BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di zaman yang semakin maju ini kebutuhan akan materil semakin meningkat, untuk memenuhi
kebutuhan
hidup
orang
harus
bekerja
agar
bisa
memenuhi
kebutuhannya. Dari keinginan pemenuhan kebutuhan inilah yang membuat para orang tua harus bekerja keras. Bergesernya perilaku tersebut disebabkan adanya anggapan bahwa memenuhi kebutuhan materil anak penting dalam mempertahankan diri di tengah kerasnya roda perekonomian. Dengan anggapan ini orang tua cenderung mengesampingkan pentingnya sebuah kualitas interaksi antara anak dan orang tua atau dalam bentuk kongkret adalah sebuah komunikasi. Kesibukan yang telah menyita waktu para orang tua telah mengakibatkan anak-anak tidak dapat bertukar pikiran dengan leluasa atau sharing dengan orang tua dalam hal ikatan keluarga. Kurangnya sharing tersebut menyebabkan anakanak mencari atau sering berkonsultasi dengan pihak luar. Padahal seharusnya dalam lingkup keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan
antarpribadi,
dimana
masing-masing
anggota
dalam
keluarga
dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak maupun antara anak dengan anak. Masalah
hubungan
orang
tua
dan
anak
pada
prinsipnya
sering
mengakibatkan komunikasi antarpribadi terganggu karena jarang berkomunikasi
dengan anaknya. Dalam situasi seperti ini anak akan merasa jauh dari orang tua padahal tinggal dalam suatu rumah. Kemudian anak merasa dikucilkan karena sulit untuk melakukan diskusi secara tatap muka dan merasa kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Komunikasi antara orang tua dan anak tidak begitu saja dicapai dengan mudah karena dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor penghambat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak usia remaja 16-22 tahun adalah orang tua merasa kedudukannya lebih tinggi, orang tua dan anak tidak menggunakan bahasa yang sama sehingga menimbulkan salah paham. Orang tua hanya memberikan informasi tetapi tidak ikut serta memecahkan masalah yang dihadapi remaja. Hubungan antara orang tua dengan remaja hanya terjadi secara singkat dan formal karena terlalu sibuknya orang tua, remaja tidak diberikan kesempatan mengembangkan pandangan-pandangannya secara bebes. (Soekanto 2003:15). Untuk menetapkan sebuah keputusan bukanlah hal yang mudah, karena setiap keputusan yang diambil, akan disusul dengan keputusan-keputusan lain yang berkaitan. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya pertimbangan-pertimbangan yang matang dari pihak-pihak yang terlibat, agar menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak. Apalagi ketika anak-anak berada dalam masa transisi 16-22 tahun atau masih dalam usia remaja yang masih sangat membutuhkan dukungan, saran dan kritik yang membangun bagi setiap pemikiran mereka karena hal ini akan mempengaruhi kehidupan anak-anak baik di masa kini maupun masa yang akan datang.
Dalam suatu keluarga komunikasi antara orang tua dan anak dalam menetapkan keputusan penting sangat berpengaruh pada perkembangan kehidupan anak. Ada beberapa model komunikasi dalam keluarga menurut Gunarsa & Gunarsa, yang pertama cara otokratis yaitu remaja dan kaum muda harus mengikuti pendapat dan keinginan orang tua, kedua cara otoriter yaitu memperbolehkan remaja memberikan pandangan dan pendapatnya akan tetapi tanpa turut dipertimbangkan, yang ketiga cara demokratis yaitu remeja boleh mengemukakan pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan-pandangan mereka dengan orang tua, menentukan dan mengambil keputusan. (Gunarsa & Gunarsa 1991:116-117).
Situasi seperti ini tidak dapat dilihat dari seberapa dekat hubungan antara orang tua dan anak atau seberapa sering mereka menghabiskan waktu bersama, akan tetapi lebih penting untuk melihatnya dari beberapa faktor yaitu suatu kualitas percakapan yang terjadi, intensitas pertemuan, seberapa banyak waktu luang untuk berdiskusi, aktifitas komunikasi yang dilakukan serta topik-topik apa saja yang dibicarakan pada saat menetapkan keputusan penting. Berbicara mengenai keputusan penting maka tidak terlepas dari komunikasi keluarga yang melibatkan anggota keluarga. Berdasarkan penelitian awal yang peneliti lakukan pada 2 orang siswa dan 1 orang siswi SMA Negeri 1 Kupang, komunikasi yang terjadi dalam keluarga mereka sangatlah jarang dilakukan karena kesibukan orang tua yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Wiraswasta dengan jam kerja yaitu pukul 07.30 wita sampai pada pukul 16.00 wita. Dari kepadatan jam kerja inilah membuat orang tua mereka tidak mempunyai waktu untuk berkomunikasi secara efektif bersama keluarga. Akhirnya anak pun tidak mempunyai tempat untuk berkomunikasi membicarakan masalahmasalah yang mereka hadapi, dan merekapun mencari teman atau pihak luar untuk sharing (bertukar pikiran).
Sebagai salah satu contoh bahwa anak telah melakukan sharing dengan pihak luar, dapat dilihat berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Kota Kupang. Sejak bulan Januari sampai
bulan
Desembar
tahun
2006,
terungkap
bahwa
remaja
sering
berkonsultasi di PKBI membicarakan masalah-masalah mereka. Para remaja yang berkonsultasi pada PKBI berasal dari beberapa sekolah yang berada di Kota Kupang, anatara lain SMA Negeri 1 Kupang. Konsultasi yang dilakukan oleh siswa siswi SMA Negeri 1 Kupang biasanya bertema masalah keluarga, dimana mereka mengeluhkan bahwa orang tua selalu menggunakan cara yang bersifat otokratis saat berkomunikasi dengan anak sehingga mereka kurang diberikan kesempatan oleh orang tua untuk menentukan jalan hidupnya sendiri tetapi selalu mengikuti kehendak orang tua. Orang tua selalu mengambil keputusan yang menurut anak tidak sesuai dengan keinginan mereka. Oleh karena itu kadang anak merasa bahwa suatu keputusan hanya diambil oleh orang tua tanpa melihat keinginan dari anak itu sendiri.
Keputusan penting yang selalu diambill oleh orang tua lebih tertuju pada memilih program studi, memilih teman pergaulan dan memilih pacar, padahal menurut anak keputusan-keputusan penting seperti inilah yang harus dibicarakan atau dikompromikan dengan anak terlebih dahulu, agar anak pun bisa mengeluarkan pendapat mereka. Karena belum tentu apa yang diputuskan oleh orang tua baik untuk anak, seperti halnya saat anak ingin memilih program studi yang
berhubungan
dengan
Ilmu
Pengetahuan
Sosial
tetapi
orang
tua
memaksakan anak untuk mengambil program studi yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan Alam. Dari ketidakpuasan inilah yang membuat anak sering kali tidak menghargai hidupnya, mereka sering acuh terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai anak, karena menurut mereka apa yang mereka jalankan bukan keinginan mereka tetapi keinginan dari orang tua. Mereka pun merasa bahwa keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputusan penting tidak berjalan sesuai dengan fungsi sebagai orang tua yaitu memberikan gambaran dan arahan pada anak untuk berpikir dan mengeluarkan pendapat tetapi lebih mengarah pada pemimpin yang otokratis. Kehidupan
yang
kurang
memberikan
gambaran,
arahan
dan
mengemukakan pendapat kepada anak seperti inilah yang mengakibatkan anak merasa dikucilkan, merasa kurang dihargai bahkan sampai pada ketidakpatuhan terhadap perintah dan keputusan orang tua. Lain halnya dengan anak yang mendapat kesempatan untuk mengeluarkan pendapat dan ikut serta dalam pengambilan keputusan penting. Mereka lebih tekun dalam menjalankan
keputusan tersebut, dan lebih menghargai kehidupan mereka. Data ini dapatkan dari wawancara yang peneliti lakukan pada siswi SMA Negeiri 1 Kupang. Dapat dilihat juga dari kehidupan keseharian, anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk bersama-sama dengan orang tua dalam menentukan keputusan penting mereka lebih cenderung bersifat arogan dan kurang menghargai orang lain dalam menjalankan hidupnya dibandingkan dengan anak yang mendapatkan kesempatan oleh orang tua dalam penetuan keputusan penting, mereka lebih serius, lebih sopan dan lebih menghargai orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Kalau dilihat dari ilmu komunikasi bahwa segala sesuatu bisa berjalan dengan baik apabila terdapat suatu intensitas komunikasi dalam keluarga, sehingga semua anggota keluarga merasa puas dengan apa yang sudah diputuskan bersama. Melihat fenomena tersebut, maka penulis merasa terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul “Komunikasi antara oang tua dan anak dalam menetapkan keputuasan penting (Studi kasus pada pada siswa siswi SMA Negeri I Kupang)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana komunikasi antara orang tua dan anak siswa-siswi SMA Negeri 1 Kupang dalam menetapkan keputusan penting?
1.3 Tujuan Penelelitian
Untuk memperoleh pengetahuan tentang komunikasi antara orang tua dan anak siswa-siswi SMA Negeri 1 Kupang dalam menetapkan keputusan penting.
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian ini dibedakan atas aspek teoritis dan aspek praktis. Kegunaan teoritis berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan kegunaan praktis berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dari berbagai pihak yang membutuhkannya. 1.4.1
Kegunaan Teoritis Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat berguna dalam mengembangkan teori ilmu komunikasi umumnya dan pengembangan komunikasi antarpribadi khususnya.
Melengkapi kepustakaan pada FISIP Unwira Kupang . 1.4.2
Kegunaan Praktis
Bagi orang tua, untuk menambah informasi tentang komunikasi anatara orang tua dan anak dalam menetapkan keputusan penting.
Bagi anak, untuk menjadi landasan untuk melakukan komunikasi dengan orang tua untuk menetapkan keputusan penting.
1.5 Karangka Pikiran, Asumsi dan Hipotesis
1.5.1 Karangka Pikiran Kerangka
berpikir
penelitian
merupakan
penalaran
yang
dikembangkan dalam memecahkan masalah penelitian ini. Kerangka pikiran pada dasarnya menggambarkan jalan pikiran dan landasan rasional dari pelaksanaan penelitian tentang keterlibatan orang tua dalam menetapkan keputusan penting bagi anaknya. Dalam proses komunikasi tidak mungkin secara langsung terjadi kesepahaman makna, karena setiap manusia mempunyai penerimaan dan penafsiran yang berbeda-beda. Adanya perbedaan pemikirandalam diri manusia, maka diperlukan sebuah komunikasi antarpribadi yang efektif. Dalam komunikasi antarpribadi yang efektif akan berlangsung dua arah dan tatap muka, memungkinkan para pelaku komunikasi untuk menangkap reaksi balik secara langsung baik verbal maupun non verbal, karena dalam situasi ini komunikasi bersifat dialogis sehingga dapat menimbulkan keterbukaan, rasa saling percaya serta suasana keakraban. Terlebih lagi dalam sebuah lingkungan keluarga, komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting dan perlu didukung adanya komunikasi antarpribadi yang efektif secara face to face.
Komunikasi antara orang tua dan anak dikatakan penting karena didalam hubungan yang intim dilingkungan keluarga diperlukan rasa keterbukaan dan rasa saling percaya untuk dapat saling berhubungan dan dapat saling berinteraksi. Sifat-sifat yang mendukung efektivitas komunikasi antarpribadi ditunjukan melalui keterbukaan, empati dan perilaku suportif yang dibutuhkan dalam sebuah keluarga. Setiap individu memiliki kepentingan dan tujuan masing-masing dalam menetapkan keputusan. Di masa remaja anak cenderung bersikap labil, oleh sebab itu anak-anak masih membutuhkan adanya dukungan dan saran terhadap apa yang menjadi pemikiran mereka dalam setiap keputusan yang menyangkut hidup mereka, baik saat ini maupun di masa depan. Keterlibatan
orang
tua
dalam
menetapkan
keputusan
tidak
sepenuhnya baik bagi anak, apabila keputusan tersebut diambil secara sepihak tanpa didiskusikan terlebih dahulu, hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan terhadap anak sehingga anak merasa dianggap belum dewasa dan kurang dipercaya sebagai seorang pribadi yabg cukup dewasa. Akibat perilaku yang lebih mengfokuskan pada pekerjaan yang sebagian besar telah menyita waktu mereka, tanpa disadari hal ini telah mengakibatkan minimnya komunikasi antarpribadi secara tatap muka. Dari uraian tersebut, maka kerangka pikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1 Bagan Kerangka Pikiran Penelitian
Orang Tua
Anak
Model Komunikasi Topik percakapan Intensitas Pertemuan Frekuensi diskusi Respon komunikasi
Penetapan Keputusan 1.5.2 Asumsi Asumsi penelitian merupakan proposisi anteseden dan dalam penalaran yang tersirat dalam kerangka pemikiran yang dijadikan sebagai pegangan peneliti untuk sampai pada kesimpulan penelitian. Adapun asumsi yang dipegang oleh peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu, komunikasi antara orang tua dan anak dalam menetapkan keputusan penting pada siswa siswi SMA Negeri I Kupang akan berjalan dengan baik apabila orang tua memberikan kesempatan pada anak dalam memberikan pendapat pada suatu pengambilan keputusan.
1.5.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Jadi hipotesis yang dapat peneliti rumuskan pada penelitian ini adalah: Komunikasi antara orang tua dan anak siswa-siswi SMA Negeri 1 Kupang dalam penetapan keputusan penting belum berjalan efektif karena orang tua kurang melibatkan anak dalam pengambilan keputusan penting.