6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Pembelajaran adalah istilah yang kadang-kadang mengundang kontroversi baik di kalangan para ahli maupun di lapangan, terutama di antara guru-guru di sekolah. Perbedaan pendapat itu terlihat misalnya, sementara orang mengatakan bahwa istilah pembelajaran sesungguhnya hanya berlaku di lingkungan masyarakat atau pendidikan luar sekolah, bukan di lingkungan pendidikan sekolah. Sebaliknya, pihak lain menegaskan, justru istilah tersebut sangat relevan dalam sistem persekolahan, yakni untuk membelajarkan siswa. Ada pula yang berpendapat bahwa pembelajaran merupakan padanan kata dari istilah instruction, yang artinya lebih luas dari pengajaran (Sadiman, 1988). Sebaliknya, Belkin dan Gray (1978) menyatakan bahwa istilah teaching mencakup instruction dan kegiatan-kegiatan lain bersifat psikologis, sosial, dan pribadi. Hal ini berarti bahwa instruction merupakan bagian dari konsep teaching. Tanpa mengurangi penghargaan terhadap perbedaan pendapat tersebut di atas, istilah pembelajaran diartikan secara luas sehingga keberadaannya tidak hanya dalam jalur pendidikan luar sekolah, tetapi juga dalam jalur pendidikan sekolah. Bahkan pembelajaran ini tidak hanya terjadi dalam pendidikan (education), tetapi juga dalam pelatihan (training). Inipun tidak hanya ada dalam konteks pre-service education and training misalnya ketika siswa masih belajar di sekolah, tetapi juga dalam konteks in-service education and training (INSET) seperti pada kegiatan penataran atau pelatihan. Lebih jauh lagi, istilah tersebut juga dapat menjangkau upaya pembelajaran diri. Demikian luasnya lingkup pembelajaran, sehingga yang menjadi subyek belajar atau pembelajar pun bukan hanya siswa dan mahasiswa, tetapi juga peserta penataran/pelatihan atau pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus, seminar, diskusi panel, simposium, kolokium, lokakarya, dan bahkan siapa saja yang berupaya
6
7
membelajarkan diri sendiri. Akan tetapi, pertanyaan yang segera muncul dalam pikiran Anda adalah apakah sebenarnya pembelajaran itu? Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan
subjek didik/pembelajar
yang
direncanakan
atau
didesain,
dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian, jika pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem. Maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran (misalnya layanan pembelajaran remedial bagi siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar). Sebaliknya, bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga, dan alat-alat evaluasi (misalnya soal-soal tes formatif). Persiapan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disajikannya kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat media cetak lainnya yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disajikan kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan. Setelah persiapan tersebut dilakukan secara matang, guru melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru yang bersangkutan, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa. Jadi semua itu akan menentukan misalnya, apakah struktur pembelajarannya bersifat joyful ataukah menegangkan, atau bahkan
8
menakutkan. Situasi kelasnya apakah bersifat permisif ataukah demokratis, atau sebaliknya, siswa-siswi merasa tercekam akibat sikap guru yang otoriter. Setelah kegiatan pembelajaran tersebut di atas selesai dilaksanakan, termasuk evaluasi formatif, maka apabila guru itu adalah guru yang baik, ia akan menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment(pengayaan). Dapat pula berupa pemberian layanan Remedial Teaching bagi anak-anak yang berkesulitan belajar. Kegiatan tindak lanjut ini sangat penting agar setiap individu. pembelajar dapat mencapai perkembangan yang harmonis dan optimal. Hal ini berkaitan erat dengan pembinaan kualitas SDM sejak dini, dan kelasnya pun menjadi lebih “sehat” dan dinamis karena tertanganinya kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh satu atau beberapa orang siswanya. Sementara itu sesuai dengan makna pembelajaran ini, hendaknya guru berupaya memotivasi dan membimbing siswa untuk belajar mengenai bagaimana belajar (learning how to learn). Apabila siswa telah memahami dan mempraktikkannya dengan sungguh-sungguh, kelak mereka diharapkan akan melalui belajar bagaimana belajar. Pada gilirannya mereka akan berupaya membelajarkan diri mereka sendiri. Jika ini terjadi, jembatan emas ke masa depan yang gemilang dan bermakna telah mulai terbentang. 2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya (Winkel 1996). Sedangkan menurut S. Nasution (1996) prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.” Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Pengertian lainnya, prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang tidak dimiliki dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan
9
dari belajar dengan waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya baik dari aspek kognitif, affektif dan psikomotor dalam proses belajar mengajar. 2.1.3
Pembelajaran IPA SD Carin (1985) mendefinisikan IPA sebagai sistem pengetahuan alam semesta melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan eksperimen. Sementara itu Hungerford dan Volk (1990) mendefinisikan IPA sebagai:
a. Proses menguji informasi yang diperoleh melalui metode empiris b. Informasi yang diberikan oleh suatu proses yang menggunakan pelatihan yang dirancang secara logis c. Kombinasi antara proses berfikir kritis yang menghasilkan produk informasi yang sahih. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam bentuk kumpulan konsep, prinsip, teori dan hukum. IPA dapat dipandang sebagai produk yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, dan dapat juga dipandang sebagai proses yaitu sebagai pola berfikir atau metode berfikirnya. Sedangkan sikap yang dibutuhkan dalam metode ilmiah berupa sikap ilmiah yang antara lain berupa hasrat ingin tahu, kerendahan hati, jujur, objektif, cermat, kritis, tekun, terbuka, dan penuh tanggung jawab. Berdasarkan kurikulum untuk SD, IPA yang mulai diberikan di kelas I lebih bersifat memberikan pengetahuan yang dimulai dari pengamatan-pengamatan mengenai pelbagai jenis dan perangai lingkungan alam serta lingkungan buatan. IPA untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo & Marten (dalam Iskandar, 1996) sebagai: (1) mengamati apa yang terjadi, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan (4)
10
menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Carrin (1985) mengatakan bahwa teori kognitif yang paling kuat memberikan pengaruh terhadap praktek pendidik di SD adalah teori Piaget, berupa empat tahap perkembangan kognitif anak yaitu: (1) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun), (2) Tahap Praoperasional (2-7 tahun), (3) Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun), dan (4) Tahap Operasi Formal (11-diatas 14 tahun). Berdasarkan pengelompokkan tahap perkembangan anak tersebut, berarti anak kelas II SD termasuk dalam tahap perkembangan operasi kongkrit. Menurut Carin (1989), anak yang berada pada operasi kongkrit, berfikir dan belajar pada pengalaman-pengalaman yang nyata. Mereka belum dapat belajar secara abstrak Menurut Subekti (1995), konsep program praktek pendidikan sesuai perkembangan (developmentally appropriate practice) berpijak pada dua macam kesesuaian: kesesuaian usia dan kesesuaian dengan setiap anak sebagai individu. Kesesuaian usia ialah rancangan lingkungan belajar yang harus diseduaikan dengan usia siswa. Kesesuaian dengan setiap anak sebagai individu yaitu setiap anak dipandang sebagai mahluk individu yang tumbuh berkembang secara utuh. Sebagai seorang individu setiap anak mempunyai karakteristik yang khas. Dalam cara belajarnya, dalam cara berinteraksi dengan lingkungan, dan dalam cara menggunakan waktu untuk belajar masing-masing anak tidak sama. Perbedaanperbedaan individu ini berpengararuh besar pada proses pembelajaran. Agar dalam proses pembelajaran dapat behasil secara optimal, seyogyanya guru harus mengenal betul keberadaan masing-masing anak. Dalam menghadapi anak, guru harus membedakan antara yang daya tangkapnya cepat dengan yang daya tanggapnya lambat. Dari semua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran IPA di SD kelas V menuntut guru untuk menanamkan konsep IPA pada anak dan harus mempertimbangkan karakteristik usia anak. 2.1.4
Model Pembelajaran Pairs Check Strategi pembelajaran Pairs – Checks (Berpasangan dan Saling Memeriksa) adalah salah satu strategi pembelajaran berpasangan selainThink –
11
Pairs – Share (TPS) dan Think – Pairs – Write (Berpikir – Berpasangan – Menulis) pada model pembelajaran kooperatif. Strategi Pairs – Checks ini dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1993. Pada strategi ini siswa dilatih bekerja sama untuk mengerjakan soal-soal atau memecahkan masalah secara berpasangan, kemudian saling memeriksa / mengecek pekerjaan atau pemecahan masalah masing-masing pasangannya. Model pembelajaran kooperatif tipe Pairs Check adalah suatu model pembelajaran yang mengajarkan kepada siswa untuk dapat bertanggung jawab dalam
mengkoordinasi
kelompoknya
masing-masing
dan
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam belajar sambil bermain sehingga membuat siswa dapat meningkatkan minat dan motivasi dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran ini bertumpu pada kerja kelompok kecil, berlawanan dengan pembelajaran klasikal (satu kelas penuh) dan terdiri dari beberapa tahapan yaitu: 1. Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 orang. 2. Membagi lagi kelompok-kelompok siswa tersebut menjadi pasangan-pasangan. Jadi akan ada partner A dan partner B pada kedua pasangan. 3. Memberi setiap pasangan tersebut sebuah LKS untuk dikerjakan. LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan (jumlahnya genap). 4. Berikutnya, memberi kesempatan kepada partner A untuk mengerjakan soal nomor 1, sementara partner B mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 1 tersebut. 5. Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor 2, dan partner A mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 2 tersebut. 6. Setelah 2 soal terselesaikan, maka pasangan tersebut mencek hasil pekerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang satu kelompok dengan mereka. 7. Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (sama pendapat/cara memecahkan masalah/menyelesaikan soal) merayakan keberhasilan mereka, dan guru memberikan penghargaan (reward). Guru dapat memberikan pembimbingan bila kedua pasangan di dalam kelompok tidak menemukan kesepakatan.
12
8.
Langkah nomor 4, 5, dan 6 diulang lagi untuk menyelesaikan soal nomor 3 dan 4, demikian seterusnya sampai semua soal pada LKS selesai dikerjakan setiap kelompok.
Gambar 2.1 Pembagian Kelompok Pairs Check Sintak model pair check menurut syariffauzan adalah sebagai berikut. 1. Guru menjelaskan konsep 2. Siswa dibagi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Dalam satu ti ada 2 pasangan. Setiap pasangan dalam satu tim ada yang menjadi pelatih dan ada yang patner. 3. Guru membagikan soal kepada si patner 4. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap soal yang benar pelatih memberi kupon. 5. Bertukar peran. Si pelatih menjadi patner dan si patner menjadi pelatih 6. Guru membagikan soal kepada si patner 7. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap soal yang benar pelatih memberi kupon. 8. Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain. 9. Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaaban dari berbagai soal dan tim
13
mengecek jawabannya. 10. Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah Berdasarkan sintaks tersebut disusun sintaks sebagai berikut: 1. Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 orang. 2. Membagi lagi kelompok-kelompok siswa tersebut menjadi pasangan-pasangan. Jadi akan ada partner A dan partner B pada kedua pasangan. 3. Memberi setiap pasangan tersebut sebuah LKS untuk dikerjakan. LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan (jumlahnya genap). 4. Berikutnya, memberi kesempatan kepada partner A untuk mengerjakan soal nomor 1, sementara partner B mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 1 tersebut. 5. Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor 2, dan partner A mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 2 tersebut. 6. Setelah 2 soal terselesaikan, maka pasangan tersebut mencek hasil pekerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang satu kelompok dengan mereka. 7. Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (sama pendapat/cara memecahkan masalah/menyelesaikan
soal)
merayakan
keberhasilan
mereka,
dan
guru
memberikan penghargaan (reward). Guru dapat memberikan pembimbingan bila kedua pasangan di dalam kelompok tidak menemukan kesepakatan. 8. Langkah nomor 4, 5, dan 6 diulang lagi untuk menyelesaikan soal nomor 3 dan 4, demikian seterusnya sampai semua soal pada LKS selesai dikerjakan setiap kelompok. 2.1.4.1 Kelebihan Model Pair Check Beberapa kelebihan model Pairs Checks bila diterapkan pada pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. Melatih siswa untuk bersabar, yaitu dengan memberikan waktu bagi pasangannya untuk berpikir dan tidak langsung memberikan jawaban (menjawabkan) soal yang bukan tugasnya.
14
2. Melatih siswa memberikan dan menerima motivasi dari pasangannya secara tepat dan efektif. 3. Melatih siswa untuk bersikap terbuka terhadap kritik atau saran yang membangun dari pasangannya, atau dari pasangan lainnya dalam kelompoknya. Yaitu saat mereka saling mengecek hasil pekerjaan pasangan lain di kelompoknya. 4. Memberikan
kesempatan
pada
siswa
untuk
membimbing
orang
lain
(pasangannya). 5. Melatih siswa untuk bertanya atau meminta bantuan kepada orang lain (pasangannya) dengan cara yang baik (bukan langsung meminta jawaban, tapi lebih kepada cara-cara mengerjakan soal/menyelesaikan masalah). 6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menawarkan bantuan atau bimbingan pada orang lain dengan cara yang baik. 7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menjaga ketertiban kelas (menghindari keributan yang mengganggu suasana belajar). 2.1.4.2 Kekurangan Model Pair Check Berikut ini beberapa kelemahan yang dapat muncul dari penerapan model Pairs Checks ini pada pembelajaran kooperatif di kelas: 1. Membutuhkan waktu yang lebih banyak. 2. Membutuhkan keterampilan siswa untuk menjadi pembimbing pasangannya, dan kenyataannya setiap partner pasangan bukanlah siswa dengan kemampuan belajar yang lebih baik. Jadi kadang-kadang fungsi pembimbingan tidak berjalan dengan baik. 2.1.4.3 Tips Penerapan Model 1. Jangan membagi siswa secara asal, misal sebangku. Tetapi bagilah siswa berdasarkan tingkat kemampuan belajarnya. Jadi, terlebih dahulu sebelum membentuk pasangan, bagilah siswa di kelas anda menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah berdasarkan kemampuan belajarnya. Setiap pasangan harus terdiri dari siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah.
15
2. Siapkan soal berjumlah genap, misal 6 soal sampai 10 soal (dengan memperhatikan alokasi waktu yang tersedia). Soal nomor 1 dan nomor 2 harus memiliki tingkat kesulitan dan bentuk yang sama, begitu seterusnya dengan soal nomor 3 dan 4, 5 dan 6, 7 dan 8, dst. 3. Pada LKS, sebaiknya peranan setiap pasangan dan anggota pasangan (partner) harus jelas, terutama saat strategi ini baru dikenalkan kepada siswa agar tidak terjadi kebingungan dalam berbagi tugas. 4. Modelkan atau bimbing semua kelompok secara klasikal untuk menerapkan langkah-langkah strategi pairs – checks ini di pembelajaran pertama untuk soal nomor 1 dan 2 (dua pertanyaan pertama). 5. Contohkan bagaimana cara mengamati, membimbing, memotivasi partner saat mereka berpasangan. 6. Modelkan perbedaan memberi bimbingan dengan memberikan jawaban kepada partner. Ingat, setiap partner tidak boleh memberi jawaban atau membantu mengerjakan secara langsung saat mereka berpasangan mengerjakan soal. Gunakan hanya 1 LKS dan 1 pensil (pulpen) untuk setiap pasangan. Jadi di atas meja mereka hanya ada 1 LKS yang harus dikerjakan, dan 1 pensil untuk menulis. Ini dilakukan untuk mengefektifkan proses pembelajaran saat berpasangan. 2.1.5
Media Kartu Pasangan
Penggunaan media diharapkan akan menimbulkan dampak positif, seperti timbulnya proses pembelajaran yang lebih kondusif, terjadi umpan balik dalam proses belajar mengajar, dan mencapai hasil yang optimal. Berbicara mengenai media, tentu memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu, masalah media akan dibatasi ke arah yang relevan dengan pembelajaran yaitu media pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber kepada penerima (Hairudin, 2008: 7). Gagne berpendapat media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar (Cece Wijaya,dkk. 1991: 137). Sedangkan pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 17).Jadi, media
16
pembelajaran adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur pesan antara guru dan siswa agar tujuan pengajaran tercapai. “Dalam depdiknas (2003) juga dinyatakan bahwa media pembelajaran adalah media pendidikan yang secara khusus digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang sudah dirumuskan (Hairudin, 2008: 7).” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi panjang. Sedangkan kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Gambar merupakan media yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Gambar mempunyai banyak kelebihan antara lain: 1) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek, atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa siswa dapat melihat objek atau peristiwa tertentu. 2) Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. 3) Harga relatif murah, gampang didapat dan bersifat konkret sehingga berbagai macam persepsi tentang sesuatu dapat dilihat di dalam gambar. Jadi kartu kata bergambar adalah kartu yang berisi kata-kata dan terdapat gambar. (Mohammad Jaruki, 2008: 15) Kartu kata pasangan ini akan menjadi media yang nantinya saat pembelajaran, siswa akan menemui macam-macam kartu yang berbeda tulisan serta gambarnya. Dan dalam penggunaannya bisa divariasikan dengan kartu kalimat dan kartu huruf. Adapun kelebihan dalam kartu kata bergambar menurut (Dina Indriana, 2011: 69), yaitu: 1) Mudah dibawa ke mana-mana. 2) Praktis dalam membuat dan menggunakannya, sehingga kapan pun anak didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini. 3) Gampang diingat karena kartu ini bergambar yang sangat menarik perhatian. 4) Menyenangkan sebagai media pembelajaran, bahkan bisa digunakan dalam permainan.
17
2.1.6 Langkah-langkah Penerapan Model Pairs Check Berbantuan Kartu Pasangan a) Mempersiapkan media dan perangkat pembelajaran b) Mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan pembelajaran c) Setelah seluruh siswa dikondisikan untuk melaksanakan pembelajaran guru mengawali kegiatan dengan menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran. d) Untuk mengetahui kondisi awal siswa guru menyampaikan apersepsi dengan tanya jawab. e) Presentasi Kelas: Materi organ hidung dan tenggorokan pada pernafasan manusia disampaikan pada siswa secara ekspositoris. f) Siswa menggali informasi awal tentang organ pernafasan manusia dari kajian buku ajar. g) Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 orang. h) Membagi lagi kelompok-kelompok siswa tersebut menjadi pasangan-pasangan. Jadi akan ada partner A dan partner B pada kedua pasangan. i)
Memberi setiap pasangan tersebut sebuah LKS dan Kartu Pasangan untuk dikerjakan. Kartu Pasangan terdiri dari beberapa soal atau permasalahan (jumlahnya genap).
j)
Berikutnya, memberi kesempatan kepada partner A untuk mengerjakan soal nomor 1, sementara partner B mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 1 tersebut.
k) Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor 2, dan partner A mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 2 tersebut. l)
Setelah 2 soal terselesaikan, maka pasangan tersebut mencek hasil pekerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang satu kelompok dengan mereka.
m) Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (sama pendapat/cara memecahkan masalah/menyelesaikan
soal)
merayakan
keberhasilan
mereka,
dan
guru
memberikan penghargaan (reward). Guru dapat memberikan pembimbingan bila kedua pasangan di dalam kelompok tidak menemukan kesepakatan.
18
n)
Langkah nomor 4, 5, dan 6 diulang lagi untuk menyelesaikan soal nomor 3 dan 4, demikian seterusnya sampai semua soal pada Kartu Pasangan dan LKS selesai dikerjakan setiap kelompok.
o) Guru bersama siswa membuat kesimpulan hasil pembelajaran tentang organ pernafasan manusia. p) Guru memberikan umpan balik berupa penguatan dalam bentuk lisan, isyarat, dan hadiah. q) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran untuk memperoleh pengalaman belajar 2.4 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Tabel 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan Nama Peneliti Hakim (2011)
Imro’ati (2011)
Judul
Hasil Penelitian
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pairs Check untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas Xa Sma Negeri 7 Kendari pada Materi Pokok Gerak Lurus
1. meningkatkan hasil belajar Fisika dari semula hanya 36,74 % siswa yang mencapai KKM menjadi 75,43 %. 2. Meningkatkan nilai rerata dari 57,23 menjadi 72,12.
Penggunaan Strategi Pair Check Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak-Menulis Siswa Kelas VIII D Smp Negeri 13 Malang
1. meningkatkan hasil belajar dari semula hanya 47,06 % siswa yang mencapai KKM menjadi 88,23 %. 2. Meningkatkan nilai rerata dari 61,56 menjadi 76,47.
2.5 Kerangka Pikir Berdasarkan landasan teori di atas, maka peneliti menyusun kerangka berpikir sebagai berikut: Pembelajaran IPA siswa kelas V semester 1 pada tahap prasiklus, peneliti masih menggunakan metode ceramah yang monoton dan membosankan sehingga hasil belajar siswa
dan kualitas pembelajaran relatif
rendah. Pada tahap siklus I, peneliti sudah menggunakan model pairs check
19
sehingga hasil belajar dan kualitas pembelajaran meningkat ( tiga indikator keberhasilan tercapai). Peneliti melanjutkan tindakan pada tahap siklus II dengan materi berbeda. Pada tahap ini diperoleh peningkatan hasil belajar dan kualitas pembelajaran yang optimal. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga pembelajaran IPA menggunakan model pairs check dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kondisi Awal
Pembelajaran belum menggunakan model yang tepat
Hasil belajar siswa rendah 1. Minat belajar rendah 2. Siswa pasif
SIKLUS I/II
TINDAKAN
Kondisi Akhir
Pembelajaran sudah menggunakan model pairs check pairs check berbantuan kartu pasangan
Diduga pembelajaran IPA menggunakan model pairs check berbantuan kartu pasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
1. Minat belajar meningkat 2. Siswa aktif dan senang
20
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir, disusun hipotesis tindakan sebagai berikut: penggunaan model pembelajaran pairs check dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SDN Kasepuhan 02 semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.