BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Semua sisi kehidupan manusia telah mendapatkan pengaturan menurut hukum Allah, sehingga tepat jika dikatakan bahwa Islam bersifat komprehensif dan universal dalam hal hukum-hukumnya. Pada dasarnya lingkup kehidupan manusia di dunia ini bersandar pada dua macam hubungan, yakni vertikal kepada Allah dan horizontal yaitu berhubungan sesama manusia dan sekitarnya. Di sisi lain manusia juga senantiasa berhubungan dengan lainnya dalam bentuk muamalah, baik di bidang kekayaan maupun di bidang kekeluargaan.1 Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik kebutuhan primer, skunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi hidupnya, oleh karenanya dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank.2 Dalam pergaulan hidup manusia satu dengan lainnya saling mempunyai kepentingan, baik kepentingan bersifat lahir maupun batin, sehingga terjadi tarik
1
Abdul Ghafur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian di Indonesia (Yogyakarta: Citra Media, 2006), 1. 2 http://nosarara_palu_blogger_community_praktek_pembiayaan_sewa_menyewa_dalam_ perbankan_islam.htm. Diakses pada tanggal 17 September 2008.
1
2
menarik antara pihak satu dengan lainnya yang menjadi motif dalam bermuamalah. Persoalan muamalah merupakan persoalan yang senantiasa aktual di tengah-tengah masyarakat. Karena ia berkembang sesuai dengan perkembangan dan peradaban pengetahuan dan kebutuhan manusia itu sendiri. Dengan demikian persoalan muamalah suatu hal yang pokok dan menjadi tujuan penting agama Islam dalam memperbaiki kehidupan manusia. Atas dasar itulah hukum muamalah diturunkan oleh Allah dalam bentuk global dan umum saja dengan mengemukakan prinsip dan norma antara sesama manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 112:
Ĩ$¨Ψ9$# zÏiΒ 9≅ö6ymuρ «!$# zÏiΒ 9≅ö6pt¿2 āωÎ) (#þθà É)èO $tΒ tør& èπ©9Ïe%!$# ãΝÍκön=tã ôMt/ÎàÑ Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”3 Salah satu bentuk muamalah yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia adalah sewa menyewa. Hukum sewa menyewa pada dasarnya berlaku untuk semua manusia. Akan tetapi tidak semua orang bisa melaksanakannya sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan oleh Fiqh, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Zuhruf ayat 32:
3
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Karya Toha Putra, tt), 51 .
3
4 $u‹÷Ρ‘‰9$# Íο4θuŠysø9$# ’Îû öΝåκtJt±ŠÏè¨Β ΝæηuΖ÷t/ $oΨôϑ|¡s% ßøtwΥ 4 y7În/u‘ |MuΗ÷qu‘ tβθßϑÅ¡ø)tƒ óΟèδr& y7În/u‘ àMuΗ÷qu‘uρ 3 $wƒÌ÷‚ß™ $VÒ÷èt/ ΝåκÝÕ÷èt/ x‹Ï‚−Gu‹Ïj9 ;M≈y_u‘yŠ <Ù÷èt/ s−öθsù öΝåκ|Õ÷èt/ $uΖ÷èsùu‘uρ tβθãèyϑøgs† $£ϑÏiΒ ×öyz Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".4 Bentuk pembiayaan ijârah merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut. Secara umum timbulnya ijârah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan transaksi ijârah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).5 Pokok suatu perjanjian sewa menyewa adalah adanya manfaat suatu barang. Melalui perjanjian pihak penyewa dapat menikmati barang yang ia sewa, sedangkan pihak yang menyewakan berhak atas uang sewa.6 Adapun yang dinamakan dengan akad atau perjanjian adalah janji yang setia kepada Allah 4
Ibid., 43. http://74.125.153.132/search?q=cache:O3mshbCHfacJ:www.pa-tanahgrogot.net/pdf/01Ijarah.pdf+kerusakan+barang+ijarah&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id diakses pada tanggal 14 Maret 2009. 6 Ghafur, 51. 5
4
SWT dan juga meliputi perjanjian yang dibuat oleh manusia dengan sesama manusia dalam pergaulan hidupnya sehari-hari.7 Sebagaimana diketahui bahwa maksud diadakannya perjanjian sewa menyewa yaitu adanya barang yang disewakan untuk menikmati manfaat barang yang disewakan dan bagi pemilik barang berkepentingan atas harga sewa.8 Dalam hal perjanjian sewa menyewa, resiko mengenai objek perjanjian sewa menyewa dipikul oleh si pemilik barang (yang menyewakan), sebab si penyewa hanya menguasai untuk mengambil manfaat atau kenikmatan dari barang yang disewakan. Sehingga apabila terjadi kerusakan barang maka resiko ditanggung oleh pemiliknya sendiri, kecuali kerusakan yang terjadi oleh adanya kesalahan dari penyewa. Selama dalam waktu sewa, jika barang yang disewakan musnah seluruhnya karena adanya kejadian yang tidak disengaja maka perjanjian tersebut gugur. Sedangkan jika masih ada salah satu bagian yang tersisa, maka si penyewa dapat memilih berupa pengurangan harga sewa atau membatalkan perjanjian.9 Sedangkan yang terjadi di lapangan pada dasarnya hampir sama dengan perjanjian sewa dalam Islam yang tersebut di atas, apabila ada kerusakan barang yang disebabkan oleh kesengajaan maka si penyewa atau pengelola harus mengganti kerusakan tersebut. Sebaliknya apabila jika ada kerusakan tanpa 7
Khairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 2. Ibid., 49. 9 Ibid. 8
5
disengaja dalam arti kata rusak dengan sendirinya karena dimakan waktu maka kerusakan ditanggung oleh pemiliknya. Dan jika antara kedua belah pihak telah sepakat maka perjanjian itu harus dilaksanakan. Sehingga bila penyewa lari dari tanggung jawab, maka pihak yang menyewakan (pemilik) berhak untuk menuntut. Kegiatan ekonomi merupakan salah satu aspek muamalah dari sistem Islam, sehingga kaidah fiqh yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqh muamalah. Kaidahnya adalah "al-ashlu fi al-muâmalah al-ibâhah hatta yadulla ad-dalîlu 'alâ tahrimiha" (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam al-Qur'an maupun Hadits, maka diperbolehkan dalam Islam. Kaidah muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah yang notabene urusan keduniaan, manusia diberikan kebebasan yang sebesar-besarnya untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal tersebut di atas tidak ada ketentuan yang melarangnya. Efek yang timbul dari kaidah tersebut di atas adalah adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam praktek hukum-hukum muamalah, termasuk hukum ekonomi. Ini termasuk suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena komtemporer yang dalam sejarah Islam belum ada atau dikenal, maka
6
transaksi tersebut "dianggap" diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang oleh agama.10 Di antara sekian banyak sewa menyewa adalah sewa menyewa pakaian, dekorasi, gerabah, rumah, kendaraan dan lain sebagainya. Di sini penulis menspesifikkan atau menitikberatkan pada sewa lokasi dan perlengkapan rental komputer di mana rental komputer Mikrocomp Ponorogo berada. Dalam hal ini mengapa penulis memilih mengadakan riset di rental komputer Mikrocomp Ponorogo yakni dengan alasan rental komputer ini tidak dikelola langsung oleh pemiliknya, namun pengelolaan diserahkan kepada pengelola, sedangkan pemilik hanya mengetahui bersih setoran dari pengelola setiap bulannya dan dalam hal pengelola sebagai penyewa lokasi, peralatan dan nama rental komputer. Berbeda dengan rental komputer pada umumnya yang dikelola langsung oleh pemiliknya, jadi di rental komputer yang lain pemilik sekaligus juga sebagai pengelola. Sedangkan apabila terjadi kerusakan yang seharusnya ditanggung oleh pihak pemilik rental komputer, namun di rental komputer ini apabila terjadi kerusakan ditanggung oleh pengelola. Dalam Islam membolehkan pelaksanaan sewa atau ijârah tersebut selama berjalan dengan ketentuan hukum. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ijârah, yakni:11
10
http://purwantihadi.multiply.com/journal/item/sy/akad_dalam_islam.htm. Diakses pada tanggal 17 September 2008.
7
1. Pihak yang berakad haruslah atas kemauan sendiri tanpa ada paksaan. 2. Dalam akad tidak boleh ada unsur penipuan. 3. Sesuatu yang diakadkan haruslah sesuai dengan realitas. Berdasarkan penelitian pendahuluan pelaksanaan transaksi perjanjian yang dilakukan oleh rental komputer Mikrocomp ini muncul permasalahan yang ada kaitannya dengan akad perjanjian ijârah serta tanggungan kerusakan barang sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer. Dalam perjanjian, secara sepintas perjanjian tersebut menguntungkan pengelola rental komputer, yakni bahwa penyewa tidak dituntut sendiri ganti rugi atau perbaikan apabila ada kerusakan hardware (perangkat keras). Namun kalau ada kerusakan (software) perangkat lunak dibebankan kepada pengelola dan hal ini sudah disepakati antara kedua belah pihak. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hukum sewa di rental komputer Mikrocomp Ponorogo maka diperlukan penelitian yang diharapkan mampu menjawab persoalan yang ada, agar dapat diketahui status hukumnya. Sehingga perlu dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “ANALISIS FIQH TERHADAP PRAKTEK SEWA ANTARA PENGELOLA DAN PEMILIK RENTAL KOMPUTER (Studi Kasus di Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo).
11
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), 35.
8
B. Penegasan Istilah Untuk mempermudah pemahaman dalam skripsi ini, istilah yang perlu ditegaskan adalah: 1. Fiqh, yaitu hukum yang dihasilkan oleh pemikiran atau ijtihad manusia yang dilandaskan atas dalil-dalil agama, yakni al-Qur’an dan al-Sunah. 2. Sewa, yaitu pemakaian sesuatu dengan membayar uang, karena memakai atau meminjam sesuatu, ongkos, biaya pengangkutan (transport), yang boleh dipakai setelah dibayar dengan uang.12 3. Rental komputer a. Rental, yaitu persewaan.13 b. Komputer, yaitu alat elektronik otomatis yang dapat menghitung atau mengolah data secara cermat menurut yang diinstruksikan, dan memberikan hasil pengolahan, serta dapat menjalankan sistem multimedia (film, musik, televisi, faksimile, dan sebagainya), biasanya terdiri atas unit pemasukan,
unit
pengeluaran,
unit
penyimpanan,
serta
unit
pengontrolan.14 Rental komputer, yaitu suatu usaha jasa yang bergerak di bidang jasa pengetikan dan rental (persewaan) komputer.
12
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1057. 13 Ibid., 948. 14 Ibid., 585.
9
4. Pengelola rental komputer, yaitu orang yang mengelola, mengendalikan, menyelenggarakan, menjalankan15 usaha jasa pengetikan dan
rental
(persewaan) komputer. Dalam hal ini disebut sebagai pihak penyewa. 5. Pemilik rental komputer, yaitu orang yang memiliki, mempunyai16 usaha jasa pengetikan dan persewaan komputer. Dalam hal ini disebut sebagai pihak yang menyewakan.
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana analisis fiqh terhadap akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo? 2. Bagaimana analisis fiqh apabila terjadi kerusakan barang sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana analisis fiqh terhadap akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo. 2. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana analisis Fiqh apabila terjadi kerusakan barang sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo.
15 16
Ibid., 534. Ibid., 744.
10
E. Kegunaan Penelitian Kegunaan yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangsih pemikiran penulis dalam rangka menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang praktek sewa (ijârah). Dan kemungkinan bisa dijadikan bahan penelitian pihak yang berkepentingan untuk penelitian lebih lanjut dan dikembangkan. 2. Manfaat Praktis Bagi pengelola jasa pengetikan dan rental komputer, diharapkan bisa memahami bagaimana praktek sewa di rental komputer Mikrocomp Ponorogo.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam hal ini pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang bertujuan untuk memahami makna fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat maupun institusi ke-Islaman, baik memahami secara apa adanya (sebagai sebuah proses sosial) maupun memahami dengan cara membandingkan dengan norma-norma
11
agama yang diyakininya.17 Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah kata tambahan seperti dukumen dan lain-lain.18 Sedangkan jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan, yaitu penelitian yang datanya diambil atau dikumpulkan dari lapangan di mana kasus itu berada, termasuk dokumen-dokumen yang memuat akad perjanjian sewa di rental komputer Mikrocomp Ponorogo. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Ronowijayan Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo, tepatnya di Kompleks Ruko Selatan Perempatan Kampus, Ronowijayan Jalan Letjend. Suprapto Ponorogo paling selatan. 3. Subjek Penelitian Yang menjadi subjek penelitian ini adalah pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp selaku penyewa dan yang menyewakan serta pihak-pihak lain yang dapat memberikan data secara obyektif mengenai praktek sewa di rental komputer Mikrocomp. 4. Sumber Data a. Informan, yaitu penulis mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak yang berkaitan dengan kasus tersebut, yang meliputi: pengelola (penyewa), pemilik usaha (yang menyewakan). 17
Pedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, 2005), 11. 18 Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 112.
12
b. Dokumen, yaitu data-data yang ada kaitannya dengan praktek sewa di rental komputer Mikrocomp. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Teknik wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara lebih mendalam, artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan
secara
mendalam
yang
berhubungan
dengan
fokus
permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa terkumpul semaksimal mungkin. b. Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencacatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.19 Dalam penelitian kualitatif, observasi diklasifikasikan menurut tiga cara, Pertama, Observasi berpatisipasi (participant observation), kedua, observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (observation and covert observation), ketiga, observasi yang tidak berstruktur (unstructured observation).20 Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik observasi berpartisipasi (participant observation), dalam hal ini pengamat bertindak sebagai partisipan.
19 20
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 158. Sugyiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 64.
13
c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi
bisa
berbentuk
tulisan,
gambar
atau
karya-karya
monumental dari seseorang.21 Teknik dokumentasi dapat juga dikatakan sebagai cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang teori, dalil dan hukumhukum yang berhubungan dengan masalah penelitian.22 Studi dokumentasi merupakan dari penggunaan teknik observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. 6. Teknik Pengolahan Data a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian satu dengan lainnya. b. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data yang diperlukan dalam rangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya. c. Penemuan hasil riset, yaitu pelaksanaan analisis lanjutan dengan menggunakan teori dan dalil-dalil tertentu sehingga diperoleh kesimpulan sebagai jawaban pertanyaan penelitian.
21 22
Ibid., 82. Margono, 181.
14
7. Teknik Analisis Data23 a. Berfikir deduktif, yaitu proses berfikir yang berangkat dari suatu teori atau kebenaran dan membuktikan kebenaran teori-teori tersebut pada suatu peristiwa atau kenyataan yang terjadi di lapangan. b. Berfikir induktif, yaitu proses berfikir yang berangkat dari data empirik, fakta-fakta pengamatan menuju kepada teori. c. Reflektif, yaitu kombinasi atau perpaduan antara berfikir deduktif dan induktif. 8. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep keahlian (validitas) dan keandalan (reliability),24 derajat kepercayaan keabsahan data dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.
G. Sistematika Pembahasan Bab I
: Pendahuluan Pada Bab ini memberikan penjelasan secara umum dan gambaran tentang skripsi ini. Penyusunannya terdiri dari latar belakang masalah,
23
Pedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, 2005), 22. 24 Meleong, 171.
15
penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II : Sewa Menyewa (Ijârah) Pada bab ini berisi tentang landasan teori yang meliputi: Pengertian ijârah, landasan hukum ijârah, rukun dan syarat ijârah, shighat akad ijârah, macam-macam ijârah, beberapa ketentuan hukum dalam ijârah, berakhirnya perjanjian ijârah, hak dan kewajiban antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, serta tanggungan kerusakan barang dalam ijârah. Bab III : Praktek Sewa Menyewa Antara Pengelola dan Pemilik Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Bab ini menyajikan hasil penelitian (research) yang berkaitan tentang praktek sewa di rental komputer Mikrocomp Ponorogo, yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian, dan diskripsi data yang terdiri dari data akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo serta data apabila terjadi kerusakan barang sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo. Bab IV : Analisis Fiqh Terhadap Praktek Sewa Antara Pengelola dan Pemilik Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Bab ini membahas analisis fiqh terhadap praktek akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo serta
16
analisis fiqh apabila terjadi kerusakan barang sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo. Bab V : Penutup Pada bab ini merupakan kesimpulan dari rumusan masalah dan saransaran yang terkait dengan materi pembahasan.
17
BAB II SEWA MENYEWA (IJÂRAH)
A. Pengertian Ijârah Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah ijârah atau sewa. Sewa (ijârah) berasal dari kata al-ajru yang berarti al-'iwadhu atau berarti berganti, dalam perngertian syara', al-ijârah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.25 Sedangkan dalam konteks KUH Perdata al-ijârah disebut sebagai sewamenyewa. Sewa-menyewa adalah perjanjian di mana yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan kesepakatan. Dengan demikian unsur esensial dari sewa-menyewa sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata adalah kenikmatan atau manfaat, uang sewa dan jangka waktu.26 Ada beberapa istilah atau definisi tentang sewa, antara lain: a. Menurut Ghufron A. Mas’udi, sewa atau ijârah adalah upah dan sewa. Transaksi ijârah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.27
25
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta: Citra Media, 2006), 45. 26 Ibid. 27 Ghufron A. Mas’udi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 181.
18
b. Helmi Karim mendefinisikan sewa adalah suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Dalam hal ini sama artinya dengan menjual manfaat suatu benda, bukan menjual ‘ain dari benda itu sendiri.28 c. Menurut Sudarsono, sewa adalah “balasan” atau “jasa”, artinya imbalan yang diberikan sebagai upah suatu perbuatan. Menurut syara', sewa adalah perjanjian atau perikatan mengenai pemakaian dan pemungutan hasil dari manusia, benda atau binatang.29 d. Menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional), sewa atau ijârah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang atau jasa itu sendiri.30 Dari beberapa pengertian di atas bahwa yang dimaksud dengan sewamenyewa itu adalah mengambil manfaat suatu benda. Jadi dalam hal bendanya tidak berkurang sama sekali. Dengan perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa yang berpindah adalah hanya manfaat dari barang yang disewakan tersebut. Dalam hal ini dapat berupa kendaraan, rumah, manfaat karya seperti pemusik. Bahkan dapat berupa karya pribadi seperti pekerja.31
28
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 29. Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 422. 30 http://akah06.wordpress.com/2008/06/18/ijarah/. Diakses pada tanggal 24 Maret 2009. 31 Chairuman Pasaribu, Suhrawardi Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1984), 64. 29
19
Dengan demikian akad sewa tidak berlaku bagi pepohonan untuk diambil buahnya, karena pohon bukan sebagai manfaat. Begitu juga halnya menyewakan jenis mata uang (emas dan perak), makanan untuk dimakan, barang yang dapat ditukar atau ditimbang. Karena jenis barang-barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan kecuali dengan menggunakan barang itu sendiri, demikian halnya dengan menyewakan sapi atau domba atau unta untuk diambil susunya, karena susu dan bulu merupakan ‘ain itu sendiri.32
B. Landasan Hukum Ijârah 1. Dasar hukum sewa-menyewa dalam hukum Islam terdapat di dalam ketentuan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233:
Λäø‹s?#u !$¨Β ΝçFôϑ‾=y™ #sŒÎ) ö/ä3ø‹n=tæ yy$uΖã_ Ÿξsù ö/ä.y‰≈s9÷ρr& (#þθãèÅÊ÷tIó¡n@ βr& öΝ›?Šu‘r& ÷βÎ)uρ ×ÅÁt/ tβθè=uΚ÷ès? $oÿÏ3 ©!$# ¨βr& (#þθßϑn=ôã$#uρ ©!$# (#θà)¨?$#uρ 3 Å∃ρá÷èpRùQ$$Î/ Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”33 2. Firman Allah SWT dalam surat al-Talaq ayat 6:
( 7∃ρã÷èoÿÏ3 /ä3uΖ÷t/ (#ρãÏϑs?ù&uρ ( £èδu‘θã_é& £èδθè?$t↔sù ö/ä3s9 z÷è|Êö‘r& ÷βÎ*sù Artinya: “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya.34 32
Sayyid Sabiq, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Bandung: Alma'arif,
1998), 15.
33 34
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemah (Semarang: Karya Toha Putra, tt), 29-30. Ibid. 65.
20
3. Firman Allah dalam surat al-Qashash ayat 27:
( 8kyfÏm zÍ_≈yϑrO ’ÎΤtã_ù's? βr& #’n?tã È÷tG≈yδ ¢tLuΖö/$# “y‰÷nÎ) y7ysÅ3Ρé& ÷βr& ߉ƒÍ‘é& þ’ÎoΤÎ) tΑ$s% u!$x© βÎ) þ’ÎΤ߉ÉftFy™ 4 šø‹n=tã ¨,ä©r& ÷βr& ߉ƒÍ‘é& !$tΒuρ ( x8ωΖÏã ôÏϑsù #\ô±tã |Môϑyϑø?r& ÷βÎ*sù tÅsÎ=≈¢Á9$# š∅ÏΒ ª!$# Artinya: “Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik".35 Sedangkan landasan dari al-Sunnah adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi:
gُ `ُ Wَ U َ e d f ِ cَ ْ^ َأن َ _ْ `َ ]ُ Wَ Z ْ َاWَ Xْ Z ِ [َ\ْ ْا اRT ُU ْ ُا
Artinya: “Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringnya keringat”.36
C. Rukun dan Syarat Ijârah Secara yuridis agar perjanjian sewa-menyewa memiliki kekuatan hukum, maka perjanjian tersebut harus memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Unsur terpenting yang harus diperhatikan yaitu kedua belah pihak cakap bertindak dalam hukum yaitu memiliki kemampuan untuk dapat membedakan yang baik
35 36
Ibid., 28. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Bab Ijarah (Beirut: Dar Al-Fikr, tt), 23.
21
dan buruk (berakal). Imam Syafi'i dan Imam Hanbali menambahkan satu syarat lagi yaitu dewasa (baligh).37 Dalam beberapa definisi yang disampaikan di muka dapat digarisbawahi bahwasanya ijârah sesungguhnya merupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat. Dalam hal ini, manfaat dapat dibedakan menjadi dua: Pertama, ijârah yang mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim disebut persewaan, misalnya menyewa rumah, pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Sedangkan yang kedua, ijârah yang mentransaksikan manfaat sumber daya manusia (SDM) yang lazim disebut perburuhan.38 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya rukun sewa-menyewa terdiri dari adanya para pihak sebagai subjek hukum (penyewa dan yang menyewakan), terdapat barang yang disewakan, dan harus ada ijab qabul dari para pihak tersebut.39 Sedangkan untuk sahnya perjanjian sewa-menyewa (ijârah) harus memiliki atau harus terpenuhi rukun dan syaratnya. 1. Rukun ijârah40 a. Mu’jir dan musta’jir telah tamyiz (kira-kira berumur tujuh tahun), berakal sehat, dan tidak ditaruh di bawah pengampunan. Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan, sedangkan musta’jir adalah
37
Abdul Ghofur, 46-47. Ghufron, 183. 39 Ibid, 47. 40 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)117-118 38
22
orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharuf (mengendalikan harta), dan saling meridhai. b. Masing-masing pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa-menyewa. Dalam perjanjian atau akad sewa-menyewa tidak boleh mengandung unsur paksaan, karena dengan adanya paksaan menyebabkan perjanjian yang dibuat menjadi tidak sah. c. Harus dengan jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan, maksudnya adalah setiap barang yang akan dijadikan objek sewamenyewa harus sudah ada dan statusnya jelas, yaitu benar-benar milik orang yang menyewakan. d. Objek sewa-menyewa dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya atau mempunyai nilai manfaat. e. Kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang diperbolehkan oleh agama. f. Harus ada kejelasan mengenai berapa lama suatu barang itu akan disewakan dan harga sewa atas barang. Akan tetapi Imam Abu Hanifah mengatakan rukun sewa itu hanya satu yaitu ijab (ungkapan menyewa) dan qabul (persetujuan sewa-menyewa) dengan alasan bahwa orang yang berakad, sewa atau imbalan dan manfaat termasuk syarat-syarat sewa bukan rukun dari sewa atau ijârah.
23
Hal ini merupakan ketentuan umum yang ada dan menjadi pedoman hukum apabila perkataan yang dinyatakan adalah sesuai dengan niat dan kehendak dalam hati yang dinamakan shighat yang dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan dan isyarat yang memberikan pengertian dengan jelas tentang adanya ijab qabul. Shighat akan dapat juga berupa perbuatan yang telah menjadi kebiasaan dalam ijab qabul.41 2. Syarat ijârah a. Shighat ijab qabul antara mu’jir dan musta’jir Ijab qabul dalam sewa-menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu Rp. 50.000,- perhari”, maka musta’jir menjawab “Aku terima harga sewa mobil ini perharinya”. Ijab qabul upah-mengupah misalnya seorang berkata "Kuserahkan kebun ini kepadamu untuk ditanami dengan upah per-hari Rp. 20.000,-”, kemudian musta’jir menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang kamu ucapkan”. b. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah. c. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upahmengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut ini:
41
1982), 38.
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mu'amalah (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII,
24
1) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zatnya) hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad. 2) Hendaklah barang yang menjadi obyek transaksi dapat dimanfaatkan kegunaannya. Baik menurut kriteria, realita dan syara'. 3) Hendaklah barang yang menjadi obyek akad sewa-menyewa dan upahmengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa). 4) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’, bukan sesuatu yang diharamkan. Maka tidak sah menyewakan sesuatu untuk hal yang maksiat, misalnya menyewa orang untuk membunuh, menyewakan rumah untuk menjual minuman keras, prostitusi atau tempat perjudian. Begitu juga memberi upah kepada tukang ramal, karena upah yang ia berikan adalah penggantian dari hal yang diharamkan.42 Menurut Ghufran A. Mas’udi disebutkan syarat sewa adalah: Pertama, manfaat dari objek akad harus diketahui secara transparan tentang kualitas barang. Kedua, objek sewa diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat dari fungsinya. Ketiga, objek sewa dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum syara'. Keempat, objek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda, misalnya 42
Sayyid Sâbiq, Fiqh Sunnah, Jilid 13 (Bandung: Al-Ma’arif, 1997), 200- 201.
25
sewa rumah. Kelima, harta benda bersifat isti’mâly, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa mengakibatkan kerusakan zat dan pengurangan sifatnya, seperti rumah, tanah, mobil. Dengan terpenuhinya rukun dan syaratnya, maka perjanjian akad sewa tersebut sah dan mempunyai kekuatan hukum konsekuensi yuridis atas perjanjian yang sah, ialah bahwa perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan i’tikad baik.43
D. Shighat Akad Ijârah Shighat akad ijârah antara lain adalah sebagai berikut:44 1. Shighat akad secara lisan Shighat akad secara lisan adalah cara alami untuk menyatakan keinginan bagi seseorang adalah dengan kata-kata. Oleh karena itu akad dipandang telah terjadi apabila ijab qabul tersebut dinyatakan oleh pihak yang bersangkutan. Bahasa yang digunakan harus bisa dipahami pihak yang bersangkutan. Yang penting jangan sampai mengaburkan apa yang menjadi keinginan pihak-pihak yang bersangkutan agar tidak mudah menimbulkan persengketaan di kemudian hari.
43 44
Ghufron, 184. Basyir, 69-70.
26
2. Shighat akad dengan tulisan Shighat akad dengan tulisan atau kitabah adalah cara alami kedua setelah lisan untuk menyatakan suatu keinginan. Maka, jika dua orang atau pihak yang akan melakukan akad sewa-menyewa barang atau benda tidak di suatu tempat, akad itu dapat dilakukan melalui surat yang dibawa seorang utusan atau melalui pos. Ijab dipandang terjadi setelah pihak kedua menerima dan membaca surat dimaksud. Jika dalam ijab tersebut tidak disertai dengan tenggang waktu, Kabul harus segera dilakukan dalam bentuk tulisan atau surat yang dikrim dengan perantara utusan atau lewat pos. Namun jika disertai dengan pemberian tenggang waktu, qabul supaya dilakukan sesuai dengan lama tenggan waktu. 3. Shighat akad dengan isarat Apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ijab dan qabul dengan perkataan dikarenakan bisu, shighat akad ini dapat dilakukan dengan isarat, namun dengan syarat ia (orang bisu) juga tidak bisa menulis, sebab keinginan seseorang yang dinyatakan dengan tulisan lebih dapat meyakinkan daripada dinyatakan dengan isyarat. Maka, apabila seseorang yang bisu yang dapat menulis mengadakan akad dengan isyarat, maka akadnya dipandang tidak sah. 4. Shighat akad dengan perbuatan Cara lain untuk membentuk akad selain secara lisan, tulisan atau isyarat
adalah
dengan
cara
perbuatan.
Misalnya,
seorang
pembeli
menyerahkan sejumlah uang tertentu, kemudian penjual menyerahkan yang
27
dibelinya. Cara seperti ini disebut dengan jual beli dengan saling menyerahkan harga dan barang (jual beli dengan mu'athah); dalam hal sewamenyewa, kita naik bus, tanpa kata-kata kita menyerahkan sejumlah uang seharga karcis bus tersebut. Maka sewa-menyewa seperti ini disebut dengan sewa-menyewa dengan mu'athah juga. Yang paling penting dalam cara mu'athah ini, untuk menumbuhkan akad itu jangan terjadi semacam penipuan, kecohan dan sebagainya. Segala sesuatunya harus diketahui dengan jelas.
E. Macam-Macam Ijârah Dilihat dari segi obyeknya akad al-ijârah dibagi para oleh ulama fiqh menjadi dua macam yaitu yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan (jasa). Al-ijârah yang bersifat manfaat, misalnya adalah sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, dan pakaian. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat menyatakan boleh dijadikan obyek sewa-menyewa. Al-ijârah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Al-ijârah, menurut para ulama fiqh hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, sopir, buruh pabrik dan tukang sepatu. Al-ijârah seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang
28
banyak seperti tukang sepatu, buruh pabrik dan sopir. Kedua bentuk al-ijârah terhadap pekerjaan ini (buruh, tukang dan pembantu), menurut para ulama fiqh hukumnya boleh (mubah). Apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi, maka seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung jawabnya. Akan tetapi, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa apabila obyek yang dikerjakannya itu rusak di tangannya bukan karena kelalaian dan kesengajaan, maka ia tidak boleh dituntut ganti rugi. Apabila kerusakan itu terjadi atas kesengajaan atau kelalaiannya, maka menurut kesepakatan pakar fiqh ia wajib membayar ganti rugi.45
F. Beberapa Ketentuan Hukum dalam Ijârah 1. Pembayaran Harga Sewa Jika akad ijârah untuk suatu pekerjaan, maka kewajiban membayar upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan. Kemudian, jika akad sudah berlangsung, dan tidak disyaratkan mengenai penerimaan bayaran dan tidak ada ketentuan menangguhkannya.46 Dalam pembayaran harga sewa dapat diadakan syarat-syarat dalam perjanjian, apakah dibayar lebih dulu atau dibayar kemudian, dibayar tunai
45 46
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 236. Sabiq, 208.
29
atau diangsur. Hal ini juga berlaku bagi pembayaran upah dalam perjanjian kerja.47 2. Hak atas upah 'Ajir berhak atas upah yang telah ditentukan, bila ia telah menyerahkan dirinya kepada musta’jir dalam waktu berlakunya perjanjian, meskipun ia tidak mengerjakan apapun, misalnya karena memang pekerjaan tidak ada. Hak atas upah itu masih dikaitkan pada syarat 'ajir menyerahkan diri kepada musta’jir dalam keadaan yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan yang dimaksud. Dengan demikian bila 'ajir datang dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja sesuai perjanjian, maka ia tidak berhak atas upah . Apabila musta’jir tidak memerlukan lagi, tetapi masih dalam waktu berlakunya perjanjian, ia masih berkewajiban membayar upah penuh kepada 'ajir, kecuali 'ajir mendapat halangan yang memungkinkan must'ajir membatalkan perjanjian, misalnya 'ajir dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja sesuai dengan perjanjian.48 Seseorang berhak menerima upah apabila:49 a. Selesai bekerja. b. Mengalirnya ijârah, jika ijârah itu berupa barang.
47
Basyir, 28. Ibid, 33-34. 49 Sabiq, 204 48
30
c. Memungkinkan
mengalirnya
manfaat
jika
masanya
berlangsung,
sekalipun tidak terpenuhi keseluruhannya. d. Mempercepat pelayanan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, serta berlaku syarat mempercepat bayaran. 3. Hak menahan barang untuk minta upah dipenuhi. 'Ajir berhak menahan barang yang dikerjakan dengan maksud agar upah pekerjaannya dipenuhi, bila dalam perjanjian terdapat persyaratan pembayaran upah dengan tunai. Bila selama ditahan, barang mengalami kerusakan, 'ajir tidak dibebani ganti rugi, karena kesalahan yang sebenarnya terletak pada keterlambatan musta’jir memberikan upah . Akan tetapi, jika dalam perjanjian terdapat syarat pembayaran upah ditangguhkan, 'ajir tidak berhak menahan barang setelah selesai dikerjakan. Jika ia menahannya juga, dan barang itu rusak, ia dapat dituntut membayar atas kerusakan barang yang dimaksud.50 Menurut kesepakatan fuqaha, buruh itu tidak menanggung barang yang rusak di tangannya. Atau yang diupahkan kepadanya, selama ia tidak melampaui batas.51 4. Ketentuan waktu berlakunya perjanjian. Bagi 'ajir khas, masa berlaku perjanjian harus diterangkan. Jika tidak, perjanjian dipandang rusak (fasid), sebab faktor waktu menjadi ukuran besarnya jasa yang diinginkan. Akibatnya obyek perjanjian menjadi kabur, 50
Basyir, 34-35. Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, terj. M.A Abdurrahman, Jilid III (Semarang: Asy-Syifa’, 1990), 223. 51
31
bahkan
tidak
diketahui
dengan
pasti,
dan
menimbulkan
sengketa
(perselisihan) di kemudian hari. Berbeda halnya jika perjanjian kerja ditujukan pada 'ajir musytarak. Menentukan waktu berlakunya perjanjian hanya kadang-kadang diperlukan. Seperti untuk menentukan kadar manfaat yang dinikmati, dalam jangka waktu lama, seperti memelihara ternak. Dalam perjanjian ini keterangan waktu diperlukan, karena bila ketentuan waktu tidak disebutkan sama sekali, perjanjian dipandang fasid, karena terdapat unsur ketidakjelasan (ghârar) dalam obyek perjanjian. Ketentuan waktu dalam perjanjian kerja 'ajir musytarak pada umumnya hanya untuk mengira-ngirakan selesainya pekerjaan yang dimaksud, karena berhubungan dengan besar kecilnya upah yang dibayarkan. Dalam hal ini 'ajir berhak penuh atas upah yang telah ditentukan, bila dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan pula.52 5. Harga Sewa dan Upah Harga sewa barang atau upah kerja adalah yang menjadi imbalan dari manfaat yang dinikmati. Harga sewa barang atau upah kerja dapat berupa benda berharga yang menjadi alat tukar menukar (uang) dan dapat pula berupa jasa atau manfaat, meskipun tidak dapat menjadi alat tukar menukar. Dalam hal harga sewa barang atau upah kerja berupa jasa atau manfaat, disyaratkan agar kedua manfaat itu berbeda jenisnya. Misalnya 52
Basyir, 35-36.
32
menyewa rumah tempat tinggal dibayar dengan menggarap tanah milik penyewa, dan tidak dibenarkan bila harga sewa itu dibayar dengan hak mendiami rumah milik penyewa, misalnya yang lebih kecil dalam waktu yang panjang. Syarat berbeda jenis itu diadakan guna menghindari syubhat riba yang akan merusak perjanjian itu sendiri.53 Harga sewa barang atau upah kerja dalam perjanjian ijârah harus diketahui dengan jelas, untuk menghindari terjadinya perselisihan. Apabila harga sewa atau upah kerja tidak dijelaskan sebelumnya, berarti musta’jir akan mengikuti permintaan mu’jir atau 'ajir. Misalnya apabila seorang minta kepada orang lain untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain, tanpa lebih dulu dijelaskan berapa upah yang harus dibayarkan, maka musta’jir dibebani membayar upah yang pantas, tetapi ukuran kepantasan kerja itu sebenarnya sangat relatif yaitu yang telah dipandang pantas oleh 'ajir, hingga sering masih terjadi tawar-menawar setelah pekerjaan dimaksud selesai dikerjakan. Untuk menghindarkan semacam itu, syarat harga sewa atau upah kerja harus diketahui dengan jelas dalam perjanjian ijârah.54 Kemudian apakah harga sewa atau upah kerja harus dibayar lebih dulu di awal atau di belakang, dibayar tunai atau diangsur, dapat disyaratkan dalam perjanjian. Bila persyaratan ditiadakan, maka dikembalikan pada adat istiadat yang berlaku. Bila syarat maupun adat istiadat tidak ada yang dapat dijadikan
53 54
Ibid, 38. Basyir, 38-39.
33
pedoman, dikembalikan pada hukum asal, yaitu suatu imbangan baru yang diberikan setelah manfaat dinikmati. Bila dalam perjanjian sewa-menyewa diadakan batas waktu penggunaan barang sewa, maka pembayaran harga sewa dilakukan pada tiap-tiap ketentuan waktu itu. Misalnya kontrak rumah untuk dua tahun, maka pembayarannya harus diberikan untuk menyewa dua tahun dengan tunai, kecuali bila ada syarat-syarat lain, misalnya diangsur dua kali, tiga kali, empat kali dan sebagainya.55
G. Berakhirnya perjanjian Ijârah Pada dasarnya perjanjian sewa-menyewa merupakan perjanjian di mana masing-masing pihak yang terikat perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian (tidak mempunyai hak fasakh), karena perjanjian ini termasuk perjanjian timbal-balik, sebagaimana kita ketahui, bahwa perjanjian perjanjian timbal-balik yang dibuat secara sah, tidak dapat dibatalkan sepihak, harus dengan kesepakatan. Jika salah satu pihak meninggal dunia, perjanjian sewa-menyewa tidak akan menjadi batal asalkan benda yang menjadi objek sewa-menyewa tetap ada. Kedudukan salah satu pihak yang meninggal diganti oleh ahli warisnya. Demikian pula apabila jual beli, karena jual beli tidak memutuskan sewamenyewa.56
55 56
Ibid. Abdul Ghofur, 50.
34
Adapun hal-hal yang membatalkan perjanjian sewa-menyewa adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut:57 1. Terjadinya aib pada barang sewaan Maksudnya, pada barang yang menjadi objek perjanjian sewamenyewa ada kerusakan ketika barang di tangan penyewa. Kerusakan itu akibat kelalaian penyewa sendiri, misalnya: penggunaan barang tidak sesuai peruntukan. Dalam hal seperti itu penyewa dapat meminta pembatalan. 2. Rusaknya barang yang disewakan Maksudnya, barang yang menjadi objek sewa-menyewa mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan diperjanjikan, misalnya: yang menjadi objek sewa-menyewa adalah rumah, kemudian rumah yang diperjanjikan terbakar atau tergusur. 3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih) Maksudnya, barang yang menjadi sebab terjadinya hubungan sewamenyewa mengalami kerusakan. Dengan rusak atau musnahnya barang yang menyebabkan tejadinya perjanjian maka akad tidak akan terpenuhi lagi. 4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan Dalam hal ini, yang dimaksud adalah tujuan perjanjian sewa-menyewa telah tercapai atau masa perjanjian sewa-menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
57
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 149-150.
35
5. Adanya uzur Penganut madzhab Hanafi menambahkan bahwa uzur juga merupakan salah satu penyebab putus atau berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut datangnya dari salah satu pihak. Adapun yang dimaksud uzur di sini adanya suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Dengan demikian, sewa-menyewa itu mungkin terdapat hal-hal yang dilarang oleh syara', dengan kata lain sewa-menyewa tidak dibenarkan syara' ditinjau dari rukun maupun cara pelaksanaannya. Akad akan batal, sama sekali tidak berpengaruh sama dengan anak lahir dalam keadaan mati, sehingga masing-masing pihak kembali pada keadaan belum terjadi akad, maka sewa-menyewa tersebut batal dipandang tidak pernah terjadi. Menurut hukum meskipun secara materiil pernah terjadi dan tidak mempunyai akibat hukum sama sekali. Jelasnya batalnya perjanjian sewa-menyewa mempunyai sifat mustanad atau mempunyai daya surut. Selain itu perjanjian sewa-menyewa dapat batal apabila barang atau benda yang menjadi objek sewa hilang atau rusak. Perjanjian ijârah berlaku selama masa perjanjian yang telah ditentukan belum habis. Bila masanya telah habis, perjanjian dipandang telah berakhir, tidak berlaku lagi untuk masa berikutnya, dan barang sewa harus dikembalikan kepada pemiliknya. Tanpa perjanjian baru ijârah dipandang berhenti, kecuali bila keadaan memaksa untuk berapa lamanya dilangsungkan. Jika masanya telah
36
habis, perjanjian ijârah dapat di-fasakh. Kemudian bila terdapat cacat barang sewa yang berakibat terhalang menggunakannya sesuai dalam perjanjian, baik itu terjadi sebelum atau sesudah perjanjian diadakan, maka perjanjian menjadi rusak. Dengan catatan, barang tersebut mengalami rusak hingga tidak memungkinkan lagi dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Mu’jir berhak membatalkan perjanjian, bila ternyata pihak musta’jir memperlakukan barang sewa yang tidak semestinya. Misalnya bila seorang menyewa rumah untuk tempat tinggal, tetapi ternyata digunakan untuk tempat menjual pupuk yang mudah menimbulkan kerusakan-kerusakan pada barang sewa.58 Berakhirnya perjanjian sewa-menyewa menimbulkan kewajiban bagi pihak penyewa untuk menyerahkan barang yang disewakan. Adapun ketentuan mengenai penyerahan barang ini sebagai berikut:59 1. Apabila yang menjadi objek perjanjian merupakan barang yang bergerak, maka pihak penyewa harus mengembalikan barang itu kepada pihak yang menyewakan atau pemilik, yaitu dengan cara menyerahkan langsung kepadanya. 2. Apabila objek sewa-menyewa dikualifikasikan sebagai barang tidak bergerak, maka pihak penyewa berkewajiban mengembalikannya kepada pihak yang
58 59
Basyir, 40. Ghofur, 50-51.
37
menyewakan dalam keadaan kosong. Maksudnya tidak ada harta milik penyewa di dalamnya. 3. Jika yang menjadi objek perjanjian sewa-menyewa adalah barang yang berwujud tanah, maka pihak penyewa wajib menyerahkan tanah kepada pihak pemilik dalam keadaan tidak ada tanaman penyewa di atasnya.
H. Hak dan Kewajiban Antara Pihak yang Menyewakan dan Pihak Penyewa Perjanjian atau akad, termasuk akad ijârah menimbulkan hak dan kewajiban para pihak yang membuatnya. Di bawah ini akan dijelaskan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian ijârah. 1. Hak dan Kewajiban Pihak pemilik objek perjanjian sewa-menyewa atau pihak yang menyewakan antara lain:60 a. Ia wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa. b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan. c. Memberikan penyewa kenikmatan atau manfaat atas barang yang disewakan selama waktu berlangsungnya sewa-menyewa. d. Menanggung si penyewa terhadap semua cacat dari barang yang disewakan, yang merintangi pemakaian barang. e. Ia berhak atas uang sewa yang besarnya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. 60
Ibid, 51.
38
f. Menerima kembali barang objek perjanjian di akhir ijârah. 2. Hak dan Kewajiban Pihak penyewa a. Ia wajib memakai barang yang disewa sebagai tuan rumah yang baik, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya, menurut tujuan yang dipersangkakan berhubung dengan keadaan. b. Membayar harga sewa pada waktu yang ditentukan. c. Ia berhak menerima manfaat dari barang yang disewanya. d. Menerima ganti rugi, jika terdapat cacat pda barang yang disewa. e. Tidak mendapatkan gangguan dari pihak lain selama memanfaatkan barang yang disewa.61 Kewajiban untuk memakai barang sewaan berarti kewajiban untuk memakainya seakan-akan barang itu kepunyaannya sendiri. Jika si penyewa memakai barang yang disewa untuk keperluan lain yang menjadi tujuan pemakainya, atau satu keperluan sedemikian rupa hingga dapat menimbulkan kerugian kepada pihak yang menyewakan, maka pihak ini menurut keadaan dapat meminta pembatalan sewanya, misalnya sebuah rumah kediaman yang disewakan untuk tempat tinggal dipakai untuk perusahaan atau bengkel mobil.62
61 62
Ibid., 48. Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), 42.
39
I. Tanggungan Apabila Terjadi Kerusakan Barang Sewa dalam Ijârah Dalam hal sewa-menyewa (ijârah) mengenai objek perjanjian dipikul oleh si pemilik barang (yang menyewakan), sebab si penyewa hanya menguasai untuk mengambil manfaat atau kenikmatan dari barang yang disewakan. Sehingga dalam hal terjadi kerusakan barang maka resiko ditanggung oleh pemilik barang, kecuali kerusakan yang disebabkan oleh adanya kesalahan dari penyewa. Selama waktu sewa, jika barang yang disewakan musnah seluruhnya karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka perjanjian sewa-menyewa tersebut gugur. Sedangkan jika masih ada salah satu bagian yang tersisa, maka si penyewa dapat memilih berupa pengurangan sewa atau membatalkan perjanjian.63 Menurut ahli hukum Islam, hukum syari’ah merupakan perintah Allah yang berhubungan dengan tindakan semua Muslim, seperti kewajiban, larangan, sunnah, makruh, maupun haram, semua itu bertujuan menjaga kesejahteraan umum masyarakat.64 Dalam hal perjanjian sewa-menyewa, resiko mengenai barang yang dijadikan objek perjanjian sewa-menyewa dipikul oleh si pemilik barang (yang menyewakan). Sebab penyewa hanya menguasai untuk mengambil manfaat dari barang yang dipersewakan, atau dengan kata lain pihak penyewa hanya berhak atas manfaat dari barang atau benda, sedangkan hak atas bendanya masih tetap berada pada yang menyewakan. Jadi, apabila terjadi kerusakan terhadap barang
63 64
Ibid, 49. Muhammad, Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonosia, 2003), 70.
40
yang menjadi objek perjanjian sewa-menyewa, maka tanggung jawab pemiliklah sepenuhnya. Penyewa tidak mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya kecuali apabila kerusakan barang itu dilakukan dengan sengaja atau dalam pemakaian barang yang disewanya, kurang pemeliharaan.65 Apabila objek sewa rusak sebelum terjadi penyerahan, maka akad ijârah batal. Apabila kerusakan tersebut terjadi setelah penyerahan maka harus dipertimbangkan faktor penyebab kerusakan tersebut. Kalau kerusakan tersebut tidak disebabkan karena kelalaian atau kecerobohan pihak penyewa dalam memanfaatkan barang sewaan, maka pihak penyewa berhak membatalkan sewa dan menuntut ganti rugi atas tidak terpenuhinya haknya memanfaatkan barang secara optimal. Sebaliknya jika kerusakan tersebut disebabkan kesalahan atau kecerobohan pihak penyewa, maka pihak pemilik tidak berhak membatalkan akad sewa, tapi ia berhak menuntut perbaikan atas kerusakan barangnya. Barang musta’jir ketika di tangan 'ajir adalah suatu amanat yang diberikan oleh musta’jir. Oleh karenanya, bila barang yang dipercayakan kepada 'ajir itu mengalami rusak 'ajir tidak dibebani resiko apapun, kecuali jika kerusakan sebab kesengajaan atau kelalaian 'ajir. Misalnya seorang pembantu memecahkan gelas atau piring pada waktu membersihkannya, maka dia tidak dibebani ganti rugi, kecuali bila ia sengaja atau lalai.66
65 66
Suhrawardi K Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 146-147. Rusyd, 223.
41
Fuqaha yang berpendapat bahwa tidak ada keharusan menanggung bagi tukang-tukang, beralasan bahwa tukang disamakan dengan orang yang menerima titipan, rekan usaha, orang yang diberi kuasa. Sedang Fuqaha yang tidak mengharuskan adanya tanggungan atas tukang-tukang berdalilkan pada Maslahah al-Mursalah dan Shadh al-dharî’ah. Fuqaha yang membedakan antara pekerja dengan upah dan pekerja tanpa upah beralasan bahwa pekerja tanpa upah itu menerima barang yang diserahkan kepadanya hanya untuk kepentingan pemiliknya. Oleh karenanya pemilik barang serupa dengan orang yang menitipkan. Sementara jika pekerja tersebut menerima upah, maka jelas kepentingannya untuk kedua belah pihak. Jadi, kepentingan penerima upah lebih dikuatkan, seperti halnya hutang dan pinjaman.67 Adapun tanggung jawab ada dua, yaitu sebagai berikut:68 1. 'Ajir Khas 'Ajir khas yaitu orang yang bekerja sendiri dan menerima upah sendiri, seperti pembantu rumah tangga jika ada barang yang rusak, dia tidak bertanggung jawab untuk menggantinya. 2. 'Ajir Musytarak 'Ajir Musytarak, seperti pekerja di pabrik, dan para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan tanggung jawab mereka.
67 68
Ibid., 224. Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 134.
42
Sesuatu yang ada di tangan 'ajir, misalnya kain yang berada di tangan seorang penjahit, menurut ulama Hanfiyah dianggap sebagai amanah. Akan tetapi, amanah tersebut akan berubah menjadi tanggung jawab bila dalam keadaan berikut:69 1. Tidak menjaga atau merawatnya 2. Dirusak dengan sengaja Dalam 'ajir musytarak, apabila anak buah atau karyawan 'ajir ikut membantu, pimpinannyalah yang bertanggung jawab atas kerusakan barang tersebut. 3. Menyalahi pesanan penyewa.
69
Ibid., 135.
43
BAB III PRAKTEK SEWA ANTARA PENGELOLA DAN PEMILIK RENTAL KOMPUTER MIKROCOMP PONOROGO
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berasal dari sebuah bangunan berukuran 3 x 8 m yang terletak di jalan Letjend. Suprapto Ruko Selatan Perempatan Kampus (STAIN-UNMUH) Kelurahan Ronowijayan Ponorogo, usaha rental komputer ini dimulai pada akhir tahun 2003. Usaha yang bergerak bidang jasa ini berawal dengan mengoptimalkan 3 (tiga) unit komputer dan 1 (satu) unit printer. Adapun alasan pendirian rental komputer Mikrocomp Ponorogo ini dikarenakan masih minimnya rental komputer di Ponorogo pada waktu itu dan berada di lingkup beberapa perguruan tinggi dan sekolahan, di antaranya STAIN, UNMUH dan SMAN 1 Ponorogo, serta berada di jalur menuju kota, maka sangatlah tepat mendirikan suatu usaha di bidang jasa pengetikan dan rental komputer. Pada bulan Maret 2004, rental komputer Mikrocomp melakukan perluasan ruangan dengan menyewa Ruko sebelah utaranya, penambahan
44
ruangan ini menjadi 8 x 12 m. Dan pada tahun tersebut terjadi penambahan PC menjadi 12 unit PC komputer dengan jumlah karyawan empat orang.70 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di rental komputer yang diberi nama "Mikrocomp", yang beralamatkan di Jl. Letjend. Suprapto RT. 02 RW. 02 Kel. Ronowijayan Kec. Siman Kab. Ponorogo, tepatnya di Ruko Selatan Kampus (STAIN-UNMUH) paling selatan. Lingkungan rental komputer Mikrocomp Ponorogo ini walaupun tempatnya tidak terlalu besar, tetapi tempatnya sangat nyaman untuk dikunjungi, sekalipun berada di jalur bus jurusan Ponorogo – Trenggalek/ Pacitan dan juga berada di antara 7 (tujuh) rental komputer lainnya yang juga berada di Ruko Selatan Perempatan Kampus, dan lokasi rental komputer ini berada di ujung paling selatan sehingga mudah ditemukan. Hal demikian yang menyebabkan rental komputer Mikrocomp ini selalu tampak ramai dikunjungi para pelanggan (client) yang hendak menggunakan jasa pengetikan dan rental komputer ini, selain itu lokasinya mudah dijangkau karena dekat dengan kampus yang berada di Ponorogo. Dan yang membuat suka para pelanggan adalah selain hasilnya memuaskan juga
70
Wawancara dengan Bapak Choirul Rachman (Pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo). Lihat Transkrip Wawancara 01/1- W/F-1/4-IV/2009.
45
on-time dalam penyelesaian pengetikannya, pelanggan yang menggunakan jasa rental komputer juga dapat mengakses internet secara gratis.71 3. Data Pengurus Rental Komputer Mikrocomp Adapun susunan pengurus rental komputer Mikrocomp Ponorogo ini adalah sebagai berikut:72
Pengelola Saroji
Karyawan Saroji
Karyawan Anis
Karyawan Indah
Karyawan Rudi
Di sini pengelola juga sebagai karyawan karena jika hanya sebagai pengelola, maka pengelola hanya mendapatkan penghasilan dari mengelola rental komputer ini tanpa mendapatkan penghasilan dari pengetikan.73 4. Sarana dan Prasarana Rental Komputer Mikrocomp Sarana dan prasarana yang ada di rental komputer Mikrocomp Ponorogo antara lain:74 a. Komputer
IV/2009. IV/2009.
: 8 unit
71
Observasi dilakukan pada tanggal 2 April 2009. Lihat Transkrip Observasi 04/O/F-1/2-
72
Observasi dilakukan pada tanggal 11 April 2009. Lihat Transkrip Observasi 01/O/F-1/11-
73
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 07 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 06/2-W/F-1/7-IV/2009. 74 Observasi dilakukan pada tanggal 11 April 2009. Lihat Transkrip Observasi 02/O/F-1/11IV/2009.
46
b. Printer
: 3 unit
c. Scanner
: 1 unit
d. Kursi
: 15 buah
e. Meja komputer : 10 buah f. Meja kasir
: 1 buah
g. Meja Printer
: 2 buah
h. Etalase
: 1 buah
i. Televisi
: 1 unit
j. Radio
: 1 unit
5. Syarat-syarat menjadi karyawan rental komputer Mikrocomp Ponorogo Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi karyawan rental komputer Mikrocomp Ponorogo adalah sebagai berikut:75 a. Laki-laki / perempuan minimal lulusan SMP/ sederajat b. Mempunyai sertifikat pendidikan komputer. c. Mengusasi program Ms. Word, Ms. Exel, Ms. Power Point. d. Tidak terikat dengan pekerjaan lain. e. Mentaati segala ketentuan yang berlaku di rental komputer Mikrocomp Ponorogo.
75
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 07 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 06/2-W/F-1/7-IV/2009.
47
6. Gambaran Umum Praktek Jasa Pengetikan dan Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Jasa pengetikan dan rental komputer Mikrocomp Ponorogo merupakan sebuah usaha yang bergerak di bidang jasa pengetikan, peran jasa pengetikan dan rental komputer seperti Mikrocomp Ponorogo ini sangat dibutuhkan oleh kebanyakan orang, khususnya para mahasiswa dalam menyusun makalah maupun tugas akhir (skripsi). Pada saat ini yang memegang penuh dalam usaha jasa pengetikan dan rental komputer Mikrocomp Ponorogo adalah pengelola yang bernama Saroji, S.Th.I. Sebagian besar client (pengguna atau pelanggan) jasa pengetikan jasa dan rental komputer ini adalah para mahasiswa STAIN, karena selain jarak yang dekat dengan kampus, pengelola dari jasa pengetikan dan rental komputer Mikrocomp Ponorogo adalah Alumni STAIN. Jadi koneksi yang paling banyak dari kalangan mahasiswa STAIN juga, tetapi juga banyak mahasiswa dari kampus lain, seperti mahasiswa UNMUH, STKIP, AKPER (UNMUH, PEMKAB) dan juga dari kalangan pelajar serta umum. Pada awal dalam menggunakan jasa jasa pengetikan dan rental komputer Mikrocomp Ponorogo ini adalah pengguna datang langsung ke rental komputer kemudian memberikan tugas mana yang harus diketik oleh pihak rental komputer ini, kemudian diberi jangka waktu kapan akan diambil dengan kesepakatan yang dambil antara pengguna jasa dan pihak rental komputer. Pengguna juga bisa langsung menggunakan jasa rental komputer
48
dengan menyewa atau merental komputer yang disediakan pihak rental komputer.76 7. Jenis Layanan Jasa Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Jenis layanan jasa yang ada di rental komputer Mikrocomp Ponorogo antara lain:77 a. Rental komputer. b. Pengetikan Latin, Arab, Inggris. c. Pengetikan makalah. d. Pengetikan paper. e. Pengetikan Skripsi/ Tugas Akhir. f. Scan dan edit foto. g. Cetak foto HP. h. Jilid makalah i. Translit Inggris – Indonesia dan Indonesia – Inggris. 8. Daftar tarif Layanan Jasa Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Adapun daftar tarif layanan jasa rental komputer Mikrocomp Ponorogo adalah sebagai berikut:78 a. Rental komputer
IV/2009 IV/2009.
: Rp. 1.500,-/jam
76
Observasi dilakukan pada tanggal 02 April 2009. Lihat Transkrip Observasi 05/O/F-1/2-
77
Observasi dilakukan pada tanggal 11 April 2009. Lihat Transkrip Observasi 02/O/F-1/11-
78
Wawancara dengan Bapak karyawan rental komputer Mikrocomp Ponorogo pada tanggal 10 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 09/3-W/F-1/10-IV/2009.
49
b. Pengetikan 1) Quarto / A4 1 spasi
: Rp. 1.300,-/lembar
2) Quarto / A4 1,5 spasi : Rp. 1.200,-/lembar 3) Quarto / A4 2 spasi
: Rp. 1.000,-/lembar
4) Folio 1 spasi
: Rp. 1.500,-/lembar
5) Folio 1,5 spasi
: Rp. 1.300,-/lembar
6) Folio 2 spasi
: Rp. 1.100,-/lembar
7) Undangan
: Rp. 2.000,-/lembar
c. Print
: Rp. 500,-/lembar
d. Print kertas sendiri
: Rp. 350,-/lembar
e. Print warna / blok
: menyesuaikan
f. Print + edit
: menyesuaikan
g. Print foto HP
: menyesuaikan
h. Scan gambar / foto
: Rp. 1.000,-
B. Deskripsi Data 1. Data Akad Sewa antara Pengelola dan Pemilik Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Bentuk akad yang terjadi di rental komputer Mikrocomp harus berdasarkan atas dasar pernyataan kemauan dan kesepakatan kedua belah pihak tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Isi akad sewa di rental komputer
50
Mikrocomp ini tidak harus saklek, dalam arti tidak fleksibel, tetapi kedua belah pihak dituntut mampu memenuhi kewajibannya masing-masing. Akad sewa menyewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo ini berakhir apabila akad sewa antara pemilik usaha dan pemilik bangunan berakhir. Jadi apabila akad sewa antara pemilik usaha dan pemilik bangunan berakhir pula akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo ini, akan tetapi apabila akad sewa menyewa antara pemilik usaha dan bangunan diperpanjang, maka akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo ini akan terus berlanjut.79 Pada awalnya sebelum terjadinya akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp ini managerial yang dilakukan pada saat itu menggunakan sistem "remot kontrol" (semua kebijakan dari pemilik usaha (Bos), dan satu karyawan ditugasi sebagai accounting80). Jadi pemilik hanya menerima laporan dari accounting setiap minggunya tanpa harus selalu hadir di rental komputer setiap harinya. Pada sistem "remote kontrol" ini pemilik hanya mengandalkan pembukuan, sedangkan accounting hanya melaporkan pembukuan, kasir bukan tangguang jawab accounting. Sehingga apabila terjadi kesalahan
79
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 03 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 02/1-W/ F-1/3-IV/2009. 80 Accounting adalah seseorang yang ditugasi untuk melakukan pembukuan hasil pekerjaan karyawan di rental komputer Mikrocomp Ponorogo.
51
pembukuan yang disebabkan karena tidak sesuainya antara pembukuan dan uang laci bukan manjadi tanggung jawab accounting. Pada sistem ini juga sering terjadi keterlambatan bahan baku dan keterlambatan perawatan mesin (komputer, printer dan scaner). Pada tahun 2006 sistem pengelolaan diserahkan kepada Saroji (salah satu karyawan rental komputer Mikrocomp Ponorogo) dengan sistem setoran. Adapun ketentuan setoran yaitu Rp. 800.000,- perbulan dengan jumlah lima unit PC komputer, 1 unit printer dan 1 unit scaner. Dalam sistem setoran ini apabila terjadi kerusakan hardware (perangkat keras) menjadi tanggung jawab pemilik usaha, sedangkan apabila terjadi kerusakan software (perangkat lunak) dan maintenance (perawatan) menjadi tanggung jawab pengelola. Setelah berjalan satu tahun pemilik usaha memiliki kebijakan dengan menurunkan urang setoran menjadi Rp. 500.000,- perbulan dengan konsekuensi segala perbaikan dan pengadaan guna menunjang kelancaran jasa pengetikan dan rental komputer menjadi tanggung jawab pengelola sepenuhnya. Dan sistem ini berjalan sampai sekarang. Mekanisme sewa yang diterapkan di rental komputer Mikrocomp ini secara setoran setiap bulannya dengan jumlah setoran yang sama dan dapat berubah jumlah setoran tersebut berdasarkan penambahan atau pengurangan
52
sarana dan prasarana yang ada di rental komputer Mikrocomp ini tentunya dengan kesepakatan kedua belah pihak.81 Mangapa hal ini terjadi? Dan mengapa pengelola dan pemilik rental komputer melakukan akad sewa secara lisan? Jawabannya adalah setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lokasi rental komputer Mikrocomp Ponorogo dengan interview, dapat disimpulkan bahwasanya berangkat dari sejarah terjadinya akad sewa di rental komputer Mikrocomp ini mereka telah melakukan kesepakatan dengan melalui akad secara lisan. Sedangkan dari segi setoran, pengelola harus menyetorkan sejumlah uang hasil pengelolaan setiap bulannya kepada pihak pemilik usaha sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Adapun syarat akad sewa di rental komputer Mikrocomp Ponorogo pada dasarnya tidak terlalu rumit seperti yang kita bayangkan, tetapi semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada tekanan dari kedua belah pihak, di antara syarat akad sewa di rental komputer Mikrocomp Ponorogo adalah sebagai berikut:82 a. Adanya kesepakatan antara pemilik dan calon pengelola.
81
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 04 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 03/1-W/ F-1/4-IV/2009. 82 Wawancara dengan Bapak Choirul Rochman (Pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 07 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 03/1-W/ F-1/4-IV/2009.
53
b. Calon pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo harus bisa mengoperasionalkan komputer dan mampu mengelola manajeman rental komputer. c. Pengelola harus menyetorkan sejumlah uang biaya sewa kepada pemilik rental komputer Mikrocomp sebesar Rp. 800.000,- (Delapan ratus ribu rupiah) setiap bulannya.83 d. Jujur dan transparan. Dalam melakukan perjanjian kerja kita harus berdasarkan atas kemauan yang sepakat, setelah terdapat persetujuan mengenai macam pekerjaan, besar upahnya dan sebagainya, tanpa ada akad atau perjanjian yang jelas, sebuah perjanjian tidak akan berjalan seperti harapan karena satu sama lain tidak ada kesepakatan. Selanjutnya, praktek akad sewa yang berada di rental komputer Mikrocomp Ponorogo adalah sebagaimana yang dijelaskan di atas, bahwasanya sebuah akad atau perjanjian akan berjalan apabila kedua belah pihak mematuhi akad yang telah dibuatnya. Dimana akad sewa menyewa yang terjadi antara pengelola dan pemilik dilakukan secara lisan, tidak dengan tulisan atau secara tertulis. Walaupun akad yang dilakukan secara lisan, tetapi sangat jelas dan tanpa adanya keragu-raguan karena satu sama lain sudah saling percaya,
83
Setoran Rp. 800.000,- perbulan ini berlaku pada awal terjadinya akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo, yang kemudian setelah berjalan setahun terjadi perubahan akad, yang kemudian atas kesepakatan bersama angsuran diturunkan menjadi Rp. 500.000,tentunya dengan konsekuensi yang berbeda pula.
54
dalam hal ini antara pengelola dan pemilik rental komputer telah memahami apakah arti atau makna akad, syarat, rukunnya. Hal inilah yang menjadikan dasar dari pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp ini melakukan akad sewa, sehingga sampai sekarang tidak ada masalah karena satu sama lain sudah mengetahui dan memahami arti atau makna serta hak-hak dan kewajiban perjanjian tersebut. Dari segi pengambilan keuntungan, setelah dikeluarkan biaya setoran kepada pemilik usaha sesuai dengan yang disepakati di muka yang juga setelah dikeluarkan gaji karyawan, biaya operasional (kebutuhan akan kertas, tinta, dan lain-lain) dan listrik. Dimana biaya biaya operasional, perawatan (maintenance), perbaikan dan tanggungan kerusakan barang seluruhnya menjadi tanggung jawab pengelola.84
2. Data Apabila Terjadi Kerusakan Barang Sewa Antara Pengelola dan Pemilik Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Hubungan antara pihak pengelola dan pemilik diharapkan memiliki hubungan yang baik untuk menegakkan sistem syariah dengan benar. Jika terjadi perselisihan dalam melakukan isi perjanjian, kedua belah pihak akan berusaha menyelesaikan secara musyawarah. Tetapi apabila kemungkinan itu tidak dapat dimusyawarahkan, maka pihak yang mengelola haruslah
84
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 07 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 07/2-W/F-1/7-IV/2009.
55
mengantisipasi dengan cermat. Dengan penyelesaian masalah di sini segala sesuatunya harus berdasarkan dengan musyawarah agar tercipta kedamaian antara kedua belah pihak. Mengenai rusaknya barang biasanya terjadi karena adanya suatu kelalaian yang dilakukan oleh pihak pengelola, maka sepenuhnya akan ditanggung oleh pengelola. Semua tanggung jawab tersebut pada tingkatan kerusakan pada barang, adapun tingkat kerusakan barang adalah:85 a. Kerusakan ringan Kerusakan ringan adalah kerusakan yang meliputi: 1) Data hilang. 2) Terkena virus. 3) Program komputer error. 4) Printer macet, namun masih bisa diperbaiki. b. Kerusakan berat Kerusakan berat adalah kerusakan komputer dan perangkat yang lain yang bersifat fisik dengan mengganti komponen baru yang meliputi: 1) Hardisk beth, yakni hardisk error dan tidak dapat diselamatkan lagi datanya. 2) Power suply hangus atau terbakar. 3) CD Room rusak, maka harus mengganti dengan CD Room yang baru.
85
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 10 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 08/2-W/F-1/10-IV/2009.
56
4) Kerusakan printer yang mengakibatkan mengganti dengan komponen yang baru, seperti cartridge yang mengharuskan mengganti dengan yang baru demi lancarnya operasional rental komputer ini. Demikian juga apabila barang hilang atau musnah, maka segala bentuk kecerobohan menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab atas pelakunya dan pada sisi lain mendatangkan ganti rugi. Antara pengelola dan pemilik dalam hal ini harus transparan, yang pastinya mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing serta tanggung jawab kerusakan. Adapun yang terjadi di lapangan adalah segala tanggungan kerusakan barang yang berkaitan sarana dan prasarana rental komputer Mikrocomp yang meliputi perbaikan dan perawatan komputer, printer, scaner menjadi tanggung jawab pengelola sepenuhnya dengan konsekuensi jumlah setoran sebesar Rp 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Tanggungan kerusakan ini tidak termasuk kerusakan bangunan. Ketentuan ini mulai berlaku pada awal tahun 2007 dan berlaku sampai sekarang. Sedangkan pada tahun sebelumnya jumlah setoran sebesar Rp. 800.000,- (Delapan ratus ribu rupiah) dengan konsekuensi tanggungan kerusakan yang berupa software (perangkat lunak) dan perawatan menjadi tanggung jawab pengelola, sedangkan apabila terjadi kerusakan yang berupa hardware (perangkat keras) menjadi tanggung jawab pemilik.86
86
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 04 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 05/2-W/F-1/4-IV/2009.
57
BAB IV ANALISIS FIQH TERHADAP PRAKTEK SEWA ANTARA PENGELOLA DAN PEMILIK RENTAL KOMPUTER MIKROCOMP PONOROGO
A. Analisis Fiqh Terhadap Akad Sewa Antara Pengelola dan Pemilik Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Pada awalnya sebelum terjadinya akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp ini, managerial yang dilakukan pada saat itu menggunakan sistem "remot kontrol" (semua kebijakan dari pemilik usaha (Bos), dan satu karyawan ditugasi sebagai accounting). Jadi pemilik hanya menerima laporan dari accounting setiap minggunya tanpa harus mengelola atau hadir di rental komputer setiap harinya. Pada tahun 2006 sistem pengelolaan diserahkan kepada Saroji (salah satu karyawan rental komputer Mikrocomp Ponorogo) dengan sistem setoran. Adapun ketentuan setoran yaitu Rp. 800.000,- perbulan. Setelah berjalan satu tahun pemilik usaha memiliki kebijakan dengan menurunkan uang setoran menjadi Rp. 500.000,- perbulan dengan konsekuensi segala perbaikan dan pengadaan guna menunjang kelancaran pengetikan dan rental komputer menjadi tanggung jawab pengelola sepenuhnya.87
87
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 02 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 01/2/W/4V/2009.
58
Berangkat dari sejarah terjadinya akad sewa di rental komputer Mikrocomp Ponorogo mereka telah melakukan kesepakatan dengan melalui akad secara lisan. Mekanisme sewa yang diterapkan di rental komputer Mikrocomp Ponorogo secara setoran setiap bulannya dengan jumlah setoran yang sama dan dapat berubah jumlah setoran tersebut berdasarkan penambahan atau pengurangan sarana dan prasarana yang ada di rental komputer Mikrocomp Ponorogo tentunya dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Perkataan janji ('ahdu) mengacu terjadinya dua perjanjian atau lebih yaitu bila seseorang mengadakan janji kemudian ada orang lain yang menyetujui janji tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan janji yang yang pertama, maka terjadilah perikatan dua buah janji ('ahdu) dari dua orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain disebut perikatan ('aqad).88 Dengan terpenuhinya rukun dan syarat-syaratnya, maka perjanjian atau akad sewa tersebut sah dan mempunyai kekuatan hukum. Konsekuensi yuridis atas perjanjian yang sah ialah bahwa perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan i'tikad baik. Jadi dapat disimpulkan bahwasanya akad sewa yang dilakukan atau terjadi di rental komputer Mikrocomp Ponorogo sudah sah menurut fiqh karena tidak ada unsur penipuan, penghianatan, dan sudah sesuai dengan rukun dan syarat akad sewa-menyewa (ijârah). 88
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 45.
59
B. Analisis Apabila Terjadi Kerusakan Barang Sewa Antara Pengelola dan Pemilik Rental Komputer Mikrocomp Ponorogo Hubungan antara pihak pengelola dan pemilik rental komputer diharapkan memiliki hubungan yang baik untuk menegakkan sistem syariah dengan benar. Jika terjadi perselisihan dalam melakukan isi perjanjian, kedua belah pihak akan berusaha menyelesaikan secara musyawarah. Tetapi apabila kemungkinan itu tidak dapat dimusyawarahkan, maka pihak pengelola haruslah mengantisipasi dengan cermat. Dengan penyelesaian masalah di sini segala sesuatunya harus berdasarkan dengan musyawarah agar tercipta kedamaian antara kedua belah pihak. Mengenai rusaknya barang biasanya terjadi karena adanya suatu kelalaian yang dilakukan oleh pihak pengelola, maka sepenuhnya akan ditanggung oleh pengelola. Adapun kerusakan barang yang terjadi di rental komputer Mikrocomp Ponorogo dikategorikan menjadi dua, yaitu kerusakan ringan dan kerusakan berat.89 Segala tanggungan kerusakan barang yang berkaitan dengan sarana dan prasarana di rental komputer ini yang meliputi perbaikan dan perawatan komputer, printer, dan scaner menjadi tanggung jawab pengelola dengan konsekuensi jumlah setoran yang harus dibayar setiap bulannya sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Ketentuan ini mulai berlaku pada awal tahun 2007 sampai sekarang.
89
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 08 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 08/2-W/5V/2009.
60
Sedangkan pada tahun sebelumnya jumlah setoran sebesar Rp. 800.000,(Delapan ratus ribu rupiah) dengan konsekuensi tanggungan kerusakan yang berupa software (perangkat lunak) dan maintenance (perawatan) menjadi tanggung jawab pengelola, sedangkan tanggungan kerusakan yang berupa hardware (perangkat keras) menjadi tanggung jawab pemilik.90 Dari keterangan di atas sudah jelas bahwa setiap tanggung jawab yang terdapat pada pengelola maupun pemilik rental komputer langsung mengenai pada objek akad. Demikian juga apabila barang hilang atau musnah, maka segala bentuk kecerobohan menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab atas pelakunya dan pada sisi lain mendatangkan ganti rugi. Antara pengelola dan pemilik dalam hal ini harus transparan, yang pastinya mengetahui hak dan kewajibannya masingmasing serta tanggung jawab atas kerusakan. Dalam hal sewa-menyewa (ijârah) mengenai objek perjanjian dipikul oleh si pemilik barang (yang menyewakan), sebab si penyewa hanya menguasai untuk mengambil manfaat atau kenikmatan dari barang yang disewakan. Sehingga dalam hal terjadi kerusakan barang maka resiko ditanggung oleh pemilik barang, kecuali kerusakan yang disebabkan oleh adanya kesalahan dari penyewa. Selama waktu sewa, jika barang yang disewakan musnah seluruhnya karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka perjanjian sewa-menyewa tersebut gugur.
90
Wawancara dengan Bapak Saroji (Pengelola rental komputer Mikrocomp Ponorogo) pada tanggal 04 April 2009. Lihat Transkrip Wawancara 05/2-W/F-1/4-IV/2009.
61
Sedangkan jika masih ada salah satu bagian yang tersisa, maka si penyewa dapat memilih berupa pengurangan sewa atau membatalkan perjanjian.91 Menurut ahli fiqh, hukum syari’ah merupakan perintah Allah yang berhubungan dengan tindakan semua Muslim, seperti kewajiban, larangan, sunnah, makruh, maupun haram, semua itu bertujuan menjaga kesejahteraan umum masyarakat.92 Dalam hal perjanjian sewa menyewa, resiko mengenai barang yang dijadikan objek perjanjian sewa menyewa dipikul oleh si pemilik barang (yang menyewakan). Sebab penyewa hanya menguasai untuk mengambil manfaat dari barang yang dipersewakan, atau dengan kata lain pihak penyewa hanya berhak atas manfaat dari barang atau benda, sedangkan hak atas bendanya masih tetap berada pada yang menyewakan. Jadi, apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa, maka tanggung jawab pemiliklah sepenuhnya. Penyewa tidak mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya kecuali apabila kerusakan barang itu dilakukan dengan sengaja atau dalam pemakaian barang yang disewanya, kurang pemeliharaan.93 Apabila objek sewa rusak sebelum terjadi penyerahan, maka akad ijârah batal. Apabila kerusakan tersebut terjadi setelah penyerahan maka harus dipertimbangkan faktor penyebab kerusakan tersebut. Kalau kerusakan tersebut tidak disebabkan karena kelalaian atau kecerobohan pihak penyewa dalam 91
Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), 49. Muhammad, Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonosia, 2003), 70. 93 Suhrawardi K Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 146-147. 92
62
memanfaatkan barang sewaan, maka pihak penyewa berhak membatalkan sewa dan menuntut ganti rugi atas tidak terpenuhinya haknya memanfaatkan barang secara optimal. Sebaliknya jika kerusakan tersebut disebabkan kesalahan atau kecerobohan pihak penyewa, maka pihak pemilik tidak berhak membatalkan akad sewa, tapi ia berhak menuntut perbaikan atas kerusakan barangnya. Demikian juga bila barang tersebut hilang atau musnah, maka segala bentuk kecerobohan meni mbulkan kewajiban atau tanggung jawab atas pelakunya, dan pada sisi lain mendatangkan hak menuntut ganti rugi bagi pihak yang dirugikan. Jadi apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang menjadi objek sewa menyewa, maka tanggung jawab pemiliklah sepenuhnya. Penyewa tidak mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya kecuali apabila kerusakan barang itu dilakukan dengan sengaja atau dalam pemakaian barang yang disewakan, kurang pemeliharaan (sebagaimana lazimnya pemeliharaan barang tersebut). Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasanya apabila terjadi kerusakan barang sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo diselesaikan dengan cara memberikan pengurangan jumlah setoran dari pengelola kepada pemilik rental komputer dan sudah sesuai dengan fiqh karena sudah sesuai dengan kewajiban, hak dan tanggung jawabnya serta tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari seluruh pembahasan skripsi ini, penulis akhirnya dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo telah sesuai dan diperbolehkan fiqh, karena tidak ada unsur penipuan, penghianatan, dan telah terpenuhinya rukun dan syarat-syaratnya. 2. Apabila terjadi kerusakan barang sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer Mikrocomp Ponorogo diselesaikan dengan cara memberikan pengurangan jumlah setoran dari pengelola kepada pemilik rental komputer dan sudah sesuai dengan fiqh karena sudah sesuai dengan kewajiban, hak dan tanggung jawabnya serta tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
B. Saran 1. Untuk rental komputer Mikrocomp Ponorogo, hendaknya akad sewa antara pengelola dan pemilik rental komputer harus lebih transparan dan saling jujur demi kelangsungan rental komputer, serta dibubuhkan dalam surat perjanjian sewa-menyewa agar tidak terjadi masalah atau sengketa di kemudian hari.
64
2. Apabila terjadi kerusakan barang, maka hendaknya ditanggung oleh kedua belah pihak tanpa ada rasa keberatan satu sama lain supaya terjadi keadilan antara pengelola dan pemilik sesuai dengan kesepakatan dalam akad sewa (ijârah), serta sesuai dengan ajaran Islam yang berlaku.
65
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghafur. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Citra Media, 2006. Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum Mu'amalah, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Karya Toha Putra, tt. Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007. http://74.125.153.132/search?q=cache:O3mshbCHfacJ:www.pa-anahgrogot.net/pdf/ 01-ijarah.pdf+kerusakan+barang+ijarah&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id http://akah06.wordpress.com/2008/06/18/ijarah/htm. http://nosarara_palu_blogger_community_praktek_pembiayaan_sewa_menyewa_dala m_perbankan_islam.htm. http://purwantihadi.multiply.com/journal/item/sy/akad_dalam_islam.htm. Karim, Helmi. Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000. Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah, Bab Ijarah, Beirut: Dar Al-Fikr, tt. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Mas’udi, Ghufron A. Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Meleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003. Muhammad, Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonosia, 2003. Pasaribu, Chairuman dan K. Lubis, Suhrawardi. Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1984.
66
Pasaribu, Chairuman. Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Pedoman Penulisan Skripsi, Ponorogo: Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, 2005. Pedoman Penulisan Skripsi, Ponorogo: Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, 2005. Rusyd, Ibn. Bidayat al-Mujtahid, terj. M.A Abdurrahman, Jilid III, Semarang: AsySyifa’, 1990. Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah, Jilid 13, Bandung: Al-Ma’arif, 1997. Sabiq, Sayyid. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Bandung: Alma'arif, 1998. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995. Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. ___________. Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Syafe’i, Rachmat. Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004. Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2005.