BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan diartikan sebagai upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang berkesinambungan agar tercapai peningkatan output dalam perekonomian yang lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2012:15). Pada awalnya, pembangunan ekonomi diidentikkan dengan upaya peningkatan Gross Domestic Product (GDP). Kuncoro (2004:8) mengatakan bahwa berdasarkan tolak ukur ekonomi klasik, pembangunan diartikan sebagai peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Bruto atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Sering berjalannya waktu, ekonomi pembangunan mengalami redefinisi. Pada akhir tahun 1960-an banyak negara yang akhirnya mulai menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) tidak sama dengan pembangunan ekonomi (economic development). Meskipun negaranegara tersebut mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan tersebut juga diiringi dengan masalah-masalah lain seperti pengangguran, kemiskinan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakstrukturalan (Sjahrir, 1986 dalam Kuncoro, 2004:9). Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan ekonomi memilikidimensi lebih luas dari
sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, muncul beberapa pendapat mengenai pembangunan yang mulai berubah. Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Myrdal (1974) mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Meier dan Rauch (2005:13) berpendapat bahwa pembangunan ekonomi tidak lagi berpusat semata pada besarnya nilai PDB. Beberapa negara dapat memiliki nilai PDB dengan besaran yang hampir sama, namun berbeda jauh dalam tingkat kemiskinan penduduknya. Oleh karenanya, pembangunan ekonomi tidak lagi menekankan pada peningkatan kuantitas, melainkan lebih menekankan pada peningkatan kualitas dari proses pembangunan. Amartya Sen dalam Constantini dan Monni (2006) juga menggagas konsep pembangunan melalui konsep Human CapabilitiesApproach yang menekankankan pada gagasan kemampuan (capabilities) nanusia sebagai tema sentral pembangunan. Gagasan ini merupakan dasar dari Human Development Report yang pertama kali diterbutkan oleh UNDP. Ul Haq (1998) menegaskan bahwa manusia harus menjadi inti dari gagasan pembangunan, dalam arti semua sumber daya yang diperlukan dalm pembangunan harus dikelola untuk meningkatkan kapabilitas manusia. Berdasarkan penjelasan mengenai pergeseran makna pembangunan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembangunan tidak hanya semata-mata diarahkan pada pertumbuhan ekonomi saja, tetapi pembangunan juga
memiliki dimensi yang lebih luas dan diarahkan untuk mencapai tujuan sosial, seperti pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan pemerataan pendapatan. Negara-negara yang mengakomodir paradigma pembangunan yang berdimensi manusia telah mampu berkembang meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah (Kuncoro, 2004:10). Myrdal (1971: 57) juga menyebutkan bahwa dengan adanya investasi pada manusia, misalnya peningkatan pengeluaran untuk kesehatan, dapat meningkatkan produktivitas secara total. Pembangunan manusia sendiri merupakan sasaran akhir, tujuan yang ingin dicapai, dari pembangunan ekonomi suatu negara. United Nations Development Programme(UNDP) mendefinisikan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai sebuah indeks komposit yang mengukur rata-rata pencapaian dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia. Dimensi yang dimaksud antara lain adalah peluang hidup (longevity), pendidikan (knowledge), dan standar hidup yang baik (living standards). Hingga saat ini, indeks ini digunakan sebagai cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja pembangunan manusia di suatu wilayah (UNDP, 1990). UNDP dalam Human Development Report tahun 1990 mengatakan bahwa “People are the real wealth of nations.” (Masyarakat adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya). Hal ini menegaskan bahwa keberhasilan suatu wilayah dilihat dari kualitas masyarakatnya. Seperti halnya unsur rakyat yang menjadi hal krusial dalam suatu negara, manusia juga merupakan faktor
sentral dalam pembangunan suatu negara. Untuk itu, penting bagi suatu negara untuk mendorong pembangunan manusia, namun sering kali hal ini diabaikan karena perhatian pada pembangunan ditujukan lebih kepada hal-hal yang kasat mata dan langsung dapat diukur, seperti akumulasi komoditas dan kekayaan keuangan. Cara terbaik untuk mencapai pembangunan manusia adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan mendorong pembangunan partisipatif, yang melibatkan masyarakat dalam pembangunan secara langsung sebagai subyek pembangunan. Dalam Human Development Report tahun 1991, dikatakan bahwa kurangnya komitmen politik di suatu negara menjadi penyebab utama kegagalan pembangunan manusia. Sembilan tahun berselang, UNDP dalam publikasi Human Development Report 2010 tetap berpendapat bahwa komitmen politik dari pemerintah tetap memiliki peranan penting dalam penciptaan regulasi yang mendukung keberhasilan pembangunan manusia. Oleh karenanya, untuk dapat mengoptimalkan pembangunan manusia diperlukan 4 (empat) komponen esensial, yaitu: kesetaraan (equity) dalam kesempatan agar dapat memperbanyak pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup; keberlanjutan (sustainability) yang merupakan hal penting karena generasi masa depan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan generasi sekarang;
produktivitas (productivity) dan investasi dalam berbagai macam bentuk modal penting agar dapat mencapai pembangunan manusia potensial; dan pemberdayaan yang membutuhkan partisipasi masyarakat dan kebebasan politik (ul Haq dalam Nielsen dan Haugaard, 2000). Selain itu, pembangunan manusia juga membutuhkan pertumbuhan ekonomi karena tanpa pertumbuhan ekonomi, tidak akan terjadi peningkatan kesejahteraan manusia yang berkelanjutan. Dari gambar 1.1 dapat kita lihat perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dari tahun 1990 hingga tahun 2014. Secara umum dapat kita lihat, sejak pertama kali diterbitkannya Human Development Report oleh UNDP, HDI terus mengalami peningkatan. Hal ini menandakan telah adanya upaya dari seluruh negara di dunia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun dapat dilihat juga dari grafik tersebut bahwa ketimpangan terus terjadi. Selama dua dekade lebih negara-negara OECD mendominasi dengan indeks pembangunan yang tinggi, sementara negara-negara Sub-Saharan Afrika, yang walaupun rata-rata laju pertumbuhan HDI-nya sebesar 1,08 persen per tahunnya, belum dapat menyamai level HDI negara-negara OECD yang ratarata laju pertumbuhan HDI per tahunnya hanya di level 0,48 persen (UNDP, 2015).
1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200
0.100 0.000 1990
2000
2010
2011
2012
2013
Arab States
East Asia and the Pacific
Europe and Central Asia
Latin America and the Caribbean
South Asia
Sub-Saharan Africa
2014
OECD
Sumber: UNDP (2015), diolah Gambar 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Wilayah Tahun 1990-2014
Dave Lash (2014) mengatakan bahwa pembangunan manusia mengalami tiga tantangan yang mendasar: potensi, kemiskinan, dan produktivitas. Sistem pengembangan potensi manusia yang ada saat ini dirasa masih belum efektif dan terkesan tidak merata untuk dapat menyediakan kehidupan, kebebasan, dan kebahagiaan. Sistem ini pula yang mengakibatkan masih timbulnya kemiskinan dan kesenjangan. Sekitar 20 (duapuluh) persen anak-anak berada di bawah garis kemiskinan dan 20 (duapuluh) persen lagi berada di ambang batas garis kemiskinan. Kemiskinan ini menimbulkan
kesulitan untuk menjangkau sarana-sarana yang dapat meningkatkan kualitas manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan. Keterbatasan jangkauan pendidikan dan kesehatan menghasilkan sumber daya yang berkualitas rendah yang memiliki produktivitas rendah. 1 Hal tersebut senada dengan Bank Dunia dalam publikasinya, World Development Report, di tahun 1991 yang menyatakan bahwa tantangan utama dari pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Di negara-negara miskin, kualitas hidup yang baik menjadi barang langka sebab kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi. Namun, selain syarat pendapatan yang lebih tinggi, masih banyak syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan
hidup,
pemerataan
kesempatan,
peningkatan
kebebasan
individual, dan pelestarian budaya. Gagalnya sektor sosial dalam perekonomian—dalam hal ini pembangunan manusia—sering ditandai sebagai kegagalan pasar. Untuk mengatasi kegagalan tersebut, pemerintah melakukan intervensi melalui penyediaan, pembiayaan, dan pengaturan pelayanan publik, namun intervensi pemerintah memunculkan sebuah produk sampingan,
yakni korupsi
(Acemoglu dan Verdier, 2000). Walaupun belum sepenuhnya dipahami, bagaimanapun juga dalam penelitian-penelitian sebelumnya dikatakan bahwa
1
http://gettingsmart.com/2014/05/3-challenges-human-development-potentialpoverty-productivity/ diakses tanggal 29 Februari 2016 pukul 12.57
korupsi mempengaruhi penyediaan layanan sosial yang disediakan untuk publik dalam rangka pembangunan manusia. Lembaga Transparency International (TI) mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunaan kekuasaan publik yang dipercayakan kepadanya2. Sementara Bank Dunia (1997) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuataan publik untuk kepentingan pribadi. Keuntungan pribadi yang dimaksud bukan hanya secara individu, tetapi juga terhadap suatu partai politik, suatu kelompok tertentu dalam masyarakat, suku, teman atau keluarga. Transparency International membedakan korupsi menjadi dua kategori, yaitu korupsi besar (grand corruption) dan korupsi kecil (petty corruption)3. Korupsi besar terdiri dari tindakan yang dilakukan pada tingkat tinggi pemerintah yang mendistorsi kebijakan atau fungsi sentral dari negara, yang memungkinkan pejabat tinggi pemerintah untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan kepentingan publik. Korupsi kecil mengacu pada penyalahgunaan kekuasaan sehari-hari yang dipercayakan oleh pejabat publik dengan jabatan rendah dan menengah dalam interaksi mereka dengan warga biasa, seperti untuk mengakses barang atau layanan dasar di
2
http://www.transparency.org/what-is-corruption#define diakses tanggal 13 Mei 2016 pukul 15.13 3 ibid.
tempat-tempat seperti rumah sakit, sekolah, departemen kepolisian, dan instansi lainnya. Fenomena korupsi telah menarik banyak perhatian dari berbagai kalangan sejak lama, bahkan sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang terus mengundang diskusi di antara kalangan akademisi, praktisi, maupun awam.Noonan dalam Tanzi (1998) memberikan tinjauan sejarah mengenai korupsi di berbagai masyarakat dengan menyebutkan bahwa korupsi bukanlah suatu fenomena yang baru, tepatnya sejak dua ribu tahun yang lalu saat seorang perdana menteri Kerajaan India bernama Kautilya, telah membahas
mengenai korupsi dalam
bukunya
yang
berjudul
Arthashastra. Korupsi memiliki banyak efek yang merugikan: melemahnya lembaga nasional, pelayanan sosial yang tidak merata, dan ketidakadilan di depan hukum yang secara terang-terangan sering terjadi. Ketidakefisienan ekonomi yang meluas dan eksploitasi lingkungan yang tak terkendali juga menjadi efek samping adanya tindakan korupsi. Masyarakat kelas bawah merupakan golongan yang paling terkena efek dari korupsi karena masyarakat golongan ini seringkali sangat tergantung pada pelayanan publik dan tidak mampu untuk membayar suap untuk layanan penting yang seharusnya menjadi milik mereka berdasarkan haknya (UNDP, 2008). Asal-usul terjadinya korupsi ini terletak pada manajemen yang tidak efisien, yang justru menimbulkan hubungan masyarakat yang salah. Ketika terjadi hubungan masyarakat yang salah, situasi ini dapat menciptakan
masalah baru di masyarakat dan bentuk-bentuk baru korupsi yang diiringi dengan meluasnya area yang mengimplementasikan korupsi. Weder(2002) dalam Popova dan Podolyakina (2002) mengatakan bahwa adanya kecacatan dalam manajemen akan melahirkan kecacatan dalam masyarakat. Dalam hubungannya dengan pembangunan manusia, korupsi dapat menyebabkan meningkatnya tingkat harga yang dapat “melumasi roda” perekonomian, namun di satu sisi korupsi juga menyebabkan turunnya tingkat output dan jasa pemerintah (Shleifer dan Vishny, 1993), termasuk penyediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan dan pendidikan di banyak negara di dunia. Korupsi juga turut menjadi penyebab dalam penurunan investasi human capital (Erlich dan Lui, 1999 dalam Gupta et. al., 2001) dan penurunan pendapatan pemerintah yang dapat menurunkan kualitas layanan yang disediakan untuk publik (Shleifer dan Vishny, 1993; Gupta et. al., 2001).
1.2 Rumusan Masalah Hubungan antara korupsi dan Indeks Pembangunan Manusia tidak selalu mudah untuk dijelaskan. Beberapa hasil penelitian sebelumnya (Nielsen dan Haugard, 2000; Popova dan Poldolyakina, 2003; Akçay, 2006) menyatakan
bahwa
korupsi
memiliki
korelasi
yang
kuat
dengan
pembangunan manusia, namun United Nations Development Programme (UNDP) tidak melihat adanya keterkaitan yang erat antara tingkat korupsi
suatu negara dengan pembangunan manusia di suatu negara4.Oleh karena itu, variabel korupsi tidak digunakan sebagai komponen perhitungan dalam penilaian Indeks
Pembangunan ManusiaWalaupun demikian,
UNDP
menegaskan bahwa beberapa hal yang berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas lembaga pemerintahan tetap menjadi perhatian. Kemampuan lembaga pemerintah di sektor pendidikan, kesehatan dan perencanaan pembangunan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik (good corporate governance) turut masuk dalam penilaian pembanguanan manusia di suatu negara. Transparency International (TI) juga menyatakan korupsi memang tidak berkaitan langsung dengan HDI, namun TI menilai korupsi tetap punya pengaruh besar terhadap pembangunan manusia Indonesia karena pada dasarnya tindakan korupsi ini menimbulkan kemiskinan. TI mengatakan bahwa dampak korupsi terhadap peningkatan HDI sangat erat, seperti pada sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang menjadi indikator penilaian HDI.5 Bagaimanapun belum banyak studi yang menganalis korupsi berdasarkan paradigma pembangunan manusia (equity, sustainability, productivity, dan emporwerment):
4
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d02ebdccf8a6/korupsi-indekspembangunan-manusia-indonesia-sederajat diakses tanggal 7 Maret 2016 pukul 14:49 5 ibid.
Nielsen dan Haugard (2000) dalam penelitianya mencoba mengetahui pengaruh demokrasi terhadap korupsi dan pengaruh korupsi terhadap pembangunan manusia; Popova dan Podolyakina (2003) mencoba mengalisis dampak korupsi terhadap sistem sosial dan pertumbuhan ekonomi; serta Akçay (2006) yang mencoba mengetahui dampak korupsi terhadap pembangunan manusia. Berdasarkan masalah yang ada dan dengan didukung adanya beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis korupsi dari sudut pandang pembangunan manusia.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: a.
Bagaimana hubungankorupsi terhadap pembangunan manusia?
b. Bagaimana pengaruh korupsi terhadap pembangunan manusia?
1.4 Batasan Masalah Sehubungan dengan maksud dan latar belakang dari penelitian ini, maka penelitian ini memiliki batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1.
Jumlah negara yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 160 negara dari 195 negara di dunia6. Beberapa negara tidak dilibatkan dalam penelitian ini dikarenakan keterbatasan data.
2.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks Pembangunan Manusia (HDI) yang dikeluarkan oleh United Nations DevelopmentProgramme (UNDP), Corruption Perception Index (CPI) yang dikeluarkan oleh Tranparency International (TI), Produk Domestik Bruto (PDB) harga konstan tahun 2005 yang dikeluarkan oleh World Bank, Index of Economic Freedom dari Heritage Foundation, dan Urbanisasi yang dipublikasikan oleh World Bank.
3.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel dengan model variabel dependen terbatas (limited dependent variabel) dan menggunakan metode regresi Tobit.
4.
Tahun yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2010 hingga tahun 2014.
5.
Adanya perbedaan dengan penelitian sebelumnya (Nielsen dan Haugaard (2000), Popova dan Podolyakina (2013), serta Akçay (2006)), yaitutidak dimasukkannya
variabel
dummy
regional
atau
mengategorikan negara-negara dunia dalam penelitian ini.
6
Jumlah negara berdaulat di dunia berdasarkan United Nations.
budaya
yang
1.5 Tujuan Penelitan Penelitian ini mencoba menganalisis korupsi dan pembangunan manusia untuk negara-negara di dunia pada tahun tahun 2010 hingga 2014. Secara terperinci, tujuan utama penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis hubungan variabel korupsi terhadap pembangunan manusia. 2. Menganalisis pengaruh variabel korupsi terhadap pembangunan manusia.
1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, berupa: 1. Kontribusi Empiris Untuk memperkuat penelitian sebelumnya mengenai pengaruh korupsi terhadap pembiayaan pembangunan manusia dan indeks pembangunan manusia. 2. Kontribusi Kebijakan Untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan wewenang dalah hal penanggulangan korupsi agar dapat mendorong pembangunan manusia yang berkualitas. 3. Kontribusi Teori Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan, serta sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.
1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pada Bab Pendahuluan diuraikan latar belakang masalah yang terdiri dari human development atau pembangunan manusia dan kendala dalam menciptakan pembangunan manusia yang baik, khususnya yang disebabkan oleh korupsi. Bab ini juga menguraikan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian secara singkat, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menyajikan landasan teori-teori mengenai Konsep Pembangunan yang terdiri dari: Evolusi Konsep Pembangunan serta Definisi dan Pengukuran Pembangunan; teori mengenai Korupsi yang terdiri dari Definisi dan Dampak Korupsi, serta Teori Ekonomi mengenai korupsi; dan hubungan antara korupsi dan Indeks Pembangunan Manusia. Di samping itu, pada bab ini juga terdapat penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-peneitian terdahulu, maka akan terbentuk suatu kerangka pemikiran dan penetuan hipotesis awal yang akan diuji.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta definisi operasionalnya, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data untuk mencapai tujuan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai gambaran umum objek penelitian. Selain itu bab ini juga menguraikan mengenai analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dan pembahasan mengenai hasil analisis dari objek penelitian.
BAB V PENUTUP Pada bab ini disajikan kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan, dan saran yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan.