BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar dilakukan, tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tetap¸ seperti pada pendidikan formal di sekolah.Karena pendidikan nonformal pada umumnya dilaksanakkan tidak dalam lingkungan fisik sekolah, maka pendidikan nonformal diidentik dengan pendidikan luar sekolah.Oleh karena itu pendidikan nonformaldilakukan diluar sekolah, maka sasaran pokok adalah angota masyarakat.Sebab itu program pendidikan nonformal harus dibuat sedermikian rupa agar bersifat luwes tetapi lugas, namun tetap menarik minat para konsumen pendidikan. Berdasakan
penelitian
dilapangan,
pendidikan
nonformal
sangat
dibutuhakan oleh anggota masyarakat yang belum sempat mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena sudah terlanjur lewat umur atau terpaksa putus sekolah, karena suatu hal.Akhirnyan tujuan terpenting dari pendidikan non formal adalah program-program yang didasarkan kepada masyarakat harus sejalan dan trintegrasi dengan program-program pembagunan yang di butuhkan oleh rakyat.Untuk menjembatani kesenjangan ini, peran pendidikan non-formal dan informal (PNFI) sangatlah penting. Anak-anak yang tidak memiliki kesempatan mengikuti pendidikan formal sepatutnya sebanyak mungkin dijangkau melalui PNFI agar mereka mendapat pembekalan yang memadai untuk kehidupannya.PNFI dapat menjawab kebutuhan
10
pendidikan yang disesuaikan dengan konteks lokal masyarakat setempat yang tidak dapat dijawab oleh pendidikan formal. (Depdiknas: 2009). Dilihat dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa peneliti melakukan penelitian progam pemberdayaan masyarakat melalui pengolahan ketela menjadi olahan makanan lokal, merupakan salah satu
bagian dari
Pendidikan Non Formal yaitu pada aspek pendidikan kecapan hidup pada masyarakat Karangcegak, Kutasari, Purbalingga.
1. Pemberdayaan Masyarakat a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjag, melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Giarci (2001) memandang pemberdayaan masyarakat sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya.
11
Menurut
Sumodiningrat
(Ambar,
2004:78)
menyampaikan:
Pemberdayaan sebenarnya merupakan istilah yang khas Indonesia dari pada Barat. Di Barat tersebut diterjemahkan sebagai empowerment, dan istilah itu benar tetapi tidak tepat. Pemberdayaan yang kita maksud adalah memberi “daya” bukanlah “kekuasaan”. Empowerment dalam khasanah barat lebih bermakna “pemberian kekuasaan” dari pada “pemberdayaan” itu sendiri. Kartasasmita
(Anwar,
2007:10)
mengemukakan
bahwa
proses
peningkatan kesejahteraan masyarakat, dapat diterapkan berbagai pendekatan, salah satu diantaranya adalah pemberdayaan masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat bukan hal yang sama sekali baru, tetapi sebagai strategi dalam pembangunan relatif belum terlalu lama dibicarakan. Istilah dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dengan individu lainya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Memberdayakan itu meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan
dan
keterbelakangan,
atau
proses
memampukan
dan
memandirikan masyarakat. Secara etimologis pemberdayaan berasal pada kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan, dan atau proses
12
pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memilki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Ambar , 2004:77). Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, menurut Winarni dalam (Ambar, 2004:79) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment), serta terciptanya kemandirian. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7), yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.
13
b. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat mengarah pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi afektif adalah merupakan sense yang dimiliki oleh masyarakat
yang
diharapkan
dapat
diintervensi
untuk
mencapai
keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan keterampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan. Tujuan dari suatu pemberdayaan masyarakat adalah adanya tujuan yang dicapai seperti yang di kemukakan oleh Ambar(2004:80) bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat yaitu untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tesebut. Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai
pemecahan
masalah-masalah
yang
dihadapi
dengan
mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang
14
dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut. Dengan demikian untuk menjadi mandiri perlu dukungan kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisik-material. Jadi tujuan dari pemberdayaan masayakat yaitu untuk memberikan kontribusi untuk mencapai kemandirian masyarakat yang diperlukan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Dan menjadikan masyarakat yang dapat mempergunakan daya kognitif, afektif
serta
psikomotorik
yang
dimilikinya
untuk
memecahkan
permasalahan yang dihadapi di lingkungan internal maupun eksternal masyarakat. Masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi,berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengansituasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab Slamet (2003). Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakatadalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
15
Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan sertamelakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.
c. Tahap-Tahap Pemberdayaan Masyarakat Menurut Sumodiningrat (2009:104-106) lebih dalam menjelaskan bahwa kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu: 1) Motivasi masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk membentuk
kelompok
pengorganisasian
dan
untuk
mempermudah
melaksanakan
kegiatan
dalam
hal
pengembangan
masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki. 2) Peningkatan Kesadaran dan pelatihan kemampuan. Disini peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui
cara-cara partisipatif.
Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat melalui
16
pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu masyarakat miskin untuk menciptakan sumber penghidupan mereka sendiri dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka sendiri. 3) Manajemen diri. Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka untuk
mengembangkan
sebuah
sistem.
Kemudian
memberikan
wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut. 4) Mobilisasi sumber. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap sumber-sumber yang dimiliki oleh individu-individu yang dalam masyarakat melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk menciptakan modal sosial. hal ini didasari oleh pandangan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat meningkatkan kehidupan
sosial
ekonomi
masyarakat
secara
substansial.
Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian, dan penggunaan sumber-sumber ini perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.
17
5) Pembangunan
dan
pengembangan
jaringan.
Pengorganisasian
kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan
kemampuan
para
anggotanya
membangun
dan
mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial disekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin. Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat khususnya masyarakat miskin. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat ini disebut juga dengan penguatan kapasitas (capacity building). Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola perilaku individu, organisasi, dan sistem yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui penguatan kapasitas ini, maka masyarakat dapat memahami dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang digunakan dalam penguatan kapasitas ini adalah melalui pendampingan. Jadi, strategi pendampingan sangat efektif dan efisien dalam proses pemberdayaan masyarakat, karena dengan adanya pendampingan maka kapasitas masyarakat dapat dikembangkan atau diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehingga pada
18
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan secara tidak langsung dapat membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap seperti yang dikemukakan oleh Ambar Teguh S (2004:83). Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi : 1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa memburuhkan peningkatan kapasitas diri. 2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian. Pendekataan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia (people centered development) melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal, yang merupakan mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknologi pembelajaran sosial dan strategi perumusan program. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya.
19
Dalam hal ini, Moelyarto (1999: 37-38) mengemukakan ciri-ciri pendekatan pengelolaan sumber daya lokal yang berbasis masyarakat, meliputi: 1) Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi masyarakat setempat dibuat ditingkat local, oleh masyarakat yang memiliki identitas yang diakui peranannya sebagai partisipan dalam proses pengambilan keputusan. 2) Fokus utama pengelolaan sumber daya local adalah memperkuat kemampuan masyarakat miskia dalam mengarahkan aset- asset yang ada dalam masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhannya. 3) Toleransi yang besar terhadap adanya variasi. Oleh karena itu mengakui makna pilihan individual, dan mengakui proses pengambilan keputusan yang dengan sentralistik. 4) Budaya kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi- organisasi yang otonom dan mandiri, yang saling berinteraksi memberikan umpan balik pelaksanaan untuk mengoreksi diri pada setiap jenjang organisasi. 5) Adanya jaringan koalisi dan komunikasi antara para pelaku dan organisasi local yang otonom dan mandiri, yang mencakup kelompok penerima manfaat, pemerintah lokal, lokal dan sebagainya, yang menjadi dasar bagi semua kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat pengawasan dan penguasaan masyarakat atas berbagai sumber yang ada, serta kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya setempat.
20
d. Pendidikan Sebagai Sarana Pemberdayaan Pendidikan
pada
dasarnya
merupakan
usaha
sadar
untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan atau latihan bagi perananannya di masa yang akan datang. Peranan peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat, baik individu maupun sebagai anggota masyarakat merupakan keluaran dari system dan fungsi pendidikan.Pada hakikatnya pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia baik individu maupun social. Dengan kata lain, pendidikan berfungsi sebagai sarana pemberdayaan individu dan masyarakat guna menghadapi masa depan. Seorang tokoh pendidikan Paulo Fiere, berpendapat bahwa pendidikan seharusnya dapat memberdayakan dan membebaskan peserta didiknya, karena melaluinya dapat mendengarkan suara peserta didik.Yang dimaksudkan suara yaitu segala aspirasi maupun segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut. Pendidikan yang relevan dalam masyarakat adalah mengajar untuk memampukan mereka mendengarkan siswanya sendiri dan bukan suara dari luar termasuk suara pendidik. Fiere berpendapat bahwa pendidikan pada umumnya adalah pendidikan dengan gaya bank dimana pendidik hanya mentransfer ilmu sebanyak – banyaknya kepada peserta didik tersebut diibaratkan seperti sebuah wadah untuk menampung berbagai pengetahuan. Pendidikan seperti itu yang disebut Fiere dengna pendidikan gaya bank. Disebut pendidikan gaya bank sebab dalam proses belajar
21
mengajar guru tidak memberikan pengertian kepada peserta didik, tetapi memindahkan sejumlah ilmu kepada peserta didik. Pada hakikatnya proses pemberdayaan dibidang pendidikan merupakan pendekatan holistik yang meliputi pemberdayaan sumber daya manusia, system belajar mengajar, instusi atau lembaga pendidikan dengan sarana dan prasarana pendukungnya. Mengacu dari pernyataan diatas pemberdayaan adalah sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilakukan secara berkesinambungan baik individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya yang trdapat pada diri individu dan kelompok masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial. Usaha ini berlangsung sebagai proses yang berkesinambungan
sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup.
Kehidupan masyarakat perlu dikondisikan sebagai sebuah wadah, dimana setiap anggota melakukan aktifitas sehari – hari dan saling belajar mengajar. Demikian diharapkan akan terjadi proses interaksi dalam wujud dialog dan komunikasi informasi antar sesama anggota masyarakat mendorong guna mencapai pemenuhan kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan fisik sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Konsep pemberdayaan dalam pendidikan non formal pertama kali di Indonesia dikembangkan oleh Kindervatter, ia memandang bahwa pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran, pengertian,
22
dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan politik, sehingga pada akhirnya ia memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat. Pendidikan Non Formal pada umumnya jalur Pendidikan Luar Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat guna meningkatkan kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik di lingkungan pendidikan pormal kedalam lingkungan pekerjaan
praktis
di
masyarakat
umumnya,
dan
industry
khususnya.Sebagai jalur pendidikan luar sekolah, pendidikan dan pelatihan.
2.
Kewirausahaan a. Pengertian wirausaha Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Wirausaha adalah orang yang mengambil resiko dengan jalan membeli barang sekarang dan menjual kemudian dengan harga yang tidak pasti (Cantillon). Wirausaha adalah orang yang memindahkan sumber-sumber ekonomi dari daerah dengan produktivitas rendah ke daerah dengan produktivitas dan hasil lebih tinggi (J.B Say).
23
Wirausaha adalah orang yang menciptakan cara baru dalam mengorganisasikan proses produksi (Schumpeter). Wirausaha adalah keberanian, keutamaan, serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri dikemukakan oleh Soemanto Wasty (1999: 42). Menurut Hantora (2005: 21) mengungkapkan bahwa manusia wirausaha adalah orang memiiki potensi untuk berprestasi, sehingga senantiasa memiliki motivasi besar untuk maju berprestasi. Wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007 : 18). Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa: 1) Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan. 2) Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan
24
pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
b. Tahap – tahap wirausaha Dalam pemberdayaan masyarakat melalui wirausaha pengolahan ketela menjadi makanan lokal, dinama tahapan – tahapan dalam memberikan pendidikan wirausaha diperlukan guna membantu masyarakat dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi serta sumber daya manusia itu sendiri. Secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha menurut (Suryana, 2001 : 34) yaitu: 1) Tahap memulai, tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluang usaha baru yang mungkin apakah membuka usaha baru, melakukan akuisisi, atau melakukan franchising. Juga memilih jenis usaha yang akan dilakukan apakah dibidang pertanian, industri / manufaktur / produksi atau jasa. 2) Tahap melaksanakan usaha atau diringkas dengan tahap "jalan", tahap ini seorang wirausahawan mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencakup aspek-aspek : pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil resiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi.
25
3) Mempertahankan usaha, tahap di mana wirausahawan berdasarkan hasil yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi. 4) Mengembangkan usaha, tahap di mana jika hasil yang diperoleh tergolong positif atau mengalami perkembangan atau dapat bertahan maka perluasan usaha.
c. Peran Wirausaha Bagi Lingkungannya Dalam pandangan Schumpeter, seorang wirausaha adalah inovator. Hanya seseorang yang sedang melakukan inovasi yang dapat disebut sebagai wirausaha. Mereka yang tidak lagi melakukan inovasi, walaupun pernah, tidak dapat lagi dianggap sebagai wirausaha. Wirausaha bukanlah jabatan, melainkan suatu peran. Berdasarkan pengertian tentang wirausaha yang telah dibahas sebelumnya dapat disimpulkan bahwa peran wirausaha yang utama bagi lingkungannya adalah sebagai berikut: 1) Memperbaharui dengan “merusak secara kreatif. 2) Dengan keberaniannya melihat dan mengubah apa yang sudahdianggap mapan, rutin, dan memuaskan. 3) Inovator 4) Menghadirkan hal yang baru di masyarakat. 5) Mengambil dan memperhitungkan resiko. 6) Mencari peluang dan memanfaatkannya.
26
7) Menciptakan organisasi baru.
d. Ciri – ciri wirausaha Untuk progam pemberdayaan masyarakat melalui pengolahan ketela menjadi olahan makanan lokal perlu adanya pendidikan wirausaha, oleh karena itu ciri – ciri sebagai wirausaha diperlukan guna menanamkan dan meningkatkan jiwa wirausaha. Menurut Meredith, dalam Suryana (2001 : 8) ciri-ciri dan watak kewirausahaan yaitu: 1) Percaya diri, keyakinan, ketidaktergantungan, individualistis, dan optimisme. 2) Berorientasi pada tugas dan hasil Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif. 3) Pengambilan resiko Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dans suka tantangan. 4) Kepemimpinan Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik. 5) Keorisinilan Inovatif dan kreatif serta fleksibel. 6) Berorientasi ke masa depan Pandangan ke depan, perspektif. Berdasarkan dicanangkan, pendidikan
dapat dan
progam
pemberdayaan
membangun
pelatihan
masyarakat
dimana
dalam
masyarakat dengan progam
yang
memberikan pemberdayaan
27
masyarakat melalui wirausaha pengolahan ketela menjadi makanan lokal menjadikan masyarakat mandiri dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Pendidikan dan pelatihan wirausaha diberikan kepada masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga guna menanamkan pola pikir sebagai wirausaha yang sukses dengan memiliki jiwa wirausaha yang baik, bagaimana peranan wirausaha dalam lingkungan yang pandai dan kreatif memanfaatkan potensi sumber daya alam sekitar, dan mengasah dan mengarahkan tahapan – tahapan menjadi wirausaha yang sukses sehingga dalam berwirausaha nantinya dapat berhasil.
3.
Pengolahan ketela a. Pengertian pengolahan ketela Singkong (manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Singkong merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005).
28
Pada industri pengolahan ketela, teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu industri yang masih mengandalkan sinar matahari dan produksinya sangat tergantung pada musim, kedua; semi modern yaitu industri yang menggunakan mesin dalam melakukan proses pengolahan dan yang ketiga; full otomate yaitu industri pengolahan ketela yang menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri ketela
yang menggunakan peralatan full
otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan produk yang berkualitas. berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian (2005). Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, vitamin C, dan mineral, ubi jalar yang dagingnya berwarna ungu banyak mengandung anthocyinin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena mencegah penyakit kanker, warna kuning mengandung vitamin A yang tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga diolah menjadi pangan olahan dikemukakan oleh Arif Musaddad (2005:32) Ubi kayu memiliki potensi bagi pengembangan agrobisnis dikarenakan ubi kayu sebagai bahan produk pangan yang bersifat viskoelastis pada produk yang dihasilkan (Isti handayani: 2008). Ketela merupakan sumber daya alam lokal yang melimpah di desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga dan
juga sebagai bahan produk
29
pangan yang mempunyai banyak kandungan nilai gizi. Sehingga pemanfaatan potensi tersebut diperlukan guna mengatasi panen yang melimpah dan pengembangan produk sebagai objek dalam membuka usaha dengan pengolahan sumber daya alam lokal. 4.
Makanan lokal Ubi kayu sebagai tanaman lokal. Yang diolah menjadi berbagai jenis
jajanan dan masakan yang menarik memiliki cita rasa enak ditambah dengan penampilan yang menarik membawa nilai jual tinggi dikalangan makanan lokal, hal tersebut dikemukakan oleh Winarno (1989:2). Kandungan karbohidrat ketela menjadi produk bernilai tinggi merupakan potensi besar meningkatkan aneka makanan yang lokal berkualitas tinggi serta dapat menmberikan inovasi produk yang menjadi daya tarik bagi semua kalangan seperti biskuit, brownies, serena dan berkualitas gizi lebih baik. Winarno (1989:2). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengolahan makanan local merupakan makanan memenuhi selera dan menggunakan bahan baku yang mempunyai potensi kandungan gizi yang banyak, bernilai jual tinggi dan mempunyai potensial untuk dikembangkan. Selain itu, dengan pengolahan ketela menjadi berbagai jenis makanan lokal yang berkualitas dan meningkatkan produk dengan inovasi produk pada progam pemberdayaan masyarakat diharapkan menambah nilai jual dan produk tersebut diminati pasar, sehingga memberi peluang kepada masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga dalam pendidikan dan pelatihan wirausaha pengolahan
30
ketela menjadi makanan lokal berdampak pada kesejahteraan hidup masyarakat meningkat dalam segala aspek.
B. Kerangka Berpikir Bagan kerangka berfikir untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : Masyarakat desa Karangcegak Pemberdayaan masyarakat
Pendidikan dan pelatihan wirausaha
Pengolahan ketela sebagai sumber daya lokal Makanan lokal
Gambar I. Kerangka berfikir Berdasarkan bagan kerangka berfikir di atas, maka kerangka berfikir dapat diuraikansebagai berikut : Masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain. Dalam kegiatan bermasyarakat manusia mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang berbedabeda. Perbedaan itulah yang membuat masyarakat menjadi beragam dan saling melengkapi satu sama lain. Dengan jumlah penduduk 6227 jiwa terdiri dari 3145 jiwa penduduk laki – laki, dan 3082 jiwa penduduk perempuan dengan kepadatan penduduk 1477 jiwa/km dan jumlah rumah tangga 1812 KK. Dan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani sebesar 85%. Dalam kehidupannya, masyarakat di desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga mengalami banyak masalah yang terjadi. Dan masalah yang lebih
31
utama
yaitu aspek ekonomi sehingga mempengaruhi aspek lain yaitu aspek
pendidikan, sosial dan politik di daerah tersebut. Untuk itu, pendidikan berbasis masyarakat sebagai tindakan mobilitasi masyarakat untuk mengatasi masalah yang dihadapi pemerintah memberikan solusi dengan membuat
progam
pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga. Progam pemberdayaan masyarakat yang dijadikan sebagai solusi masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga yaitu melalui pendidikan dan pelatihan wirausaha yaitu menanamkan kepada masyarakat menjadi mandiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan diberikan bekal dalam mengatasi masalah perekonomian dengan pelatihan wirausaha.Sehingga masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga dapat membuka usaha baru, menciptakan inovasi pengolahan hasil pertanian yang dapat meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Selain itu, pemanfaatan sumber daya alam yang ada di desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga khususnya hasil pertanian berupa ketela dijadikan sebagai produk/ bahan objek pada progam pemberdayaan. Dikarenakan, ketela merupakan hasil pertanian yang melimpah menjadi bahan olahan makanan lokal sebagai salah satu alternatif meningkatkan nilai jual yang lebih tinggi, masyarakat juga mendapatkan penghasilan tambahan, mengatasi pengangguran, serta menanamkan kesadaran kepada masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga.Ditambah lagi, makanan tradisional menjadi makanan modern yang memiliki cita rasa yang enak menarik minat pasar memperkuat bahwa pengolahan ketela menjadi
32
makanan lokal dapat mengetasi masalah yang dihadapi masyarakat desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga.
C. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana
pelaksanaan
program
pemberdayaan
masyarakat
melalui
wirausaha pengolahan ketela menjadi makanan lokal di desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga, Jawa Tengah? 2.
Faktor-faktor apa saja pendukung bagi progam pemberdayaan masyarakat melaluiwirausaha pengolahan ketela menjadi makanan lokal di desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga, Jawa Tengah?
3.
Bagaimanakah perencanaan program pelatihan pemberdayaan masyarakat melalui wirausaha pengolahan ketela?
4.
Bagaimana tahap pemberdayaan kelompok wirausaha melalui wirausaha pengolahan ketela di Desa Karangcegak Kutasari Purbalingga?
5.
Apa saja materi kelompok wirausaha melalui pengolahan ketela?
33