BAB I PENDAHULUAN I.1 Judul Tata Kelola Beasiswa di UGM (Evaluasi Program Beasiswa Bank Indonesia di Universitas Gadjah Mada Periode 2011-2012) I.2 Alasan Pemilihan Judul Universitas Gadjah Mada mengelola puluhan beasiswa setiap tahunnya, dan pada masing-masing jenis beasiswa terdapat variasi jumlah secara nominal maupun periode penerimaan. Pengelolaan beasiswa yang diterima oleh UGM diserahkan kepada fakultas dan universitas. Di level universitas, database penerima beasiswa dikelola oleh Dirmawa (Direktorat Kemahasiswaan) UGM yang mengelola lebih dari 20 beasiswa untuk jenjang S1 per tahun. Dirmawa selaku pengelola beasiswa menerapkan persyaratan juga menyaring calon-calon penerima beasiswa sesuai dengan permintaan pihak penyedia beasiswa. Bank Indonesia adalah salah satu pihak yang memberikan beasiswa kepada mahasiswa S1 UGM. BI telah menyalurkan beasiswa kepada mahasiswa UGM dari tahun 2005. Penelitian ini mengarah pada evaluasi beasiswa Bank Indonesia dengan menggunakan Pendekatan Kerangka Logis / Logical Framework Approach (LFA) dengan tujuan untuk mengkritisi dan memberikan gambaran beasiswa Bank Indonesia ke depannya.
1
Penulis belum menemukan skripsi atau penelitian mengenai Evaluasi Beasiswa di Universitas Gadjah Mada. Namun Evaluasi program berbasis Logical Framework Approach bisa dengan mudah didapatkan. Penelitian terkait evaluasi LFA yang dijadikan referensi oleh penulis adalah Handbook for Logical Framework Analysis, Economic Planning Unit, Prime Minister’s Department 2010, dan penelitian sejenis yang menggunakan LFA sebagai basis evaluasinya. Skripsi yang dijadikan referensi oleh peneliti yaitu mengenai Evaluasi Program Corporate Social Responsibility terhadap Pencapaian Tujuan Perusahaan (Studi Kasus tentang Evaluasi Program Corporate Social Responsibility sebagai Aktivitas Corporate Communication PT. Unilever Indonesia Tbk. Tahun 20012005) oleh Stefani Lino Tangke, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM. Sedangkan penelitian terhadap Bank Indonesia yang dijadikan referensi oleh penulis adalah thesis mengenai Program CSR BI oleh Edy Nugroho Widiharto dengan judul “Implementasi ‘Program Desa Kita’ di Dusun Manding Kabupaten Bantul”. Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Kebijakan 2008 ini melakukan studi kasus mengenai bagaimana implementasi program CSR yang dilakukan Bank Indonesia (BI) antara tahun 2007-2009. Program CSR BI ini diberi nama ‘Progam Desa Kita’. Penelitian ini mencoba mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana salah satu program CSR dilakukan oleh objek penelitian yang sama, yaitu Bank Indonesia.
2
Tiga konsentrasi di Jurusan
Pembangunan
Sosial dan Kesejahteraan
(PSdK) adalah social policy, community empowerment, dan corporate sosial responsibility. Penelitian ini erat kaitannya dengan corporate social responsibility karena rogram beasiswa yang menjadi objek kajian penelitian ini merupakan salah satu program CSR Bank Indonesia di Universitas Gadjah Mada. 1.3 Latar Belakang Isu mengenai tanggungjawab sosial perusahaan di Indonesia mulai mendapat perhatian sejak sepuluh tahun belakangan. Umumnya kalangan pengusaha menerjemahkan konsep CSR sebagai bentuk berbagi kepada masyarakat sekitar/kalangan tertentu, atau sebagai bagian dari kedermawanan sosial. Sehingga tak heran banyak yang mengartikan CSR hanya sekedar charity. Padahal setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha harus merespon CSR agar sejalan dengan operasional usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, di samping sebagai kompensasi social karena timbul ketidaknyamanan pada masyarakat.
3
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat saling menguntungkan. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan yang akan berpengaruh pada performa perusahaan. Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam dan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan. 1 Semua perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif, jasa, manufaktur, agro, dan perbankan yang tergabung dalam perseroan terbatas wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan karena diatur dalam PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Seperti pasal 3 ayat 1 yang berbunyi : “Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang.” Jelas bahwa sasarannya adalah perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA).
Bagi
perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif diatur oleh negara melalui UU No. 1
Diambil dari http://theprworld.com/profile/csr/402‐latih‐kepekaan‐sosial‐sejak‐dini‐2 diakses pada Rabu, 15 Mei 2013 pukul 14.22 WIB
4
22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi. Pada Pasal 40 Ayat 5
yang
berbunyi : “Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.” Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal Asing (PMA) juga disahkan untuk mengatur perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal asing, seperti Freeport Indonesia, Astra Indonesia, Dunkin’ Donut, CocaCola, dan lain-lain untuk turut serta berpartisipasi melalui tanggung jawab lingkungan dan sosial di sekitar perusahaan. Sejak berlakunya regulasi-regulasi tersebut, CSR di Indonesia bersifat mandatory atau wajib. Sedangkan perusahaan yang bergerak di bidang perbankan menjalankan kewajiban CSR dari Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas, karena dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah disempurnakan oleh Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tidak ada pasal yang menjelaskan kewajiban perusahaan perbankan untuk menjalankan tanggung jawab sosial. Seperti dikutip dalam DJSI Review Results, CSR yang dilakukan oleh perusahaan perbankan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif, agro, manufaktur, dan jasa.
2
Tidak adanya peraturan tertulis
2
http://www.csrinternational.org/2013‐Dow‐Jones‐Sustainability‐Indices diakses Kamis, 10 Oktober pukul 05.44 WIB
5
yang mewajibkan perusahaan perbankan melakukan program CSR, juga membuat publikasi tentang CSR yang dilaksanakan oleh Perusahaan Perbankan lebih sedikit dibandingkan dengan Perusahaan Ekstraktif. Karena Jika dilihat dari dampak kerusakan yang dihasilkan dari kedua bidang usaha tersebut, jelas bahwa perusahaan ekstraktif menyebabkan kerusakan alam lebih besar dari perusahaan perbankan. Namun pada dasarnya, semua perusahaan diwajibkan memberikan timbal balik yang positif kepada sekitarnya. Seperti definisi World Bank tentang CSR, yakni sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan cara-cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. (Kiroyan, 2006). Lembaga perbankan yang merupakan regulator di Indonesia adalah Bank Indonesia.
Dalam
rangka
kepentingan stakeholders dan
meningkatkan meningkatkan
kinerja kepatuhan
bank, terhadap
melindungi peraturan
perundang-undangan serta nilai-nilai etika (code of conduct) yang berlaku secara umum pada industri perbankan, bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya dengan
berpedoman
pada
prinsip-prinsip Good
Corporate
Governance.3 Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 sebagaimana diubah dengan PBI 3
http://ssaconsulting.co.id/2013/10/03/good‐corporate‐governance‐training‐2/ diakses pada hari Senin, 15 Oktober 2013 pukul 06.30 WIB
6
No. 8/14/PBI/2006 serta Surat Edaran No. 9/12/DPNP tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate governance, bank diwajibkan secara berkala melakukan self
assessment terhadap
kecukupan
pelaksanaan good
corporate
governance dan menyusun laporan pelaksanaannya, sehingga apabila masih terdapat kekurangan-kekurangan maka dapat segera dilakukan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan. Mengingat aktivitas operasional bank tidak terlepas dari berbagai risiko dan pelaksanaannya sangat tergantung kepada peran organ perusahaan yang ada di dalamnya, maka seluruh pegawai harus memiliki pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya penerapan Good Corporate Governancedalam operasional bank serta mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut secara konsisten dan berkesinambungan. Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar yaitu: 1. Transparency (transparansi), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. 2. Accountability (akuntabilitas) yaitu
kejelasan
fungsi
dan
pelaksanaan
pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. 3. Responsibility (pertanggungjawaban) yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
7
4. Independency (independensi) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. 5. Fairness (kewajaran) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hakhak stakeholderyang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam rangka menerapkan kelima prinsip dasar tersebut di atas, bank wajib berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan minimum serta pedoman yang terkait dengan pelaksanaan good corporate governance. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governace Bagi Bank Umum, menjelaskan bahwa salah satu Laporan Penilaian dan Pelaksanaan Good Corporate Governance dinilai dari “pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan politik, baik nominal maupun penerima dana.” Dengan membuat peraturan tersebut, BI juga ingin memberikan contoh pelaksanaan kegiatan social bagi bank umum meskipun tidak diatur dalam UndangUndang tentang tanggung jawab social dan lingkungan kelembagaan, BI tetap menjalankan kegiatan CSR nya Program CSR tersebut dirangkum dalam Bank Indonesia Social Responsibility (BSR). Program Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) merupakan satu bentuk program dan rangkaian kegiatan sebagai wujud kepekaan, kepedulian dan tanggung jawab Bank Indonesia terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat. Secara umum, Program BSR dilaksanakan dalam bentuk bantuan yang diarahkan antara lain di bidang peningkatan kualitas ekonomi, pendidikan, kesehatan,
8
penanggulangan bencana alam dan gerakan nasional. Di tahun 2010, program BSR dititikberatkan pada dukungan terhadap pengembangan kemandirian ekonomi dan usaha mikro kecil menengah dan diterjemahkan dalam lebih dari 750 kegiatan BSR di Kantor Pusat BI di Jakarta maupun di 41 kantor Bank Indonesia seluruh Indonesia. Sebagai bagian dari komunitas sosial, Bank Indonesia menyadari kedudukannya untuk senantiasa menunjukkan kepekaan dan kepedulian kepada lingkungannya. Di tahun 2011, kepekaan dan kepedulian tersebut diwujudkan dalam bentuk program-program sosial yang diprioritaskan untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dalam pengendalian inflasi serta pengembangan UMKM dan sektor riil. Selain itu Bank Indonesia juga memiliki kepedulian pada aspekaspek yang mendukung peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Program sosial tersebut dilaksanakan secara menyeluruh di wilayah Indonesia melalui kantorkantor Bank Indonesia di daerah. Pada tahun tersebut, Bank Indonesia telah melaksanakan 946 program sosial. Berangkat dari upaya untuk mendukung stabilisasi harga, program sosial dilaksanakan untuk mendukung pengembangan komoditas yang menjadi sumber pendorong inflasi daerah. Program sosial juga dilakukan untuk pengembangan sektor riil dan UMKM, yaitu dalam bentuk pengembangan klaster komoditas nasional dan regional. Selain itu, program sosial juga difokuskan pada pengembangan ekonomi daerah, termasuk pengembangan komoditi dan produk
9
unggulan daerah yang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan daerah, serta selanjutnya program Desa Kita. Beberapa program lainnya yang
diimplementasikan dalam rangka
pengembangan komoditi dan mendapat dukungan program social Bank Indonesia antara lain pengembangan klaster sapi di Kendari dan Palembang, klaster bawang dan pokcoy di Cirebon, klaster rumput laut di Makassar dan klaster perikanan di Sibolga. Selain wujud penerapan prinsip Good Corporate Governance, program CSR BI bertujuan untuk mendukung pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs), salah satu diantaranya pengurangan angka kemiskinan menjadi setengah pada tahun 2015 dari sekitar 1,3 miliar sekarang ini melalui CSR dengan konsentrasi UMKM, peningkatan taraf pendidikan masyarakat melalui CSR dengan konsentrasi edukasi dan pelestarian kuantitas dan kualitas lingkungan melalui CSR dengan konsentrasi lingkungan. CSR BI merupakan tanggung jawab Bank Indonesia
untuk
menyesuaikan
diri
terhadap
kebutuhan
dan
harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial, pendidikan dan lingkungan disamping ekonomi. Sebagai wujud dukungan terhadap peningkatan kualitas pendidikan bagi masyarakat, Bank Indonesia melakukan sinergi program Bedah Sekolah. Program tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan TNI Kodam Jaya yang memiliki program TNI Manunggal Masuk Desa. Program Bedah Sekolah yang dilaksanakan
10
di 27 lokasi sekolah atau Pedidikan Anak Usia Dini di wilayah Jabodetabek merupakan terobosan untuk menggabungkan kegiatan sosial yang ada di masingmasing lembaga. Peran Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan juga diwujudkan melalui program pemberian beasiswa kepada 2.960 mahasiswa di 63 Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia. Dalam mendukung pelaksanaan program tersebut, pada 3 Agustus 2011 Bank Indonesia menandatangani Perjanjian Kerjasama Program Beasiswa Bank Indonesia dengan Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Beasiswa diberikan tanpa ikatan dinas kepada mahasiswa strata 1 yang kurang mampu secara ekonomi, namun memiliki prestasi akademik yang baik. Jumlah beasiswa yang disalurkan pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 9.216.000.000.4 Dapat dikatakan pemberian beasiswa ini termasuk dalam skema voluntary, karena bidang kerja BI sebagai Bank Sentral tidak menuntut secara langsung untuk menjalankan program ini. Dari program CSR yang telah dilakukan oleh BI, peneliti akan mengerucutkan menjadi satu program yang akan di evaluasi yakni program Pemberian Beasiswa kepada mahasiswa S1 di PTN seluruh Indonesia, salah satunya Universitas Gadjah Mada. Umumnya, program Corporate Social Responsibility (CSR) di sejumlah perusahaan di Indonesia saat ini menyasar bidang pendidikan, 4 Sumber : Laporan Tahunan Kinerja Bank Indonesia 2011, diakses di www.bi.go.id
11
dengan program pemberian beasiswa. Sector beasiswa menjadi objek yang menarik karena selain bentuk CSR yang mudah yakni dengan menyisihkan profit perusahaan untuk program beasiswa, pemberian beasiswa ini juga tidak hanya melibatkan antara pihak penyedia dan penerima saja, namun juga pihak perantara dalam hal ini adalah kampus. Pihak kampus menjadi jembatan yang menghubungkan penyedia dan penerima sehingga harus memiliki regulasi sendiri terkait tata kelola beasiswa. Namun ternyata, tata kelola beasiswa Bank Indonesia di UGM dirasakan berbeda dengan beasiswa lainnya. Seperti dalam hal sosialisasi, rekruitmen, proses penerimaan, persyaratan yang tidak spesifik sampai pada keberlanjutannya. Padahal bila ditindaklanjuti, program pemberian beasiswa di perguruan tinggi bisa dijadikan sebagai wadah pembentukan kapasitas. Hal ini yang kemudian melandasi peneliti, yang juga sebagai salah satu penerima beasiswa Bank Indonesia, untuk mendalami lebih lanjut. Hingga penelitian ini mengarah pada konteks evaluasi program yang menggunakan alat analisis Logical Framework Approach / LFA yang terdiri dari beberapa tahapa untuk mengukur berhasil atau tidaknya program yang telah dilaksanakan, juga untuk menilai capaian tertentu sebuah program atau kegiatan pembangunan.5 Sehingga penelitian ini mencoba melihat apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Menurut Dale, Evaluasi juga memberikan perhatian yang lebih kepada capaian output, outcome, dan impact dari sebuah program, dan seberapa jauh capaian tersebut berkontribusi dalam 5
Prayogo, Dody. 2011. Socially Responsible Corporation : Peta Masalah, Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan Komunitas Pada Industri Tambang dan Migas. Universitas Indonesia : Jakarta hlm. 5
12
menjelaskan seberapa jauh perubahan yang terjadi.6 Pendekatan logika yang dimaksud dalam LFA ini adalah membangun hierarki kerangka logis yang berorientasi pada tujuan program tersebut. LFA adalah jenis khusus model logika atau pendekatan logika untuk membantu mengklarifikasi tujuan proyek/program, mengidentifikasi hubungan kausatif antara input, process, output, outcome dan impact.7
I.4 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hasil evaluasi keberhasilan Program Beasiswa sebagai salah satu aktivitas Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) pada periode 2011-2012?” I.5 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi Program CSR berupa Beasiswa yang ada di Universitas Gadjah Mada, penulis mengambil studi kasus beasiswa yang diberikan oleh Bank Indonesia. Evaluasi beasiswa ini berdasarkan pada Logical Framework Approach (LFA), sehingga dapat digeneralisasi oleh beasiswa lainnya untuk kemudian dijadikan panduan dalam mengelola beasiswa.
6
Darmawan, Danang Arif dalam Jurusan PSdK FISIPOL UGM. 2012. Corporate Social Responsibility: Komitmen untuk pemberdayaan masyarakat. Azzagrafika: Yogyakarta hlm. 157 7 Dadang Solohin, Logframe Analysis dan Pengembangan Instrumen Monitoring dan Evaluasi Tahun 2012. Diakses dari http://edukasi.kompasiana.com/2013/06/13/logical‐framework‐approach‐lfa‐sebagai‐alat‐ analisis‐evaluasi‐568649.html 10 Oktober 02.22 WIB
13
I.6 Manfaat penelitian Penelitian ini dapat menjabarkan kebijakan beasiswa Bank Indonesia di UGM dari proses penerimaan, pengelolaan, dan keberlanjutan beasiswa. Bank Indonesia adalah objek yang dijadikan bahan kajian, sedangkan penerima beasiswa (mahasiswa) sebagai unit analisis. Sehingga nantinya dapat dijadikan gambaran bagaimana sebaiknya pengelolaan beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa S1 UGM. I.7 Tinjauan Pustaka 1.
Sejarah dan Perkembangan Corporate Social Responsibility
Sejak awal perkembangannya hingga saat ini, konsep dan definisi CSR senantiasa berubah baik dari sisi pebisnis maupun akademisi. Secara filosofi, konsep CSR dapat dikategorikan dalam tiga paradigm; Pristine Capitalist, Enlightened Self Interest, dan Social Contract8. Paradigma pertama diwakili oleh Milton Friedman sebagai tokoh ekonomi liberal dan kapitalis. Paradigma kedua merupakan pertengahan, menurut pandangan ini stabilitas dan kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya dapat diraih jika perusahaan juga memasukkan unsur tanggungjawab social kepada masyarakat setidaknya pada tingkat yang paling minimal. Paradigm ketiga, Social Contract, berpendapat bahwa sebuah perusahaan dapat bersaing dalam perekonomian karena adanya konrak social dengan
8 Hartanti, Dwi. Makna Corporate Social Responsibility: Sejarah dan Perkembangannya. Dalam eBar, FE-UI. edisi III Desember 2006. Hal
14
masyarakat, maka dari itu perusahaan bersifat terikat dengan keinginan masyarakat tersebut. Definisi paling tua mengenai CSR dikemukakan oleh Howard Bowen (1953) dalam bukunya “Social Responsibility of Businessman”. CSR menurut Bowen adalah kewajiban dari seorang pebisnis untuk mengusahakan dan melaksanakan tindakan-tindakan dalam kerangka tujuan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Lester Thurow juga berpendapat dalam The Future of Capitalism (1966). Menurutnya, kapitalisme tak hanya berkutat pada ekonomi, tapi juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan untuk membagun apa yang disebut masyarakat yang berkelanjutan (sustainable society). Mengutip Thurow “Pada saatnya nanti kapitalisme menemukan dirinya tanpa lawan, karena musuhnya sosialisme dan komunisme telah mangkat. Saat itu, kapitalisme harus berubah rupa (agar hidup berkelanjutan)” (Pambudi, Teguh S., 2005). Dapat diartikan supaya kapitalisme berkelanjutan maka ia juga harus berperan untuk segala lapisan masyarakat. Ide ini berkembang menjadi tanggung jawab social perusahaan (corporate social responsibility). Kemudian John Elkington (1994) melalui buku “Cannibals with Forks - the Triple Bottom Line of 21st Century Business” menciptakan konsep Triple Bottom Line dalam perkebangan dunia bisnis. Konsep tersebut menjadikan perusahaan memperhatikan tiga hal dalam tujuannya, yaitu Profit, Planet, dan People (3P). Elkington menambahkan aspek sosial dan lingkungan sebagai ‘bottom line’ atau
15
tujuan peerusahaan, selain aspekk ekonomi yang y sejak awal dinyattakan sebag gai tujuan perusahaaan. Inspirassi ini muncuul dari tiga pilar pembaangunan berrkelanjutan. Bagan 1. Konssep Triple Bottom B Line
Profit
P Planet
P People
Debborah D. Annderson meengungkapkkan, “The Triple Tr Bottom m Line is becoming b an imperrative. Enviironmental and social responsibility should beat at thee heart of every buusiness leadder”.9 Perussahaan tidaak lagi meliihat sisi ekkonomi atau u terpaku pada mootif mencarii keuntungaan saja, nam mun mempeerhatikan haal lain diluar tujuan tersebut,, yaitu lingkkungan dann masyarakaat. Para penngusaha telaah menyadaari bahwa perusahaaan selama beroperasi telah t menim mbulkan bannyak dampaak pada ling gkungan, baik linggkungan alaam maupun lingkungann sosial. N Namun um mumnya deefinisi yanng dianggaap paling utuh adalaah yang dikemukkakan oleh Carrol (19979). Menuurut Carroll, idealnya sebuah peerusahaan 9 Elkiington, John. 1997. Cannnibals with Forks: F the Triple Bottom Line L of 21st Century Bussiness. Londdon, UK: Cappstone Publisshing Limiteed
16
memiliki empat macam tanggung jawab social, yaitu : ekonomi, hukum, etika dan diskresioner. Bagan 2. Pyramid of Corporate Social Responsibility and Performance
Sumber: Carroll, 2004:116 Definisi CSR oleh Caroll ini selanjutnya dijadikan titik awal untuk mengembangkan dan melakukan analisa empiris atas aktivitas dan kinerja tanggung jawab social perusahaan. Definisi CSR juga dapat diambil dari kalangan bisnis dan organisasi professional, misalnya World Bussiness Council for Sustainable Development (WBSCD), European Comission (EU Comission), dan Business Social Responsibility (BSR).
17
2. CSR di Indonesia dan Potensinya dalam Peningkatan Kesejahteraan Pada awalnya CSR merupakan upaya perusahaan untuk turut berperan serta didalam pembangunan bersama stakeholder lain, misalnya pemerintah, LSM, atau kelompok masyarakat. Kemudian disadari bahwa program CSR yang berkelanjutan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Seperti kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan dibawah ini, mengutip Kotler dan Lee (2005) terdapat enam alternatif program CSR yang dapat dipilih perusahaan dengan mempertimbangkan tujuan perusahaan, tipe program, keuntungan potensial yang akan diperoleh, serta tahap-tahap kegiatan. Kotler dan Lee dalam Rahmatullah (2011) menyebutkan enam kategori program, diantaranya : 1. Cause Promotions Perusahaan yang menggunakan Cause Promotions dalam program CSR nya ini bertujuan untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat dengan menampilkan data statistic dan fakta seperti mempublikasikan angka gizi buruk di Indonesia, dan untuk menarik minat masyarakat untuk mengetahui masalah social yang diangkat lebih dalam lewat web, brosur, atau media pemasaran lainnya. Aktivitas program CSR Cause Promotions pada akhirnya mampu mengajak konsumen untuk mendonasikan waktu, uang, ataupun sumber daya lainnya. Seperti program CSR Danone dengan program komunitas jangka panjang, 1 liter Aqua untuk 10 liter air bersih atau yang lebih
18
dikenal dengan program “Satu untuk Sepuluh” yang sudah dijalankan Aqua Lestari dari tahun 2006. Melalui program tersebut, Danone Aqua secara proaktif dan berkelanjutan memberikan solusi terhadap kesulitan akses air bersih di Indonesia , yang dimulai di Nusa Tenggara Timur. 2. Cause Related Marketing (CRM) Perusahaan yang mengimplementasikan CSR dengan jenis program Cause Related Marketing (CRM), berkomitmen untuk menyumbangkan beberapa persen dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Seperti yang dilaksanakan Indosat dalam program SMS Donasi Indosat. Pelanggan dapat memberikan donasi yang dikehendaki dengan mengetik SG dan mengirimkan SMS tersebut ke nomor 5000, kemudian secara otomatis pulsa akan terpotong sebesar Rp 5.000. dana yang dikumpulkan digunakan untuk membangun sarana pendidikan dan sarana ibadah di daerah Situ Gintung pasca jebolnya tanggul air di daerah tersebut dua tahun silam. 3. Corporate Societal Marketing (CSM) Perusahaan yang menganut Corporate Societal Marketing (CSM) dalam program CSRnya, melaksanakan kampanye untuk merubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kesehatan dan keselamatan public, juga menjaga kelestarian lingkungan
19
hidup. Kampanye CSM ini juga lebih banyak terfokus kepada isu-isu terkait. Yakni isu kesehatan, perlindungan terhadap kecelakaan/kerugian, lingkungan serta keterlibatan masyarakat (Kotler dalam Rahmatullah: 2009) Keuntungan yang diperoleh perusahan melalui program CSM tersebut adalah brand positioning di mata konsumen sehingga mendorong peningkatan penjualan, juga mendorong antusiasme partner perusahaan untuk mendukung program terkait, serta yang terpenting adalah memberikan dampak nyata pada perubahan social. Contoh CSM adalah adalah program In Safe Hands dengan kampanye Nasional Cuci Tangan Pakai Sabun yang diusung PT. Unilever lewat produk sabun Lifebuoy. Kampanye ini juga didukung oleh lembaga internasional seperti USAID dan UNICEF. Program In Safe Hands dilaksanakan di berbagai Negara, sebagai perwujudan nyata bahwa cuci tangan pakai sabun adalah tindakan dasar paling murah dan efektif untuk pencegahan angka kematian akibat penyakit diare dengan merubah perilaku masyarakat. 4. Corporate Philanthropy Program CSR dapat dibagi ke dalam dua skema, yaitu voluntary dan mandatory (Widiharto, 2011). Skema voluntary merupakan skema yang berada pada area kesukarelaan dan kesadaran perusahaan maupun
20
institusi
terhadap
tanggungjawab
social
dan
lingkungan.
Skema mandatory, digunakan untuk mengatur dengan paksaan supaya perusahaan mau bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi kewajibannya.
Sehingga
skema voluntary memilki
nilai
dapat (moral)
dikatakan lebih
daripada
bahwa skema
mandatory, karena memilki kesadaran tanpa paksaan dari pihak manapun. Kesukarelaan dan kesadaran perusahaan maupun institusi terhadap tanggungjawab social dan lingkungan ini disebut sebagai filantropi. Perusahaan dengan program Corporate Philanthropy memberikan kontribusi langsung secara cuma-cuma (charity) dalam bentuk pemberian tunai, sumbangan dan sejenisnya. Kotler (2005:144) mengungkapkan
bahwa
corporate
philanthropy
sebagai
bentuk
kontribusi secara langsung yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk sebuah yayasan atau keadaan tertentu. Biasanya diberikan dalam bentuk uang tunai, donasi, dan sejenisnya. Corporate Philanthropy pada umumnya berkaitan dengan masalah social yang menjadi prioritas perhatian perusahaan, diantaranya dalam bentuk sebagai berikut : -
Providing cash donations
-
Offering grants
21
-
Awarding scholarships
-
Donating products
-
Donating services
-
Providing technical expertise and offering use equipments
Awarding scholarship akan dibahas lebih lanjut karena menjadi focus dalam penelitian ini. 5. Community Volunteering Melalui program community volunteering, perusahaan mendukung serta mendorong para karyawan,maupun para pedagang eceran untuk menyisihkan waktu mereka secara sukarela untuk membantu organisasiorganisasi masyarakat lokal terutama masyarakat yang menjadi sasaran program. Salah satu contoh Community Volunteering yaitu program Astra Employee Volunteer, sebuah kegiatan CSR dengan melibatkan karyawan Astra. Tepatnya pada tanggal 20 Oktober 2010, 68 karyawan PT. Astra International Tbk Head Office, melakukan bedah sekolah dan mengajar selama 1 hari kepada siswa dan siswi SD SMP Remaja, Kelurahan Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan melalui kegiatan Community Volunteering ini adalah terciptanya hubungan yang tulus antara perusahaan dengan komunitas, memberikan kontribusi terhadap
22
pencapaian tujuan perusahaan serta meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan. 6. Socially Responsible Business Practice (Community Development) Socially Responsible Business Practice (SRBP) menurut Kotler (2005:208) adalah “Praktik bisnis dimana perusahaan melakukan investasi yang mendukung pemecahan suatu masalah social untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas dan melindungi lingkungan. Perusahaan telah melakukan praktek bisnis melampaui standar etika yang telah ditetapkan berdasarkan regulasi. Komunitas yang dimaksud diatas diantaranya adalah karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi nirlaba dan sector public yang menjadi mitra perusahaan, serta masyarakat secara umum. SRBP mencakup hal-hal berikut : 1. Design facilities 2. Developing process improvements 3. Discontinuing product offerings 4. Choosing manufacturing and packaging materials 5. Developing programs to support employee well being, Keenam jenis pelaksanaan CSR oleh perusahaan tersebut mampu menunjukkan manfaat yang nyata bagi masyarakat luas.
23
3. Evaluasi Pendekatan Kerangka Logis Secara umum, pendekatan yang dipakai untuk melaksanakan penelitian evaluasi ini adalah pendekatan evaluatif empiris. Empiris, yaitu melihat apa dan bagaimana konsep dan framework pelaksanaan beasiswa Bank Indonesia di Universitas Gadjah Mada. Pendekatan empiris merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk memperoleh data lapangan dan memetakan pelaksanaan beasiswa selama ini. Hasil pemetaan ini juga akan menjadi dasar untuk memilah dan menganalisa kegiatan beasiswa tersebut. Evaluatif, yaitu menilai keefektifan tata kelola beasiswa berdasarkan pendekatan kerangka logis/ Logical Framework Approach. Pendekatan Kerangka Logis (Logical Framework Approach / LFA) adalah salah satu alat analisis penilaian, tindak lanjut dan evaluasi suatu proyek dengan menggunakan pendekatan logika. Menurut Milica (2011) dalam buku berjudul “Guide To The Logical Framework Aprroach” menjelaskan bahwa LFA dirancang untuk mengatasi tiga pokok masalah dasar dalam pelaksanaan suatu proyek, yaitu:
a. Perencanaan proyek yang terlalu samar, b. Tanggung jawab manajemen proyek yang tidak jelas c. Ketidaksepakatan para stakeholders terkait dalam proses pengevaluasian suatu proyek, biasanya ketidakpastian ini merupakan proses yang saling berlawanan karena terdapat ketidaksepakatan antara stakeholders terkait
24
untuk memastikan seperti apa tujuan dari proyek ini benar-benar dapat dikatakan telah tercapai. Mengutip Jurnal Handbook for Objectives-oriented Planning Logical FrameWork Approach “Evaluations are independent assessment of the impact, relevance, and the sustainability of the project, undertaken by external collaborators”10 diartikan bahwa evaluasi adalah penilaian yang tidak digabungkan dengan perencanaan dan atau pelaksanaan. Evaluasi merupakan cerminan dari bagaimana sebuah program berjalan, dan dilakukan oleh pihak luar untuk menjaga objektivitas data. Pendekatan logika yang dimaksud dalam LFA ini adalah membangun hierarki kerangka logis yang berorientasi pada tujuan proyek tersebut. LFA adalah jenis khusus model logika atau pendekatan logika untuk membantu mengklarifikasi tujuan proyek/program, mengidentifikasi hubungan kausatif antara input, process, output, outcome dan impact. Berdasarkan tujuan tersebut, pada dasarnya menurut Dadang (2012), menjelaskan bahwa model teori dari LFA dalam proses pengevaluasian suatu proyek/program dapat dijelaskan pada bagan berikut:
10
Logical FrameWork Approach Handbook for Objectives-oriented Planning. 1999. Norad. Hal. 90
25
Bagan 3. Logic Model Theory
Berdasarkan bagan diatas, dapat dijelaskan bahwa logic model secara teori prinsip penggunaan instrument LFA dalam evaluasi suatu proyek/program pada kenyataanya dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Proses evaluasi proyek/program tidak bersifat linear, melainkan dinamis yang jarang mengikuti urutan yang runtut. b. Fokus pada nilai kebermanfaatan/dampak dari proyek/program dengan tidak mengesampingkan kemungkinan adanya manfaat lain yang timbul tanpa disengaja dan tanpa diharapkan, baik nilai kebermanfaatan itu bersifat positif, negated maupun bersifat netral. c.
Model
logic menghadapi
tantangan
cirri
kasual,
yaitu
apabila
digambarkan secara langsung, tidak dapat terlihat hubungan sebab akibat
26
atau hubungan tujuan-dampak dari proyek/program secara langsung. Namun bukan berarti program tersebut dikatakan tidak berhasil, karena kemungkinan besar program sebagai salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi dampak. d. Adanya faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh dan perlu dipertimbangkan Prinsip LFA tersebut pada dasarnya, suatu pembangunan terletak pada bagaimana partisipasi para stakeholders dan pentingnya tujuan yang jelas dari suatu proyek/program. Dalam pratiknya, LFA bukan bersifat tidak runtut ataupun tidak terstruktur namun dikarenakan secara prinsip LFA fokus pada mengevaluasi secara kerangka logis antara dampak/nilai kebermanfaatan apakah telah sesuai dengan tujuan dari proyek/program tersebut atau tidak, maka metode penyusunannya berawal dari impact hingga input. 3.a Metode Teknik Analisa LFA Dalam proses pengevaluasian suatu proyek/program dengan menggunakan alat analisis Logical Framework Approach / LFA terdiri dari beberapa tahapan yang menjadi fokus dari penerapan Logical Framework Matrix, antara lain : 1.
Memahami hubungan antara Goals, Purpose, Outputs dan Activities
yang disusun dalam matrix atau biasa disebut logframe matrix.
27
Tabel. 1 Logical Framework Matrix
Sumber: Keerti, The Logical Framework Approach. a. Goals Dalam kerangka logis (logframe) adalah tingkatan dengan tujuan tertinggi, merupakan hasil akhir tetapi diluar control program. b. Purpose atau sasaran program Merupakan Rincian/Bagian dari Goal, namun objectives atau sasaran ini selalunya diluar kontrol program. Goal dan Purpose diluar kontrol program karena kegiatan-kegiatan tidak langsung mempengaruhinya tetapi dapat dicapai dengan gabungan beberapa dari program yang satu dengan program yang lainnya. c. Outputs adalah hasil spesifik apa yang harus diperoleh sesudah program berakhir d. Activities adalah kegiatan-kegiatan atau proses apa yang harus disusun untuk memperolehoutput selama proyek/program berlangsung 3.b Review Teknik Analisa LFA
28
Pada dasarnya, penggunaan alat analisa dalam proses evaluasi suatu kebijakan/proyek/program selalu memiliki sisi keuntungan dan keterbatasan penggunaan alat analisis. Adapun keuntungan apabila menggunakan Logical Framework
Approach /
LFA
dalam
teknik
pengevaluasian
suatu
kebijkan/proyek/program, antara lain: -
Melibatkan pemangku kepentingan sehingga dapat dipastikan bahwa pengambil keputusan mengajukan pertanyaan penting dan menganalisis asumsi dan resiko sesuai keahliannya dan mewakili masing-masing kepentingan yang ada.
-
Melibatkan pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan monitoring.
-
Ketika digunakan secara dinamis, LFA merupakan alat manajemen efektif untuk memandu implementasi, monitoring dan evaluasi
Sementara
untuk
keterbatasan
penggunaan
LFA
dalam
teknik
pengevaluasian suatu kebijkan/proyek/program, antara lain: -
Fokus pada pencapaian dampak / nilai kebermanfaatan proyek yang dimasukkan dalam prinsip membuat logframe, membuat logframe menjadi alat analisis yang memiliki batasan dalam evaluasi.
-
Asumsi tujuan proyek bersama kadang menjadi problematic dalam kebijakan/proyek/programmpublik dan antar organisasi.
29
-
Apabila stakeholders yang terkait tidak berpartisipasi secara aktif, maka hasil evaluasi yang didapat memungkinkan tidak dapat digeneralisasikan karena belum mengacu pada semua sudutpandang.
Secara umum penggunaan LFA masih terbatas bertujuan untuk penyusunan suatu proyek saja, padahal LFA dapat dimanfaatkan dalam proses evaluasi proyek. Pemahaman yang lebih terhadap LFA dibutuhkan dalam upaya pemanfaatan LFA secara maksimal. Pendekatan SMART yang dimiliki LFA merupakan pendukung kegiatan monitoring dan evaluasi serta untuk menemukan indikator keberhasilan dari suatu program. Disamping itu perlu adanya partisipasi para stakeholders terkait secara aktif karena partisipasi stakeholders dan peran tujuan yang jelas dalam proyek/program adalah keunggulan dari alat analisis LFA ini.
I.8 Kerangka Pikir Peneliti menggunakan Pendekatan Kerangka Logis / Logical Framework Approach (LFA) untuk mengevaluasi Program Beasiswa Bank Indonesia di UGM periode 2011-2012. Sebelum dibentuknya LFA, Grunig mengemukakan bahwa terdapat empat indicator yang digunakan dalam mengevaluasi kualitas hubungan komunal yang dilakukan perusahaan11, yaitu : -
Control Mutuality, mengindikasikan kepuasan setiap kelompok terhadap (jumlah) control dalam sebuah hubungan.
11 Grunig. J. E., 2002, Qualitative Methods for Assessing Relationship Between Organizations and Public, Departmen of Communication Univerity of Mryland, hal. 2
30
-
Trust, level yang menandakan adanya kepercayaan antar kelompok yang terlibat dalam suatu hubungan, dan oleh karena itu bersedia “membuka diri’ dengan kelompok lain. Trust (kepercayaan) terdiri dari tiga dimensi, yaitu : integrity (sikap percaya bahwa organisasi telah bertindak adil); dependability (sikap percaya bahwa organisasi akan melakukan apa yang mereka katakan), dan competence (sikap percaya bahwa organisasi mampu melakukan apa yang mereka katakan)
-
Commitment, setiap kelompok tidak ragu untuk member kontribusi demi tercapainya hubungan yang harmonis.
-
Satisfaction, setiap kelompok merasa diuntungkan karena hubungan yang dijalin mampu mengakomodir ekspektasi mereka. Kondisi ini tercapai apabila setiap kelompok menyadari bahwa keberadaan masing- masing kelompok dalam usaha memelihara hubungan tersebut. LFA Pertama kali diperkenalkan oleh Leon J. Rosenberg dan digunakan sejak tahun 1969 oleh USAID.12 Logical Framework Approach (LFA) atau disingkat logframe kemudian digunakan oleh organisasi-organisasi lainnya seperti CIDA, DFID, UNDP dan organisasi LSM di seluruh dunia. LFA digunakan secara luas karena mengharuskan berpikir terorganisir, dapat
menghubungkan
kegiatan-investasi-hasil,
dapat
digunakan
untuk
menetapkan indikator kinerja dan pengalokasikan tanggung jawab, dapat digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan tepat dan jelas, dapat juga 12 Government of The Republic of Serbia, 2011. Guide to Logical Framework Approach. Belgrade.
31
digunakan untuk menyesuaikan dengan keadaan yang tiba-tiba berubah dan dapat memperhitungkan resiko. Logical Framework adalah alat untuk perencanaan, monitoring
dan
evaluasi
dari
project/program.
Logframe
membutuhkan
pengetahuan dan informasi yang cukup untuk mampu digunakan sebagai alat perencanaan program/project. Bagan 3. Kerangka Logical Framework
Pertama, evaluasi harus dilakukan antara perusahaan dengan stakeholders, mengingat latar belakang aktivitas Program Beasiswa merupakan salah satu bentuk CSR Bank Indonesia dan melibatkan dua pihak lain dalam pelaksanaannya yakni Dirmawa UGM dan Mahasiswa sebagai penerima beasiswa. Analisis situasi yang mencakup stakeholder, analisis permasalahan, dan analisis hasil akan berujung pada sebuah kesimpulan, yakni matriks LFA. Matrix akan menjelaskan keterkaitan logis mulai dari input, aktifitas, output, dan tujuan dari program. Matrix juga menerangkan setiap hubungan logis tersebut dengan indikator, alat verifikasi indikator dan asumsi yang digunakan.
32
Ada 2 analisis logis yang digunakan; yaitu analisis logis vertikal dan analisis logis horizontal. Analisis vertikal dilakukan untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana project akan dilakukan dalam mencapai target secara bertingkat. Analisis horizontal dilakukan untuk menjelaskan prasyarat apa yang dibutuhkan supaya setiap kegiatan dapat dilakukan. Berikut adalah alur kerangka penelitian evaluasi beasiswa BI di UGM. Bagan 4. Kerangka Alur Penelitian BANK INDONESIA
UGM
MAHASISWA
Capaian ; ‐ Bantuan Dana Pendidikan ‐ Pengembangan Forum Mhsswa BI ‐ Kemudahan Rekruitmen Pegawai BI selanjutnya
Sistem Pengelolaan ; ‐ Rekruitmen ‐ Pengumuman ‐ Pencairan Dana Tujuan : -Mahasiswa Kurang Mampu - Pembentukan Capacity Building - Forum Pengembangan Soft Skill - Jaringan Komunikasi BI
Keterangan: Cakupan Penelitian Hubungan
33
EVALUASI