BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Teori Stewardship (Stewardship theory) Grand theory yang mendasari penelitian ini adalah bagian dari agency
theory yaitu stewardship theory (Donaldson dan Davis, 1991),
yang
menggambarkan situasi dimana para manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuantujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi. Teori tersebut mengasumsikan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Kesuksesan organisasi menggambarkan maksimalisasi utilitas kelompok principals dan manajemen. Maksimalisasi utilitas kelompok ini pada akhirnya akan memaksimumkan kepentingan individu yang ada dalam kelompok organisasi tersebut. Teori stewardship dapat diterapkan pada penelitian akuntansi organisasi sektor publik seperti organisasi pemerintahan (Morgan, 1996; David, 2006 dan Thorton, 2009) dan non profit lainnya (Vargas, 2004; Caers Ralf, 2006 dan Wilson 2010) yang sejak awal perkembangannya, akuntansi organisasi sektor publik telah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi hubungan antara stewards dengan principals. Akuntansi sebagai penggerak (driver) berjalannya transaksi bergerak kearah yang semakin kompleks dan diikuti dengan
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
tumbuhnya spesialisasi dalam akuntansi dan perkembangan organisasi sektor publik.
Kondisi semakin kompleks dengan bertambahnya tuntutan akan
akuntabilitas pada organisasi sektor publik, principal semakin sulit untuk melaksanakan sendiri fungsi-fungsi pengelolaan. Pemisahan antara fungsi kepemilikan dengan fungsi pengelolaan menjadi semakin nyata. Berbagai keterbatasan, pemilik sumber daya (capital suppliers/principals) mempercayakan (trust = amanah) pengelolaan sumber daya tersebut kepada pihak lain (steward = manajemen) yang lebih capable dan siap. Kontrak hubungan antara stewards dan principals atas dasar kepercayaan (amanah = trust), bertindak kolektif sesuai dengan tujuan organisasi, sehingga model yang sesuai pada kasus organisasi sektor publik adalah stewardship theory. Objek penelitian ini adalah bagian dari organisasi sektor publik yaitu Pemerintah Daerah.
Penelitian ini akan menguji efek pembelajaran teori
stewardship terhadap kemampuan manajemen dan kualitas auditor internal dan pengaruhnya terhadap efektivitas pengendalian intern, serta dampaknya terhadap pencapaian tujuan organisasi yang diukur melalui kualitas laporan dalam konteks informasi akuntansi. Teori
stewardship
sering
disebut
sebagai
teori
pengelolaan
(penatalayanan) dengan beberapa asumsi-asumsi dasar (fundamental assumptions of stewardship theory) ditunjukkan dalam tabel berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Tabel 2.1 Asumsi Dasar Teori Stewardship Manager as
Stewards
Approach To Governance
Sociological and Psychological
Model of human behaviour
Collectivistic, pro-organizational, trustworthy
Managers Motivated by
Principal objectives
Manager-Principal Interst
Covergence
Structures That
Facilitate and Empower
Owners Attitude
Risk-Propensity
The Principal-Manager Relantionship Relly on
Trust
Sumber : Podrug, N (2011:406)
Menurut Podrug (2011) beberapa pertimbangan penggunaan stewardship theory sehubungan dengan masalah penelitian ini : 1.
Manajemen sebagai stewards (pelayan/penerima amanah/pengelolah) Stewardship theory memandang bahwa manajemen organisasi sebagai
“stewards/penatalayanan”,
akan bertindak dengan penuh kesadaran, arif dan
bijaksana bagi kepentingan organisasi. Penelitian ini membahas mengenai praktek pelaporan keuangan yang baik (berkualitas),
Pemerintah Daerah bertindak
sebagai stewards, penerima amanah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi organisasi dan para pengguna informasi keuangan pemerintah, baik secara langsung atau tidak langsung melalui wakil-wakilnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
2.
Pendekatan governance menggunakan sosiologi dan psikologi Teori stewardship menggunakan pendekatan governace atas dasar
psikologi dan sosiologi yang telah didesain bagi para peneliti untuk menguji situasi manajemen sebagai stewards (pelayan) dapat termotivasi untuk bertindak sesuai dengan keinginan principal dan organisasi. Implikasinya pada penelitian ini adalah Pemda memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan hanya untuk kepentingan ekonomi tetapi juga pertimbangan sosiologis maupun psikologis masyarakat guna mencapai good governance. Penelitian ini mengarah ke pendekatan governance yaitu menghasilkan informasi laporan keuangan yang berkualitas dengan mempertimbangkan faktor sosiologi dan psikologi. Pertimbangan faktor sosiologi dilakukan pada saat analisis variabel efektivitas pengendalian intern dalam konteks lingkungan pengendalian berupa nilai etika dan integritas. Pertimbangkan faktor psikologi dilakukan pada saat analisis variabel kemampuan manajemen berupa motivasi pimpinan pemda dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. 3.
Model Manusia, berprilaku kolektif untuk kepentingan organisasi Model of man pada stewardship theory didasarkan pada steward (pelayan)
yang memiliki tindakan kolektif atau berkelompok, bekerja sama dengan utilitas tinggi dan selalu bersedia untuk melayani. Terdapat suatu pilihan antara perilaku self serving dan pro-organisational. Steward akan mengantikan atau mengalihkan self serving untuk bertindak kooperatif. Kepentingan antara steward dan principal tidak sama, tetapi steward tetap akan menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Steward berpedoman bahwa terdapat utilitas yang lebih besar pada tindakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
kooperatif dan tindakan tersebut dianggap tindakan rasional yang dapat diterima, misalnya dengan melakukan efisiensi biaya dan peningkatan kualitas/kinerja. 4.
Motivasi pimpinan sejalan dengan tujuan principals Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi para
pimpinan tidak termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran utama untuk kepentingan organisasi sehingga steward (manajemen) bertindak sesuai keinginan prinsipal. Konteks penelitian ini adalah pelaporan informasi keuangan yang berkualitas, terdapat manajemen dan auditor internal yang cenderung bersikap sesuai dengan perspektif teori pengelolaan (stewardship theory). Seorang aktor yang rasional yang tidak dimotivasi oleh keinginan individualnya, tetapi lebih sebagai penerima amanah (penatalayanan) yang memiliki motif yang sejalan dengan tujuan prinsipal. 5.
Kepentingan manajer-principal adalah konvergensi Teori stewardship mengasumsikan bahwa kepentingan manajer dan
principal adalah kovergensi artinya keduanya mempunyai tujuan yang sama menuju satu titik yaitu untuk kepentingan organisasi. Kepentingan organisasi tercapai maka kepentingan individu juga terpenuhi. Penelitian ini menggunakan variabel kemampuan manajemen, keduanya diasumsikan mempunyai tujuan yang sama dengan principals menuju satu titik yaitu efektivitas pengendalian intern guna menghasilkan informasi laporan keuangan yang berkualitas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
6.
Struktur berupa fasilitasi dan pemberdayaan Teori stewardship menggunakan struktur yang memfasilitasi dan
memberdayakan. Penelitian ini menggunakan variabel kemampuan manajemen. Penggunaan
variabel
tersebut,
diharapkan
dapat
memfasilitasi
dan
memberdayakan pengendalian intern menjadi efektif guna menghasilkan informasi laporan keuangan yang berkualitas. 7.
Sikap pemilik mempertimbangkan risiko Teori stewardship cenderung mempertimbangkan risiko. Penelitian ini
menguji efektivitas pengendalian intern dengan mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin akan dihadapi untuk dapat menghasilkan informasi laporan keuangan yang berkualitas. 8.
Hubungan principals-manajemen saling percaya Stewardship theory dibangun atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia
yakni manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tangung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Filosofis tersebut tersirat dalam hubungan fidusia antara principals dan manajemen. Stewardship
theory memandang manajemen sebagai institusi yang dapat
dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan principals maupun organisasi. Implikasi teori stewardship terhadap penelitian ini, dapat menjelaskan eksistensi Pemerintah Daerah sebagai suatu lembaga yang dapat dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan publik dengan melaksanakan tugas dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
fungsinya dengan tepat,
membuat pertanggungjawaban keuangan yang
diamanahkan kepadanya, sehingga tujuan ekonomi, pelayanan publik maupun kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara maksimal. Untuk melaksanakan tanggungjawab tersebut maka stewards (manajemen) mengarahkan semua kemampuan dan keahliannya dalam mengefektifkan pengendalian intern untuk dapat menghasilkan laporan informasi keuangan yang berkualitas. 2.2.
Pengertian Keuangan Daerah Dalam pasal 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2003, tentang Keuangan
Negara menjelaskan, bahwa keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Lebih lanjut pada bagian penjelesan atas undang-undang tersebut pada angka (3) tentang pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, dijelaskan bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara adalah , semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan , dari sisi subyek meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara, dan atau
dikuasai
oleh
Pemerintah
Pusat,
Pemerintah
Daerah,
Perusahaan
Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan Negara. Dari sisi proses, mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaian dengan pengelolaan obyek, mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
sampai pertanggungjawaban, sedangkan dari sisi tujuan , meliputi seluruh kebijakan , kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan atau penugasan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintah. Dalam pengertian keuangan daerah yang dikutip oleh Basuki (2008) dari PP no.58 Tahun 2005, keuangan daerah meliputi: 1.
Hak daerah untuk melakukan pemungutan terhadap pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.
2.
Kewajiban daerah untuk mengadakan urusan pemerintah daerah dan membayar tagihan kepada pihak ketiga.
3.
Penerimaan daerah.
4.
Pengeluaran daerah.
5.
Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang . barang,serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah.
6.
Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dan atau kepentingan umum.
2.3.
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pengertian APBD dalam konteks UU Keuangan Negara pasal 1 ayat (8)
adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang disetujui oleh dewan perwakilan rakyat daerah. Bertolak dari pengertian keuangan negara tersebut, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama dengan pengertian keuangan negara dimana negara dapat dianalogikan dengan daerah. Hanya saja
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
dalam konteks ini keuangan daerah adalah semua hak-hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Demikian pula sesuatu baik uang maupun barang yang dapat menjadi kekayaan daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak-hak kewajiban tersebut dan tentunya dalam batas-batas kewenangan daerah. Dengan
diterapkannya
kebijakan
otonomi
daerah,
maka
dalam
penyelenggaraan pemerintahan diperlukan kewenangan dan kemampuan yang memadai dalam menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antara Propinsi dan Kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. UU No.33 Th.2004 tentang Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pasal 5 ayat (1) terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari : a) Pendapatan Asli Daerah (PAD) ,b) Dana perimbangan. c) lain-lain pendapatan, Sedangkan pembiayaan bersumber dari ; a) Sisa lebih perhitungan anggaran daerah. b) Penerimaan pinjaman daerah, c) Dana cadangan Daerah, d) Hasil kekayaan daerah yang dipisahkan. Sehubungan dengan fungsi APBD sebagai instrumen untuk mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat demi tercapainya tujuan bernegara, maka penyusunan APBD dalam Permendagri No.30 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 ditetapkan prinsip sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
a. Partisipasi masyarakat Pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui hak dan kewajiban dalam pelaksanaan APBD. b. Transparansi dan akuntabilitas anggaran APBD disusun untuk dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, yang meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan, serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari kegiatan yang dianggarkan c. Disiplin anggaran Beberapa prinsip dan disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain: (1) pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan
merupakan
batas
tertinggi
pengeluaran
belanja,
(2)
penganggaran pengeluaran harus didukung kepastian tersediannya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya, (3) semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah. d. Keadilan anggaran Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
membayar.
Selain
itu
dalam
mengalokasikan
belanja
daerah
harus
mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan. e. Efisiensi dan efektivitas anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal demi kepentingan masyarakat. Untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan : (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai, (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja serta penetapan harga satuan yang rasional. f. Taat asas APBD sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, dalam penyusunannya harus tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya. Prinsip APBD harus diikat oleh prinsip-prinsip pokok sebagai pendorong bagi setiap pelakunya. Word Bank (1998) mengemukakan prinsip-prinsip APBD sebagai berikut: a. Komprehensif dan disiplin APBD satu-satunya mekanisme yang akan menjamin terciptanya disiplin pengambilan keputusan. Oleh karenanya, APBD tidak dapat disusun secara parsial, artinya dalam perencanaan anggaran harus menggunakan pendekatan holistik dalam mendiagnosis permasalahan yang dihadapi, analisis keterkaitan antar masalah yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
mungkin muncul, evaluasi kapasitas kelembagaan yang dimiliki, dan mencari cara terbaik untuk memecahkannya. APBD
juga seharusnya
hanya menyerap sumber daya yang perlu untuk melaksanakan kebijakan pemerintah. b. Fleksibilitas. Arahan dari pembuat keputusan di tingkat daerah (kesepakatan DPRD dan Pemerintah Daerah) memang harus ada, tetapi jangan sampai mematikan inisiatif dan prakarsa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). c. Terprediksi. Kebijakan diharapkan tidak sering berubah-ubah untuk meminimalkan ketidakpastian sehingga tidak mengabaikan prinsip efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program yang didanai APBD. d. Dapat diperbandingkan, baik antar waktu maupun dengan SKPD atau daerah lain. Perbandingan dilakukan melalui proses monitoring dan evaluasi, sehingga dapat dinilai tingkat kemajuan yang telah dicapai dalam proses umpan balik bagi perbaikan perencanaan anggaran periode berikutnya. e. Kejujuran. APBD harus disusun dengan jujur, baik menyangkut moral dan etika manusianya maupun keberadaan bias proyeksi penerimaan dan pengeluaran. f. Infomasi. Pelaporan yang teratur mengenai input, output serta hasil suatu program dan kegiatan sebagai basis dari kejujuran dan pengambilan keputusan yang baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
g. Transparan dan akuntabel. Perumus kebijakan harus memiliki pengetahuan tentang permasalahan dan informasi yang relevan sebelum suatu kebijakan diambil dan dijalankan. Selain itu, pengambil keputusan dituntut untuk berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. 2.4
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah mengatur bahwa penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan pendekatan prestasi kerja dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Penyusunan anggaran berdasarkan kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisa standar belanja, standar satuan harga pelayanan minimal. Pendekatan ini lebih mengutamakan upaya pencapaian keluaran dari masukan yang ditetapkan. Menurut Mangkunegara (2011), kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pada sektor pemerintahan, kinerja dapat diartikan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh pegawai pemerintah atau instansi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam suatu periode. Dalam konteks organisasi Pemerintah Daerah, pengukuran kinerja SKPD dilakukan untuk menilai seberapa baik SKPD tersebut melakukan tugas pokok dan fungsi yang dilimpahkan kepadanya selama periode tertentu. Pengukuran kinerja SKPD merupakan wujud dari vertical
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
accountability yaitu pengevaluasian kinerja bawahan oleh atasannya dan sebagai bahan horizontal accountability pemerintah daerah, yaitu kepada masyarakat atas amanah yang diberikan kepadanya. Robinson dan Last (2009) menyatakan penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) hanya dapat berhasil jika setiap satuan kerja yang melakukan pengeluaran anggaran (spending agency) diharuskan untuk: 1. secara eksplisit mendefinisikan outcome yang pelayanannya diberikan kepada masyarakat, dan 2. menyediakan indikator kinerja kunci untuk mengukur efektifitas dan efisiensi pelayanannya untuk menteri keuangan dan pembuat
keputusan
politik kunci selama proses penyusunan anggaran. Anggaran berbasis kinerja yang didalamnya memuat indikator kinerja bertujuan menyelaraskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai dari suatu kegiatan dengan kebijakan dan program. Suatu rencana kinerja memuat berbagai komponen berikut : a. Tujuan dan sasaran, sebagaimana termuat dalam dokumen rencana strategis (renstra) SKPD dan dokumen perencanaan pembangunan daerah lainnya. b. Program, sebagaimana termuat dalam dokumen renstra SKPD dan dokumen perencanaan pembangunan daerah lainnya. c. Kegiatan, yaitu tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh SKPD sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
d. Indikator kinerja kegiatan, yaitu ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan.
Parker (1993 dalam Arja, 2000) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran/ penilaian kinerja sesuai entitas pemerintahan yaitu: a) Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan. b) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal. c) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. d) Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan tujuan. e) Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. 2.5
Karakteristik Tujuan Anggaran Proses anggaran seharusnya diawali dengan penetapan tujuan, target dan
kebijakan. Kesamaan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat krusial bagi kesuksesan anggaran. Di tahap ini, proses distribusi sumber daya mulai dilakukan. Pencapaian konsensus alokasi sumber daya menjadi pintu pembuka bagi pelaksanaan anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan. Sesuai dengan amanat UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dijelaskan bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
kebijakan ekonomi. Sebagai kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut
perlu dilakukan
pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar 1945. Menurut Kenis (1979) dalam Istiyani (2009), ada 5 (lima) karakteristik anggaran (Budgetary Characteristics) yaitu: 1. Partisipasi Anggaran. Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil -hasil pembangunan (I Nyoman Sumaryadi). Argyris (1964) dalam Nor (2007) menyatakan bahwa partisipasi sebagai alat untuk mencapai tujuan, partisipasi juga sebagai alat untuk mengintegrasikan kebutuhan individu dan organisasi. Sehingga partisipasi dapat diartikan sebagai berbagi pengaruh, pendelegasian prosedur-prosedur, keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan suatu pemberdayaan. Partisipasi yang baik membawa beberapa keuntungan sebagai berikut: (1) memberi pengaruh yang sehat terhadap adanya inisiatif, moralisme dan antusiasme,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
(2) memberikan suatu hasil yang lebih baik dari sebuah rencana karena adanya kombinasi pengetahuan dari beberapa individu, (3) dapat meningkatkan kerja sama antar departemen, dan (4) para karyawan dapat lebih menyadari situasi di masa yang akan datang yang berkaitan dengan sasaran dan pertimbangan lain Irvine (1978) dalam Nor (2007). Partisipasi anggaran yang begitu luas menunjukkan betapa luasnya partisipasi bagi aparat pemerintah untuk memahami anggaran yang diusulkan oleh unit kerjanya sehingga berpengaruh terhadap tujuan pusat pertanggungjawaban anggaran mereka. Proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting dan
komplek, kemungkinan akan menimbulkan dampak fungsional dan
disfungsional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi Milani, (1975) dalam Nor (2007). Untuk mencegah dampak disfungsional anggaran tersebut, Argyris, (1952) dalam Nor (2007) menyarankan bahwa kontribusi terbesar dari kegiatan penganggaran terjadi jika bawahan diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyusunan anggaran. Penganggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik. Penganggaran sektor publik terkait dalam proses penetuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penyusunan anggaran menekankan pada pendekatan Buttom-up Planning, hal ini sesuai dengan pendapat Argirys (1952) yang menyarankan perlunya bawahan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran karena
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
menurutnya partisipasi dalam penyusunan anggaran diyakini dapat meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah. Partisipasi anggaran merupakan seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh individu didalam menentukan dan menyusun anggaran yang ada dalam divisi atau bagiannya, baik secara periodik maupun tahunan Anggaran Pendapatan. 2. Kejelasan Anggaran `
Karena begitu luasnya kejelasan anggaran, maka tujuan anggaran harus
dinyatakan secara spesifik, jelas dan dapat dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung jawab. Munawar (2006) menemukan bahwa aparat pemerintah Daerah Kabupaten Kupang dapat mengetahui hasil usahanya melalui evaluasi yang dilakukan secara efektif untuk mengetahui kejelasan tujuan anggaran yang telah dibuatnya dan mereka merasa puas atas anggaran yang telah dibuat dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Beberapa penelitian yang lainnya yang diungkapkan
Locke
(1968)
dalam
Andy
(2009)
menyatakan
bahwa
mencantumkan sasaran anggaran secara spesifik adalah sebih produktif dibandingkan dengan tidak adanya sasaran yang spesifik dan hanya akan mendorong karyawan melakukan yang terbaik. Kejelasan anggaran diharapkan dapat membantu manajer untuk mencapai tujuan perusahaan sebagaimana yang tercantum dalam perencanaan anggaran, sehingga secara logis kinerja dapat tercapai. 3.Umpan Balik Anggaran Sasaran anggaran tidak akan tercapai tanpa pemantauan secara terus menerus, kemajuan karyawan akan mencapai tujuan sasaran mereka. Dalam tahap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
pengendalian dan evaluasi kinerja, kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang tercantum dalam anggaran, untuk menunjukkan bidang masalah dalam organisasi dan menyarankan tindakan pembentukan yang memadai bagi kinerja yang berada di bawah Standar Informasi Akuntansi, manajemen berperan untuk menyajikan umpan balik bagi
yang bertanggungjawab dalam
mengkonsumsi sumber daya untuk mencapai sasaran anggaran. Kepuasan kerja dan motivasi anggaran ditemukan signifikan dengan hubungan yang agak lemah dengan umpan balik anggaran. Umpan balik mengenai tingkat pencapaian tujuan anggaran tidak efektif dalam memperbaiki kinerja dan hanya efektif secara marginal dalam memperbaiki sikap manajer (Kenis, 1979). Munawar (2006) menemukan bahwa aparat daerah Kabupaten Kupang mengetahui hasil usahanya dalam menyusun anggaran maupun dalam melaksanakan anggaran sehingga membuat mereka merasa berhasil. 4. Evaluasi Anggaran Evaluasi anggaran adalah tindakan yang dilakukan untuk menelusuri penyimpangan atas anggaran ke departemen yang bersangkutan dan digunakan sebagai dasar untuk penilaian kinerja departemen (Kenis, 1979). Hal ini akan mempengaruhi tingkah laku, sikap dan kinerja manajer. Punitive approach dapat mengakibatkan rendahnya motivasi dan sikap yang negatif, sedangkan supportive approach dapat mengakibatkan sikap dan perilaku yang positif Anggaran harus dimonitor dengan ketat. Evaluasi anggaran dapat terjadi karena adanya perkembangan baru, umpan balik dan kesalahan.Semakin lama dan semakin kompleks anggaran, semakin
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
besar kemungkinan perlunya perubahan. Ketika anggaran dievaluasi maka akan didapat suatu perbandingan antara apa yang telah dianggarkan dengan yang telah dicapai. Menurut Tse (1979) dalam Retna Dewi (2008) menjelaskan bahwa evaluasi secara mendasar mempunyai empat tujuan, yaitu: 1. Meyakinkan bahwa kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan kinerja yang
diharapkan.
2. Memudahkan untuk membandingkan antara kinerja individu satu dengan yang lainnya. 3. Sistem evaluasi kinerja dapat memicu suatu isyarat tanda bahaya, memberi sinyal mengenai masala-masalah yang mungkin terjadi. 4. Untuk menilai kebijakan manajemen dalam mengambil keputusan. Dari pengertian tersebut berarti evaluasi anggaran akan didapat apabila dilakukan perbandingan antara laporan yang berbentuk anggaran dengan keadaan yang terjadi sebenarnya.
Evaluasi anggaran akan menjadi penilaian tentang
apakah kinerja selama satu periode tertentu tersebut sesuai dengan yang diharapkan.
Menunjuk pada luasnya perbedaan anggaran yang digunakan
kembali oleh individu pimpinan departemen dan digunakan dalam evaluasi kinerja mereka. Penemuan Kenis (1979) bahwa manajer memberi reaksi yang tidak menguntungkan untuk menggunakan anggaran dalam evaluasi kinerja dalam suatu gaya punitive (meningkatkan ketegangan kerja, menurunkan kinerja anggaran). Kecenderungan hubungan antar variabel menjadi lemah. Munawar (2006) menemukan bahwa evaluasi anggaran berpengaruh terhadap perilaku
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
aparat pemerintah daerah Kab. Kupang . Hal ini menunjukkan bahwa dalam menyiapkan anggaran mereka selalu melakukan evaluasi kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan dan pada pelaksanaan anggaran, mereka juga melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan sehingga kinerja mereka menjadi lebih baik. 2.6
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern. Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya- manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif. Alasan atau latar belakang diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah sebagai petunjuk pelaksanaan dari Paket Reformasi Keuangan Negara menuju Good Governance atau tata kelola yang baik dan Good Geverment. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diadopsi dari konsep internal kontrol yang dikeluarkan oleh COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) yang berusaha meningkatkan kinerja dan tata kelola organisasinya menggunakan Manajemen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Risiko Terpadu (Enterprise Risk Management), Pengendalian Intern (Internal Control) dan Pencegahan Kecurangan (Fraud Detterence). COSO memiliki prinsip dasar good risk management and internal control are necessary for long term success of all organizations [16]. Unsur-unsur yang ada dalam SPIP mengacu pada unsur SPI yang telah dipraktekkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara yang meliputi Lingkungan Pengendalian, Penilaian resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, Pemantauan Pengendalian Intern. Menurut Arens (2008) mendefinisikan pengendalian intern sebagai berikut pengendalian intern adalah proses yang dirancang untuk menyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian dari sasaran manajemen dalam kategori sebagai berikut; (1) keandalan laporan keuangan, (2) efektivitas dan efisiensi dari operasional dan (3) pemenuhan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang biasa diterapkan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern merupakan proses yang dirancang oleh manajemen organisasi untuk mendukung pencapaian tujuan perusahaan bersangkutan. Untuk memperbaiki kinerja pemerintah perlu diciptakannya sistem pengendalian intern pemerintah agar instansi pemerintah dapat mengetahui dana publik yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Rosdiana : 2010). Aren (2008) lima komponen Pengendalian Internal: 1. Lingkungan Pengendalian Terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan keseluruhan sikap dari manajemen puncak, para direktur, dan pemilik dari suatu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal dan arti penting bagi entitas yang bersangkutan. 2. Penilaian Risiko Penilaian risiko untuk pelaporan keuangan adalah tindakan manajemen untuk
mengidentifikasikan
dan
menganalisis
risiko-risiko
yang
relevan
penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan GAAP. 3. Aktivitas Pengendalian Kebijakan dan prosedur, sebagai tambahan untuk yang termasuk dalam empat komponen yang lain, yang membantu memastikan bahwa tindakan yang perlu telah diambil untuk mengatasi risiko dalam pencapaian sasaran hasil entitas. 4. Informasi dan Komunikasi Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi suatu entitas adalah untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan transaksi yang dilakukan entitas serta mempertahankan akuntabilitas untuk aktiva yang terkait. 5. Pemantauan Aktivitas Pemantauan berhubungan dengan penilaian berkala atau berkelanjutan dari mutu penampilan/prestasi
pengendalian internal
oleh manajemen
untuk
menentukan bahwa pengendalian beroperasi seperti yang diharapkan, dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi. 2.7.
Kinerja Aparat Pemerintah Daerah Kinerja merupakan standar yang digunakan dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban yang dilimpahkan kepada manajer sebagai penyatuan antara variabel proses, hasil dan output (Mangkunegara, 2011). Penilaian terhadap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
kinerja merupakan hal yang penting karena akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan pada perusahaan tersebut. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari Sumber Daya Manusia organisasi ( Mangkunegara,2011) Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2011) Kinerja dipengaruhi tiga faktor yaitu: 1.
Faktor individual, yang terdiri dari: a. Kemampuan b. Keahlian c. Latar belakang
2.
Faktor psikologis yang terdiri dari: a. Persepsi b. Attitude c. Personality d. Pembelajaran e. Motivasi
3.
Faktor organisasi , yang terdiri dari: a. Sumber daya b. Kepemimpinan c. Penghargaan d. Struktur organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Dalam mendesain sistem pengukuran kinerja dibutuhkan informasi tentang strategi, karakteristik, dan keinginan pelanggan , proses dan variabel-variabel lain yang relevan agar indikator kinerja dapat obyektivitas dan representative. Pada dasarnya sistem pengukuran kinerja merupakan sub sistem dari sebuah sistem pengendalian formal organisasi . Arja Sadjiarto (2009) mengutip Wayne C. Parker (1996:3) yang menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran/penilaian kinerja suatu entitas pemerintahan yaitu: a. Peningkatan kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan. Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan
data dan berbagai pertimbangan politik serta
tekanan dari pihak-pihak yang pengembangan
pengukuran
berkepentingan. kinerja
ini
Proses
akan
memungkinkan
pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya
pengukuran
kinerja
membuat
pihak
legislatif
dapat
memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar tehadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru. b. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal. Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
sampai teratas. Lini teratas pun kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif. Dalam hal ini disarankan pemakaian sistem pengukuran standar seperti halnya management by objectives untuk pengukuran outputs dan outcomes. c. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan. d. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan penetapan tujuan. Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai dengan obyektif. e. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Masyarakat semakin kritis untuk menilai
program-program
pokok
pemerintah
sehubungan
dengan
meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Dalam
hal
ini
pemerintah
juga
mempunyai
kesempatan
untuk
menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta dengan tetap bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Laporan keuangan merupakan cerminan keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan otonomi daerahnya. Dimana pengelolaan keuangan daerah tersebut dimulai
dari
perencanaan,
pelaksanaan,
penatausahaan,
pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Oleh karena itu laporan keuangan harus memiliki karakteristik relevan dan andal. Laporan keuangan pemerintah Provinsi/Kota/kabupaten dikeluarkan dua kali dalam satu tahun anggaran, yaitu: 1. Semester, yang dimulai dari periode Januari- Juni. 2. Tahunan , yang dimulai dari Januari – Desember. Siklus anggaran daerah akan meliputi empat tahapan yang terdiri atas perencanaan dan evaluasi, persetujuan/pengesahan, implementasi, dan pelaporan dan evaluasi ( Spicer dan Bingham dalam Bingham et.al.,1991). 2.2
Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang secara
umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Partisipasi anggaran pada sektor publik terjadi pada saat pembahasan anggaran, dimana eksekutif dan legislatif saling beradu argumen dalam pembahasan Rencana Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Dimana anggaran dibuat oleh eksekutif dalam hal ini Kepala Daerah melaluiusulan dari unit kerja yang disampaikan oleh Kepala Satuan Kerja
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Perangkat Daerah(SKPD), dan setelah itu Kepala Daerah bersama-sama DPRD menetapkan anggaran. Mardiasmo (2009) penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Lebih lanjut Indra (2006) dalam Anovera. Et.al) menyatakan bahwa sistem penganggaran berfungsi sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa yang ada ke dalam masyarakat. Pada organisasi sektor publik, anggaran dapat digunakan untuk menilai kinerja para pimpinan SKPD, sehingga anggaran mampu mempengaruhi perilaku dan kinerja manajerial. Anggaran digunakan untuk mengendalikan biaya dan menentukan bidang-bidang masalah dalam organisasi dengan membandingkan hasil kinerja manajerial yang telah di anggarkan secara periodik. Berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti terdahulu diketahui bahwa dalam organisasi sektor publik, Sardjito dan Osmad (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi partisipasi anggaran maka semakin meningkat kinerja aparat pemerintah daerah. Sementara itu Indriantoro (1993) dalam Bambang Sardjito dan Osmad Muthaher (2007), Siskawati (2004), Nor (2007), menemukan bahwa hubungan yang positif dan signifikan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Selanjutnya Indriantoro (2000) melaporkan bahwa Argyris (1952), Becker dan Green (1962), Bass dan Leavitt (1963), Brownell, (1982c), Brownell dan Mcinnes (1986) dalam Sumarno (2005), menemukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Cherrington dan Cherrington (1973), Milani(1975), Kenis (1979), Brownell dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Hirst (1986) dalam Sumarno 2005 , menemukan bahwa partisipasi anggaran mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Sementara itu Stedry (1960), Bryan dan Locke (1967) dalam Hapsari (2010) menemukan adanya pengaruh negatif antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Namun masih terdapat gap dari hasil penelitian tentang pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yaitu (Sumarno, 2005; Wijayanti, 2012; Biduri, 2011) menemukan bahwa partisipasi penyusunan anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Tabel 2.2 Penelitian terdahulu No 1
2
Judul Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran terhadap Perilaku, Sikap, dan Kinerja Aparat Pemerintah Daerah di Kabupaten Kupang
Peneliti Munawar (2006)
Desentralisasi dan Wahyudin Gaya Kepemimpinan Nor Sebagai Variabel (2007) Moderating Dalam Hubungan Antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial.
Hasil 1.Karakteristik tujuan anggaran secara serentak berpengaruh terhadap kinerja 2. Hanya variabel partisipasi anggaran dan umpan balik anggaran yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja. 3. Variabel kejelasan tujuan anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja. 1.ada pengaruh positif signifikan antara variabel dependen (kinerja manajerial) dengan variabel independen (partisipasi penyusunan anggaran). 2.bahwa kesesuaian antara partisipasi penyusunan anggaran dengan faktor kontijen (desentralisasi dan gaya kepemimpinan) terhadap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
3
Pengaruh Partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasi dan Locus of Control sebagai variabel moderating Pengaruh komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten Temanggung)
Hapsari Nanda 2010
6
Pengaruh Partisipasi penyusunan Anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah: budaya organisasi dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating
Sardjito dan Muthaher (2007)
7
Budgetary Participation Motivation, managerial performance
4
5
Sumarno, 2005
Istiyani 2009
kinerja manajerial tidak sigifikan. , 1. Partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial. 2. Locus of control memiliki pengaruh terhadap kinerja manajerial.
1. pengaruh negatif antara partisipasi anggaran dan kinerja.
-Partisipasi anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja aparat Pemda - Kejelasan tujuan anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja aparat Pemda - Umpan balik anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja aparat Pemda - Evaluasi anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparat Pemda - Kesulitan tujuan anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja aparat Pemda adanya pengaruh positif antara partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah menunjukkan bahwa semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah
Browneel Hasil penelitian Brownell dan , dan Innes Innes menunjukkan bahwa and (1986) motivasi dan kinerja manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
penganggaran . 8
B.
The relationship of Milani participation in budget (1975) setting to Industrial supervisor performance and attitudes
Hasil penelitian Milani menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.
Rerangka Pemikiran Partisipasi dalam penyusunan anggaran diperlukan dengan harapan dapat
memberikan informasi yang sesuai
untuk tercapainya suatu tujuan, sehingga
anggaran tidak hanya dibuat oleh manajemen namun akan kesulitan ketika diterapkan karena tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Hasil penelitian beberapa
peneliti
terdahulu
diketahui
partisipasi
penyusunan
anggaran
berpengaruh signifikan terhadap kinerja Sardjito dan Osmad (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi partisipasi anggaran maka semakin meningkat kinerja aparat pemerintah daerah. Sementara itu Indriantoro (1993) dalam Bambang Sardjito dan Osmad Muthaher (2007), Siskawati (2004), Nor (2007), menemukan bahwa hubungan yang positif dan signifikan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Namun diantara penelitian-penelitian yang ada, terdapat beberapa penelitian yang menemukan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Model penelitian ini menunjukkan pengaruh karakteristik anggaran dan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap kinerja manajerial. Bahwa dengan adanya sistem pengendalian intern pemerintah yang baik diharapkan karakteristik anggaran dapat mencapai target yang diharapkan melalui
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kinerja aparat
41
pemerintah. Model penelitian disusun untuk menjelaskan variabel-variabel mana yang berkedudukan sebagai variabel independen dan variabel dependen.
Dikeluarkan Peraturan UUD No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah daerah dan UUD No 23 Tahun 2004 Tentang Pengembangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Partisipasi Anggaran H1
Kejelasan Anggaran
H2
Umpan Balik Evaluasi Anggaran Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
H3
KINERJA MANAJERIAL APARAT PEMDA INDRAMAYU (Y)
H4 H5
Gambar 2.1 Model Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran terhadap Kinerja aparat Pemerintah Daerah Model yang disusun menggambarkan pengaruh variabel Karakteristik Anggaran yang terdiri dari lima variabel yaitu Partisipasi Anggaran, Kejelasan Anggaran, Evaluasi Anggaran, Umpan Balik Anggaran dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagai variabel independen terhadap variabel dependen Kinerja manajerial Aparat Pemerintah Daerah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
C.
Hipotesis Kenis (1979) mengemukakan bahwa partisipasi penganggaran dapat
menyelaraskan tujuan pusat pertanggungjawaban dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Lebih lanjut, dalam penelitiannya, Kenis menemukan bukti bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial, dimana salah satu variabelnya adalah kinerja anggaran (pelaksanaan anggaran). Partisipasi memungkinkan terjadinya komunikasi yang semakin baik, interaksi satu sama lain serta kerja sama dalam tim untuk mencapai tujuan organisasi. Indriantoro (2000) dalam Ratnawati (2004) menyebutkan semakin tinggi tingkat keterlibatan manajer dalam proses penyusunan anggaran, akan meningkatkan kinerja. Sardjito dan Osmad (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi partisipasi anggaran maka semakin meningkat kinerja aparat pemerintah daerah. Sementara itu Indriantoro (1993), Siskawati (2004), Nor (2007), menemukan bahwa hubungan yang positif dan signifikan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Selanjutnya Indriantoro (2000) melaporkan bahwa Argyris (1952), Becker dan Green (1962), Bass dan Leavitt (1963), Brownell, (1982c), Brownell dan Mcinnes (1986), menemukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Berdasarkan pemaparan teori dan pendapat dari berbagai penelitian terdahulu maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Partisipasi penganggaran merupakan proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. H1 : Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
Karena begitu luasnya kejelasan anggaran, maka tujuan anggaran harus dinyatakan secara spesifik, jelas dan dapat dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung jawab. Locke (1968) dalam Andy (2009) menyatakan bahwa mencantumkan sasaran anggaran secara spesifik adalah sebih produktif dibandingkan dengan tidak adanya sasaran yang spesifik dan hanya akan mendorong karyawan melakukan yang terbaik. Kejelasan anggaran diharapkan dapat membantu manajer untuk mencapai tujuan perusahaan sebagaimana yang tercantum dalam perencanaan anggaran, sehingga secara logis kinerja dapat tercapai. Berdasarkan landasan teori dan temuan empiris di atas, karena kejelasan anggaran diharapkan akan meningkatkan kinerja para individu yang terlibat di dalamnya, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H2 : Kejelasan anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial aparat Pemerintah. Pengaruh Umpan Balik Anggaran terhadap kinerja manajerial Umpan balik mengenai tingkat pencapaian tujuan anggaran tidak efektif dalam memperbaiki kinerja dan hanya efektif secara marginal dalam memperbaiki sikap manajer (Kenis, 1979). Kenis (1979) menyimpulkan umpan balik mengenai tingkat pencapaian sasaran anggaran tidak efektif dalam memperbaiki kinerja dan hanya efektif secara marginal dalam memperbaiki sikap manajer. Carrol dan Tosi (1970), Steers (1975), Kim dan Hammer (1976) dalam Kenis (1979) juga mendukung pengaruh positif dan signifikan umpan balik. Berdasarkan landasan teori dan temuan empiris di atas, karena umpan balik anggaran diharapkan akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
meningkatkan kinerja para individu yang terlibat didalamnya, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H3 : Umpan balik anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial
aparat pemerintah.
Pengaruh evaluasi anggaran terhadap kinerja manajerial Kenis (1979) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa manajer memberi reaksi yang tidak menguntungkan untuk menggunakan anggaran dalam evaluasi kinerja dalam suatu gaya punitive (meningkatkan ketegangan kerja, menurunkan kinerja anggaran). Kecenderungan hubungan antar variabel menjadi lemah. Munawar (2006) menemukan bahwa evaluasi anggaran berpengaruh terhadap perilaku aparat pemerintah daerah Kab. Kupang. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menyiapkan anggaran mereka selalu melakukan evaluasi kegiatankegiatan yang telah diprogramkan dan pada pelaksanaan anggaran, mereka juga melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan sehingga kinerja mereka menjadi lebih baik. Berdasarkan landasan teori dan temuan empiris di atas, karena evaluasi anggaran diharapkan akan meningkatkan kinerja para individu yang terlibat di dalamnya, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H4 : Evaluasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pemerintah Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi serta sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi suatu instansi pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian intern
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
terdiri atas reviw atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan. Untuk memperbaiki kinerja pemerintah perlu diciptakannya sistem pengendalian intern pemerintah agar instansi pemerintah dapat mengetahui dana publik yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Rosdiana : 2010). Menurut Aren (2008) sistem pengendalian intern adalah proses yang dirancang untuk meyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian dari sasaran manajemen dalam kategori keandalan laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi dari operasional dan pemenuhan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang
biasa
diterapkan.
Untuk
memperbaiki
kinerja
pemerintah
perlu
diciptakannya sistem pengendalian intern pemerintah agar instansi pemerintah dapat mengetahui dana publik yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Rosdiana : 2010). Dengan adanya pengendalian intern maka seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisiensi untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Soeseno, dalam Ramandei 2009) . Oleh karena itu diharapkan dengan sistem pengendalian intern yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji sistem pengendalaian intern pemerintah terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah, maka hipotesis dalam penelitian ini:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
H5 : Sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial aparat pemerintah
http://digilib.mercubuana.ac.id/