BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Menata kota yang baru lebih mudah dari pada membentuk kota yang sudah jadi karena sering terjadi kota yang dibangun tanpa mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan juga masih campur aduk antara permukiman, perkantoran, perdagangan dan sebagainya. Penggunaan tanah perkotaan secara efisien sangat dibutuhkan dikarenakan menurut Bintarto (1983) bahwa perkembangan dan pertumbuhan kota pada umumnya digerakkan oleh
pengaruh
dari
dalam
(internal)
yaitu
berupa
rencana-rencana
pengembangan dari para perencana kota dan desakan dari warga masyarakat kota serta pengaruh dari luar (eksternal) yaitu berupa berbagai daya tarik bagi daerah belakang kota. Penggunaan tanah perkotaan harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat daripada haknya sehingga bermanfaat baik bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat dan daerah. Namun demikian tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan dikalahkan oleh kepentingan umum. Dua kepentingan tersebut semestinya dilakukan secara berimbang demi terwujudnya kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pengaturan tersebut terwujud dalam Undang-undang no. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang secara tersurat mempunyai tujuan untuk : 1
1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya. 3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. (Rachmani, 1999) Permasalahan yang sering muncul dalam hal tanah di perkotaan merupakan persoalan yang pelik yaitu antara permintaan dan ketersediaan tanah tidak seimbang karena permintaan tanah semakin meningkat sejalan dengan perkembangan kota sedangkan tanah sangat terbatas sehingga pengaturan peruntukan tanah sering terlambat dibandingkan kecepatan pengadaan tanah. The World Bank (tt) menyebutkan apabila pertumbuhan penduduk kota berlanjut pada level antara 300 sampai dengan 1,25 juta, maka dibutuhkan tanah kota baru dalam jumlah yang besar untuk dapat mengakomodasikannya. Hal ini dikarenakan bahwa pada berbagai standar setiap proyek pembangunan masing-masing membutuhkan pengembangan tanah dengan biaya rendah akan tetapi diragukan pemenuhannya karena tidak adanya tanah yang cukup yang dapat dikembangkan secara legal untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk kota tersebut. Tanah saat ini semakin lebih langka dalam pengadaannya sehingga perlu adanya upaya untuk menemukan cara untuk mengekonomiskan tanah secara memungkinkan. Terlebih-lebih jika hal tersebut dilakukan dengan tanpa mengurangi kualitas lingkungan kota. Makin efisien penggunaan tanah akan 2
dapat mengurangi tidak hanya biaya langsung dari tanah dalam proyek-proyek tetapi juga biaya untuk menyediakan dan memelihara infrastruktur kota. Dalam jangka panjang juga akan meningkatkan ketersediaan area pengembangan sehingga akan mengurangi tekanan kenaikan harga tanah kota. Pada dasarnya permasalahan dan upaya pemecahan masalah yang potensial dapat ditemukenali melalui analisa terhadap akibat dari praktek-praktek penggunaan lahan yang ada saat ini pada kegiatan-kegiatan individu masyarakat kota. Sejak tahun 1983, dengan ditetapkannya 4 kecamatan yaitu kecamatan Purwokerto Utara, Timur, Selatan dan Barat menjadi kota administratif Purwokerto, pembangunan kota mulai dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas. Hasil yang ingin dicapai yaitu secara substansial dapat mentransformasikan wajah Purwokerto menjadi lebih menarik dan menjadikan pilihan yang tidak dapat diubah untuk hidup di kota Purwokerto. Alasan pembangunan tersebut menurut Huat dan Edwards (1988) antara lain : 1.
The urgency for housing the growing population has been overcome.
2.
The need for office and commercial building has been fulfilled.
3.
The physical infrastructural framework necessary for the smooth functioning of the entire city has been largely completed.
Selain alasan tersebut di atas, dilihat dari pola pergerakan kendaraan regional, kota Purwokerto berada pada lintasan antara Kota Tegal dan Cilacap yang merupakan Pusat Wilayah Pembangunan III dan IV Jawa Tengah. Hal ini memunculkan peluang kota Purwokerto sebagai kota pertukaran barang dan 3
jasa yang pada akhirnya mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan kota itu sendiri. Hal ini didukung oleh tumbuh dan berkembangnya sarana dan prasarana perdagangan, jasa transportasi, perhotelan dan permukimanpermukiman baru yang diindikasikan tidak hanya diminati oleh penduduk dalam kota tetapi juga penduduk dari luar kota Purwokerto. Dari sisi ekonomi, perkembangan berbagai kegiatan ekonomi tersebut di atas sudah barang tentu akan memerlukan ruang sehingga pemanfaatan ruang di perkotaan seyogyanya diarahkan pada prinsip efisiensi dan efektivitas. Kondisi tersebut di atas, membawa dampak terhadap pertumbuhan penduduk kota Purwokerto yang apabila dibandingkan dengan Kabupaten Banyumas mempunyai angka yang hampir sama yaitu untuk pertumbuhan penduduk kota Purwokerto dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 0,82 % sedangkan untuk tingkat Kabupaten sebesar 0,9 %. Pertumbuhan penduduk semacam inilah yang menurut Lester dalam Ancok (1996) menunjukkan adanya keprihatinan terhadap menurunnya kemampuan sumber daya alam dalam menopang kehidupan manusia terutama di kota-kota serta kurang tepatnya kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Hal tersebut berakibat terhadap kebutuhan akan ruang menjadi bertambah padahal menurut World Bank bahwa land is becoming increasingly scarce, sehingga lebih lanjut dikatakan perlu adanya economizing on land where possible, karena pada dasarnya efisiensi penggunaan lahan tidak hanya aspek pembiayaan terhadap penyediaan lahan 4
tetapi juga terhadap pembiayaan penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur kota. Adanya peningkatan kesadaran terhadap permasalahan di atas, upaya untuk lebih mementingkan efisiensi dalam penggunaan lahan kota menjadi lebih menarik untuk diteliti. 1.2. Rumusan Masalah Seperti
halnya
kota-kota
lain
di
Indonesia,
kecenderungan
perkembangan fisik kota Purwokerto terjadi secara alamiah melalui transformasi dari bentuk asalnya. Kecenderungan tersebut bermula pada perkembangan kota yang mengikuti jalur utama dengan pusat kegiatan kantor kabupaten (alun-alun) yang kemudian secara linier berkembang searah jalur menuju luar kota. Perkembangan yang terjadi pada jalur ini lebih pesat dibanding dengan perkembangan yang ada di sekitar alun-alun sehingga apabila dibiarkan dapat menyebabkan pemanfaatan lahan yang kurang efisien yang pada akhirnya akan menimbulkan beban tinggi dalam pembangunannya dikarenakan perkembangan kota mengarah ke bentuk bintang. Berbagai permasalahan yang ada seperti tata letak, komposisi, ketinggian, warna bangunan, pemanfaatan ruang yang tidak compatible, lansekap perkotaan yang kurang teratur dan lain-lain menjadi perhatian bagi pemerintah daerah untuk mengarahkan perkembangan ke arah perkembangan yang radial konsentris dengan tetap mempertahankan perkembangan linier yang ada.
5
Dengan melihat kenyataan di lapangan, pengaturan perkembangan kota ke arah radial konsentris menimbulkan pertanyaan besar yang menarik untuk di teliti karena dikaitkan dengan efisiensi pemanfaatan lahan dan besarnya beban pemerintah dalam pembangunan. Pertanyaan tersebut yaitu : “ Sejauhmana tingkat efisiensi penggunaan ruang pusat kota di Purwokerto ditinjau dari beban biaya pembangunan yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah ? “ Pertanyaan tersebut selanjutnya disebut sebagai pertanyaan penelitian. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian 1.3.1. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian berkaitan dengan efisiensi pemanfaatan ruang pusat kota di kota Purwokerto ini berkaitan dengan apa yang ingin diketahui, dijelaskan dan dipahami, dideskripsikan melalui pengukuran tingkat pemanfaatan lahan yang berhubungan dengan pembiayaan dan pendapatan (cost and pricing). Pembiayaan yang dimaksud yaitu segala biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah baik biaya penyediaan maupun pemeliharaan infrastruktur di daerah penelitian yang tercermin dalam Anggaran Belanja Daerah. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pendapatan yaitu semua pendapatan yang didapat dari akibat langsung praktek-praktek kegiatan pemanfaatan lahan oleh kegiatan individu. Akibat langsung tersebut terutama berkaitan dengan land rent yang terwujud dalam Pajak 6
Bumi dan Bangunan. Sedangkan akibat ikutan terhadap praktek kegiatan individu seperti pajak penghasilan, retribusi dan pajak pertambahan nilai tidak termasuk dalam kegiatan analisis. Hal tersebut dengan alasan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan yang merupakan land rent berkenaan langsung dengan pemanfaatan tanah, sedangkan pajak dan retribusi lainnya merupakan akibat ikutan dari kegiatan land rent. Di samping alasan tersebut di atas, dalam hal penetapan pajak di luar Pajak Bumi dan Bangunan didasarkan pada dua asas yaitu asas domisili dan asas personal sehingga pungutan pajak tersebut masih dilakukan oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah hanya memperoleh bagi hasil. Dalam menganalisa efisiensi pemanfaatan ruang kota penulis menyadari sepenuhnya akan berbagai keterbatasan pengetahuan berkaitan dengan pendefinisian bidang tanah yang menjadi obyek analisa. Keterbatasan tersebut berkaitan dengan : 1. Tidak berbatasannya setiap area tanah yang diteliti dengan program pembangunan 2. Batas administrasi 3. Perbedaan antara tanah yang belum digunakan dan yang dipergunakan 4. Batasan tanah publik
7
Dengan tetap memperhatikan keterbatasan di atas, penulis menggunakan kawasan pusat kota sebagaimana tertuang dalam buku Evaluasi dan Revisi RUTRK dan RDTRK tahun 2001 sebagai wilayah penelitian. Kawasan ini meliputi wilayah Batas Wilayah Kota (BWK) I, V dan VI dengan sebagian besar terdapat di wilayah BWK I yang dibatasi oleh jalan Jenderal Soedirman, Dr. Angka, Prof. Dr. Soeharso dan jalan Kali Putih. (Gambar 1.1)
8
9
Adapun wilayah penelitian ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : 1. Wilayah penelitian merupakan daerah baru (sejak tahun 1998) memiliki pertumbuhan yang pesat dan merupakan salah satu pusat kota yang berdekatan dengan magnet perkembangan kota. 2. Terjadi perubahan pemanfaatan lahan dari perkantoran dan pemukiman ke perdagangan dan jasa yang cukup pesat di bandingkan dengan daerah lain (dalam 6 tahun terakhir sebesar ± 50%). 3. Kecenderungan perkembangan kawasan memunculkan bangunan yang beraneka ragam dan belum dapat menampilkan citra kawasan yang jelas. Wilayah penelitian tersebut terletak di kecamatan Purwokerto Timur kelurahan Purwokerto Lor tepatnya pada Blok 28. Blok ini termasuk dalam wilayah BWK I yang oleh pemerintah daerah tetap dipertahankan sebagai kawasan pusat kota. 1.3.2. Batasan Penelitian Batasan-batasan dalam penelitian ini selanjutnya merupakan definisi operasional bagi penulis untuk membahas pertanyaan penelitian yang diajukan. Batasan tersebut meliputi : a) Kebijakan Pemerintah Daerah terkait dengan wilayah penelitian
10
Kebijakan dimaksud adalah berkaitan dengan program-program pembangunan pemerintah daerah terhadap arah perkembangan pusat kota khususnya di wilayah penelitian. b) Standarisasi infrastruktur Standarisasi ini dimaksudkan standar yang digunakan oleh pemerintah daerah terhadap infrastruktur yang ada di wilayah penelitian berkaitan dengan pengadan ruang bagi masyarakat seperti taman, parkir dan fasilitas pelayanan lainnya. c) Pembiayaan dan pendapatan daerah Pembiayaan yang dimaksud meliputi besarnya beban pemerintah daerah untuk menunjang pembangunan di wilayah penelitian khususnya beban yang ditanggung oleh pemerintah kabupaten Banyumas. Sedangkan pendapatan daerah meliputi pendapatan yang diperoleh dari akibat langsung kegiatan induvidu/firm terhadap pemanfaatan lahan (lant rent) yang tercermin dari perolehan pajak bumi dan bangunan di wilayah penelitian. Di samping itu juga diketengahkan tentang data pasar tentang tanah dan bangunan sebagai pelengkap dalam analisa. 1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan ruang kota Purwokerto dilihat dari biaya yang dikeluarkan dan hasil atau pendapatan yang diterima (pricing and cost). 11
Adapun manfaat yang diperoleh antara lain : 1.
Untuk meninjau akibat peraturan penggunaan lahan dengan biaya pembangunan
dan
untuk
merencanakan
beberapa
kemampuan
menghasilkan bermacam-macam peraturan dengan tidak mengurangi kualitas dari lingkungan kota. 2.
Untuk mempelajari peluang-peluang untuk meningkatkan efisiensi pada tingkatan perancangan proyek.
1.5. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan ruang, perubahan penggunaan lahan, efektifitas dan pengendalian ruang serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan ruang antara lain : 1.
Endang Saraswati (1989), membuat penelitian mengenai perubahan bentuk lahan di Kecamatan Prambanan dan faktor yang mempengaruhinya menitikberatkan pada perubahan guna lahan saja yaitu dengan melihat dan melengkapi pola spatial perubahan penggunaan lahan yang terjadi di lokasi penelitian.
2.
Anik Arofah (1990), melakukan penelitian mengenai perubahan bentuk penggunaan lahan di Kecamatan Cepres dan Banjarsari Kotamadya Surakarta. Pada penelitian ini dikaji mengenai perubahan bentuk penggunaan lahan dengan menggunakan peta yang sebelumnya telah dievaluasi pada daerah penelitian. Dari hasil uji korelasinya diketahui ada hubungan antara pertambahan penduduk dengan peruahan bentuk 12
penggunaan lahan yaitu bahwa semakin banyak pertambahan jumlah penduduk maka semakin besar perubahan penggunaan lahannya. 3.
Nicolas Senabua (2000), melakukan penelitian tentang efektivitas pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Ponorogo. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa belum efektifnya pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan selama ini dikarenakan kualitas rencana kurang baik serta rendahnya kemampuan sumber daya manusia yang menjadi pengelola dan pelaksana rencana. Adapun penelitian berkaitan dengan efisiensi pemanfaatan ruang
terutama ruang pusat kota ditinjau dari beban biaya pembangunan yang ditanggung oleh pemerintah daerah belum pernah dilakukan namun baru dalam bentuk paper yang disusun oleh World Bank dengan judul Efficiency in Land Use and Infrastructure Design An Aplication of the Bertaud Model, yang lebih menitik beratkan pada penerapan model Bertaud dalam mengukur efisiensi penggunaan lahan dan penyusunan infrastruktur khususnya pada wilayah pemukiman. 1.6. Sistematika Penulisan Penelitian tentang efisiensi pemanfaatan ruang kota studi kasus kawasan pusat kota di kota Purwokerto terbagi menjadi beberapa bab yang secara rinci sebagai berikut : BAB I
merupakan bagian pendahuluan yang berisi tentang uraian latar belakang penelitian yaitu efisiensi pemanfaatan ruang kota di Kota 13
Purwokerto; tujuan dan lingkup penelitian; pertanyaan-pertanyaan penelitian yang hendak dijawab; manfaat penelitian serta keaslian penelitian. BAB II
berisi tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan kota, guna lahan, nilai tanah, pembiayaan kota dan pendapatan kota.
BAB III
merupakan uraian tentang metodologi penelitian yang meliputi pendekatan dan metode yang dipakai, data-data yang dipergunakan serta tahap-tahap penelitian.
BAB IV
berisi tentang aspek regional, kebijakan dasar pengembangan kota serta kondisi umum kota Purwokerto.
BAB V
menguraikan intepretasi terhadap analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan serta memberikan masukanmasukan berdasarkan hasil analisis data terhadap efisiensi pemanfaatan ruang kawasan kota tersebut dan analisis kondisi kekinian.
BAB V
Merupakan kesimpulan dari analisis efisiensi pemanfaatan ruang serta menyajikan rekomendasi berkaitan dengan upaya efisiensi pemanfaatan ruang kota.
14