): 1) Masing-masing siswa selaku warga kelas memiliki status dan kedudukan yang setara, tidak ada seseorang yang menguasai atau sebaliknya dikuasai atas yang lain. Kelas bebas penghisapan satu atas lainnya dalam berbagai bentuk dan manifestasi. 2) Kelas tidak hanya menyajikan data dan informasi bagi siswa, tetapi juga mengembangkan pembelajaran yakni suatu proses dimana setiap warga sekolah melakukan transfer dan transformasi pada diri sendiri sehingga memperoleh sesuatu yang bisa meningkatkan potensi diri secara optimal.di samping itu, kelas juga bisa merupakan kehidupan masyarakat sipil itu sendiri, dimana masing-masing siswa memiliki kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan siswa yang lain, sehingga memiliki prospek lebih baik untuk masa kehidupan berikutnya. 3) Pembelajaran yang berlangsung di kelas mendorong seluruh warga kelas senantiasa menggunakan logika, critical thinking dan refleksi. Dengan prinsip tersebut perilaku warga kelas dari waktu ke waktu mengalami perbaikan dan peningkatan. 4) Guru-guru di kelas bukan hanya harus menguasai ilmu yang dibahas di kelas, tetapi yang penting untuk dicatat adalah bahwa setiap guru melaksanakan pembelajaran dengan senantiasa mendasarkan pada keadilan dan kejujuran. Bagaimana guru menegakkan keadilan dan kejujuran dalam
37
pembelajaran merupakan awal bagi siswa memahami nilai-nilai demokrasi. 5) Agar para siswa dapat tumbuh berkembang dalam alam demokrasi, mereka harus diberikan kesempatan untuk hidup di kelas yang memberikan pengalaman kehidupan dengan kerjasama, kebersamaan, saling percaya-mempercayai, saling hormat-menghormati, saling harga-menghargai dan saling tolong menolong. Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, misalnya siswa dan guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga kebersihan kelas, kenyamanan kelas, terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru harus menjadi iklim pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun. Interaksi guru dan siswa bukan sebagai subjek-objek, melainkan subjek-subjek yang sama-sama membangun karakter dan jatidiri. Profil guru yang demokratis
tidak
bisa
terwujud
dengan
sendirinya
tetapi
membutuhkan proses pembelajaran. Kelas merupakan forum yang strategis bagi
guru dan murid untuk sama-sama belajar
menegakkan pilar-pilar demokrasi. c. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi Menurut Kurikulum 2004 dalam Cholisin (2004), tujuan mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut:
38
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003: 3). Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006:78) merumuskan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertangung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dala percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi. http://www.batikguru.com/2011/10/konsep-dasar-pkn.html Menurut Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama 2006 seperti dikutip Cholisin (2008:1), paradigma baru PKn merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui:
39
1) Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial 2) Civic Responbility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggungjawab 3) Civic Participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggungjawabnya baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin di hari depan. Kemudian agar dalam pengembangan pembelajaran PKn memiliki arah yang jelas, maka telah dirumuskan visi dan misi PKn sebagai berikut. Visi mata pelajaran PKn adalah mewujudkan proses integral di sekolah untuk pengembangan kemampuan dan kepribadian
warga
negara
yang
cerdas,
pertisipatif,
dan
bertanggungjawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis. Misi mata pelajaran PKn adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan rasional untuk menyusun PKn baru sebagai pendidikan intelektual ke arah pembentukan warga negara yang demokratis; misi tersebut dilakukan melalui penetapan kemampuan dasar PKn sebagai landasan penyusunan standar kemampuan standar minimum yang ditetapkan secara nasional 2) Menyusun substansi baru pendidikan PKn sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan pada latar belakang budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia; misi tersebut dilakukan melalui penyusunan uraian materi pada
40
masing-masing standar materi PKn yang dapat memfasilitasi berkembangnya pendidikan demokrasi. Berdasarkan
uraian
diatas
untuk
menunjang tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan yang salah satunya agar siswa memiliki kemampuan berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya maka Pendidikan Kewarganegaraan haruslah mampu menjadi wahana pendidikan demokrasi. Hal ini sejalan dengan misi Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat dilakukan dengan menyusun
materi
pada
standar
materi
PKn
yang
dapat
memfasilitasi tumbuh berkembangnya pendidikan demokrasi. D. Tinjauan Sikap 1. Definisi Sikap Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap berarti perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan. Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek terentu
(
http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-
dan-faktor-yang-mempengaruhi/). Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 1995) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan
41
antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain ( http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisidan-faktor-yang-mempengaruhi/). Kemudian kelompok ahli lain yang berorientasi pada triadic scheme menganggap sikap sebagai konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami dan merasakan suatu obyek. Secord dan Backman mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek tertentu. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sesuatu yang telah diyakini akan menjadi suatu stereotipe pada individu tersebut, sehingga pikirannya selalu terpola. Misalnya, bila individu percaya bahwa mencuri adalah sesuatu yang buruk maka kepercayaan tersebut akan selalu terpola pada pikirannya. Komponen afektif menunjuk pada perasaan emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek. Sedangkan komponen konatif merupakan
42
struktur
sikap
yang
menunjukkan
bagaimana
perilaku
atau
kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya (Azwar, 1995). Selanjutnya Gibson (1996: 145) menjelaskan bahwa afeksi, kognisi dan perilaku menentukan sikap. a. Afeksi, merupakan emosi atau perasaan. b. Kognisi, terdiri dari persepsi, pendapat, dan kepercayaan seseorang. Elemen penting dari kognisi adalah kepercayaan yang bersifat penilaian yang dilakukan seseorang. c. Perilaku, mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau sesuatu dengan cara tertentu. Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan
pendapat-pendapat
tersebut
di
atas
maka
dapat
disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Dalam penelitian ini sikap lebih ditekankan pada komponen konatif yang merupakan struktur sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
43
seseorang dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya dengan cara-cara tertentu. 2. Sikap Demokratis Demokrasi tidak akan dapat diterapkan dengan baik tanpa dukungan dan partisipasi seluruh warga negara. Bentuk dukungan dan partisipasi warga negara terhadap pelaksanaan demokrasi dapat dilakukan dengan jalan memiliki sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi dalam berbagai kehidupan yaitu kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat maupun kenegaraan. Prinsip-prinsip demokrasi tidak akan dapat dijalankan dengan baik di dalam berbagai kehidupan tanpa adanya perilaku positif dari seluruh warga negara terhadap pelaksanaan demokrasi. Sikap positif terhadap
pelaksanaan
demokrasi
memiliki
makna
menerima,
melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi di dalam berbagai lingkungan kehidupan. Sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi wajib dimiliki dan dikembangkan oleh seluruh warga negara Indonesia dalam berbagai lingkungan kehidupan karena dengan adanya perilaku positif terhadap pelaksanaan demokrasi, seluruh kehidupan akan diwarnai nilai-nilai demokrasi atau terbentuk kehidupan yang demokratis.(http://asefts63.wordpress.com/2012/02/17/sikapdemokratis-di-berbagai-lingkungan/) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokratis berarti bersifat demokrasi/berciri demokrasi. Jika dikaitkan dengan komponen
44
konatif yang merupakan struktur sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya dengan cara-cara tertentu, maka sikap demokratis dapat diartikan perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang/siswa dalam menerima dan melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dalam pembelajaran. E. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah/Problem Based Learning 1. Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan istilah yang banyak disinggung oleh para ahli, dimana batasan-batasan pengertian tentang efektivitas yang dikemukakan oleh para ahli berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 584) mendeskripsikan efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh, hal berkesan” atau “keberhasilan(usaha, tindakan)”. Jadi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas adalah suatu usaha atau tindakan yang berakibat/berpengaruh
dan
berkesan
yang
dapat
membawa
hasil/berhasil guna. Chong dan Maginson (Slameto, 2003: 81) mengartikan “Efektivitas merupakan kesesuaian antara siswa dengan hasil belajar”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa efektivitas
45
pembelajaran merupakan proses yang harus dilalui siswa untuk mencapai hasil belajar. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu tindakan yang berakibat/berpengaruh dan berkesan yang dapat membawa hasil/berhasil guna sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini digunakannya model pembelajaran berbasis masalah dikatakan efektif apabila model pembelajaran tersebut membawa hasil. 2. Efektivitas Problem Based Learning dalam Meningkatkan Sikap Positif terhadap Pelaksanaan Demokrasi pada Mata Pelajaran PKn Pembelajaran yang efektif ditentukan oleh kemanfaatannya. Sebab, proses pembelajaran menunjukkan presentase keterlibatan siswa yang tinggi dalam waktu yang tepat, sehingga pencapaian tujuan diperoleh dengan sikap siswa yang baik. Dengan demikian sebuah pembelajaran efektif jika hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam pembelajaran antara lain kemampuan guru dalam menggunakan metode-metode pembelajaran yang dipengaruhi oleh faktor tujuan, peserta didik, situasi, fasilitas, media pembelajaran dan pengajaran itu sendiri. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan
46
tujuan yang ditetapkan. Efektivitas dalam pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai dengan prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing. Efektivitas dalam penelitian ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan sikap positif dalam pelaksanaan demokrasi dalam pembelajaran PKn oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Wonosari. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi dapat diketahui dengan observasi yang dilakukan peneliti terhadap perilaku siswa selama proses pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa telah memenuhi kriteria sikap dalam prinsipprinsip Demokrasi Pancasila sebagai berikut: a. Adanya
persamaan/tidak
membeda-bedakan
teman
dalam
kelompok. b. Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, disini diartikan hak adalah hak siswa sebagai anggota kelompok dan kewajiban adalah kewajiban siswa sebagai anggota kelompok. c. Adanya kebebasan yang bertanggung jawab, dalam hal ini adalah kebebasan tukar pendapat dalam penyelesaian masalah. d. Mengutamakan persatuan dan kesatuan, dalam hal ini setiap siswa dalam anggota kelompok mencari penyelesaian masalah secara bersama-sama.
47
e. Bersifat kekeluargaan, dalam hal ini menyelesaikan segala permasalahan dengan teman secara kekeluargaan. (http://emedkarmedi.blogspot.com/2011/03/peranan-kepala-sekolahdemokratis.html)
F. Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Udin S. Winataputra, dkk (2008: 15) mengutip pengertian belajar dari BellGredler (1986: 1) menyatakan bahwa: “Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes). Kemampuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat”. Sedangkan Slameto (2003: 2) menyatakan bahwa: “Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suat perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selain itu menurut Muhibbin Syah (2003: 64), mengutip pengertian belajar dari Skinner yang dikutip Barlow (1985), menyatakan bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif”. Dari pendapat di atas pada dasarnya memiliki pengertian yang sama mengenai belajar, yaitu belajar merupakan usaha atau proses adaptasi yang dilakukan oleh manusia secara sadar guna mendapat
48
pengetahuan, keterampilan sehingga dapat memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan dari pengalamannya. 2. Tujuan Belajar Belajar merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran. Berbagai upaya dilakukan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar intinya adalah upaya untuk membuat peserta didik belajar. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gurulah yang menciptakan guna pembelajaran anak didik. Sebagai guru haruslah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat mengatarkan anak didik mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Gagne dalam Sutikno menyebutkan ada lima macam hasil belajar, yaitu: a. Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh pengajar di sekolah. b. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalahmasalah baru dengan jalan mengatur proses internal masingmasing individu dalam memperhatikan, belajar, mengikat dan berfikir.
49
c. Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalannya mengatur informasi-informasi yang relevan. d. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. e. Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkahlaku
seseorang
didasari
oleh
emosi,
kepercayaan-
kepercayaan, serta faktor intelektual (Sutikno Sobry, 2004: 69-70) 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Slameto (2003: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terdiri atas : a. Faktor-faktor Intern Dalam faktor intern ini terbagi atas : 1) Faktor Jasmaniah 2) Faktor Psikologis 3) Faktor Kelelahan b. Faktor-faktor Ekstern 1) Faktor Keluarga 2) Faktor Sekolah 3) Faktor Masyarakat Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2003: 145), secara global mengatakan faktor yang mempengaruhi belajar adalah : a. Faktor internal Adalah faktor dari dalam diri siswa yaitu keadaan atau kondisi siswa
50
b. Faktor eksternal Adalah faktor dari luar diri siswa yaitu keadaan atau kondisi lingkungan sekitar siswa c. Faktor pendekatan belajar Adalah jenis upaya belajar siswa meliputi strategi dan metodeyang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pendapat tersebut terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi faktor intern, faktor ekstern dan faktor pendekatan belajar yang ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh dalam proses belajar dalam diri peserta didik. 4. Pengertian Hasil Belajar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Siti Nurjanah, 2007: 14), hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan kepuasan kepada individu yang belajar. Nana Sudjana (2002: 22) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah seseorang memiliki pengalaman belajarnya. Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar yaitu siswa yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran.
51
5. Jenis-jenis Hasil Belajar Menurut Benyamin S. Bloom dalam (Suharsimi Arikunto, 2003: 114-119) ranah tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu: a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu: 1) Pengetahuan atau ingatan, terdiri dari pengetahuan faktual dan hafalan seperti definisi, istilah, batasan dan lainnya yang perlu dihafal dan diingat. 2) Pemahaman, lebih tinggi dari ingatan, misalnya menjelaskan dengan kalimat sendiri, memberi contoh, atau menggunakan petunjuk. 3) Penerapan, menerapkan ide, teori, atau petunjuk teknis ke dalam situasi baru. 4) Analisis, usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarki atau susunannya. 5) Sintesi, penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh. 6) Evaluasi, pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, dan materi.
52
b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek, yakni: 1) Penerimaan, kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar berupa masalah, situasi dan gejala. 2) Respon, reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab. 3) Penilaian, berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala termasuk ketersediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman. 4) Organisasi, pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain. 5) Internalisasi nilai, keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya
termasuk
keseluruhan
nilai
dan
karakteristiknya. c. Ranah Psikomotor Berdasarkan dengan hasil
belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual membedakan visual-auditif-motoris, kemampuan di bidang fisik, gerakan
53
keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2006: 23-30) 6. Hasil Belajar PKn Hasil belajar PKn pada dasarnya merupakan dampak dari proses pembelajaran PKn. Hal ini berarti optimalnya hasil belajar PKn para siswa tergantung juga pada proses pembelajaran PKn yang dipandu oleh guru. Dari berbagai pengertian belajar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar PKn dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam menguasai konsep PKn melalui proses pembelajaran PKn dan kemampuan para siswa untuk menerapkan konsep PKn dalam kehidupan nyata. Secara umum kemampuan yang didapat sebagai hasil dari pembelajaran PKn berupa pengetahuan, nilai sikap, dan keterampilan yang dapat dilihat wujudnya setelah seseorang melaksanakan proses pembelajaran. G. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Murdiono (2008) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Kewarganegaraan (CIVIC SKILLS) Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)” yang menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis
masalah
dapat
meningkatkan
partisipasi
aktif
dan
keterampilan kewarganegaraan mahasiswa (civic skills) yang dimiliki mahasiswa.(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132304487/B3JURNAL%20PENELITIAN%20ILMU%20PENDIDIKAN_1.pdf)
54
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmala Yunita Putri (2010) dengan judul “Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Aktivitas
Belajar
Siswa
Pada
Mata
Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X AP di SMK Muhammadiyah 3 Klaten” yang menunjukkan hasil penelitian bahwa pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Suharjana (2008) dengan judul “Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Mata Kuliah Pendidikan Kesegaran Jasmani Melalui Pendekatan Problem Based Learning” yang menunjukkan hasil penelitian bahwa penerapan pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan keaktifan, pemahaman materi,
prestasi
belajar,
dan
kemampuan
mahasiswa
untuk
menyelesaikan tugas individu. (Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Nomor 2, Tahun XII, 2008: 287) H. Kerangka Berpikir Siswa dapat dikatakan belajar apabila terjadi proses perubahan tingkah laku. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai dengan baik. untuk mengetahui tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi atau penilaian pada akhir proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan
55
tersebut maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif. Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam pembelajaran berbasis masalah kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokrasi, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Dalam
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia, pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk menunjang pengembangan nilai demokrasi mutlak diperlukan. Karena salah satu tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk siswa untuk berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. Dengan kata lain Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk pribadi yang demokratis. Dengan
pemilihan
model
pembelajaran
yang
menunjang
berkembangnya nilai-nilai demokrasi serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis dan optimal dalam menyelesaikan masalah diharapkan peserta didik akan terangsang untuk melaksanakan
56
nilai-nilai demokrasi atau bersikap demokratis dalam pembelajaran serta mencapai hasil belajar yang optimal. Model pembelajaran berbasis masalah/problem based learning merupakan model pembelajaran yang menunjang berkembangnya nilainilai demokrasi sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif serta berpikir kritis dan optimal dalam menyelesaikan masalah sehingga dapat menunjang tumbuhnya sikap demokratis pada diri siswa dan menunjang hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran siswa dituntut berpartisipasi aktif dan berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan. Secara skematis kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Hasil yang diharapkan Sebelum Tindakan -
Sikap demokratis masih rendah Hasil belajar masih rendah
Peningkatan sikap demokratis siswa
Tindakan -
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning Hasil yang diharapkan -
Peningkatan hasil belajar PKn
Gambar 1. Alur Kerangka Berfikir
57
I. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir di atas maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan sikap demokratis antara kelas yang menggunakan model pembelajaran problem based learning dengan kelas yang menggunakan metode ceramah. 2. Terdapat perbedaan hasil belajar PKn antara kelas yang menggunakan model pembelajaran problem based learning dengan kelas yang menggunakan metode ceramah.