BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas keberagaman bukan terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah khusus), tetapi juga terjadi ketika seseorang melakukan aktivitas kehidupan lainnya. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang dapat dilihat mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi di dalam hati sanubari seseorang. Dengan demikian religiusitas meliputi berbagai sisi dan dimensi.1 Menjadi sebuah gereja2 yang misioner dan terbuka merupakan isu yang merebak di kalangan gereja-gereja di Indonesia saat ini, khususnya di Yogyakarta. Dengan kata lain, menjadi gereja yang dapat memahami dasar dari seluruh implementasi misi di tengahtengah masyarakat serta dapat berinteraksi dengan dunia luar (sekuler), merupakan suatu pergumulan dari visi gereja masa kini. Melalui visi tersebut diharapkan akan terwujud suatu hubungan sosial yang baik antara gereja dan kehidupan di luarnya. Dengan menerapkan Firman Tuhan dalam kitab Matius 22:39, Firman Tuhan: ”…..kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, maka untuk mewujudkan gereja dan lingkungan gereja yang terbuka akan dapat direalisasikan. Namun pada kenyataannya, antara pelaksanaan dan pemahaman misi pada gerejagereja di Indonesia belum memberikan gambaran yang memuaskan. Banyak gereja terperangkap dalam sikap yang eksklusif dan hidup untuk dirinya sendiri saja. Gereja hanya
1
Afiatin, Tina. Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama di DIY, Jurnal Psikologi. 1998. Hal 25. 2 Gereja dalam artian orang-orang Kristen atau jemaat Kristen, gereja sebagai wujud bangunan dan fasilitas-fasilitas gereja.
1
dilihat sebagai pusat kegiatan, segala sesuatu yang di luar tembok gereja dipandang dan dinilai secara apriori.3 Oleh sebab itu, dalam kehidupan gereja dewasa ini, umat Kristiani harus dapat merubah pandangan gereja yang dahulunya hanya sebagai tempat kegiatan beribadah saja, saat ini harus berubah sebagai tempat berkegiatan sosial dan tempat berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Umat Kristiani harus mengingat kembali kejadian-kejadian yang beberapa waktu belakangan ini menimpa bangsa Indonesia dimana banyak terjadi pembakaran dan perusakan gedung gereja, yang disebabkan oleh keangkuhan gereja yang menimbulkan terkesan eksklusif tanpa memperdulikan keadaan masyarakat sekitarnya, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial. Gereja yang diharapkan sanggup memberikan kontribusi yang baik bagi bangsa Indonesia baik di masa kini maupun masa yang akan datang, adalah: 4 a.
Gereja yang mampu memberikan perlindungan dan pernyataan suara kenabian bagi masyarakat yang putus asa saat menghadapi keserakahan, bencana, penyakit dan kematian.
b.
Gereja yang berani terlibat langsung dalam usaha pembebasan orang-orang tertindas dan mengalami ketidakadilan.
c.
Gereja yang merakyat atau gereja bagi kaum miskin.
d.
Gereja yang mau terbuka, berdialog dan bekerja sama dengan sesama, yang dipakai Allah untuk mewujudkan Kerajaan Tuhan atas dunia ini.
Kekristenan di Yogyakarta Sejak awal perkembangan dan pertumbuhannya, Gereja selalu menjadi pusat kegiatan-kegiatan rohani, baik kegiatan interen maupun kegiatan eksteren. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan semakin bertambahnya masalah kemasyarakatan, maka 3
Persetia, Ekklesiologi Gereja-Gereja di Indonesia: Himpunan Bahan Studi Institut tentang Ekklesiologi, Ujung Pandang. 1998. Hal 18. 4 Wawancara Eksklusif dengan Bpk. Lukas Yoesianto selaku Penatua Jemaat GKKD Jogja, 2004.
2
semakin dituntut adanya fasilitas lain di samping Gereja itu sendiri, dimana fasilitas pendukung ini dapat menjadi satu kesatuan dengan lingkungan Gereja. Fasilitas Gereja dan pendukungnya inilah yang disebut sebagai Christian Community Center (CCC). Kab./Kodya.
Jml. Penduduk
Kristen
Katholik
Islam
Yogyakarta
883.060
123.792
82.528
674.656
Bantul
603.954
65.563
43.709
404.720
Kulon Progo
543.819
75.777
50.518
416.248
Gunung Kidul
893.148
83.114
55.409
753.226
Sleman
953.378
104.215
69.477
777.931
3.877.359
452.461
301.641
3.026.781
Jumlah:
Tabel 1: Perbandingan Jml. Penduduk DIY dengan Jml. Penduduk yang beragama Nasrani (Kristen & Katholik) (Sumber: Yogyakarta, Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dalam angka, BPS – 2003)
Yogyakarta sebagai kota pendidikan sekaligus kota budaya, memiliki banyak sekali potensi intelektual, yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya kegiatankegiatan Kekristenan dan sosial di masyarakat. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah banyaknya sarana pendidikan (sekolah maupun universitas) Kristen, organisasi Kristen, Gerakan Kemahasiswaan Kristen ataupun yang berbentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kristen yang berdiri di Yogyakarta. Berbagai jenis kegiatan dilakukan, seperti diskusi, seminar, ibadah, pagelaran seni, kegiatan sosial, pelatihan-pelatihan sumber daya manusia dan lain sebagainya. Yogyakarta sebagai ibukota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan pusat dari segala aspek kegiatan bagi daerah-daerah lain di wilayah sekitar khususnya dan nasional bahkan tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat internasional. Karena itu, Yogyakarta merupakan wadah lembaga yang representatif untuk melayani kebutuhan informasi keagamaan, pengetahuan, sosial dan budaya. Masalah Arsitektural Beberapa gereja dewasa ini memperhatikan wadah yang hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tanpa memikirkan suatu wadah di luar bangunan gereja. Hal ini sebenarnya
3
sangat penting untuk diperhatikan, yaitu sebagai wadah untuk berinteraksi antar umat dan itupun perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dapat membuat fasilitas pendukung tadi menjadi hidup. Semua ini dapat memberikan suatu motivasi untuk saling peduli, saling mencintai satu sama lain, sampai pada aksi yang berarti.
Gereja harus berwajah awam. Tidak hanya orangnya yang dihargai, tetapi juga segala yang ia miliki, termasuk kebudayaan dan tradisinya.5 Gereja yang mencoba menata diri menjadi sebuah gereja yang ramah terhadap umatnya dan juga masyarakat sekitar, terbuka terhadap pemikiran baru serta memiliki visi dan misi yang jelas dalam setiap kehidupan umat.6 Jadi gereja tidak harus berbentuk sama, kaku dan tertutup, karena gereja harus disesuaikan dengan sifatnya yang terbuka untuk menerima siapa saja yang datang. Dari beberapa pengamatan terhadap bangunan-bangunan gereja di Yogyakarta, ternyata bangunan-bangunan gereja ini banyak berada di tengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk. Tentunya yang terlintas di benak kita adalah masalah-masalah yang sering timbul dengan kehadiran gereja ini, seperti masalah sikap tertutupnya gereja, masalah
5
Romo Harijanto, BAHANA: Dialog FKKJ Jakarta – Gereja Harus Berwajah Awam. Juli 2000. Hal. 33 Pdt. Dr. Aristarchus Sukarto, BAHANA: Jentera – Gereja Yang Ramah, Terbuka dan Misioner. April 2000. Hal.5
6
4
kebisingan dan masalah sosial. Tentunya hal ini tidaklah mudah untuk dapat berinteraksi dan berintegrasi dengan lingkungan perumahan penduduk. Namun kenyataannya lain dari yang kita pikirkan, bangunan-bangunan gereja ini bahkan dapat menjadi suatu penghubung atau simbol persahabatan dengan sesama umat beragama, walaupun berbeda kepercayaan. Ide Awal Perancangan Sebagai fasilitas baru yang berfungsi untuk mewadahi berbagai kegiatan kekristenan dan sosial serta dapat diterima secara terbuka eksistensinya, maka CCC Jogja ini haruslah diciptakan berdasarkan kebutuhan umat dan masyarakatnya, dalam artian bahwa infrastruktur atau sistem yang akan dibangun untuk menopang semua aktivitas di dalam bangunan harus dibentuk dari dalam komunitas masyarakat Kristiani di Yogyakarta ini. Sehingga Yogyakarta ini akan merasakan arti dari kehadiran CCC Jogja sebagai benar-benar dari, oleh dan untuk masyarakat Yogyakarta. Arsitektur tradisional Jawa7 menjadi acuan desain perancangan CCC Jogja ini. Arsitektur Jawa lebih mencerminkan segi spiritual (holistis), keterbukaan dan mampu menghasilkan suasana lingkungan yang alami seperti yang diharapkan serta kecantikan dari arsitektur Jawa juga menunjukkan teknologi tinggi dari bangunan.8
Christian Community Center (CCC) Jogja Fasilitas kegiatan Kristiani yang dirancang untuk aktivitas umum (terbuka) dan aktivitas khusus dari umat/jemaat Kristen dan masyarakat umum, yang mampu mewadahi 7
Arsitektur tradisional Jawa: Jawa Tengah dan Jogja.
5
kegiatan-kegiatan Kristiani seperti ibadah, doa dan pertunjukkan rohani serta kegiatankegiatan umum, baik olahraga, seni, organisasi/komunitas, tempat pembinaan-pelatihan, pertunjukan-pertunjukan dan kegiatan sosial serta berbagai kegiatan yang sifatnya bersama. Ada beberapa kriteria/alasan yang digunakan untuk menentukan lokasi CCC Jogja, seperti: a.
Lokasi tidak terlalu jauh dari gereja-gereja lokal, dari pusat kota atau pusat komunitas masyarakat.
b.
Harus berada pada daerah yang kondusif atau netral secara kehidupan toleransi beragamanya.
c.
Berada di sebuah daerah/kota atau tempat yang mampu menerima globalisasi dan perubahan, karena Kekristenan pun terus bertumbuh kepada kesempurnaan.
d.
Berada pada jalur utama kota/kawasan (main axis) atau pun mendekatinya.
8
Prasasto, Satwiko. Traditional Javanese Architecture and Thermal Comfort, Atma Jaya. Yogyakarta
6
2. Rumusan Masalah 2.1. Umum Bagaimana merancang CCC Jogja, sebagai fasilitas gereja dan lingkungannya yang tidak bersifat eksklusif, melainkan menjadi pusat komunitas Kristiani yang bersifat terbuka terhadap sekitarnya; pusat komunitas Kristiani yang dapat menjadi ”home” bagi sekelilingnya serta pusat komunitas Kristiani yang lebih dicitrakan oleh karena kegiatan-kegiatannya (events). 2.2. Khusus CCC Jogja yang mampu menjalin hubungan horisontal (sosial), agar lebih hidup. Bagaimana mewujudkan desain bangunan CCC Jogja bukan sekedar berdasar bentuk-bentuk tipologi gereja ataupun bangunan-bangunan Kristiani, melainkan juga mengacu kepada kegiatan di dalamnya. Juga bagaimana menciptakan fasilitas yang memasukkan program-program lain yang berbeda, namun masuk dalam satu tujuan pelayanan.
3. Tujuan dan Sasaran Pembahasan 3.1. Tujuan Pembahasan -
Membuat pusat komunitas Kristiani yang lebih bersifat ”terbuka”, guna melayani masyarakat dan warga jemaat agar merasa ”home”.
-
Membuat ruang-ruang dengan program-program baru yang diintegrasikan dalam tubuh CCC Jogja, sebagai pendukung kegiatan pelayanan Kekristenan.
3.2. Sasaran Pembahasan -
Studi mengenai Pusat-pusat Komunitas Kristen di Yogyakarta dan mancanegara.
-
Studi mengenai bangunan-bangunan multi fungsi.
-
Studi mengenai sejarah, budaya dan filosofi dari Arsitektur Jawa (Jawa Tengah dan Yogyakarta). 7
-
Studi lokasi proyek CCC Jogja.
-
Studi mengenai sejarah, bangunan dan kegiatan pada gereja-gereja di Yogyakarta.
4. Lingkup Pembahasan -
Program, proses, jenis dan sifat kegiatan yang disesuaikan dengan pola umum kegiatan Kristiani dan kegiatan Sosial, yang mengacu pada standar-standar kebutuhan yang ada.
-
Analisa permasalahan difokuskan pada kegiatan-kegiatan utama dalam berkomunitas, seperti ibadah, seminar, pengajaran atau pelatihan, apresiasi seni, doa, konseling dan pelayanan sosial.
-
Pembahasan akan lebih diutamakan pada lingkup disiplin ilmu Arsitektur, sementara disiplin ilmu yang lain, yang menunjang, akan dibahas secara tidak mendetail dan sebatas dalam hubungannya dengan Arsitektur.
5. Metode Pembahasan 5.1. Metode Analisa Data -
Metode Deskriptif Metode ini mengungkapkan potensi dan permasalahan dari studi kasus yang
diangkat serta dengan teori-teori yang menyertainya -
Metode Analisis Menganalisa data yang telah terkumpul dan teori yang ada untuk mendapatkan
gambaran dan prediksi dalam desain guna menyelesaikan masalah -
Metode Sintesis Hasil dari analisa dikaji dan diidentifikasi yang kemudian diolah menjadi konsep
dalam perencanaan dan perancangan
8
5.2. Metode Pengamatan -
Interview Melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang berkompetensi untuk mendukung
proses perencanaan dan perancangan CCC Jogja ini, seperti pemimpin jemaat gereja lokal di Yogyakarta, pengelola Pusat-pusat Komunitas di Yogyakarta, pakar arsitektur Jawa, dan sebagainya. -
Literature Study Mengkaji bacaan mengenai Community Center, Peraturan Pemerintah, tipologi-
tipologi bangunan yang terkait dengan proyek CCC Jogja ini. -
Case Study Melakukan studi perbandingan terhadap proyek-proyek sejenis, baik yang ada di
Yogyakarta maupun di luar Yogyakarta. 5.3. Metode Perancangan Dimulai dengan memasukkan ruang-ruang yang dibutuhkan ke dalam lokasi dan denah, sesuai dengan persyaratan yang ada, kemudian menerapkan prinsip-prinsip bangunan yang multi fungsi.
6. Sistematika Pembahasan BAB I
: PENDAHULUAN Menerangkan tentang latar belakang masalah mengenai pentingnya proyek CCC Jogja, tujuan dan sasaran pembahasan proyek CCC Jogja, lingkup pembahasan, metode pembahasan serta sistematika pembahasan.
9
BAB II
:TINJAUAN TERHADAP GKKD YOGYAKARTA DAN TERHADAP PUSAT KOMUNITAS KRISTEN Berisi tinjauan umum terhadap GKKD Jogja dan Pusat Komunitas Kristen, baik dari definisi, sejarah, kegiatan, struktur organisasi dan studi kasus/banding terhadap proyek-proyek sejenis.
BAB III
: TINJAUAN KHUSUS ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA (JAWA TENGAH DAN JOGJA) Membahas secara khusus mengenai arsitektur tradisional Jawa Tengah dan Jogja, baik mengenai definisi, tipologi, fungsi, filosofi, simbol dan pencitraan yang ada, guna menjadi acuan desain CCC Jogja.
BAB IV
: PENDEKATAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN CHRISTIAN COMMUNITY CENTER Merupakan
pendekatan
konsep
dasar
(analisa)
perencanaan
dan
perancangan CCC Jogja, seperti analisa terhadap site, analisa aktivitas, analisa gubahan massa, analisa sirkulasi dan aksesibilitas bangunan, analisa tata ruang luar, analisa struktur dan bahan bangunan, analisa pencahayaan dan penghawaan serta analisa sistem utilitas. BAB V
: KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN CHRISTIAN COMMUNITY CENTER Berisi tentang konsep-konsep desain perencanaan dan perancangan CCC Jogja, seperti konsep dasar arsitekturalnya, konsep penataan site, konsep penataan massa, ekspresi bangunan, konsep penataan ruang luar dan ruang dalam, konsep sirkulasi bangunan, konsep penataan vegetasi, konsep struktur dan bahan bangunan, konsep pencahayaan dan penghawaan serta konsep sistem utilitas.
10