BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Daerah Aliran Sungai DAS atau Daerah Aliran Sungai (catchment, basin, watershed)
merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasar aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasar air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian (Manan, 1978). Daerah aliran sungai juga berfungsi sebagai pendistribusian air menuju ke saluran dan sebagai penampungan air hujan (Sukardi, 2006). Selain dari fungsi DAS, aliran air pada daerah aliran sungai juga sangat dipengaruhi oleh bentuk DAS, Karakteristik DAS, hujan daerah
dan
limpasan permukaan yang menjadi kesatuan debit aliran yang melewati suatu penampungan melintang sungai persatuan waktu.
2.2
Debit Andalan Analisis debit andalan dipergunakan untuk mengetahui tingkat
keandalan suatu debit untuk berbagai kegiatan pemanfaatan air. Selain itu, debit andalan juga merupakan debit minimum yang harus tersedia untuk masing-masing kebutuhan pemanfaatan air. Debit andalan merupakan debit yang diandalkan untuk suatu probabilitas tertentu. Probabilitas debit andalan ini berbeda-beda untuk berbagai kepeluran pemanfaatan air seperti keperluan irigasi dengan probabilitas 80%, untuk keperluan air minum dan industri dengan probabilitas yang lebih tinggi yaitu 90% sampai dengan 95% (Soemarto, 1987). Makin besar prosentase debit andalan menunjukkan penting pemakaiannya dan menunjukkan prioritas yang makin awal yang harus diberi air. Jadi perhitungan debit andalan ini diperlukan untuk menghitung debit dari sumber air yang dapat diandalkan untuk
4
suatu keperluan tertentu. Montarcih, 2010 menyatakan Ada empat cara analisis debit andalan antara lain :
a) Metode debit rata-rata minimum, metode ini dipergunakan untuk menghitung DAS yang fluktuatif debit minimum maksimumnya tidak terlalu besar dari tahun ke tahun dan kebutuhan relative konstan sepanjang tahun. Karakteristik perhitungan dengan metode ini mempergunakan satu data debit dalam satu tahun. b) Metode flow characteristic, metode ini memperhitungkan hubungan basis tahun dengan prinsip debit rata-rata tahunan kurang lebih sama dengan debit rata-rata ke seluruhan tahun. Metode ini dipakai untuk DAS yang fluktuatif debitnya cukup besar, kebutuhan tidak konstan dan ketersediaan data yang cukup panjang. c) Metode tahun dasar perencanaan, metode ini dipergunakan untuk perencanaan dan pengelolaan irigasi. d) Metode bulan dasar perencanaan, metode ini dipergunakan untuk menganalisis debit andalan untuk setiap bulan atau bulan-bulan tertentu. Metode ini paling sering dipakai karena bisa memberikan gambaran ketersediaan air pada musim kemarau dan musim penghujan.
2.3
Neraca Air Neraca air (water balance) merupakan suatu sistem perimbangan
(ketersediaan dengan pemakaian) air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga informasi kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit) dapat dengan mudah di ketahui. Selain itu, kegunaan dari neraca air adalah untuk mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya. Manfaat secara umum yang dapat diperoleh dari analisis neraca air antara lain (Firmansyah, 2010):
a) Sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang defisit air. b) Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang surplus air. c) Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan. Perhitungan neraca air ini pada akhirnya akan menghasilkan kesimpulan mengenai pola tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang sedang direncanakan, penggambaran akhir daerah proyek irigasi. Ada tiga unsur pokok dalam perhitungan neraca air yaitu, kebutuhan air, tersedianya air dan neraca air (Hidayat, 2013). Secara umum persamaan neraca air dapat ditulis dalam bentuk (Triatmojo, 2009): +
+
+
−
−
− ∆ = 0……………………………… 2.1
dimana: : Presipitasi −
: Debit aliran masuk dan keluar
−
: Aliran air Tanah masuk dan keluar : Evaporasi : Evapotranspirasi
∆
2.4
: Perubahan volume tampungan.
Irigasi Sesuai dengan Permen PU No 32 Tahun 2007 dan PP No 77 Tahun 2001
menyatakan bahwa irigasi adalah sebagai usaha menyediakan air, pengaturan air dan pembuangan air irigasi dalam menunjang pertanian yang jenisnya meliputi
irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Penyediaan air merupakan penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan pada waktu, jumlah, mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya. Penyediaan air dan pengaturan air pada sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air pada suatu daerah irigasi. Selain itu, ketersediaan air juga akan mempengaruhi pemilihan pola tanam dan pengaturan air irigasi dalam usaha untuk memaksimalkan produktivitas pertanian dan keperluan lainnya.
2.4.1
Pola tanam Pertimbangan pengaturan pola tanam sangat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan air pada tanaman, dimana pola tanam sangat diperlukan pada daerah-daerah yang ketersediaan airnya berlimpah dan atau kekurangan air. Pada Tabel 2.1 menunjukan pemilihan pola tanam dalam satu tahun pada suatu daerah irigasi menyesuaikan dengan ketersediaan air yang ada pada suatu DAS. Tabel 2.1 Ketersediaan Air dan Pola Tanam No
Ketersediaan air untuk jaringan irigasi
Pola tanam dalam satu tahun
1
Ketersediaan air yang banyak
Padi-Padi-Palawija
Tersedianya air dalam jumlah yang
Padi-Padi-Bera Padi-Palawija-
cukup
Palawija
2
3
Daerah yang kekurangan air
Padi-palawija-Bera Palawija-Padi bera
Sumber: Ditjen Pengairan KP-01,1986
2.4.2
Sistem golongan Berdasarkan Permen PU No 32 Tahun 2007,
untuk memperoleh
tanaman dengan pertumbuhan yang optimal sehingga mendapatkan tingkat produktivitas yang tinggi, penanaman harus memperhatikan pembagian air secara
merata ke semua petak tersier pada jaringan irigasi. Ketersediaan air yang tersedia kadangkala tidak mencukupi untuk kebutuhan akan air irigasi, sehingga diperlukan pembuatan pola pembagian air yang baik dengan sistem penggolongan dengan asas keadilan. Pada prinsip sistem golongan biasanya dipergunakan pada musim kemarau dan pada daerah yang kekurangan air. Pada sistem ini permulaan tanam tidak serentak, namun jadwal pengaliran harus ditentukan dengan tujuan untuk efisiensi penggunaan air. Ada beberapa keuntungan dalam sistem golongan ini diantaranya adalah berkurangnya pengambilan dalam kebutuhan puncak dan kebutuhan air betambah secara berangsur- angsur mengikuti proses penanaman. Selain keuntungan ada beberapa kekurangan sistem ini seperti timbulnya komplikasi sosial, eksploitasi lebih rumit, kehilangan air akibat ekploitasi lebih tinggi dan jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama sehingga menyebabkan lebih sedikit waktu yang dibutuhkan untuk tanaman kedua. Selain itu, rencana tata tanam golongan adalah rencana tata tanam yang menggambarkan rencana luas tanam pada suatu daerah irigasi, belum terperinci per petak tersier sehingga yang terlihat hanya total rencana luas tanam per daerah irigasi. Berikut ini jenis-jenis gologan : 1. Golongan vertikal adalah cara penentuan waktu awal pemberian air (awal tanam) secara bersamaan pada petak tersier dari hulu ke hilir dalam suatu saluran sekunder dengan tenggang waktu pemberian air antargolongan, biasanya antara 10 sampai dengan 15 hari. 2. Golongan horisontal adalah cara penentuan waktu pemberian air (awal tanam) secara bersamaan pada petak tersier yang berada di bagian hulu dari saluran sekunder yang berlainan dan diteruskan pada periode berikutnya ke petak tersier yang berada di bagian hilirnya dengan tenggang waktu pemberian air antargolongan, biasanya antara 10 sampai dengan 15 hari. 3. Golongan tersebar adalah cara penentuan waktu awal pemberian air (awal tanam) secara bersamaan pada petak tersier yang telah ditentukan dan tersebar pada satu daerah irigasi dengan tenggang waktu pemberian air antar golongan, biasanya antara 10 sampai dengan 15 hari.
2.5
Kebutuhan Air Kebutuhan air merupakan volume air per satuan waktu dibutuhkan untuk
menunjang segala aktivitas yang berhubungan dengan penggunaan air dan sebagian besar dipenuhi oleh air permukaan. Kebutuhan air pada suatu daerah aliran sungai dapat dibedakan menjadi dua yaitu kebutuhan air irigasi dan kebutuhan air non irigasi. Kebutuhan air irigasi dipergunakan sebagai keluaran pada suatu sistem neraca air (irigasi dan DAS) dan
sebagai dasar rencana
optimasi pemanfaatan air irigasi di masing-masing daerah irigasi. Sedangkan kebutuhan air non irigasi dipergunakan sebagai data penentuan kebutuhan air (domestik, non domestik dan kehilangan air pada suatu kawasan) disamping sebagai keperluan pemeliharaan sungai dan pemanfaatan air untuk keperluan hewan.
2.5.1
Kebutuhan air irigasi Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang disediakan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah. Sedangkan kebutuhan air pada masing-masing petak sawah dipengaruhi oleh berapa faktor seperti penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi , rembesan dan curah hujan efektif. Sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi KP-01,1986, parameter-parameter perhitungan kebutuhan air isigasi dapat ditentukan dengan persamaan : =
………………………………………………2.2
dimana : KAI
: Kebutuhan air irigasi (l/d)
Etc
: Kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
IR
: Kebutuhan air ditingkap persawahan (mm/hari)
WLR
: Kebutuhan air untuk menganti lapisan air (mm/hari)
P
: Perkolasi (mm/hari)
Re
: Hujan Efektif (mm/hari)
IE
: Efisiensi Irigasi (%)
A
: Luas Areal Irigasi (Ha)
2.5.1.1 Evapotranspirasi Evapotranspirasi merupakan jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi (Adsak, 2007). Evapotranpirasi sangat erat berkaitan dengan kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk menganti air yang hilang akibat penguapan. Penguapan dalam hal ini merupakan penguapan dari permukaan air dan daundaun tanaman (Montarcih, 2010). Ada beberapa cara perhitungan dan atau pengukuran evapotranpirasi antara lain (Adsak, 2007) :
a) Panci evaporasi merupakan teknik pengukuran yang paling sederhana dengan menggunakan panci untuk mendapatkan angka indek potensial evapotranspirasi. b) Alat ukur lysimeter merupakan cara yang ideal karena semua unsur yang dihitung telah terwakili. c) Metoda
Thornthwaite
memanfaatkan
suhu
udara
sebagai
indek
ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses evaporasi dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses evaporasi. d) Metoda Blaney-Criddle untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial yang pada awalnya dipergunakan untuk
memperkirakan
besarnya konsumsi air irigasi. e) Metoda Penman pada mulanya dikembangkan untuk menentukan besarnya evaporasi dari permukaan air terbuka. Selain itu, Metoda Penman juga dipergunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi potensial (PET) dari suatu tegakan vegetasi dengan memanfaatkan data iklim mikro diperoleh dari atas permukaan kajian.
Parameter –parameter perhitungan evapotranspirasi potensial sebagai berikut (Montarcih, 2010): a) Suhu rata-rata bulanan b) Kelembaban relative bulanan rata-rata (RH dalam persen) c) Kecerahan matahari bulanan (n/N dalam persen) d) Kecepatan angin bulanan rata-rata (U dalam m/det) e) Letak lintang daerah f) Angka koreksi (C) Perhitungan evapotranspirasi potensial dengan menggunakan Metode Penman mendapat rekomendasi dari Badan Pangan dan Pertanian PBB. Prinsip umum perhitungan evapotranspirasi potensial sesuai dengan perumusan berikut: =! ∗
∗
……………………………………………………..2.3
= #(0.75 () − (*1 + (1 − #,-(.,(/0 − /1,…………….. 2.4
Dimana :
: Evaporasi potensial (mmm/hari) C
: Faktor koreksi ∗
#
: Evaporasi (mm/hari) : Faktor yang berhubungan dengan suhu dan elevasi daerah (Lampiran 2.a Parameter PN.1)
()
: Radiasi gelombang pendek (mm/hari) 4
() = 0.25 + 0.54 5 (6………………………………….. ...2.5 (6
: Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (Angka Angot). (Lampiran 2.b Parameter PN.2)
(*1
: Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari) 4
(*1 = -(7,. -(/1,. -(5,…………………………………..… 2.6 -(7,
: Fungsi suhu (Lampiran 2.a Parameter PN.1)
-(/1, : Fungsi tekanan uap
4
-( , 5
-(/1, = 0.34 − 0.44√/1--- /1 = /1 ∗ . (:……………….. 2.7 : Fungsi kecerahan matahari
-
4
5
4
= 0.1 + 0.9 5…………………………………………. 2.8
-(., : Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2 m -(., = 0.27 (1 + 0.864 .,……………………………….. 2.9 (/0 − /1,: Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya /1
: Tekanan uap sebenarnya = f(t)
(:
: Kelembaban relative (%)
>
: Angka koreksi (Lampiran 2.c Parameter PN.3)
2.5.1.2 Kebutuhan air konsumtif ( 7!, Kebutuhan air untuk tanam di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan memasukan faktor koefisien tanaman (kc) sesuai dengan Tabel 2.2. Persamaannya umum yang dipergunakan dalam perhitungan kebutuhan air konsumtif sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi KP-01, 1986 adalah: 7! = 7
?!…………………………………..………………….. 2.10
Dimana: 7!
: Kebutuhan air konsuntif ( mm/hari)
7
: Evapotranspirasi (mm/hari)
?!
: Koefisien tanaman
Tabel 2.2 Koefisien Tanaman (kc) untuk Padi dan Palawija Menurut NEDECO/PROSIDA Periode Padi Palawija Tengah Varietas Varietas Kacang Kacang Keterangan Bulanan Jagung Kedelai Biasa Unggul Tanah Hijau ke *) untuk 1 1,20 1,20 0,50 0,50 0,50 0,50 sisanya 2 1,20 1,27 0,59 0,51 0,75 0,64 = 5 hari 3 1,32 1,33 0,96 0,66 1,00 0,89 4 1,40 1,30 1,05 0,85 1,00 0,95 **) untuk 5 1,35 1,15 1,02 0,95 0,82 0,88 sisanya 6 1,24 0,00 0,95*) 0,95 0,45*) = 10 hari 7 1,12 0,95 8 0,00 0,95 9 0,55**) Sumber : PSA-010, Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)
2.5.1.3 Kebutuhan air penyiapan lahan ( (, Kebutuhan air pada waktu penyiapan lahan dipengaruhi oleh faktorfaktor antara lain seperti waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan (T) dan lapisan air yang dibutuhkan untuk persiapan lahan (S). Perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan perlu memperhatikan jenis tanaman, usia tanaman sampai dengan panen, pola tanam, efisiensi irigasi, lama penyinaran matahari dan lain-lain. Perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van De Goor dan Ziljlstra dalam Standar Perencanaan Irigasi KP-01,1986 yaitu persamaan sebagai berikut:
(=@
A A
B
……………………………………………… 2.11
dimana : ( @
: Kebutuhan air irigasi di tingkat pesawahan ( mm/hari) : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang dijenuhkan = Eo+P ( mm/hari)
: Perkolasi (mm/hari) Eo
: Evaporasi terbuka (= 1.1 x Eto) mm/hari
k
: M (T/S)
e
: Koefisien
2.5.1.4 Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (CD(, dan Perkolasi (P) Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air water level rechange (WLR) ditetapkan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01, dimana besarnya kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah sebesar 50 mm/bulan atau 3,3 mm/hari selama setengah bulan ( selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi). Laju perkolasi (P) sangat tergantung pada sifat tanah, sifat tanah umumnya tergantung pada kegiatan pemanfaatan lahan dan pengolahan tanah berkisar antara 1-3 mm/hari sesuai dengan yang ditunjukan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Angka Perkolasi untuk Jenis Tanah dan Tanaman Angka Perkolasi Textur Tanah
Padi (mm/hari)
Palawija (mm/hari)
Tanah Lunak
1
2
Tanah Sedang
2
4
Tanah Keras
3
10
Sumber : Hidayat, 2013 2.5.1.5 Curah hujan efektif (( , Curah hujan efektif adalah curah hujan andalan yang jatuh disuatu daerah dan digunakan tanaman untuk pertumbuhan. Curah hujan ini merupakan curah hujan wilayah yang harus diperkirakan dari titik pengamatan yang dinyatakan dalam millimeter. Penentuan curah hujan efektif didasarkan atas curah hujan bulanan, yaitu menggunakan (E yang berati kemungkinan tidak terjadinya 20%. Besarnya curah hujan efektif untuk tanaman padi diambil 70% dari curah
hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahunan sesuai dengan Perencanaan jaringan Irigasi,KP-01,1986,165 dengan persamaan berikut: ( = 0.7
B
BF
((E ,………………………………………… 2.12
(E didapat dari urutan data dengan cara merengking data dengan Rumus Harsa: G=
4
BF
+ 1………………………………………………… 2.13
Sedangkan curah hujan untuk palawija hujan efektif di hitung dengan persamaan berikut : ( = 0.7
B
BF
((F ,………………………………………… 2.14
Dimana: (
: Curah hujan efektif ( mm/hari)
(E
: Curah hujan yang kemungkinan tidak terpenuhi sebesar 20% (mm)
(F
: Curah hujan yang kemungkinan tidak terpenuhi sebesar 50% (mm)
G
: Rangking data dari urutan terkecil
*
: Jumlah tahun pengamatan
Selain itu, untuk menghindari kesalahan yang terjadi pada saat pencatatan data hujan dalam perhitungan hujan efektif untuk tanaman, maka perlu dilakukan uji konsistensi data hujan (Asdak, 2007). Teknik uji konsistensi data dengan model RAPS Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) lebih dapat dipercayai kebenarannya (Sri Harto, 2000) yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : )? ∗ = ∑(I − I, untuk k = 1,2 ……n………………………….. 2.15
Dengan membagi nilai )? ∗ dengan nilai devisiasi standard maka akan di peroleh nilai (RAPS). Statistik yang dapat dipergunakan sebagai alat penguji kepangahan adalah : Q = max . Sk ∗∗ dengan nilai 0 ≤ k ≤ n………………………….…...…….. 2.16 Atau nilai Range R = max . Sk ∗∗ − min . Sk ∗∗ dengan nilai 0 ≤ k ≤ n……………..……….. 2.17 Dimana : YU
: Curah hujan bulana.
Y
: Curah hujan rerata bulanan
sk ∗ : Nilai penyimpangan terhadap nilai rata-rata. Q : Debit (Lampiran II.2 menunjukan Tabel nilai kritis untuk Q dan R) 2.5.1.6 Efisiensi irigasi (
,
Efisiensi irigasi (EI) merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja dari sistem irigasi. Efisiensi ini terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di saluran sekunder (dari bangunan bagi sampai petak sawah). Efisiensi irigasi didasarkan pada asumsi bahwa sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun petak sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan ekploitasi, evaporasi dan rembesan. Kehilangan air evaporasi dan rembesan pada umumnya relatif kecil jika dibandingkan dengan kehilangan air akibat ekploitasi, sehingga pemberian air di bangunan pengambilan harus lebih besar dari kebutuhan air di sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat primer, sekunder dan tersier. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. Mengacu pada Standar Perencanaan Irigasi (1986) maka, efisiensi irigasi secara keseluruhan diambil 65%
dengan ketentuan di tingkat primer 90%, di tingkat sekunder 90 % dan di tingkat tersier 80%. Angka efisiensi irigasi keseluruhan tersebut dihitung dengan cara mengkonversi efisiensi di masing masing tingkat yaitu 0,9 x 0,9 x 0,8 = 0,648 atau 65%. 2.5.1.7 Luas areal irigasi ( , Luas areal irigasi adalah luas sawah yang akan diberikan air dari sumber air. Data luasan lahan ini dapat diperoleh dari Dinas Pengairan yang berupa peta dan jaringan dan luas daerah irigasi.
2.5.2
Kebutuhan air non irigasi Kebutuhan air non irigasi terdiri dari kebutuhan air baku (domestik, non
domestik dan kehilangan air), kebutuhan air hewan dan kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai. Selain itu, perkembangan jumlah penduduk akan memberikan dampak peningkatan terhadap kebutuhan air pada suatu wilayah studi. Sehingga informasi proyeksi kebutuhan air pada suatu kawasan sangat diperlukan untuk dapat memprediksi peningkatan kebutuhan air baku per periode waktu.
2.5.2.1 Kebutuhan air baku Kebutuhan air baku diantarnya adalah kebutuhan air domestik, non domestik dan kehilangan air (Triatmojo, 2009). Kebutuhan air baku dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan kebutuhan air perkapita. Kriteria penentuan kebutuhan air dikeluarkan oleh Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum dengan menggunakan parameter jumlah penduduk sebagai penentuan jumlah kebutuhan air perkapita per hari. Proyeksi kebutuhan air non domestik berdasarkan pedoman penentuan kebutuhan air baku rumah tangga, perkantoran, industri Ditjen Sumber Daya Air Departemen Kimpraswil pada tahun 2003 dan atau sesuai dengan Tabel 2.4
Tabel 2.4 Kriteria Penentuan Kebutuhan Air Domestik Domestik
Non Domestik
Kehilangan Air
(l/kapita/hr)
(l/kapita/hr)
(l/kapita/hr)
>1.000.000
150
60
50
500.000-1.000.000
135
40
45
100.000-500.000
120
30
40
20.000-100.000
105
20
30
<20.000
82.5
10
24
Jumlah Penduduk
Sumber: Pedoman Penentuan Kebutuhan Air Baku Rumah Tangga, Perkotaan, Industri, Ditjen SDA Dep, Kimpraswil, 2003
2.5.2.2 Kebutuhan air pemeliharaan sungai Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai/penggelontoran saluran dapat di estimasi berdasarkan perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan kebutuhan air untuk pemeliharaan perkapita. Menurut Intergrated Water Resource Development (IWRD), besarnya kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai pada tahun 2000 diperkirakan 360 liter/kapita/hari dan untuk tahun 2015 diperkirakan berkurang menjadi 300 liter/kapita/hari dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2015 tersebut sudah semakin banyak penduduk mempunyai sistem pengelolaan limbah. Proyeksi kebutuhan air per kapita untuk pemeliharaan sungai disajikan dalam Tabel 2.5 dibawah ini. Selanjutnya kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:
W
\(W,
= 365 ℎYZ[ B
(*,………………………………... 2.18
dimana: Qf
: Jumlah air untuk pemeliharaan/penggelontoran (m3/th)
q(f) : Kebutuhan air untuk pemeliharaan/pengelontoran (l/kapita/hari) P(n) : Jumlah Penduduk kota dalam kapita (orang)
Tabel 2.5 Kebutuhan Air untuk Pemeliharaan Sungai Proyeksi tahun
Kebutuhan air
1990-2000
330 liter/kapita/hari
2000-2015
360 liter/kapita/hari
2015-2020
300 liter/kapita/hari
Sumber : Triatmojo, 2009
2.5.2.3 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Suatu Wilayah Teknik estimasi ataupun proyeksi jumlah penduduk dimasa mendatang sangat diperlukan untuk tujuan perencanaan pembangunan dan penilaian program baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Proyeksi jumlah penduduk
dianggap
sebagai
persyaratan
minimum
proses
perencanaan
pembangunan. Metode proyeksi penduduk yang digunakan adalah proyeksi penduduk dengan menggunakan mathematical method. Mathematical Method digunakan apabila data mengenai komponen pertumbuhan penduduk tidak diketahui, sehingga yang dianggap dalam perhitungan adalah penduduk secara keseluruhan. Metode Linier ini ada dua cara, yaitu aritmatik dan geometrik (Daljoeni,
1992).
Metode linier
artinya data perkembangan
penduduk
menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun perkembangan penduduk selalu bertambah (fluktuatif). Pertumbuhan penduduk secara aritmatik adalah pertumbuhan penduduk dengan jumlah absolut number yang dianggap sama setiap tahun. Persamaan yang digunakan adalah: Pn = Po ( 1 + rn ,………………………………………………… 2.19 dimana: Pn
: Jumlah penduduk pada tahun n
Po
: Jumlah penduduk awal tahun (dasar)
n
: Periode waktu dalam tahun
r
: Angka pertumbuhan penduduk (rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun)
Pemilihan
metode
ini
sesuai
untuk
daerah
yang
mempunyai
perkembangan penduduk yang relatif konstan dan dalam kurun waktu yang pendek (kurang atau sama dengan lima tahun) atau kurun waktu proyeksi sama dengan waktu perolehan data.
2.6
Pengembangan Wilayah Sungai Pengembangan sumber daya air merupakan salah satu
aspek
pengembangan wilayah sungai. Pengembangan sumber daya air merupakan kesatuan problem dengan pengembangan sungai. Cakupan pengembangan wilayah sungai dari aspek sumber daya air merupakan kegiatan–kegiatan untuk optimasi pembuatan dan pengoprasian dari berbagai sub sistem dalam DAS. Pengembangan sumber daya air bertujuan untuk suplay air baku, penanganan masalah banjir, irigasi, transpotasi air, dan pembangkit tenaga air (Sudjarwadi 1987). Pengembangan sumber daya air dapat diklompokan ke dalam dua kegiatan yaitu pemanfatan dan pengaturan air. Pemanfaatan meliputi penyediaan air untuk kebutuhan air bersih, irigasi dan berbagai kepeluan lainnya. Sedangkan pengaturan air terdiri dari pengendalian banjir, drainase dan pengelolaan limbah (Triatmojo, 2009). Pada Kepres 123 Tahun 2001 menyatakan
pemanfaatan
sumber daya air dengan memberikan prioritas pada kebutuhan pokok penduduk akan air secara adil diikuti oleh penyediaan dan penggunaan sumberdaya air untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan strategis lainnya yang ditentukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Pengembangan wilayah sungai merupakan pengusahaan kesejahteraan umum
melalui
cara
pengembangan
sumber
daya
air
secara
optimal.
Pengembangan sumber daya air meiliki ciri-ciri yang didasarkan pada pemanfaatan secara terencana dan terkoordinasi secara optimal dengan memperhatikan tujuan nasional dan regional (Sudjarwadi,1987).
2.7
Teknik Optimasi Berapa bentuk teknik optimasi pegnembangan sumber daya air yang ada
didalam suatu DAS ialah, kalkulus, program linier, program tidak linier, program dinamik, simulasi dan lainnya (Sudjarwadi, 1987):
2.7.1
Simulasi Simulasi atau model merupakan menirukan keadaan sebenarnya baik
secara model fisik maupun dengan model matematik. Suatu model dari suatu sistem sumber daya air merupakan suatu model matematik untuk melakukan satu perhitungan tertentu dalam rangka pembagian waktu tertentu dalam upaya mengikuti sifat dinamis dari sistem sumber daya air. Mass (1962), memperknalkan konsep simulasi untuk analisa ekonomi dari perencanaan sistem SDA, dalam studinya mengkaji suatu sistem yang terdiri dari waduk pembangkit tenaga listrik dan air minum. Penggunaan simulasi untuk mencari suatu presedur operasi yang tepat, sehingga menghasilkan keuntungan yang optimal. Loucks (1981) mengemukankan bahwa teknik simulasi adalah sebuah metode yang efektif untuk mengevaluasi target alokasi penggunaan air yang relatif sederhana dibandingkan model lainnya. Caur dan Underhill (1974) mengemukakan bahwa simulasi adalah merupakan suatu alat bantu dalam perencanaan pengembangan sumber daya air terutama pada optimasi sistem irigasi. Sudjarwadi (1987) mengemukakan bahwa meode simulasi mempunyai magsud memproduksi watak esensial dari sistem yang ada dipelajari, watak sistem yang sesunguhnya ditiru, kemudian dipelajari dalam waktu yang singkat. Program simulasi dapat dibayangkan sebagai percobaan (eksperimen) penyelesaian masalah untuk mempelajari sistem yang komplek yang tidak dapat dianalisa secara langsung dengan cara analitik. Pada umumnya model simulasi dapat diklarifikasikan menjadi model determistik dan model stokastik. Jikalau historis data aliran tersedia dalam beberapa tahun, maka runtut waktu dipergunakan sebagai masukan dalam suatu model, ini disebut dengan pendekatan determistik. Kesempatan kejadian harus dimasukan kedalam penyusunan hubungan antara masukan dengan
keluaran.
Penyusunan model simulasi terdiri dari beberapa tahapan sebagai
berikut : 1.
Penetapan persoalan.
2.
Penentuan masukan dan keluaran model, kebutuhan data dan pengolahan data.
3.
Penetapan diskripsi sistem sumberdaya air dan hubungan serta perancangan model.
4.
Penetapan parameter sistem fisik yang ada (existing structures) dan perkiraan parameter simulasi pendahuluan.
5.
Perancangan kebijakan operasional sistem.
6.
Pembuatan bagan alir hitungan, program komputer dan pengujian model. (Pasir, 2010) Penggunaan model simulasi untuk bidang sistem sumber daya air dapat
didasarkan pada beberapa maksud dan tujuan berikut ini : 1.
Klarifikasi perilaku dan karakteristik sistem atau subsistem sumberdaya air secara kuantitatif untuk menyiapan data masukan guna analisis lebih lanjut terkait dengan upaya pemanfaatan sumberdaya air.
2.
2.7.2
Penetapan cara operasi sistem sumberdaya air yang optimal
Keputusan optimal Pengertian optimalisasi menurut wikipedia adalah serangkaian proses
yang dilakukan secara sistematis yang bertujuan untuk meningkatkan hasil yang diinginkan. Penelitian dengan yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang optimal menggunakan teknik optimasi dengan menggunakan model operation research merupakan suatu cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan menggunakan persoalan matematika yang nantinya akan mengasilan jawaban yang optimal (Siswanto, 2007). Teknik Optimasi digunakan untuk memberikan hasil terbaik dari hal yang terburuk atau hal yang terbaik, tergantung masalah yang dihadapi. Hasil Optimasi mungkin hasil tertinggi (misalnya keuntungan) atau hasil terendah (misalnya kerugian). Optimasi memerlukan strategi yang
bagus dalam mengambil keputusan agar diperoleh hasil yang optimum. Adapun dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1.
Berati memilih alternatif, yang jelas harus alternatif yang terbaik (the best alternative).
2.
Terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat, setelah suatu evaluasi/penilaian mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki dalam mengambil keputusan.
Loucks (1981) , keputusan optimal dalam perencanaan sumber daya air dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1.
Simulasi; dengan menggunakan trial and error untuk pendekatan kondisi optimal dengan persyaratan : − Sistem tidak linier dalam fenomena alamnya. − Sistem mempunyai kendala yang besar atau menunjukkan suatu DAS yang kompleks.
2.
Optimasi; terdapat 5 (lima) metode, yaitu : − Lagrange multipliers − Dynamic programming − Linear programming − Quadratic programming − Geometry programming