BAB I PENDAHULUAN A. Judul: “Realitas Pelayanan Sosial Pemerintah Kabupaten Bantul Sebagai Usaha Meningkatkan Kesejahteraan Lansia Terlantar (Studi Implementasi Pelayanan Sosial Lansia Terlantar di Kelurahan Tirtomulyo)”
B. Alasan Pemilihan Judul 1. Aktualitas Membicarakan tentang usaha negara untuk mewujudkan kesejahteraan maka perlu adanya kebijakan sosial yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan sosial adalah kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan (welfare), baik dalam arti luas, yang menyangkut kualitas hidup manusia, maupun dalam arti sempit, yang menunjuk pada beberapa jenis pemberian pelayanan kolektif tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat (Spicker)1. Kebijakan sosial yang disusun pemerintah haruslah melihat permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat agar menciptakan solusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Kebijakan sosial yang sesuai, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan yang baik akan membantu pemerintah mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Fenomena yang sekarang ini terjadi adalah mulai tingginya jumlah lansia. Tingginya angka lansia di Indonesia tidak terlepas dari adanya angka harapan hidup yang tinggi. Angka harapan hidup tinggi berarti banyak orang yang bertahan sampai tua padahal pada tahun ‘60-an terjadi peledakan kelahiran bayi. Yogyakarta adalah 1
Rahmat, Definisi dan Ruang Lingkup Kebijakan Sosial dalam http://www.rahmatullah.net/2010/11/definisi-dan-ruang-lingkup-kebijakan.html diunduh pada 16 Desember 2013 pukul 12:09 WIB Page | 1
daerah di Indonesia yang mempunyai angka harapan hidup paling tinggi di Indonesia sehingga menarik untuk melihat kondisi lansia yang ada di Yogyakarta. Tingginya jumlah lansia di Indonesia menimbulkan permasalahan sosial baru baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Banyaknya lansia yang bertahan berarti makin tinggi tingkat ketergantungan di masyarakat. Lansia secara biologis adalah makhluk yang semakin lemah dan secara mental semakin sensitif karena seringkali mereka merasa sudah tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Lemahnya fisik menyebabkan berkurangnya produktifitas para lansia sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti ketika masih muda. Kondisi tersebut menyebabkan mayoritas lansia yang ada di Indonesia menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Ketidakberdayaan mereka seringkali menjadi alasan utama berkurangnya peran lansia dalam kehidupan sosial. Apabila ketika memasuki masa tua tidak mempunyai tabungan yang menjamin dan tidak ada keluarga yang mampu merawat maka para lansia tersebut tidak terurus atau terlantar. Pelayanan sosial bagi lansia merupakan sebuah bentuk kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi tingginya jumlah lansia khususnya lansia yang terlantar atau teraniyaya. Perhatian pemerintah yang berupa pelayanan sosial bagi lansia ini bagaikan angin segar bagi permasalahan lansia yang seringkali terlupakan terlebih bagi lansia terlantar. Pelayanan sosial yang sesuai dengan kemampuan para lansia menjadi terobosan bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para lansia tanpa melupakan kebutuhan dasar dari lansia itu sendiri. Peneliti ingin melihat segala hal yang berkaitan dengan pelayanan sosial yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi lansia beserta Page | 2
implementasi di lapangan. Seringkali perencanaan dan implementasi tidak sesuai sehingga perlu ada pemantauan untuk melihat keberlangsungan program agar tercipta kesejahteraan bagi para lansia tanpa harus pergi ke panti jompo. 2. Orisinalitas Penelitian terkait pelayanan sosial bagi lansia di Kelurahan Tirtomulyo, Kretek, Bantul bukanlah tanpa alasan, peneliti ingin melihat implementasi kebijakan sosial dari pemerintah daerah tentang pelayanan sosial lansia yang berisi beberapa program dan dikaitkan dengan kesejahteraan lansia. Fokus dari penelitian ini bukanlah lansia yang tinggal di panti jompo namun lansia yang tinggal di luar panti serta mendapatkan pelayanan sosial. Sekarang permasalahan lansia menjadi pembicaraan yang hangat karena semakin tingginya jumlah lansia. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang juga membicarakan tentang lansia namun secara fokus permasalahan dan substansinya berbeda. Tahun 2010 terdapat penelitian dengan judul “Pengembangan Model Jaminan Sosial Informal Bagi Lansia di Pedesaan Wonogiri” yang dilakukan oleh Eko Sriyanto, mahasiswa Jurusan Sosiatri, FISIPOL, UGM. Penelitian tersebut juga mengarah terhadap kesejahteraan lansia namun dikorelasikan dengan jaminan sosial yang tumbuh dalam masyarakat. Peneltian yang berlokasi di Pedesaan Wonogiri ini melihat bahwa masyarakat Indonesia mempunyai modal sosial yang cukup tinggi sehingga bisa menjadi jalan keluar bagi pemenuhan kebutuhan lansia yang tidak sepenuhnya tercover oleh pemerintah. Jaminan sosial dari pemerintah, mayoritas hanya mencakup lansia pensiunan pekerja formal. Muncullah jaminan sosial informal yang menjadi pilihan masyarakat Wonogiri. Hasil dari penelitian tersebut adalah mencari tipe jaminan sosial informal yang Page | 3
paling tepat bagi kebutuhan lansia itu sendiri. jaminan sosial informal berbasis masyarakat tidak bisa sembarangan dibentuk karena perlu ada pertimbanganpertimbangan agar tepat sasaran dan tidak memunculkan konflik. Penelitian lain yang hampir serupa dari Fifin Fatmawati mahasiswa jurusan Ilmu Sosiatri, FISIPOL, UGM, dilakukan pada tahun 2012 dengan judul “Pelayanan Panti bagi Lanjut Usia (Studi tentang Nilai dan Dukungan Sosial pada Lansia Panti Werdha Yuswa Mulya, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali)”. Penelitian yang dilakukan di Mojosongo, Boyolali ini melihat segi pelayanan sosial yang diberikan oleh pihak panti werdha dan ingin mengetahui mengapa banyak yang tidak ingin masuk panti sosial. Sama halnya dengan peneliti sebelumnya, dari penelitian ini juga bermuara kepada usaha untuk meningkatkan kesejahteraan lansia namun dengan cara yang berbeda. Apabila peneliti yang sebelumnya membicarakan bentuk jaminan sosial informal yang sesuai untuk lansia maka penelitian ini ingin melihat pelayanan yang diberikan oleh panti werdha kepada penghuninya. Namun dalam penjelasan disebutkan meski di dalam panti werdha kehidupan lansia lebih terjamin, tidak banyak lansia yang mau tinggal disana. Banyak lansia yang enggan tinggal di dalam panti dan lebih memilih untuk tinggal bersama keluarga. Melalui penelitian ini pula penulis ingin mengetahui mengapa para lansia enggan tinggal di dalam panti werdha dan diketahui bahwa ketika lansia berada dalam lingkungan sosial di luar panti mereka merasa nyaman. Kembali kepada kultur masyarakat Indonesia yang masih kental akan modal sosial sehingga menciptakan dukungan sosial bagi lansia tersebut.
Page | 4
Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penelitian yang akan dilakukan masih bersifat orisinil dan mempunyai sudut pandang yang berbeda dari penelitian sebelumnya baik dari lokasi, fokus dan pembahasannya. Penelitian ini lebih melihat kepada implementasi pelayanan sosial lansia yang diinisiasi oleh pemerintah kabupaten bukan dari provinsi. Pelayanan sosial bagi lansia di luar panti dalam skala regional yang memberikan program berbasis karakteristik lansia baik lansia produktif maupun tidak produktif. Implementasi pelayanan sosial lansia yang merupakan program inisiatif pemerintah Kabupaten Bantul menjadi menarik untuk diteliti mengingat keberhasilannya dalam membawa Bantul sebagai percontohan pemberdayaan lansia dalam lingkup nasional namun jumlah lansia di Bantul sendiri kurang mengalami kemajuan. 3. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan studi yang mempelajari pembangunan dengan menekankan bagaimana tujuan sosial itu tercapai dalam pembangunan. Keseimbangan antara tujuan ekonomi dan sosial dalam proses pembangunan merupakan kondisi masyarakat sejahtera yang didambakan oleh setiap masyarakat. Terdapat tiga konsentrasi yang menjadi minat dari jurusan ini yaitu kebijakan
sosial
(Social
Policy),
Pemberdayaan
Masyarakat
(Social
Empowerment), dan Corporate Social Responsibility (CSR). Kebijakan sosial (social policy); fokus pada kajian tentang upaya negara dalam pemecahan masalah sosial baik aspek preventif maupun pengembangannya melalui pelayanan kesejahteraan sosial. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment); fokusnya adalah masyatrakat, dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk Page | 5
masyarakat. Pemberdayaan lebih kearah peningkatan kapasitas agar mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola lembaga, sumber daya dan potensi lokal. CSR sebagai respon atas berkembangnya komitmen swasta untuk terlibat aktif dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fokus pada tata kelola CSR yang mampu menjembatani kepentingan perusahaan dan masyarakat. Penelitian terkait implementasi pelayanan sosial bagi lansia ini dapat dimasukkan ke dalam konsentrasi kebijakan sosial karena pelayanan sosial ini bentuk kebijakan dari pemerintah berdasarkan permasalahan yang ada dalam masyarakat dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia. Penelitian ini sekaligus bisa sesuai dengan konsentrasi pemberdayaan sosial karena terdapat beberapa program bagi lansia yang sifatnya memberdayakan terlebih bagi lansia yang masih dianggap potensial. Berdasarkan beberapa alasan tersebut maka penelitian ini relevan dengan kajian Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.
C. Latar Belakang Kesejahteraan merupakan sebuah kata sakral yang selalu didambakan oleh semua orang. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama dari setiap perjuangan negara begitu pula dengan Indonesia yang mempunyai impian untuk memberikan kesejahteraan yang merata bagi semua rakyatnya. Kesejahteraan masyarakat yang tinggi menunjukkan kekuatan suatu negara dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Tidak ada lagi masyarakat miskin, orang kelaparan, pengangguran, tangisan bayi tak berdosa, meninggalnya ibu hamil, anak putus sekolah dan lansia yang terlantar. Meraih kesejahteraan bukanlah hal yang mudah Page | 6
bagai membalik telapak tangan, untuk mewujudkannya harus menempuh perjalanan panjang. Salah satu strategi setiap negara dalam meningkatkan kesejahteraan adalah adanya jaminan sosial. Jaminan sosial dapat didefinisikan sebagai pemberian uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua dan kematian2. Jaminan sosial tidaklah harus berbentuk uang namun juga bisa dalam bentuk barang atau jasa seperti adanya pelayanan sosial, sehingga dimensi jaminan sosial lebih beragam. Pelayanan sosial yang diberikan bukan sekedar pelayanan namun sebagai bentuk kepedulian terhadap kelompok-kelompok rentan terlebih yang terlantar. Jaminan sosial tidak selalu harus dari pemerintah, mengingat kultur di Indonesia yang mempunyai ikatan kekerabatan erat maka jaminan sosial juga bisa diberikan oleh masyarakat itu sendiri maupun pihak swasta. Jaminan sosial juga dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial warga negara atau masyarakat3. Jaminan sosial mempunyai dimensi yang luas terlebih bagi negara berkembang yang tidak bisa mengcover semua kebutuan masyarakat. Mewujudkan kesejahteraan bukan hanya berada di pundak pemerintah namun menjadi tanggung jawab bersama. Kesejahteraan menjadi lebih mudah dicapai apabila semua pihak menyadari segala tindakan yang harus dipilih. Kesadaran
2
Nurhadi, Mengembangkan Jaminan Sosial Mengentaskan Kemiskinan, Yogyakarta, Media Wacana, 2007 hal.127 3 Pramuwito dkk dalam Setyo Sumarno dkk, Evaluasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia, Jakarta, P3KS Press, 2011 hal.9 Page | 7
tersebut adalah pemerintah yang harus mengayomi rakyat, rakyat juga harus berusaha agar meringankan beban pemerintah. Setiap negara mempunyai karakterisktik masyarakat dan permasalahan yang berbeda-beda sehingga program yang dikeluarkan pun berbeda pula. Setiap negara memiliki definisi, sistem, dan pendekatan yang berbeda dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, dan karenanya, memiliki sistem dan strategi jaminan sosial yang berbeda pula4. Jaminan sosial yang ada di Indonesia sekarang ini diatur oleh UU no.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang-Undang SJSN merupakan payung hukum bagi segala yang berkaitan dengan pelaksanaan jaminan sosial. Jaminan sosial yang dimaksud dalam UU SJSN lebih bersifat contributory atau lebih ke arah asuransi sosial yaitu apabila ingin mendapatkan jaminan sosial harus membayar premi tiap bulannya. Pada dasarnya jaminan sosial terdapat 2 jenis yaitu asuransi sosial dan bantuan sosial5. Beberapa kalangan menganggap bahwa asuransi sosial merupakan tabungan untuk mempersiapkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi dikemudian hari. Namun bagi kelompok masyarakat yang mempunyai penghasilan menengah ke bawah akan berpikir ulang untuk mengikuti asuransi sosial sehingga adanya bantuan sosial menjadi solusi agar kelompok tersebut dapat merasakan jaminan sosial. Berdasarkan metodenya, jaminan sosial terdiri dari 2 program, yaitu program jaminan hari tua dan program pemeliharaan kesehatan. “Program jaminan hari tua ditetapkan berdasarkan: metode manfaat yang pasti (defined benefits) yaitu kemanfaatan program ditetapkan secara pasti tanpa atau sedikit memperhitungkan besarnya iuran, metode iuran pasti 4
Edi Suharto, Konsepsi dan Strategi Jaminan Sosial, dalam AGENDA STRATEGIS DEPSOS.htm, diunduh pada 16 Desember 2013 pukul 13.16 WIB 5 Pramuwito dkk, 1999 dalam Setyo Sumarno dkk, op. cit. hal.14 Page | 8
(defined contributory) yaitu besar iuran ditetapkan dan kemanfaatannya mengikuti keadaan atau besarnya iuran yang terpupuk. Program pemeliharaan kesehatan juga didasarkan atas 2 metode yaitu: asuransi ganti rugi yang berarti penggantian biaya atas perawatan dan obat-obatan, dan perawatan terkendali yaitu pemberian pelayanan kesehatan secara menyeluruh.6”
Kedua program tersebut merupakan gambaran dari jaminan sosial yang bersifat asuransi dimana harus ada investasi agar mendapatkan keuntungan. Jaminan hari tua yang mempunyai sistem asuransi sosial hanya mencakup pensiunan pegawai negeri sehingga lansia yang tidak termasuk didalamnya akan kesulitan untuk mengakses jaminan sosial. Perlu adanya inovasi agar jaminan sosial lebih mudah diakses oleh semua kalangan masyarakat terlebih bagi masyarakat yang terbilang kekurangan dalam hal ekonomi dan tidak mempunyai kekuatan maupun kekuasaan untuk memperbaiki kondisi hidupnya. Jaminan sosial suatu negara mempunyai tanggung jawab sosial ekonomis kepada masyarakatnya terlebih bagi beberapa kelompok masyarakat rentan yang harus menggantungkan hidupnya kepada orang lain seperti anak-anak janda, korban perang dan orang lanjut usia (lansia). Sebagai pihak yang tidak muda lagi dan mempunyai kondisi fisik lemah maka lansia salah satu kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih besar. Ketika seseorang mencapai lanjut usia mereka harus belajar bergantung kepada orang lain, belajar untuk tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar untuk waktu-waktu santai7. Seseorang yang dulunya aktif secara tiba-tiba harus mengurangi aktivitas karena tuntutan kondisi tubuh akan mengalami rasa kaget. Memasuki usia lanjut seringkali menjadi hal yang menakutkan bagi beberapa orang terlebih bagi kelompok masyarakat yang pada masa mudanya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Semua 6
Pramuwito dkk, 1999 dalam Setyo Sumarno dkk, op. cit. hal.132 Eitzen, Ihromi (Penyunting) dalam Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, jakarta , Yayasan Obor Indonesia , 1999 hal. 41 Page | 9 7
orang tidak akan terlepas dari pertambahan usia sehingga siap atau tidak siap harus dijalani. Memasuki usia lanjut banyak orang yang berubah menjadi lebih sensitif, kondisi kesehatan kurang stabil dan tidak bisa bergerak segesit dulu. Kebanyakan lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri karena berkurangnya kemampuan fisik yang mengakibatkan tidak produktif seperti ketika masih muda. Kondisi antara satu lansia dengan lansia yang lain berbeda, ada yang masih produktif meski memasuki usia lanjut adapula yang sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab I, Pasal 1, butir 2, 3 dan 4 menyatakan8; 1) Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh tahun) ke atas, 2) Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, 3) Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
Klasifiksi lansia menurut UU ini lebih mengarah kepada faktor kebutuhan dari sisi ekonomi dan fisik. Maka yang diperlukan para lansia untuk bertahan hidup adalah jaminan sosial yang sesuai dengan kebutuhan lansia itu sendiri. Jaminan sosial yang sesuai kebutuhan maupun karakteristik lansia akan lebih efektif dan menjadi strategi untuk memberdayakan lansia tanpa ada unsur pemaksaan. Jaminan sosial
8
UU 13 tahun 1998, dalam http://www.dpr.go.id/uu/uu1998/UU_1998_13.pdf diunduh pada 16 Desember 2013 pukul 12.09 Page | 10
sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup para lansia mengingat jumlah lansia di Indonesia yang semakin meningkat. Melihat data tahun 2012 jumlah penduduk Negara Indonesia sudah mencapai kurang lebih 255 juta jiwa9, sedangkan saat ini jumlah lansia di Indonesia mencapai 8,42% dari total penduduk atau sejumlah 18,96 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk merepresentasikan adanya kemampuan bertahan hidup yang tinggi dari masyarakat. Bagai pisau bermata dua, angka harapan hidup yang tinggi merupakan sebuah dilema bagi pembangunan. Harapan hidup yang tinggi menunjukkan kualitas hidup masyarakat yang baik namun dengan begitu menjadikan permasalahan sosial lain bagi pemerintah. Tingginya jumlah manusia lanjut usia berarti angka ketergantungan juga tinggi dengan begitu kesejahteraan bagi lansia akan lebih sulit untuk dicapai. Yogyakarta tercatat sebagai daerah dengan usia harapan hidup tertinggi di Indonesia seperti data yang dikeluarkan oleh Data Statistik Indonesia tahun 2013 (lihat lampiran 1). Diperkirakan pada tahun 2010-2020 akan terjadi ledakan lansia sebagai imbas adanya ledakan bayi pada tahun 60-an. Bahkan pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan akan mencapai 11,34% dari total penduduk10. Pusat data informasi kesejahteraan sosial kemensos mencatat lansia terlantar tahun 2007 ada 2 juta jiwa naik menjadi 2,3 juta jiwa pada tahun 201111. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan banyaknya lansia terlantar seperti tidak ada keluarga yang merawat atau keluarga yang masih ada tidak mampu untuk merawat lansia dengan 9
Robbi Khadafi, 2012, KPU Jumlah Penduduk Indonesia 255 Juta diakses dalam http://m.sindonews.com/read/2012/10/15/12/679990/kpu-jumlah-penduduk-indonesia-255juta diunduh Senin, 20 Mei 2013 10 Soflinurdi, jtptunimus-gdl-soflinurdi-5175-3-bab2.pdf diunduh Senin, 20 Mei 2013 11 Nasional Kompas.com, 2013, Jutaan Orang Lanjut Usia Terlantar di Indoensia dalam http://nasional.kompas.com/read/2012/04/11/04405453/jutaan.orang.lanjut.usia.telantar.di.ind onesia diunduh Selasa, 21 Mei 2013 Page | 11
layak. Terlantarnya lansia di Indonesia juga tidak terlepas dari karakter masyarakatnya. Karakter masyarakat yang konsumtif tidak diimbangi dengan hasil kerja yang memadahi. Hal tersebut berimbas pada kurangnya kesejahteraan lansia di Indonesia. Berbeda dengan karakter masyarakat luar negeri yang sejak usia muda sudah bekerja keras karena menyadari kebutuhan ketika memasuki usia tua. Kesadaran untuk menabung atau berinvestasi ketika muda untuk kehidupan tuanya terbilang tinggi, seperti uraian di bawah ini: “Penduduk di luar negeri mempunyai etos kerja yang sangat tinggi sejak berusia muda. Semboyan struggle of life benar-benar mereka laksanakan, disamping pendapatan perkapita mereka sangat tinggi sehingga memungkinkan mereka untuk mengalokasikan sebagian pendapatan mereka untuk keperluan hari tuanya karena kebutuhan pokok mereka sudah dapat tercukupi dan terjamin. Savings penduduk luar negeri untuk hari tua terbilang baik sehingga menjamin dan mencukupi hari tuanya. Kebanyakan kegiatan yang mereka ikuti bukan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan namun lebih kepada yang bersifat leisure. Berbeda dengan lansia di Indonesia, kebutuhan hidup yang semakin mendesak dan tidak adanya tabungan ketika mereka memasuki masa lanjut usia menjadikan mereka mulai berfikir kembali untuk mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup di hari tuanya12.”
Karakter masyarakat luar negeri terlebih bagi negara maju, mempunyai kesadaran untuk mempersiapkan nasib masa depan karena ketika memasuki usia tua mereka harus hidup sendiri. Mayoritas negara industri >50% lansianya tinggal di panti atau penampungan khusus seperti di Inggris lebih dari 60%, di Amerika sekitar 70% dan di Denmark sekitar 80%13. Berbeda dengan kondisi di Indonesia yang notabene negara berkembang, memasukkan orang tua ke panti asuhan dianggap sebagai bentuk pengasingan dan dianggap tidak menghargai jasa orang tua yang merawat ketika kecil. Kebudayaan yang mengagungkan orang tua itu membuat panti jompo di Indonesia kurang diminati. Tidak seperti di negara maju yang lebih bersifat individulaistik dan terbiasa dengan kultur kemandirian bahkan 12
Dyah Rosina Yuniati, Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia dalam Menghadapi Naiknya Angka Harapan Hidup , Skripsi S1 Jurusan Ilmu Sosiatri FISIPOL UGM, 2011 hal.9-10 13 Anonim, 1994, Manula :Manusia Lanjut Usia, hal. 54-55 Page | 12
ketika memasuki usia lanjut. Seperti yang diungkapkan Cowgill bahwa perubahan nilai budaya menuju sistim individualistik di negara-negara barat cenderung mengurangi bantuan keluarga untuk lanjut usia14. Ikatan kekeluargaan yang masih kental menjadi modal sosial yang positif bagi masyarakat Indonesia dan tidak semua negara memilikinya. Keluarga adalah salah satu opsi terbaik bagi lansia menghabiskan masa senjanya. Apabila di luar negeri banyak lansia yang saving atau berani berinvestasi untuk masa tua, maka masyarakat Indonesia kebanyakan memilih untuk mempercayakan masa tua terhadap keluarga tanpa persiapan. Tidak banyak lansia yang memiliki tabungan maupun mengikuti asuransi. Sebagai gambarannya sumber pendapatan lansia di Yogyakarta selaku daerah yang mempunyai angka harapan hidup tertinggi. Tabel 1. Penduduk 60 Tahun Ke Atas yang Memperoleh Pendapatan menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Pendapatan Terbesar, DI Yogyakarta Provinsi/ Kabupaten
DIY
Sumber Pendapatan Terbesar
Jumlah
Pekerja/ Pensiun/ Tabungan Saham Suami/ Anak/ Saudara Orang Usaha Jaminan Istri menantu lain Sosial 167,291 55,537 1,260 - 37,032 138,100 12,444 1,519 413,183
Kulon Progo
23,065
8,814
-
-
4,520
20,275
1,316
Bantul
50,815
11,353
400
-
10,926
28,906
2,393
1,256 106,049
Gunung Kidul
44,116
7,011
-
-
10,050
47,823
4,654
263 113,917
Sleman
38,526
15,522
860
-
7,959
31,970
2,456
-
97,293
Yogyakarta
10,769
12,837
-
-
3,577
9,126
1,625
-
37,934
-
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
14
Soflinurdi, loc.cit. Page | 13
57,990
Masih banyak penduduk yang diatas usia 60 tahun mencari nafkah sendiri. sedangkan yang menabung tidak ada 50% dari jumlah lansia keseluruhan di Yogyakarta. Padahal ketika sudah tua, kemampuan fisik yang dimiliki tidak akan sekuat ketika muda. Masyarakat Indonesia mengalami kesulitan untuk survive karena kurangnya persiapan untuk memenuhi kebutuhan ketika memasuki usia tua Ketidakmampuan maupun kurangnya minat masyarakat untuk menabung maupun mengikuti asuransi sosial membuat pemerintah untuk memutar otak agar ketika memasuki usia lanjut mereka bisa sejahtera. Jaminan sosial yang mengantisipasi hari tua adalah Jaminan Hari Tua (JHT), namun hanya mencakup pensiunan tenaga kerja formal sedangkan di luar itu masih belum terjamah dengan baik. Selama ini jaminan sosial formal dari pemerintah hanya menjangkau 15 % dari seluruh masyarakat di Indonesia. Hal ini menunjukkan masih 85% penduduk berada di luar skema jaminan sosial formal, dimana memang masyarakat yang bergerak di sector informal sangat jarang terjangkau jaminan sosial dari pemerintah15. JHT sendiri bersifat asuransi sosial yang dibayarkan kepada penyedia jaminan sosial dimana komposisi pembayaran premi 3,7% oleh pemberi kerja dan 2% ditanggung pekerja dan telah membentuk akumulasi dana JHT. Akumulasi dana JHT merupakan 2/3 dari seluruh dana PT. Jamsostek yang pada dasarnya merupakan utang PT. Jamsostek kepada pekerja yang menjadi peserta16. Bagi tenaga kerja formal adanya jaminan hari tua menjadi tabungan untuk masa tua selain tunjangan pensiunan. Selama ini, kehidupan lansia di Indonesia lebih banyak ditanggung oleh keluarga daripada jaminan sosial dari 15
Eko Sriyanto, Pengembangan Model Jaminan Sosial Informal Bagi Lansia di Pedesaan Wonogiri, Skripsi S1 Jurusan Ilmu Sosiatri FISIPOL UGM, 2010 hal. 4 16 Bambang Purwoko, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Gagasan dan Pandangan, Jakarta, PT. Meganet Dutatama, 1999 hal.40 Page | 14
pemerintah. Hal itu tidak terlepas dari cakupan jaminan sosial yang kurang luas. Selain bergantung dengan keluarga, lansia sebagai makhluk tradisional menganggap komunitas masyarakat adalah modal sosial yang harus tetap dilestarikan. Adanya komunitas dalam masyarakat bukan hanya sekedar berkaitan dengan gotong-royong, kerja bakti, bedol desa namun juga memperhatikan kesejahteraan kaum rentan seperti lansia. Terdapat salah satu contoh sistem jaminan sosial hari tua yang berbasis komunitas tepatnya di Kecamatan Watulimo, Trenggalek dimana mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Seperti dalam pemenuhan jaminan sosial hari tua terhadap kesehatan, maka sebagaimana dengan kebutuhan ekonomi, maka keluarga merupakan tumpuan utama nelayan Jaring Tarik yang sudah tua17. Terdapat komunitas Nelayan Jaring Tarik (KJT) Pantai Teluk Prigi yang menjadi modal sosial terlebih menjadi pegangan para nelayan saat memasuki usia lanjut. Jaminan Hari Tua bagi nelayan KJT lebih kepada keluarga. Umumnya keluarga KJT mengembangkan pola keluarga luas (extended family) untuk melindungi dari tekanan sosial, sehingga disini peranan keluarga terutama anak menempati posisi sentral. Penentuan seseorang layak memperoleh jaminan sosial hari tua di sektor formal sangat mudah yaitu didasarkan pada usia yang dikategorikan sebagai pensiun. Bagi nelayan KJT, penentuan seorang nelayan dianggap pensiun kerja sangat sulit sebab tidak ada parameter baku kapan seorang nelayan dikatakan pensiun kerja. Begitu pula dengan pekerja informal yang lain, akan kesulitan mendefinisikan masa pensiun. 17
Penelitian Rachmad Syafa’at: Analisis Kebijakan Dan Strategi Adaptasi Nelayan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Hari Tua (Studi Kasus Komunitas Nelayan Jaring Tarik Pantai Teluk Prigi Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek Dalam Negara, Masyarakat Adat Dan Kearifan Lokal), Malang, In-Trans Publishing, 2008 hal. 203 dan 206 Page | 15
Sebenarnya terdapat Keputusan Bupati 61/2003 tentang jaminan sosial hari tua bagi nelayan namun pada substansinya tidak sesuai dengan hakekat jaminan sosial untuk menjawab kebutuhan kebutuhan masyarakat setempat. Maka para nelayan itu sebagai suatu institusi lokal secara mandiri mempunyai inisiatif untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat ditangani sepenuhnya oleh pemerintah. Namun, akan semakin sulit apabila diketemukan kasus lansia terlantar. Lansia terlantar tidak dapat menggantungkan hidupnya kepada keluarga. Karakteristik lansia yang berbeda perlu tindakan yang berbeda pula. Bantuan yang tidak sesuai kebutuhan terkadang memberi dampak yang buruk bagi kepribadian masyarakat. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selaku daerah yang memiliki angka harapan hidup paling tinggi di Indonesia mengantisipasi tingginya jumlah lansia dengan menerapkan beberapa program pelayanan sosial lansia. Program pelayanan sosial lansia yang diberikan merupakan bentuk jaminan sosial yang bisa diakses oleh orang yang membutuhkan. Program yang dilakukan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah namun juga membutuhkan kerjasama dari semua pihak baik swasta, lingkungan maupun keluarga sehingga akan terwujud jaminan sosial yang menghargai pada local wisdom. Untuk meningkatkan kesejahteraan para lansia, Pemerintah Provinsi DIY melalui Dinas Sosial telah melakukan berbagai macam upaya di bidang pelayanan sosial lanjut usia baik lansia yang masih potensial maupun yang tidak potensial, khususnya yang mengalami keterlantaran dan kekerasan. Mengacu dari program pelayanan sosial lanjut usia Kementerian Sosial RI, berbagai macam program/kegiatan di bidang pelayanan sosial lanjut usia baik Page | 16
melalui dana APBD maupun APBN yang selama ini telah dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi DIY telah melakukan beberapa kegiatan, antara lain 1. JSLU (Jaminan Sosial Lanjut Usia) 2. Bantuan permakanan bagi LUT 3. Bimbingan Sosial UEP LUT 4. Fasilitasi pelayanan LU melalui Homecare 5. Pendampingan LU korban merapi 6. Forkom Organisasi Sosial (LU) 7. Pelaksanaan KiE dan kampanye sosial dalam rangka HLUN Selain itu, Dinas Sosial Provinsi DIY juga menyelenggarakan pelayanan sosial bagi Lansia melalui Panti Sosial Tresna Werdha yang terdiri dari 2 unit, yaitu Unit Abiyasa Pakem Sleman dan Unit Budhi Luhur Kasongan Bangunjiwo Kasihan Bantul. Kultur yang tumbuh di masyarakat Indonesia menyebabkan partisipasi lansia terhadap panti jompo masih terbilang rendah. Jumlah Klien Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) dari sekian banyak lansia yang ada di DIY yang dilayani pada tahun 2013 sebanyak 214 orang penghuni18. Setiap program mempunyai fokus dan jenis bantuan yang berbeda, Usaha Ekonomis Produktif (UEP) merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada lansia yang masih produktif sesuai dengan namanya. UEP merupakan bantuan baik berupa modal maupun barang namun opsi pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan para lansia. Program ini termasuk program yang mengarah ke pemberdayaan lansia dimana lansia yang masih mampu bekerja diberi fasilitas guna mengakses pekerjaan yang layak. Pemberdayaan yang 18
Pemerintah Jogja, PENANGANAN MASALAH SOSIAL DI DIY 2013 dalam informasipublik.jogjaprov.go.id/.../PENANGANAN-MASALAH-SOSIAL-DI-DIY-2013.ppt diunduh pada 14 Januari 2014 pukul 01.30 WIB Page | 17
dimaksud adalah memberi bekal kepada lansia baik meningkatkan keterampilan maupun memberi bantuan agar dapat mencukupi kebutuhan hidup. Contohnya dengan pelatihan tenun kepada para lansia agar dapat mengisi waktunya namun juga menghasilkan. Pelatihan keterampilan yang diberikan tidak dapat disamakan dengan masyarakat kelompok umur produktif, perlu ada pemahaman tentang kapasitas kemampuan lansia itu sendiri. Pemberdayaan lansia tidak dapat dilakukan seenaknya, perlu ada penilaian terhadap kemampuan baik fisik maupun psikis. Bagi lansia yang tidak produktif terdapat Program Home Care yaitu pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah/ lingkungan keluarga yang tepat untuk diterapkan dalam masyarakat Indonesia. Masyarakat masih berpegang pada nilai-nilai budaya timur, sebagai wujud perhatian terhadap lanjut usia dengan mengutamakan peran masyarakat berbasis keluarga. Home care sangat membantu lanjut usia yang mempunyai hambatan fisik, mental dan social, termasuk memberikan dukungan dan pelayanan untuk hidup mandiri, sehingga mengurangi beban baik dari anggota keluarga, teman, kerabat maupun tetangga yang membantu memenuhi kebutuhan lanjut usia. Program Home Care diharapkan dapat membantu lanjut usia mendapatkan kenyamanan dan rasa aman serta diakui keberadaannya. Kegiatan yang dilakukan dalam program Home Care adalah: pelayanan pemberian makanan tambahan tujuannya agar terpenuhinya kebutuhan pangan yang bernilai gizi setara dengan asupan gizi yang diperlukan. Selain itu, memberikan
pelayanan
pemeriksaan
kesehatan,
pengobatan
ringan
dan
bimbingan, tujuannya agar tercapai taraf kesehatan yang memenuhi syarat untuk menjalani kehidupan sehari-hari secara wajar, baik sehat secara fisik, mental Page | 18
maupun sosial19. Adanya Home Care juga ditunjang oleh Day Care Service agar kondisi lansia semakin terpantau. Jaminan sosial lanjut usia (JSLU) adalah program pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial terhadap lanjut usia terlantar dalam bentuk pemberian bantuan uang langsung tunai. Uji coba JSLU dilakukan sejak tahun 2006, dan hingga tahun 2010 terealisasi di 29 provinsi dengan jumlah sasaran 10.000 jiwa lanjut usia20. Bantuan dana diberikan sebesar Rp 300.000,- yang disalurkan langsung kepada lanjut usia peserta program melalui PT. Pos Indonesia selama 12 bulan kepada lanjut usia terlantar atau tidak potensial. Pelayanan sosial di luar panti merupakan jalan untuk memberikan kesejahteraan bagi lansia secara umum terlebih bagi lansia yang terlantar dan mengalami kekerasan karena pada dasarnya mereka tergolong rentan terhadap permasalahan sosial. Program-program tersebut merupakan terobosan dari pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan lansia tanpa mengabaikan kebutuhan masing-masing lansia yang mempunyai karakter berbeda-beda. Terdapat program bagi lansia yang masih produktif adapula program yang ditujukan kepada lansia tidak produktif. Ada program dalam bentuk in-cash adapula dalam bentuk in-kind. Adanya pemilahan tersebut jaminan sosial yang diberikan tidak hanya memberikan bantuan sosial tapi juga mempunyai cita-cita untuk memberdayakan para lansia.
19
Kementerian Sosial, 2009, Pelaksanaan Pelayanan Lanjut Usia Melalui Program Home Care Di PSTW Budhi Dharma, dalam http://budhidharma.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=8 diunduh pada 14 Januari 2014 pukul02.12 WIB 20 Setyo Sumarno dkk, Evaluasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia, Jakarta, P3KS Press, 2011 hal.14 dalam http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/464ceb9720dcaacd2c4cba6383a62e07e9.pdf Page | 19
Bantul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta yang memberikan pelayanan sosial lansia secara mandiri. Artinya selain adanya pelayanan sosial dari Dinas Sosial DIY, Pemerintah Bantul juga memberikan pelayanan sosial kepada lansia di wilayahnya. Tipe program pelayanan sosial yang diberikan tidak berbeda jauh dengan pelayanan sosial Dinsos DIY. Programnya terbagi untuk lansia yang produktif dan lansia yang tidak produktif. Terdapat tiga bantuan yang termasuk dalam program pelayanan lansia terlantar di Bantul. Ketiga bantuan tersebut mempunyai perbedaan jenis antara lain: 1. Asistensi Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) yang memberi bantuan
kepada lansia terlantar tidak potensial dalam bentuk uang tunai Rp. 200.000,00 setiap bulan bisa dibilang ini adalah bantuan secara ekonomi. 2. Pemberdayaan lansia yaitu program untuk lansia potensial dengan
memberikan pelatihan keterampilan dan memberi bantuan modal 3. Homecare merupakan program dalam bidang kesehatan bagi lansia
tidak produktif yang berupa bantuan permakanan atau paket sembako. ASLUT adalah bantuan dari pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh dinas sosial setempat. Dana program pelayanan sosial lansia di bantul berasal dari APBN (ASLUT) dan APBD (Homecare dan Pemberdayaan Lansia). Aktor utama yang berperan dalam proses penyaluran pelayanan sosial lansia adalah Dinas Sosial Bantul. Sedangkan penerima pelayanan sosial ini mempunyai beberapa kriteria yang sudah ditentukan oleh pihak Dinas Sosial Bantul. Pelaksanaan pelayanan sosial lansia di Kabupaten Bantul tidak begitu saja diberikan namun Page | 20
memerlukan proses. Program pelayanan sosial lansia di bantul dilaksanakan berdasarkan Tupoksi Dinas Sosial sejak tahun 2008. Pelaksanaan Pprogram Homecare dan Pemberdayaan Lansia baru berjalan dua tahun berbeda dengan ASLUT yang sudah berjalan lebih lama. Pelayanan sosial lansia terlantar diberikan kepada lansia yang belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah pusat maupun provinsi. Hal ini dilakukan agar lebih memperluas jangkauan bantuan sosial kepada para lansia terlantar dan tercipta kesejahteraan yang merata. Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Tirtomulyo yaitu bagian dari Kecamatan Kretek karena menjadi satu-satunya wilayah
yang mendapatkan
semua program dalam pelayanan sosial lansia dari Pemerintah Bantul. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang dijadikan sebagai percontohan program pemberdayaan lansia dalam lingkup nasional. Sebuah penghargaan yang cukup membanggakan akan kinerja pemerintah namun hal tersebut kurang terlihat dari jumlah lansia terlantar di Bantul. Kabupaten Bantul menjadi daerah kedua yang mempunyai jumlah lansia terlantar tinggi di DIY. Berikut perbandingan jumlah lansia terlantar di DIY dari tahun 2012 dan tahun 2013: Tabel 2. Jumlah Lansia terlantar di DIY pada tahun 2012 dan 2013 2012
2013
Bantul
8.025 orang
7976 orang
Gunungkidul
15.422 orang
14.851 orang
Sleman
6017 orang
6.289 orang
Kulonprogo
5432 orang
5.551 orang
Kota Jogja
2303 orang
2.061 orang
kabupaten
tahun
Sumber: olahan dari Kresna dalam http://m.beritajogja.co.id/2013/02/27/makin-banyakanggaran-untuk-lansia-ditingkatkan/ dan data pemutakhiran PMKS Dinas Sosial DIY tahun 2013 Page | 21
Data diatas memang menunjukkan penurunan jumlah lansia terlantar di beberapa wilayah begitupula dengan Bantul namun masih terlihat bahwa jumlah lansia terlantar di Bantul tetap menjadi peringkat kedua yang sejatinya kabupaten ini menjadi percontohan pemberdayaan lansia. Melihat fenomena tingginya angka lansia terlantar di Bantul padahal terdapat Panti Wredha milik Dinas Sosial DIY dan pelayanan sosial yang ditujukan bagi lansia terlantar menimbulkan pertanyaan terhadap kinerja para implementor. Pelayanan sosial yang digadang-gadang meningkatkan kesejahteraan lansia tetap saja memunculkan realitas bahwa lansia terlantar di Bantul terbilang tinggi. Masih terdapat lansia yang tidak mendapat kehidupan layak meski masih mempunyai sanak keluarga. Perlu ada peninjauanpeninjauan untuk mengetahui alasan masih tingginya jumlah lansia terlantar didalam pelaksanaan pelayanan sosial yang sangat beragam. Terdapat indikasi adanya kesalahan secara kontekstual maupun secara pelaksanaan sehingga jumlah lansia terlantar di Bantul masih terbilang tinggi. Hal tersebut bisa dilihat berdasarkan implementasi program di Kelurahan Tirtomulyo, Kretek selaku wilayah yang mendapatkan program Pemberdayaan Lansia, ASLUT, dan Homecare pada tahun 20113 yang lalu.
D. Rumusan Masalah: Mengacu dari latar belakang permasalahan yang menunjukkan bahwa terdapat inisiatif dari Pemerintah Bantul untuk meningkatkan kesejahteraan lansia namun masih tingginya jumlah lansia terlantar menyebabkan muncul pertanyaan, yaitu
Page | 22
>> Bagaimana realitas implementasi program pelayanan sosial lansia terlantar dalam usaha meningkatkan kesejahteraan lansia terlantar di Kelurahan Tirtomulyo?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pelayanan sosial bagi lansia
dan
melihat
kesesuaian
implementasi
program
tersebut
dalam
meningkatkan kesejahteraan. Melihat sisi positif maupun negatif adanya pelayanan sosial bagi lansia ini agar lebih memahami bentuk pelayanan sosial yang tepat. Penelitian ini juga ingin mengetahui sistem pelayanan sosial yang dilakukan pemerintah agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2. Manfaat Penelitian a) Bagi Ilmu Pengetahuan, yaitu: Memberikan gambaran yang nyata dari pelayanan sosial bagi lansia agar menjadi kajian tentang kesejahteraan yang lebih mudah dipahami Menjadi masukan maupun referensi terkait kebijakan sosial yang memperhatikan sisi humanis dan kebutuhan dari masyarakat Memahami skema pelaksanaan pelayanan sosial yang baik bagi lansia b) Bagi Lansia, yaitu: Mendapatkan perhatian pemerintah terkait pelayanan sosial tanpa melupakan kebutuhan setiap lansia Page | 23
Mendapatkan pelayanan sosial yang lebih ideal karena program yang dilaksanakan mendapat masukan dari hasil penelitian c) Bagi Pemerintah, yaitu:
Menjadi masukan bagi pelayanan sosial yang telah dirumuskan
Dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan program pada masa yang akan datang
E. Tinjauan Pustaka Tingginya angka harapan hidup
yang berbanding lurus dengan
meningkatnya jumlah lansia menyebabkan suatu permasalahan. Masalah sosial yang perlu mendapatkan perhatian agar tidak menjadi lebih besar. Masalah sosial bisa dibilang sesuatu yang paling dihindari oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan nilai, norma maupun standar sosial yang berlaku. Menurut Weinberg, masalah sosial adalah situasi yang dinyatakan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai oleh warga masyarakat yang cukup signifikan, dimana mereka sepakat dibutuhkannya suatu tindakan untuk merubah dan memperbaiki situasi tersebut21. Pemerintah mempunyai inisiatif dalam perumusan kebijakan sosial guna meminimalisir banyaknya lansia yang terlantar. Kebijakan sosial berisi upaya untuk mengelola masalah-masalah sosial, oleh karena keberadaan masalah sosial dapat menjadi penghalang perwujudan kesejahteraan sosial22. Pelayanan sosial bagi lansia merupakan sebuah kebijakan sosial terkait pemberian jaminan sosial ketika memasuki usia lanjut. Lansia bisa lebih merasa nyaman karena
21 22
Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 hal. 7 Ibid hal. 216 Page | 24
mereka mendapatkan perhatian lebih baik dari pemerintah maupun orang-orang di sekitarnya. Kebijakan sosial dalam bentuk program pelayanan sosial bagi lansia tidak lain adalah untuk meningkatkan kesejahteraan lansia yang mayoritas sudah tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri karena kondisi fisik yang semakin lemah terlebih bagi lansia yang tergolong dalam kategori terlantar. Implementasi pelayanan sosial bagi lansia yang terlantar merupakan wujud nyata agar harapan bersama yaitu kesejahteraan dapat terwujud. Implementasi yang penuh komitmen memberikan kontribusi yang positif bagi kesejahteraan lansia begitu pula sebaliknya apabila implementasi yang dilakukan setengah hati maka yang ada hanya program tanpa nyawa. Hasil yang didapat pun kurang memberi dampak bagi kesejahteraan lansia terlantar. Perencanaan pelayanan yang baik tapi tidak ditunjang dengan implementasi yang baik pula maka hasil yang didapat akan kurang maksimal. Teori implementasi merupakan teori untuk melihat faktor keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan. Keberhasilan implementasi berarti program yang dirumuskan menjawab permasalahan sosial yang ada dan meningkatkan kesejahteraan karena suatu program diadakan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa
tokoh tentang teori
implementasi, salah satunya adalah Merilee S Grindle (1980). Menurut Merilee S Grindle, ada 2 variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi23. Pelayanan sosial sebagai bagian dari kebijakan sosial juga perlu mendapat perhatian guna melihat sejauhmana 23
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005 hal. 93 Page | 25
pelaksanaannya dalam mewujudkan kesejahteraan dari lansia. Pelaksanaan pelayanan sosial perlu memperhatikan beberapa hal seperti perumusan awal sehingga memunculkan program yang sesuai dengan kebutuhan, mencakup: 1. Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target groups. 2. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups 3. Sejauhmana perubahan yang diinginkan 4. Apakah letak sebuah program sudah tepat 5. Apakah sudah menyebutkan implementatornya dengan rinci 6. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadahi Program sebaiknya sesuai dengan kebutuhan target sasaran karena tidak akan ada gunanya apabila tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Isi kebijakan menjadi rule bagi para implementator agar tidak melupakan bahwa kebijakan dibuat untuk masyarakat luas terlebih bagi kelompok rentan seperti halnya kelompok lanjut usia (lansia) terlantar. Terlepas dari isinya maka lingkungan pun mempunyai peran dalam keberhasilan implementasi. Lingkungan merupakan faktor eksternal yang mendukung pelaksanaan kebijakan dengan tepat baik dari pembuat kebijakan maupun target sasaran. Lingkungan implementasi meliputi: 1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan 2. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa 3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran Berdasarakan
gagasan
teori
implementasi
Merilee,
keberhasilan
implementasi pelayanan sosial lansia harus melihat beberapa hal dalam proses pelaksanaannya. Kebijakan pelayanan sosial bagi lansia juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia tidak bisa terlepas dari implementasinya. Perlu ada batasan agar sesuai dengan jalur yang tepat. Tidak terjadi simpanganPage | 26
simpangan yang menyebabkan ketidaksesuaian implementasi dengan tujuan awal. Teori ini, memberi bantuan untuk melihat komitmen implementator dalam meningkatkan kesejahteraan. Pemetaan kebutuhan yang tepat akan memberikan solusi masalah dalam program yang sesuai. Perumusan program yang sesuai kebutuhan akan mendapatkan hasil yang baik pula apabila dalam implementasinya sesuai dengan aturan yang seharusnya seperti yang tertuang dalam teori implementasi. Pelayanan sosial yang mengatasnamakan programnya untuk kepentingan lansia benarkah meningkatkan kesejahteraan lansia sepenuhnya(?). Kesejahteraan adalah kondisi dapat menyelesaikan masalah sosial, terpenuhinya kebutuhan, berbagai kesemapatan dan peluang sosial dapat dimanfaatkan secara optimal24. Kesejahteraan adalah hak semua orang tanpa memandang status, pendidikan, jenis kelamin, jabatan maupun alasan yang lainnya. Kesejahteraan lansia akan terwujud apabila dalam implementasi pelayanan sosial terdapat komitmen baik dari pelaksana maupun dari kelompok sasaran program (lansia). Berikut ini beberapa konsep yang dapat mengkerangkai pemikiran dasar dari penelitian ini, yaitu:
1. Lansia Lanjut usia atau yang sering disebut lansia merupakan istilah tahap akhir dari fase pertumbuhan hidup manusia. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu diperhitungkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lansia adalah
24
Soetomo, op.cit. hal. 215-216 Page | 27
penduduk yang mengalami penuaan secara terus-menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ25. Fisik lansia semakin lama akan semakin lemah, bukan karena kebetulan namun semua itu adalah proses alamiah. Tidak jarang lansia menjadi seperti balita yang tidak bisa melakukan segala hal sendiri. kodrat dari lansia adalah menjadi semakin lemah dan secara psikis menjadi lebih sensitif karena perubahan peran sosial yang dulunya bisa mempunyai andil dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, saat lansia maka perannya berubah menajdi pihak yang mendapatkan perawatan. Banyak definisi terkait lansia, berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab I, Pasal 1, butir 2, 3 dan 4 menyatakan; 1) Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh tahun) ke atas, 2) Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, 3) Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain `
25
Batasan-batasan lansia beragam versi, menurut WHO lanjut usia meliputi:
Usia pertengahan : 45-59 tahun
Lanjut usia
: 60-74 tahun
Lanjut usia tua
: 75-90 tahun
Usia sangat tua
: Diatas 90 tahun
Anonim, Pengertian Lansia, 2012 dalam http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-lansia-lanjut-usia.html?m=1 diunduh pada 16 Mei 2013 pukul 17.37 WIB Page | 28
Mayoritas pengkategorian lansia berdasarkan batasan usia sehingga untuk mempermudah dalam penelitian di lapangan peneliti juga mendefiniskan lansia sesuai dengan umur yaitu seseorang yang berusia diatas 60 tahun. Secara ekonomi, lansia lebih dipandang sebagai beban daripada sebagai sumber daya. Umur yamg sudah tidak lagi produktif sering dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat. Lansia dipandang sebagai hal yang negative dalam dunia ekonomi. Dipandang dari aspek sosial, lansia merupakan suatu kelompok sendiri. Di Indonesia lansia mempunyai kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh kaum yang lebih muda karena mereka dianggap mempunyai pengalaman yang lebih luas. Kenyataannya tidak semua lansia mempunyai karakteristik yang sama. Sesuai dengan definisi Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998, bahwa terdapat lansia yang potensial dan tidak potensial sehingga perlu ada perlakuan yang berbeda terhadap masing-masing lansia. Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 UU no. 13 tentang kesehatan) 2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif 3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi26. Lansia pun mempunyai karakter yang perlu diperhitungkan karena mereka juga membutuhkan pengakuan, meski sudah berusia lanjut dan tidak sekuat dulu 26
Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta, Salemba Medika, 2008 hal. 33 dalam http://books.google.co.id/books?id=jxpDEZ27dnwC&pg=PA32&lpg=PA32&dq=pengertian+lansia &source=bl&ots=CxUUl8qc35&sig=F0I7TYefpQRt66KrBAK3YRaSy8M&hl=id&sa=X&ei=5vvgUvrMP IebigfQ2oG4BA&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian%20lansia&f=false diunduh pada 22 Januari 2014 Page | 29
namun mereka juga tidak selalu menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Pemberdayaan adalah hal yang sah diberikan kepada lansia namun dengan jenis yang sesuai kondisi fisik lansia itu sendiri selama mereka masih masuk dalam golongan potensial. 2. Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah sebuah kata yang sekarang biasa didengar oleh masyarakat, baik dari media, pemerintah, seminar maupun perbincanganperbincangan ringan. Jaminan sosial menjadi isu hangat dari pemerintah untuk mengantisipasi berbagai kebijakan yang khususnya diarahkan kepada kelompokkelompok masyarakat yang rentan. Seperti Bantuan Langsung Sementara (BLSM) sebagai jaminan sosial yang berupa bantuan langsung kepada masyarakat miskin karena adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Jaminan sosial dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian uang dan/ atau pelayanan guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian. Jaminan sosial didefinisikan dengan rumusanrumusan yang berbeda di berbagai peraturan perundang-undangan dan dokumen lainya. Menurut Konvensi International Labour Organization (ILO) Tahun 1952 (102), jaminan sosial (standar minimum) adalah perlindungan yang diberikan masyarakat untuk para anggotanya melalui seperangkat instrument publik, terhadap kesulitan ekonomi dan sosial yang disebabkan karena terhentinya atau turunnya
penghasilan
diakibatkan oleh sakit,
hamil,
kecelakaan kerja,
pengangguran, cacat, hari tua, dan kematian; pemberian perawatan medis, dan pemberian subsidi bagi keluarga yang mempunyai anak. Page | 30
Berdasarkan programnya, jaminan sosial dapat dibedakan antara lain dalam:
Pemeliharaan kesehatan (sakit, hamil, bersalin)
Kecelakaan kerja (perawatan, cacat)
Hari tua (pensiun)
Kematian (warisan)
Menurut jenisnya, jaminan sosial dibedakan atas:
Asuransi sosial, menggunakan sistem asuransi untuk mengganti kerugian akibat sakit, kecelakaan dan kematian
Tabungan hari tua, menggunakan sistem tabungan untuk memupuk dana yang akan diberikan sebagai tunjangan hari tua baik berupa tunjangan pasca karya maupun uang pensiun
Tanggung jawab pemberi kerja, yang memberikan kewajiban pada pemberi kerja untuk bertanggung jawab atas kecelakaan, keselamatan dan kesehatan kerja yang menimpa para pekerjanya
Bantuan sosial, diberikan dengan menggunakan suatu test kebutuhan yaitu terhadap kejadian bencana alam, yatim piatu maupun manusia usia lanjut (manula)
Berdasarkan metodenya, jaminan sosial terdiri dari 2 program, yaitu:
Program jaminan hari tua
Program pemelihraan kesehatan
Dari segi pembiayaannya, jaminan sosial dibedakan atas:
Pas-as-you-go system yaitu suatu jamina yang dibayarkan dari iuran pada tahun yang sama
Fee for service system yaitu suatu imbalan yang dibayarkan pada setiap jasa yang diberikan atau prepayment system yaitu suatu imbalan yang dibayarkan di muka sesuai tariff/iuran yang ditentukan khususnya utnuk pembiayaan jaminan pemeliharaan kesehatan
Berdasarkan jangka waktu, jaminan sosial dibedakan menjadi 2 hal utama, yaitu:
Jangka panjang, meliputi periode 15 s/d 30 tahun (hari tua dan kematian)
Page | 31
Jangka pendek yang berkelanjutan, yaitu suatu periode yang terus diperpanjang (untuk kesehatan dan kecelakaan)27 Pentingnya jaminan sosial untuk mengatur stabilitas perekonomian
masyarakat menjadikan pemerintah lebih serius dalam pelaksanaan maupun target penerima jaminan sosial. Berbagai jenis jaminan sosial yang telah dipaparkan, mayoritas mengarah kepada pemberian jaminan untuk mengantisipasi kebutuhan di hari tua bahkan terdapat jaminan terkait kematian. Selain itu, kesehatan mendapatkan perhatian yang besar pula sehingga jaminan terkait kesehatan akan diberikan kepada target sasaran terlebih bagi kelompok rentan seperti ibu hamil, orang miskin dan lansia. Jaminan untuk hari tua maupun lansia merupakan suatu hal yang perlu diberikan karena lansia adalah kelompok masyarakat yang pada hakekatnya membutuhkan tumpuan lain dalam memenuhi kebutuhan kidup. Jumlah lansia yang cukup tinggi termasuk beban negara namun hal tersebut dapat teratasi apabila pemerintah dapat mengantisipasi dengan tepat. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian jaminan sosial bagi kelangsungan hidup para lansia. Jaminan sosial merupakan salah satu jenis kebijakan sosial untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan dalam masyarakat. Setiap negara memiliki definisi, sistem, dan pendekatan yang berbeda dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, dan karenanya, memiliki sistem dan strategi jaminan sosial ysng berbeda pula. Jaminan sosial umumnya diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk tunjangan pendapatan secara langsung yang terkait erat dengan kebijakan perpajakan dan pemeliharaan pendapatan. Jaminan sosial juga
27
Nurhadi, loc.cit Page | 32
seringkali berkaitan dengan skema peningkatan akses terhadap pelayanan sosial dasar, seperti perawatan kesehatan, pendidikan dan perumahan. 3. Pelayanan Sosial bagi Lansia “Pelayanan sosial adalah sistem terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial yang dimaksudkan untuk membantu perorangan dan kelompok-kelompok untuk mencapai standard kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan–hubungan sosial dan pribadi yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuan sepenuhnya dan meningkatkan kesejahteraan mereka serasi dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat. (Walter A. Fredlander (1967))”28
Pelayanan sosial dan jaminan sosial adalah dua hal yang sangat bersinggungan dalam pembangunan sosial. Pelayanan sosial merupakan tindakan nyata baik secara materi maupun jasa yang diberikan kepada target sasaran dengan
tujuan
untuk
membantu
suksesnya
pembangunan
sosial
yaitu
meningkatkan kesejahteraan. Pelayanan sosial diberikan guna meningkatkan kesejahteraan terlebih bagi kelompok-kelompok yang dianggap kurang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Pelayanan sosial merupakan subsistem pembangunan nasional yang menurut Kamerman dan Kahn (1979) dalam Hikmat (2004) yang mencakup 6 komponen yaitu pendidikan, kesehatan, pemeliharaan penghasilan, pelayanan kerja, perumahan dan pelayanan sosial personal29. Lansia merupakan salah satu sasaran dari pelayanan sosial yang diinisiasi oleh pemerintah. Muncul gagasan tentang pelayanan sosial bagi lanjut usia mengingat semakin tingginya jumlah lansia di Indonesia begitu pula Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelayanan sosial lansia terbagi menjadi 2 tipe yaitu pelayanan sosial yang diberikan dalam panti werdha dan pelayanan sosial yang diberikan kepada
28
Anwar Sitepu dan Yanuar Farida Wismayanti, PUSAT LAYANAN SOSIAL: Persiapan Pemberdayaan Sosial Masyarakat, 2011 hal. 27 dalam http://ppid.kemsos.go.id/modules/download.php?t=info&id=40 diunduh pada 04 Februari 2014 29 Zulaifati Shoimah, Implementasi Kebijakan Bantuan Sosial Permanen di Kabupaten Gunungkidul (Pelayanan Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia Terlantar oleh Organisasi Sosial), Tesis Prodi Magister Administrasi Publik UGM, 2008 Page | 33
lansia di luar panti. Seiring dengan munculnya data sebagai daerah yang mempunyai harapan hidup tertinggi di Indonesia, Pemerintah DIY mulai aktif melaksanakan pelayanan sosial bagi lansia. Penelitian ini fokus kepada pelayanan sosial bagi lasia terlantar yang ada di luar panti sosial werdha. Program pelayanan sosial bagi lansia dilaksanakan untuk mewujudkan: a. Dukungan keluarga dan masyarakat terhadap kehidupan lanjut usia, b. Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang dapat meningkatkan kehidupan penduduk lanjut usia, c. Kesempatan kerja dan aktivitas untuk mengaktualisasikan diri dalam keluarga dan masyarakat, d. Iklim kehidupan yang mendorong lanjut usia dapat melakukan kegiatan sosial keagamaan dan kerohanian, e. Aksesibilitas lanjut usia terhadap sarana dan pelayanan umum30 Pelayanan sosial bagi lansia juga memerlukan dukungan dari keluarga karena keluarga adalah pihak yang paling dekat dengan lansia. Lansia seringkali merasa disingkirkan dari kehidupan bermasyarakat. Label bahwa lansia tidak bisa apa-apa dan hanya merepotkan membuat mereka memasuki dunia tersendiri. Tidak jarang lansia kesulitan dalam mengakses sarana maupun prasarana yang sebenarnya disediakan untuk mereka karena pihak-pihak yang meremehkan para lansia. Lansia tidak mendapatkan haknya dalam pelayanan sosial dari pemerintah karena penyimpangan dari beberapa oknum yang menganggap bahwa lansia tidak akan bisa menuntut tindakan salah tersebut. Pelayanan Sosial lanjut usia dapat diartikan proses pemberian bantuan yang dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia, sehingga yang bersangkutan mampu melaksanakan fungsi sosialnya 30
Pusdati Kesos, Pelayanan Sosial Lanjut Usia dalam www.kemsos.go.id diunduh pada 18 Desember 2013 pukul 11.06 WIB Page | 34
seperti bersosialisasi dalam masyarakat, aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan bekerja sama dengan masyarakat31. Apabila pelayanan sosial dilakukan dengan baik, sesuai dengan kebutuhannya maka lansia akan dapat hidup dengan normal meski kekuatan fisiknya menurun. Pelayanan sosial yang diberikan tidak dibenarkan mengandung unsur kepentingan beberapa pihak, karena pelayanan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bukan untuk menggemukan kantong-kantong pemangku kekuasaan. Website pemerintah Kabupaten bantul juga menyebutkan terdapat pelayanan sosial bagi lanjut usia yang terlantar dan mengalami kekerasan. Menurut Departemen Sosial (1999), ciri-ciri lanjut usia yang terlantar adalah:
Usia 60 tahun atau lebih
Tamat SD/ kurang
Makan hanya < 2× per hari
Hanya mampu makan makanan berprotein tinggi (4 sehat 5 sempurna) < 4× per minggu
Pakaian yang dimiliki < 4 stel
Jika sakit tidak mampu berobat ke fasilitas kesehatan
Ada atau tidak ada keluarga, sanak saudara/ yang lain yang mau dan mampu mengurusnya32.
Sedangkan lansia korban kekerasan/ diberlakukan salah adalah lansia yang secara fisik dan non-fisik terkena tindak kekerasan, diperlakukan salah/ tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun
31
Departemen Sosial RI, 2004: 7 dalam Idchartami Thalib, SE, 2007 Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Sosial Lanjut Usia Melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kabupaten Gunungkidul, Program Pascasarjana Prodi Sosiologi 32 Idchartami Thalib, SE, 2007 Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Sosial Lanjut Usia Melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kabupaten Gunungkidul, Tesis Program Pascasarjana Prodi Sosiologi Page | 35
sosial dan diperlakukan secara keras, kasar dan kejam oleh keluarga dan lingkungan. Kedua tipe lansia tersebut membutuhkan perhatian lebih karena sebagai lansia yang secara kodrati mulai rentan akan mudah mengalami hal-hal yang menakutkan dan kedua kelompok lansia ini tidak mempunyai sandaran yang pasti untuk memperbaiki kondisi hidupnya. Pelayanan sosial bagi kedua kelompok lansia ini akan sangat bermanfaat apabila terlaksana dengan baik. Program-program
pelayanan
sosial
bagi
lansia
juga
harus
mempertimbangkan karakter lansia yang akan dijadikan sasaran program pelayanan sosial karena tidak selalu pelayanan yang diberikan kepada lansia yang satu cocok untuk lansia yang lain. Pelayanan sosial bagi lansia potensial dan tidak potensial berbeda, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Kesejahteraan Lansia bahwa upaya peningkatan kesejahteraan terdapat karakteristik yang berbeda tergantung tipe kelompok sasaran Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia potensial, meliputi: a. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual; b. Pelayanan kesehatan; c. Pelayanan kesempatan kerja; d. Pelayanan pendidikan dan pelatihan; e. Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum; f. Pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; g. Bantuan sosial. Sedangkan pelayanan sosial bagi lansia tidak potensial, Antara lain: a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual; b. pelayanan kesehatan; c. pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan Page | 36
fasilitas, sarana, dan prasarana umum; d. pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; e. perlindungan sosial. Bagi lansia potensial terdapat pelayanan yang bersifat mengembangkan kemampuan individu dengan adanya pelayanan pendidikan dan keterampilan, untuk mengembangkan keterampilan didukung dengan adanya bantuan sosial. Tidak seperti lansia tidak potensial yang lebih fokus dengan perlindungan sosial. Perlindungan sosial hanya dalam bentuk pemenuhan kebutuhan tanpa ada unsur mengembangkan kemampuan karena dianggap lansia non-potensial kurang mampu untuk mengurus dirinya sendiri. Program pelayanan sosial bagi lansia bukanlah kewajiban pemerintah saja namun perlu ada integrasi dari semua pihak baik dari LSM, masyarakat dan keluarga. Apabila semua dibebankan kepada pemerintah maka jelaslah program pelayanan sosial yang direncanakan tidak akan terlaksana dengan maksimal. 4. Implementasi Pelayanan Sosial bagi Lansia Implementasi merupakan tahap yang memerlukan komitmen karena kesuksesan suatu program tergantung bagaimana implementasinya di lapangan. Pemerintah bukan hanya sekedar merencanakan, namun untuk mensukseskan program yang direncanakan perlu ada tindaklanjut. Tindaklanjutnya adalah tahap implementasi pelayanan sosial bagi lansia. Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan atau penerapan suatu program melalui serangkaian tindakan operasional untuk memahami apa yang yang terjadi peristiwa-peristiwa dan kegiatan yang terjadi. Implementasi pelayanan sosial merupakan tahap pelaksanaan dari program yang dilakukan secara sistematis dan mempunyai tujuan
Page | 37
untuk meningkatkan kesejahteraan bagi kelompok masyarakat yang tergolong marginal dalam konteks penelitian ini kelompok yang dimaksud adalah lansia. Terkadang perumusan program tidak terlepas dari unsur kepentingan karena otak di garis depannya adalah kalangan yang mempunyai kekuasaan. Seringkali kebijakan yang dibuat bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat namun terdapat kepingan-kepingan politik didalamnya dan kebijakan sosial yang awalnya untuk kesejahteraan rakyat menjadi kesejahteraan untuk sebagian orang saja. Pelayanan sosial yang tulus dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat (kelompok sasaran) menjadi salah satu niat yang harus selalu ditanam di benak pemerintah
selaku
pemberi
pelayanan
untuk
meminimalisir
adanya
penyimpangan. Seperti Konsep Albert dan Zemke tentang Model Segitiga Pelayanan (The Service Triangle) yang melihat bahwa pelaksanaan pelayanan bagi masyarakat harus berpegang pada kepentingan target sasaran. Mereka mengatakan bahwa organisasi-organisasi di bidang pelayanan yang sangat berhasil memiliki tiga kesamaan, yaitu33: a. Disusunnya strategi pelayanan yang baik b. Orang di garis depan yang berorientasi pada target sasaran c. Sistem pelayanan kepada target sasaran yang bersifat ramah
Pada konteks ini pihak yang memberi pelayanan sosial adalah pemerintah Kabupaten Bantul yang mengadakan program sesuai dengan kebutuhan lansia terlantar. Orang yang berada di garis depan bisa diartikan sebagai orang yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pelayanan sosial bagi lansia yaitu 33
Ratminto dan Atik S, Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012 hal. 80 Page | 38
Pihak Dinas Sosial yang concern pada bidang pelayanan sosial. Bukan hanya Dinas Sosial Bantul yang bertanggung jawab penuh, pemerintah setempat pun mempunyai peranan dalam terselenggaranya pelayanan sosial lansia meski dengan kadar yang lebih kecil. Setiap organisasi harus memanage tiga faktor ysng dimaksud untuk mewujudkan kepuasan pelanggan (lansia terlantar). Interaksi diantara strategi, sistem, dan orang di garis depan serta pelanggan akan menentukan keberhasilan manajemen dan kinerja pelayanan pemerintah.
Strategi
Penerima Pelayanan
Sistem
SDM Pelayanan
Gambar 1. Model Segitiga Pelayanan Albert dan Zemke Implementasi pelayanan sosial menjadi gambaran nyata dari bagaimana komitmen pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, mana yang tulus dan mana yang terdapat unsur kepentingan. Implementasi pelayanan sosial bukan hanya melihat substansi dari program yang diberikan namun juga melihat bagaimana proses diberikannya pelayanan kepada kelompok sasaran secara berkaitan.
Page | 39
5. Kesejahteraan Lansia Kesejahteraan menurut Departemen sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materiil, spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaikbaiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia secara pancasila. Kondisi sejahtera adalah keinginan semua orang, sejahtera ketika semua kebutuhan terpenuhi, sejahtera ketika dapat menyelesaikan masalah sosial yang dihadapi, sejahtera ketika dapat mengakses jaringan sosial untuk mengakses kesempatan sosial. Begitu banyaknya keinginan utnuk menjadi sejahtera. Kesejahteraan memiliki beberapa perspektif, yaitu: happiness (kebahagiaan), security (jaminan), Preferences (hak untuk memilih dan kesenangan), needs (kebutuhan), dessert (kontribusi dan penghargaan), dan relative comparison34. Kesejahteraan individu dapat diukur secara obyektif maupun secara subyektif. Kesejahteraan obyektif dapat diukur dengan kriteria standar dan indikator yang obyektif, telah diuji keabsahannya dan berlaku umum. Berdasarkan pada kesejahteraan obyektif maka kesejahteraan individu dapat dibandingkan dengan kesejahteraan individu lainnya berdasarkan kriteria dan indikator tertentu. Sedangkan kesejahteraan subyektif berkaitan dengan perasaan, persepsi, pengetahuan, dan pengalaman individu tentang kesejahteraan dirinya sendiri. Kesejahteraan lansia bisa dimaknai secara subyektif maupun secara obyektif tergantung siapa yang melihatnya. Pemerintah memaknai kesejahteraan
34
Tony Fitzpatrick, Welfare Theory: an Introduction, New York, Palgrave, 2001 hal. 9 Page | 40
lansia berdasarkan batas-batas yang ditentukan dan disepakati sebelumnya sedangkan berdasarkan masyarakat luas maupun lansia kesejahteraan lansia mempunyai arti yang berbeda-beda. Kesejahteraan lansia lebih berdasarkan pandangan hidup masing-masing orang. Kebutuhan dan keadaan setiap lansia berbeda-beda sehingga memunculkan deskripsi yang sifatnya ssubyektif. Program yang diberikan pemerintah untuk lansia kebanyakan memandang sejahtera untuk lansia secara umum yaitu apabila kebutuhan ekonomi dan kesehatan terpenuhi. Kesejahteraan menurut lansianya secara pribadi bisa berbeda dengan sudut pandang pemerintah. Bisa saja lansia sejahtera berdasarkan perhatian keluarga, bisa makan dan minum sehari dua kali, bisa membeli obat, bisa tidur nyenyak, dan masih banyak definisi sejahtera secara subyektif. Menghadapi beragamnya jenis masalah kesejahteraan sosial, dengan konsep pemikiran yang tepat, penanganan kesejahteraan sosial dapat dilakukan secara proaktif melalui dua cara: preventif dan represif. Secara preventif, pembinaan pengembangan kesejahteraan sosial merupakan usaha sosial yang diarahkan kepada usaha-usaha pencegahan, pengembangan, dan perubahanperubahan sosial yang terarah dan terencana dengan sasaran utama potensi dan sumber-sumber daya lingkungan sosial untuk kesejahteraan sosial keluarga. Penanaman motivasi hidup sangat penting bagi penumbuhan dan peningkatan kepercayaan diri, khususnya diperlukan untuk kelompok marjinal. Sedangkan usaha represif mengarah pada terciptanya kondisi sosial agar masyarakat yang menyandang masalah sosial kembali memiliki harga diri dan kepercayaan diri,
Page | 41
seperti penyandang cacat dan fakir miskin35. Pada kasus ini, lansia mendapat kesejahteraan dengan 2 cara tersebut. Bagi lansia potensial usaha preventif lebih efektif karena mereka mendapatkan pegangan hidup dari bantuan yang diberikan pemerintah sebelum mereka harus meminta bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Sedangkan bagi lansia non-potensial usaha represif layak untuk mereka dapatkan karena meski mereka tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri namun mereka juga berhak mendapatkan kepercayaan diri dengan perlindungan yang diberikan. Umumnya kesejahteraan yang terkait dengan kebijakan sosial memberikan prioritas perhatian pada wara masyarakat yang kurang sejahtera atau warga masyarakat yang mengalami masalah dalam memenuhi kebutuhan. Kelompok sasarannya tidak meliputi seluruh warga masyarakat (universal), akan tetapi warga masyarakat tertentu yaitu masyarakat yang mengalami masalah dalam memenuhi kebutuhan dasarnya atau dalam mewujudkan kebutuhan dasarnya 36. Lansia adalah salah satu bagian dari kelompok sasaran tersebut. Kesejahteraan lansia juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Meski lansia bukanlah kelompok yang produktif namun mereka juga bagian dari masyarakat yang berhak untuk merasa sejahtera. Kesejahteraan merupakan hak bagi semua orang begitu pula bagi lansia. Kesejahteraan lansia adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dari lansia. Menurut Lilis Heri Mis Cicih (2005) dalam jurnal Demografi, kebutuhan lansia dapat dilihat dalam beberapa hal, yaitu kebutuhan fisik (pemeliharaan kesehatan, makanan bergizi, dll), kebutuhan mental/spiritual (bimbingan mental/spiritual, dorongan utnuk berkarya, dll), kebutuhan sosial 35
Nani Soedarsono, Pembangunan Berbasis Rakyat, Jakarta, Yayasan Melati Bhakti Pertiwi, 2000 hal.43 36 Soetomo, op.cit. hal. 216-217 Page | 42
(lansia perlu wadah untuk membantu berekspresi, saling berkomunikasi antar lansia, kegiatan untuk mengisi waktu luang, kepedulian dari masyarakat, dsb), kebutuhan ekonomi (jaminan dalam pemenuhan kebutuhan dasar, perlu pemberdayaan bagi lansia, dll)37. Kesejahteraan lansia bukan hanya terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar namun juga pengakuan dalam kehidupan sosial agar mereka mendapat dukungan pula secara moril. Jadi, kesejahteraan lansia adalah kondisi terjaminnya penghidupan sosial, materiil, spiritual tanpa melupakan karakter dari lansia yang secara jasmani tidak sekuat waktu muda. Kesejahteraan lansia mempunyai standar yang berbeda dengan kesejahteraan pada umumnya karena kondisi fisik lansia yang sudah mulai menurun. Kebanyakan lansia yang menyadari kemampuan fisiknya akan lebih menekankan pada kegiatan spiritual agar merasa tenang pada masa tuanya. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan38. Sejahtera kaum produktif berbeda dengan sejahtera menurut sudut pandang lansia. Kesejahteraan lansia tidak mempunyai ekspektasi setinggi kesejahteraan kaum produktif. Ketika masih berumur produktif gadget canggih adalah kebutuhan penting untuk menunjang penampilan dan komunikasi sedangkan bagi lansia gadget bukanlah hal yang penting selama dia masih bisa bergurau dengan cucunya. Kesejahteraan lansia terpenuhi ketika secara ekonomi mereka bisa makan dan minum, secara kesehatan mereka tidak sakit-sakitan atau 37
Muhammad Mulia, Peranan Kelompok Lansia Terhadap Kesejahteraan Sosial Lansia, Tesis Program StudiMagister Studi Kebijakan Kelompok Studi Antar Bidang, 2009 hal25 dan 27 38 Zulaifati Shoimah, loc.cit. Page | 43
ketika sakit mereka masih bisa berobat, secara sosial mereka masih bisa bersosialisasi dan diterima oleh lingkungannya, secara politik mereka diakui sebagai warga negara dan mendapatkan haknya sebagai warga negara.
Page | 44