BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu yaitu pada tahap penyelidikan sampai dengan tingkat terpidana yaitu pada saat pelaksanaan putusan hakim dijamin hak asasinya. Kenyataannya masih banyak hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan pembangunan dibidang hukum yang dapat ditemui baik dalam kehidupan sehari-hari maupun yang dapat kita ketahui dari berbagai pemberitahuan di surat kabar. Salah satu hambatan itu adalah masih adanya perlakuan semena-mena dari oknum-oknum aparat penegak hukum terhadap seseorang yang berkedudukan sebagai tersangka/terdakwa dalam suatu perkara pidana. Tersangka/Terdakwa sering dilanggar hak asasinya. Pada tahap pemeriksaan tersangka dalam proses penyelidikan, misalnya masih banyak ditemukan adanya penyidik yang memaksa tersangka dengan cara mengancam, menakut-nakuti dan sebagainya semata-mata agar bisa mendapatkan pengakuan dari tersangka tentang suatu tindak pidana yang terjadi. Ancaman tersebut bahkan seringkali diwujudkan dalam bentuk kekerasan dan penyiksaan secara fisik yang dilakukan oleh aparat penyidik. Tindakan pemaksaan yang seringkali diteruskan dengan kekerasan yang demikian itu saja sudah jauh melanggar prinsip-prinsip manusiawi mengingat penyidik telah memperlakukan sesamanya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan pihak yang diperiksanya.
1 Universitas Sumatera Utara
Idealnya, introgasi penyidik harus dilaksanakan dalam suatu ruangan khusus berdinding kaca satu arah. Percakapan antara petugas pemeriksa dan tersangka secara teori harus disaksikan oleh petugas lain yang bertugas memelihara kesejahteraan tersangka atau saksi selama berada dikantor polisi. Petugas yang memelihara kesejahteraan tersangka atau saksi berhak mengintrupsi interogator telah membahayakan tersangka. Kondisi ideal ini sulit, kalau tidak ingin mengatakan mustahil untuk dipenuhi, karena akan semakin merepotkan polisi sendiri. 42 Timbul perlakuan semena-mena ini dikarenakan oleh adanya hubungan emosional antara penyidik dengan pihak yang diperiksa. Sikap emosional ini timbul karena beberapa kemungkinan, antara lain kemungkinan tersangka yang diperiksa bersikap lamban, sulit dimintai keterangan atau informasi yang diperlukan sehubungan dengan tindak pidana yang telah terjadi. Selain pihak kemungkinan penyidik yang bertugas kurang dapat menyelami tingkah laku atau kepribadian tersangka sehingga akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keterangan yang diperlukan. Situasi demikian membuat penyidik seringkali tidak terlibat secara mendalam pada setiap kasus yang ditangani. Hal tersebut membuat tersangka merasa tidak diperlukan lagi sebagai manusia yang mempunyai perasaan dan hati nurani. Sementara, didalam melaksanakan tugas pemeriksaan tersangka, seorang penyidik semestinya wajib memperhatikan tersangka secara manusiawi sehingga terpenuhi hak-hak tersangka sebagaimana yang tercantum dalam KUHAP. Penyidik dalam melakukan pemeriksaan tidak dibenarkan memaksa tersangka dengan cara apapun agar mau mengaku salah kalau memang tersangka bersalah.
42
Adrianus Meliala, mengkritis Polisi, Kanisius Yogyakarta, 2001, hlm. 135.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diingat bahwa tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil dari suatu perkara pidana yang menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan telah melakukan suatu pelanggaran hukum melalui pemeriksaan dan proses peradilan. Jika perlu diusahakan keterangan yang sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya dari tersangka tersebut. 43 Sebenarnya sejak dini KUHAP sudah berusaha mencegah digunakannya kekerasan untuk memperoleh keterangan tersangka karena kekerasan tersebut baru akan digunakan sebagai tindakan terpaksa dilakukan demi kepentingan umum yang luas. Hal tersebut antara lain seperti tercantum dalam Pasal 52 dan 117 KUHAP yaitu tersangka berhak memberi keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apapun. Meminimalisir digunakannya kekerasan fisik terhadap tersangka dalam mencari keterangan, ternyata diperlukan bantuan lain yang dapat dipelajari oleh penyidik yang meliputi antara lain psikologi, kriminologis, antropologis dan sebagainya. Khusus dalam pemeriksaan tersangka sangat diperlukan pengetahuan psikologis yang cukup, mengingat ilmu tersebut lebih melihat latar belakang dengan cara pendekatan kejiwaan, sehingga diharapkan dapat memperlancar tugas pemeriksaan tersangka tanpa adanya suatu paksaan kekerasan. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan dari sisi materi KUHAP yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia khususnya hak asasi tersangka dapat diwujudkan dengan baik.
43
htp://www.google.co.id/search.ghl=id&q=Peranan+Ilmu+Pdikologi+Dalam+Pemeriksaa n+Tersangka+Pada+Proses+Penyidikan&Staf+lo&sa=N.diakses tanggal 5 Agustus 2008
Universitas Sumatera Utara
KUHAP sebagai pengganti Herzen Indonesisch Reglemen (hukum acara peninggalan kolonial Belanda) pada awalnya diharapkan akan mampu untuk lebih memberi perlindungan terhadap hak asasi tersangka. Namun salah satu faktor yang melatar belakangi kekurangan dalam pelaksanaan KUHAP terutama yang berkaitan dengan tugas penyidik oleh polisi. Sebagai contoh masih banyak Polisi yang melihat alat bukti ‘Keterangan terdakwa” sebagai “pengakuan terdakwa” sebagaimana yang dianut oleh HIR. Persepsi yang keliru tersebut mendorong Polisi untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka, yaitu apakah dia bersalah atau tidak dalam suatu tindak pidana. Polisi akan berusaha memperoleh pengakuan tersangka dengan cara menyiksa tersangka agar mau mengakui perbuatannya. 44 Polisi harus dididik untuk mencoba memahami cara berfikir seorang tersangka. Petugas penyidik harus mampu membuat tersangka merasa dihormati hak-haknya sebagai seorang manusia sekalipun penyidik sudah merasa yakin bahwa seseorang bersalah, penyidik tidak boleh memperlakukan seseorang sewenang-wenang. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka saya tertarik untuk mengangkat suatu tulisan yang judul “Pemeriksaan Tersangka pada Proses Penyidikan Dengan Menerapkan Psikologi Kriminil Dikaitkan Dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP”.
B.
Permasalahan Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan
menjadi batasan dalam pembahasan: 44
Mohammad Taufik Makaro dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam teori Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
a. Bagaimana proses pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP? b. Bagaimana peranan psikologi kriminil dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan kaitannya dengan pasal 52 dan 117 KUHAP?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tentang proses tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP. 2. Untuk mengetahui peranan ilmu psikologi dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan kaitannya dengan Pasal 52 dan 117 KIHAP. Adapun faedah penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Secara teoritis, yaitu sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang memberi sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana pada saat ini, khususnya terhadap kajian hukum yang berhubungan pada hal-hal yang berkaitan dengan peranan ilmu psikologi dalam pemeriksaan tersangka dalam proses penyidikan. b. Secara praktis, yakni dapat menjadi acuan bagi penyidik untuk dapat benar-benar merealisasikan ilmu psikologi dalam pemeriksaan tersangka agar dapat memperlancar pemeriksaan tersangka tanpa adanya suatu paksaan atau kekerasan, sehingga apa yang menjadi tujuan dari sisi KUHAP yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia khususnya hak asasi tersangka dapat diwujudkan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
D. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul “Pemeriksaan tersangka Pada Penyidikan dengan Menerapkan Psikologi Kriminil Dikaitkan dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP”. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya.
E.
Tinjauan Kepustakaan
1.
Pengertian Psikologi Kriminil Psykologi Kriminil diambil dari bahasa asing yang berlainan, yaitu terdiri dari: 1.
Psikologi
2.
Kriminil Psikologi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu:”psike” yang artinya jiwa,
nafas, roh, sukma dan “logos” artinya ilmu. Kemudian di Indonesia kedua kata tersebut digabungkan terjadilah kata psikologi yang secara etimologis artinya ilmu jiwa atau studi tentang jiwa, tentang roh, tentang sukma atau tentang nafas. Kata kriminil berasal dari bahasa Belanda yaitu”crimen” yang artinya kejam, ngeri, dan jahat seperti : pencurian, pembunuhan, penipuan dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris kriminil itu berasal dari kata “crime” yang artinya jahat atau kejahatan. Dari pengertian diatas dapat kita lihat bahwa arti psikologi kriminil secra etimologis adalah : ilmu jiwa tentang kejahatan.
Universitas Sumatera Utara
Chainnur Arrasjid, mengatakan bahwa pengertian psikologi kriminil adalah: Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari psikologi sipenjahat serta semua atau golongan yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan yang dilakukannya dan keseluruhan akibat-akibatnya. 45 W.A. Bonger memberikan penggolongan terhadap psikologi kriminil dalam arti luas dan psikologi kriminil dalam arti sempit. Yang dimaksud dengan psikologi dalam arti sempit adalah meliputi kepribadian penjahat perseorangan. Sedangkan dalam pengertian luas psikologi kriminil berarti mempelakari suatu kelompok atau massa atau orang banyak secara langsung maupun tidak langsung serta apa yang menjadi akibatnya. Dari uraian di atas dapat simpulkan bahwa pengertian psikologi kriminil adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan psikologi penjahat serta semua atau golongan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan yang dilakukan serta keseluruhan akibat-akibat dari kejahatan yang ditimbulkan. Psikologi kriminil merupakan suatu ilmu yang perlu sekali dipelajari oleh setiap orang, terutama penegak hukum untuk mengetahui tentang jiwa si penjahat dalam hal mencari sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan dan mempertimbangkan hukuman yang akan dijatuhkan. Dahulu Hakim dalam memberi hukuman hanya melihat akibat dari perbuatan penjahat itu saja. Apabila telah sesuai dengan rumusan delik dalam Undang-undang
45
Chainur Arrasjid, SH, Psikologi Kriminil, bagian Pertama, Penerbit fakultas Hukum USU, Medan, 1980, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
yang dilanggarnya, maka hakim menjatuhkan hukumannya tanpa memperhatikan kiwa atau pribadi sipenjahat. Kini dengan adanya ilmu yakni psikologi kriminil semuanya itu mengalami perkembangan dan perubahan sehingga Hakim tidak lagi melihat dari perbuatannya saja, tetapi dari jiwa atau sebab-sebab mengapa orang itu melakukan kejahatan. Dalam hukum pidana bila seseorang melakukan suatu kejahatan agar dapat dituntut menurut peraturan yang berlaku haruslah memebuhi unsur-unsur daripada perbuatan itu yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif yakni pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia atau badan yang menurut hukum berkuasa menjadi pendukung hak. Unsur onjektif ialah: segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok suatu perhubungan hukum karena sesuatu itu dapat diikuasai oleh subjek hukum. Maka dalam hal ini faktor subjektif sangat diperhatikan guna meletakkan suatu keadilan yang material yaitu apakah seseorang itu mampu bertanggungjawab atas perbuatannya atau si pelaku mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Demikian juga dengan remaja yang melakukan perbuatan kejahatan, kita harus melihat dari psikologi kriminil untuk mengungkapkan latar belakang dari perilaku kejahatan dan jiwa si pelaku (remaja) yang melakukan perbuatan kejahatan itu. Dengan demikian pengetahuan tentang psikologi kriminil akan dapat menunjang pembentukan maupun penerapan hukum sedemikian rupa sehingga benar-benar berfungsi. 2. Pengertian Psikologi
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia pengenalan psikologi semula melalui pemeriksaan (tes) yang banyak dilakukan oleh ahlinya. Sekitar tahun 1950 dibuka fakultas Psikologi di beberapa perguruan tinggi. Sejak itulah mulai jelas bahwa psikologi bukan sekedar untuk pemeriksaan terhadap seseorang atau hanya sekedar nekat bagi seseorang pendidik, melainkan juga untuk menambah pengetahuan tentang hal-hal yang dipelajari ilmu itu. 46 Psikologi terdiri kata “psyche” yang dalam nahasa Yunani-nya berarti “jiwa” kata “logos” berarti “ilmu”, sehingga kata psikologi diterjemahkan menjadi “ilmu jiwa”. Walaupun diterjemahkan menjadi ilmu jiwa, tetapi dalam penggunaanya tidak sama. Perbedaanya terletak pada: 47 a. Ilmu jiwa: -
Merupakan istilah Indonesia sehari-hari dan dikenal setiap orang
-
Meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khayalan dan spekulasi mengenai jiwa
-
Istilah ilmu jiwa menunjukkan kepada ilmu jiwa pada umumnya.
b. Psikologi -
Merupakan istilah “ilmu pengetahuan” yang dipakai untuk menunjukkan kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah.
-
Meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syarat seperti yang dimufakati sarjana-sarjana psikologi pada zaman sekarang ini.
-
Istilah psikologi menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah menurut norma-norma ilmiah, modern.
46
R. Abdul Djamali, Psikologi Hukum, CV, Armico, Bandung, 1984, hlm. 15. Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 113-114. 47
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan perbedaan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan ilmu jiwa belum tentu psikologi. Akan tetapi, setiap berbicara tentang psikologi senantiasa juga termasuk dalam ilmu jiwa. Banyak orang mengartikan psikologi dalam berbagai pengertian. Psikologi itu sendiri mengadung pengertian yang berbeda-beda sesuai perkembangan zaman. Pada awal perkembangannya, pengertian psikologi sebagai berikut: 48 -
Menurut Woodworth dan Marquis tahun 1957 Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungannya dengan alam sekitarnya. 49
-
Menurut Crow tahun 1958 Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang perilaku manusia dan hubungan manusia dengan yang lainnya. 50
-
Menurut Morgan tahun 1961 Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dengan hewan. 51
-
Menurut Moskowitz dan Orgel tahun 1969 Psikologi sebagai ilmu pengetahuan empirik yang berdasarkan atas observasi dan penelitian ekprimental, pokok persoalannya adalah tentang tingkah laku manusia. Tujuannya adalah untuk melengkapi terhadap pengertian mekanisme aktivitas
48
13
Soerjono Soekanto, Beberapa Catatan Psikologi Hukum, Alumni, 1979, Bandung . hlm
49
Safwan Amin, Pengantar Psikologi Umum, Yayasan Pena, 2005, Banda Aceh, hlm. 5-6 Ibid. 51 Ibid. 50
Universitas Sumatera Utara
manusia dan penyesuaian dirinya sehingga memungkinkan manusia untuk memperbaiki dirinya. 52 -
Menurut Robert J. Wicks tahun 1974 Psikologi adalah suatu ilmu tentang perikelakuan. 53
-
Menurut Mussen dan Resenzwieg tahun 1975 Pada masa lampau diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang mind (pikiran) atau the study of mind, tetapi dalam perkembangannya, kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku), sehingga psikologi di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku. 54
-
Menurut Th. F. Hoult (1977) Psikologi adalah suatu disiplin yang secara sistematis mempelajari perkembangan dan fungsinya faktor-faktor mental dan emosi manusia. 55
-
Menurut Garden Murphy Psikologi mempunyai dua arti, yaitu: -
Suatu ilmu yang menguraikan masalah kemauan serta motif dalam hubungannya dengan peranannya mempengaruhi pikiran serta perbuatan manusia.
-
Suatu ilmu yang mempelajari respn yang diberikan oleh hidup terhadap lingkungannya. 56
-
Singgih Dirgagunarsa Psikologi adalah imu yang mempelajari tingkah laku manusia. 57 52
Ibid. Djoko Prakoso, Op Cit, hlm. 114 54 Safwan Amin, Op Cit, hlm 5 55 Djoko Prakoso, Loc Cit. 56 Ibid. 53
Universitas Sumatera Utara
-
Wilhelm Wundt Seorang tokoh psikologi eksperimental berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan. 58
-
Johan Broadus Watson Memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku nampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsangan dari jawaban (respon). 59 Berdasarkan pengertian dapat dilihat adanya beberapa unsur-unsur sebagai
berikut: 1.
Ilmu pengetahuan yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode-metode ilmiah. Psikologi disamping merupakan ilmu juga merupakan “seni” karena dalam penerapan (aplikasinya) dalam berbagai seni kehidupan diperlukan keterampilan dan kreatifitas.
2.
Tngkah laku atau perbuatan yaitu segala kegiatan yang lebih konkrit dan dapat diamati dengan pancaindera, maka perilaku lebih mudah dipelajari dari jiwa (roh). Maka lewat proses pemahaman terhadap tingkah laku, kita akan dapat mengenal seseorang. Tingkah laku disini mempunyai arti yang luas yaitu meliputi ang kelihatan maupun tidak kelihatan, yang disadari atau tidak disadari oleh individu yang bersangkutan.
3.
Lingkungan yaitu tempat dimana manusia hidup, berinteraksi, berkomunikasi, menyesuaikan diri dan mengembangkan diri. Menusia selain menerima pengaruh
57
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Rineka Cipta, 1998, Jakarta, hlm 3. Ibid. 59 Ibid. 58
Universitas Sumatera Utara
dari lingkungannya, juga merespon lingkungan sekitarnya. Lingkungan secara umum dapat dibedakan menjadi dua: 60 a. Lingkungan dalam (internal environment) yakni suatu yang berasal dari dalam diri individu, seperti keadaan di dalam tubuh manusia, perasaan, pikiran dan sebagainya. b. Lingkungan luar (eksternal environment) yaitu hal-hal yang datang dari luar diri individu, seperti mencontoh orang lain, belajar, berinteraksi sosial dan sebagainya.
3. Ruang Lingkup Psikologi a. Kajian Psikologi Secara umum ruang lingkup psikologi dapat dibagi kedalam dua golongan besar yaitu: 61 (1) Psikologi yang mempelajari atau menyelidiki manusia Ilmu ini akan mempelajari manusia secara utuh dalam lingkungan dimana manusia berada. Pengkajian lebih berfokus pada segala perbuatan, tindak tanduk, gerak-gerik dan kondisi yang dialami oleh individu di tempat mereka hidup, berkomunikasi dan berinteraksi. (2) Psikologi yang mengkaji dan menyelidiki hewan, yang umumnya lebih dikenal dengan psikologi hewan (animal psyhology). Hewan direalitas kehidupannya juga “mempunyai kemiripan” perilaku dengan manusia. Misalnya, beranak-pinak, merawat dan mengasihi keluarganya. Hewan 60 61
Safwan Amin, Op Cit, hlm 6-7. Ibid, hlm 7-8.
Universitas Sumatera Utara
juga mempunyai habitat dan komunitas yang didalamnya mereka juga berinteraksi dan penuh keakrapan satu sama lainnya. b. Objek Psikologi Objek psikologi, pada umumnya juga sama dengan ilmu pengetahuan lain, yakni ingin memfokuskan pada suatu hal yang hendak diselidiki atau diuji. Ketika psikologi dalam dunia filsafat (sebelum masehi) atau sebelum tahun 1900M. manusia membagi disiplin psikologi dalam dua topik yaitu: 62 a.
Objek material, yaitu objek yang dipandang secara komprehensif (menyeluruh). Objek ini dalam psikologi adalah manusia. Manusia disamping menjadi objek kajian psikologi juga menjadi objek disiplin ilmu lainnya, seperti; sosiologi, antropologi, sejarah, kedokteran, pendidikan, biologi, ilmu hukum dan sebagainya semua objek materialnya adalah manusia.
b.
Objek formal, yaitu objek yang terfokus pada aspek mana yang hendak di utamakan dalam penyelidikan. Dalam hal ini objek formal psikologi sangat beragam sesuai dengan perkembangan zaman, minat dan pandangan masing-masing. Pada zaman Yunani sampai abad pertengahan misalnya, yang menjadi objek formal psikologi adalah hakikat jiwa. Kemudian pada era Rene Descertes tahun 1996-1650 objeknya adalah gejala-gejala kesadaran kita, seperti; perasaan, tanggapan, emosi, hasrat, kemauan dan sebagainya.
c. Sistematika Psikologi
62
Safwan Amin, Op Cit, hlm 9.
Universitas Sumatera Utara
Setelah sikolgi menjadi ilmu pengetahuan yang otonom (berdiri sendiri) dan diakui oleh Universitas Leipzig pada tahun 1886 atau akhir abad ke-19, maka sistematika pembahasan psikologi juga telah dimilikinya sendiri, baik keteraturan dalam pencabangannya maupun keteraturan dalam bidang-bidangnya. Secara garis besar psikologi menuut Purwanto tahun 1991 dibagi ke dalam dua golongan utama: 63 1.
Psikologi Metafisika, yaitu yang menyelidiki masalah hakekat jiwa seperti yang dilakukan Plato dan Aristoteles.
2.
Psikologi Empiris, yaitu psikologi yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan dan perilaku manusia dengan menggunakan obsrvasi, eksperimen dan pengumpulan berbagai macam data yang berkaitan dengan gejala-gejala kejiwaan manusia. Menurut Ahmadi dan Supriona tahun 1991, bila diulus berdasarkan lapangan
yang diselidiki, psikologi dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu: 1.
Psikologi umum, yaitu suatu pengkajian psikologi mengenai gejala-gejala kejiwaan manusia pada umumnya.
2.
Psikologi khusus, yaitu suatu penyelidikan psikologi tentang gejala-gejala kejiwaan manusia dengan minat, pandangan dan tujuan tertentu. Psikologi khusus ini ada bermacam-macam, antara lain: 64 1. Psikologi Perkembangan yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua yang mencakup: a. Psikolgi anak (mencakup masa bayi) b. Psikologi puber adolesensi (psikologi pemuda) c. Psikologi orang dewasa 63 64
Safwan Amin, Op Cit, hlm 10 Abu Ahmadi, Op Cit, hlm 7-8.
Universitas Sumatera Utara
d. Psikologi orang tua 2. Psikologi sosial yaitu psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktivitas manusia dalam hubungan dengan situasi sosial. 3. Psikologi pendidikan yaitu psikologi yang khusus menguaikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan, misalnya bagaimana cara menarik perhatian agar pelajaran mudah dietrima, bagaimana belajar dan sebagainya. 4. Psikologi keperibadian dan tipologi yaitu psikologi yang khusus menguraikan tentang struktur peribadinya manusia, mengenai tipe-tipe keperibadian manusia. 5. Psikologi psikapatologi yaitu psikologi khusus mengenai keadaan psikis yang tidak normal (abnormal) 6. Psikologi kriminil yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan atau kriminal. 7. Psikologi perusahaan yaitu psikologi berhubungan dengan perusahaan. Sedangkan bila ditinjau dari sudut kegunaanya, Ahmadi dan Superiono tahun 1991, menerangkan bahwa disiplin ini dapat dibedakan menjadi: 65 1.
Psikologi Teoritis yaitu psikologi yang mengkaji gejala-gejala kejiwaan untuk gejala-gejala itu sendiri. Jadi sebelum dihubungkan dengan praktek sehari-hari, mengembangkan teorinya saja untuk menambah wawasan tentang ilmu kejiwaan.
2.
Psikologi Terapan, yakni psikologi yang mempelajari segala sesuatu tentang perilaku untuk dipergunakan dalam praktik. Misalnya, psikologi terapi, psikologi diagnotik, psikologi pendidikan dan sebagainya.
4. Kewenangan Polri Menurut KUHAP
65
Safwan Amin, Op Cit, hlm 11
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan KUHAP, maka kewenangan Polri sebagai aparat negara penegak hukum dapat dibedakan atas 3 yaitu: 1.
Polri sebagai Penyelidik
2.
Polri sebagai Penyidik
3.
Polri sebagai Penyidik Pembantu Mengenai pemberian wewenang kepada penyelidik, penyidik dan penyidik
pembantu bukan berdasarkan pendekatan kewajiban dan tanggungjawab yang diembankan, maka kepada masing-masing pejabat tersebut diberikan kewenangan yang disesuaikan atau diselaraskan dengan berat ringannya kewajiban dan tanggungjawab masing-masing serta kedudukan tingkat kepangkatan dan pengetahuannya. Oleh karena itu
perumusannya
digunakan
kalimat:
“…
karena
kewajibannya
mempunyai
wewenang…” Hal ini diatur dalam buku Pedoman Pelaksanaan KUHAP, yang dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman RI, yaitu: a.
Polri Sebagai Penyidik Pasal 1 butir 1 KUHAP memberikan perumusan tentang penyidik yaitu sebagai
berikut: Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. (1) Penyidik adalah: a. Pejabat polisis negara Republik Indonesia b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Penjelasan Pasal 6 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Dalam PP No. 27/ Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab UU Hukum Acara Pidana, pada pasal 2 dinyatakan: 1.
Penyidik adalah: a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi. b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat 1 (golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu.
2.
Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka komandan sektor Kepolisian yang berpangkat bintara Letnan dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik.
3.
Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan.
4.
Wewenang penunjukkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diangkat oleh Menteri atas usul dari Departemen yang membawahi pegawai negeri tersebut, Menteri sebelum
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Keplosian Republik Indonesia. 6.
Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
F.
Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh data-data atau
bahan-bahan dalam penelitian meliputi: 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yang
dilakukan dan ditujukan pada ketentuan pidana yang mengatur tentang pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi sertra menganalisis berita suara pemeriksaan di Polres Langkat.
2.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Polres Langkat dengan mengambil berita acara
pemeriksaan yang sesuai dengan permasalahan dalam skripsi ini untuk dianalisis. 3.
Jenis Data Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Adapun
data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang psokologi dan penyidikan seperti seminar hukum, majalahmajalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan pokok penelitian, dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan hukum tertier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, bibliograpi, dan lain-lain. 4.
Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode Library Reseach (Penelitian
Kepustakaan), yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, internet, wawancara, dan bahan lainnya. 5.
Analisis Data Data sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu apa
yang diperoleh dari penelitian di lapangan dipelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan Sitematika penyusunan skripsi ini oleh penulis dimaksudkan untuk memberikan perincian secara garis besar isi dari skripsi ini. Dalam penyusunannya skripsi ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bab dengan susunan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
BAB I
: Dalam bab I ini terdiri dari latar belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: Dalam bab II ini diuraikan tentang proses pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP dan sistem Penyidikan yang dianut KUHAP serta
pengertian penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan. BAB III:
Dalam bab III ini diuraikan tentang pengertian Psikologi Kriminil di dalam Pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan Polres Langkat. Serta peran psikologi kriminil dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan.
BAB IV:
Berisi tentang kesimpulan dan saran terkait dalam permasalahan dalam skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara