1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah sebuah organisasi wadah berkumpulnya guru atau tenaga kependidikan untuk bekerja sama dan bersama-sama dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mencapai tujuan mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Profesionalisme guru dituntut agar terus menerus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan, teknologi serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional. Upaya pembangunan pendidikan nasional sangat diperlukan guru dalam jumlah yang memadai dan standar mutu kompetensi profesionalisme yang terjamin.
Untuk mencapai jumlah guru profesional yang mencukupi dapat
menggerakan dinamika kemajuan pendidikan nasional diperlukan proses yang berkesinambungan, tepat sasaran dan efektif. Proses menuju profesional perlu didukung oleh semua unsur yang terkait dengan guru. Unsur unsur tersebut dapat dipadukan untuk menghasilkan suatu system yang dapat dengan sendirinya bekerja menuju pembentukan guru-guru yang profesional dalam kualitas yang mencukupi.
Era reformasi merupakan
suatu kurun waktu yang ditandai dengan berbagai perubahan untuk membentuk suatu keseluruh tatanan baru yang lebih baik. Organisasi PGRI belum nampak atau membawa perubahan kompetensinya dalam meningkatkan guru profesional.
2
Guru sebagai komponen penting dalam pendidikan belum mendapat perhatian dan perlakuan yang benar. Manajemen guru di Indonesia masih gelap, penuh persoalan. Pembinaan guru baik profesi maupun karir di tingkat kabupaten atau kota belum dilakukan dengan baik.
Guru belum optimal memperoleh
pembinaan, termasuk peningkatan kompetensinya.
Hujatan untuk guru tidak
ada dasarnya, banyak guru yang jadi korban politik tempat tumpuhan kesalahan, sejauh mana organisasi PGRI dapat memberikan perlindungan terhadap guru sebagai anggotanya. Di era otonomi daerah, PGRI belum eksis penuh dan menyikapi berbagai permasalahan dan tantangan sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, belum mampu menjadi pelopor, teladan dalam mengembangkan jiwa, semangat dan nilai otonomi melalui kinerja organisasi serta melakukan adaptasi dalam aspek struktur, kultur, subtansi dan sumber daya manusia. PGRI di era globalisasi harus membangun kerja sama dengan masyarakat internasional, bagaimana PGRI aktif menyetarakan setara internasional sebagai respons terhadap perkembangan global. Sesuai dengan dinamika dan perubahan-perubahan yang berlangsung, keberadaan PGRI harus dapat memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang timbul. Mampu menyikapi tantangan yang menghadang dan memberikan kontribusi terhadap tuntutan, pemenuhan kebutuhan yang dihadapi bangsa khususnya bidang pendidikan. PGRI mampu melakukan konsolidasi internal, misalnya pada tantangan global, tantangan guru agar dapat beradaptasi secara dinamis untuk menjamin kelangsungan kehidupannya. Tantangan nasional, PGRI dituntut untuk beradaptasi dengan melakukan reformasi secara dinamis dalam segi struktur, kultur, subtansi dan sumber daya
3
manusia, sehingga organisasi akan tetap lestari, tanggap terhadap kondisi serta perkembangannya.
Pada masa sekarang ini masih sering dijumpai pihak yang
memandang PGRI hanya sebagai aspek yang sempit,
banyak berkembang
persepsi atau pendapat-pendapat yang tidak kondusif terhadap PGRI. Tantangan organisasi harus mampu dijawab untuk mewujudkan dirinya sebagai organisasi pembelajaran, organisasi yang belajar secara berkesinambungan melakukan transformasi kearah yang lebih baik dalam pengelolaan mutu pendidikan. Menurut Ketua Umum PGRI (Sulistyo), jati diri PGRI merupakan urat nadi organisasi, perkembangan dan keberadaan organisasi guru dalam perjalanan bangsa untuk mewujudkan hak azasi guru, sebagai pribadi warga Negara dan pengembang profesi. Sebagaimana telah tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PGRI pasal 3, bahwa jati diri PGRI adalah sebagai berikut : 1. PGRI Sebagai Organisasi Profesi. Sebagai organisasi profesi berarti organisasi yang terdiri dari guru dan tenaga kependidikan yang sejawat berkumpul dalam suatu wadah persatuan dan berjuang mewujudkan semua amanat keputusan organisasi, baik yang tersurat maupun yang tersirat sesuai dengan ketentuan atau aturannya. Sebagi organisasi profesi, PGRI mempunyai fungsi sebagai wadah kebersamaan, rasa kesejawatan dalam mewujudkan peningkatan keahlian atau karier untuk menjalankan tugas keprofesiannya secara profesional. 2. PGRI Sebagai Organisasi Perjuangan. Sebagai organisasi pejuangan dalam AD/ART tersirat mengemban amanat dan cita-cita Proklamsi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945,
4
menjamin, menjaga, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan membudayakan nilai luhur Pancasila. Makna dari PGRI merupakan wadah bagi guru-guru dalam memperoleh, mempertahankan, meningkatkan dan membela hak-hak azasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, maupun pemangku profesi keguruan. 3.
PGRI Sebagai Organisasi Ketenagakerjaan. Sebagai organisasi ketenagakerjaan adalah menyadari bahwa anggota
mempunyai hak untuk bekerja, memilih tempat kerja secara bebas, memperoleh lingkungan kerja yang nyaman, aman serta dilindungi dari hak mendapat upah dan pekerjaan secara adil tanpa diskriminasi. Ketenagakerjaan atau organisasi serikat pekerja adalah suatu organisasi didirikan sendiri oleh anggotanya, dilaksanakan untuk kepentingan anggotanya sendiri tanpa intervensi dari pihak luar. Guru sebagai kelompok tenaga kerja profesional memerlukan jaminan yang pasti menyangkut hukum, kesejahteraan, hak-hak pribadi sebagai warga Negara. PGRI sangat ideal sebagai wadah solusi atas berbagai masalah yang dihadapi guru. PGRI merupakan wahana akselerasi kumpulan guru-guru, dalam upaya meningkatan profesionalisme, sarana perjuangan bersama untuk peningkatan kesejahteraan guru yang bermuara kepada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Kualitas pendidikan bukan semata urusan negara, semua elemen
bangsa harus turut terlibat dan berpartisipasi secara sinergis, berangkat dari suatu kesadaran serta tanggung jawab kolektif untuk membangun dunia pendidikan bermutu dan berdaya saing tinggi. Keberadaan organisasi PGRI merupakan salah satu elemen masyarakat profesi bidang pendidikan, berada pada suatu ranah strategis ikut berperan aktif
5
meningkatkan mutu pendidikan dengan sasaran pada upaya peningkatan profesioanlisme guru (Musaheri :2009).
Guru sebagai tenaga pendidik
merupakan ujung tombak dan garda terdepan dalam proses pendidikan. Guru dapat berperan secara maksimal menjalankan tugasnya apabila didukung, dibantu, diorganisasikan dalam wadah yang dinamis, independen, dan prospektif untuk menjawab berbagai persoalan serta tantangan masa depan. Namun ironi yang terjadi di kalangan guru dewasa ini, bahwa guru belum mengenal lebih dekat keberadaan PGRI secara umum. Persepsi guru tentang peningkatan derajat dan perubahan nasib guru selama ini, merupakan goodwill dari upaya pemerintah semata, tanpa keterlibatan PGRI. Pemahaman guru hanya sebatas pada potongan gaji setiap bulan sebagai iuran anggota, tanpa memahami atau perduli manfaaf menjadi anggota organisasi. Manfaat yang diperoleh seorang guru sangat substansial untuk kenyamanan dalam pelaksanaan tugas keprofesian guru. Namun hal ini masih belum disadari sebagian guru maupun anggota organisasi, hal tersebut tentu mengecilkan organisasi PGRI maupun bagi guru sendiri. Manfaat substansial yang diperoleh guru diantaranya sebagai berikut : 1. Terpenuhi kepentingan guru yang diamanatkan undang-undang bahwa guru harus tergabung dalam sebuah organisasi profesi independen guna melindungi hak-hak sekaligus wadah kreatif secara aktif bagi kemajuan guru maupun dunia pendidikan pada umumnya, 2. Tersedianya kesempatan luas terhadap akses dan jaringan komunikasi antar sesama guru dari berbagai tingkatan di daerah, sarana sharing
6
untuk berbagi pengalaman dalam upaya meningkatkan profesionalisme serta kinerja guru, 3. Tersedianya layanan bantuan hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH), dapat dimanfaatkan ketika guru bersinggungan dengan masalah hukum, berkaitan tugas keprofesian tanpa dipungut biaya, 4. Adanya akses mendapat pesangon dari Yayasan Dana Setia Kawan Pensiun besar disesuaikan dengan pengabdian menjadi pengurus PGRI, 5. Kartu Tanda Anggota dan SK Kepengurusan bagi pengurus PGRI dapat dijadikan sebagai instrumen penambah angka kredit guru atau untuk kepentingan sertifikasi guru, 6. Makin luasnya kesempatan untuk mengikuti berbagai macam kegiatan peningkatan profesionalisme guru yang dilakukan organisasi dari tingkat kepengurusan kecamatan hingga tingkat pusat. Tanpa disadari kenyataan selama ini guru-guru telah menikmati berbagai peningkatan, perbaikan nasib, perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan pada umumnya merupakan hasil kegigihan, kerja keras serta perjuangan ulet dilakukan PGRI. Namun belum nampak diimbangi dengan dengan peningktan profesionalnya. Jika ditelusuri lebih jauh, hasil perjuangan bukan guru semata yang memetik perubahan nasib, tetapi PNS lain juga ikut merasakan dampak positif dari regulasi pemerintah.
Lahirnya kebijakan
kenaikan gaji untuk semua PNS pada tahun 1999,
secara bertahap terus
berkelanjutan hingga nilainya lebih realistis dan membaik seperti sekarang. Kebijakan tunjangan beras dalam bentuk uang serta luasnya akses penggunaan Asuransi Kesehatan (ASKES) bagi Guru atau PNS pada rumah sakit pemerintah
7
maupun swasta, merupakan bukti sebagian hasil kinerjanya (Ichwan, 2010). Melalui berbagai bentuk komunikasi intensif dengan pemerintah pembuat regulasi kebijakan, disetujuhi realisasi peningkatan anggaran pendidikan hingga 20% dari APBN sebagaimana amanat undang-undang. Serta dalam pernyataan resmi Konkernas IV Tahun 2012,
PB PGRI mendesak pemerintah untuk
mengevaluasi masalah Ujian Nasional dan RSBI.
Dalam rangka menjadikan
guru profesional, sejahtera yang terlindungi, berbagai upaya telah dilakukan dibawah pimpinan Sulistyo, dengan menggalang kerjasama dan dukungan DPRRI, organisasi guru regional maupun internasional, Kemendikbud Kemenag, Menko Perekonomian, Mabes Polri, pendirian Bank Guru, maupun perusahaan swasta dan berbagai pihak lainnya. Nota kesepahaman (MoU) antara PGRI dengan jajaran direksi maskapai penerbangan Garuda, Merpati, serta Sriwijaya mampu memberikan kemudahan bagi anggota dengan menunjukkan KTA. Hal ini sangat membantu mobilisasi guru masa kini yang dituntut semakin aktif, tanggap, dan cepat dalam merespon dinamika masa depan. Terbitnya UndangUndang Guru dan Dosen merupakan bentuk riil hasil perjuangannya. Kewajiban
pemerintah
dalam
mengalokasikan
anggaran
untuk
pendidikan sebesar 20% dari ABPN, cukup alot berulang kali diuji materikan oleh Makamah Kontitusi. Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru dalam Jabatan, implementasi Peraturan Pemerintah tentang Guru (nasib guru, peningkatan profesionalisme, dan perlindungan profesi), semua merupakan investasi perjuangan sangat berharga untuk pembangunan pendidikan. Perjuangan terusmenerus secara bertahap membawa dampak perubahan nasib, Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru, bentuk bukti kepastian hukum
8
yang jelas. Kebijakan tersebut secara implementatif dapat dirasakan manfaatnya, melalui pengakuan profesional diiringi dengan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan, merupakan konsekwensi logis guru bersertifikat pendidik, selalu dituntut untuk meningkatkan profesionalnya. Diakui atau tidak oleh guru, hal tersebut telah teralisasi berkat kegigihan perjuangan organisasi untuk menekan pemerintah. Kondisi riil di lapangan, persepsi guru terhadap keberadaan organisasi PGRI beraneka ragam, seperti Guru PNS maupun Guru Non PNS (Guru Tidak Tetap) atau Guru berstatus honorer, mempunyai persepsi bagaimana pengurus mengenalkan program kerjanya yang dapat menyentuh kepada semua guru di Kota Malang. Guru belum memahami sepenuhnya atau mengenal lebih dekat keberadaan organisasinya,
tentu sebuah ironi yang perlu ditelaah lebih
mendalam. Wajar jika keberadaan organisasi hanya mampu dikenal dan berdengung di level atas tetapi lemah pada tataran grassroot, yaitu kalangan guru sendiri.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelti tertarik untuk melakukan
kegiatan penelitian kualitatif diskriptif guna mengungkapkan fenomenafenomena persepsi guru sebagaimana diuraikan diatas. Permasalahan ini akan dirumuskan sebagai kajian menarik dengan harapan dapat memberikan masukan kepada pengurus mulai tingkat ranting hingga kota dalam mengembangkan program kerja dan kegiatan organisasi. B. Rumusan Masalah Keberadaan organisasi PGRI sebagai wadah berhimpunnya guru-guru, selain menjadi media dan alat daya perekat, pemersatu guru, diharapkan mampu menjadi konektor atau penghubung yang efektif dan bermanfaat bagi aspirasi
9
kepentingan profesionalieme guru. Dengan tertatanya organisasi yang baik, dapat dikenal oleh anggota baik program kerjanya maupun bentuk perlindungan kepada anggota untuk mewujudkan profesionalisme guru secara terarah, efektif dengan suasana nyaman dan kondusif. Guru berhimpun dalam wadah organisasi profesi merupakan wujud perlindungan jabatan guru. Sehingga guru ada jaminan bantuan hukum secara optimal bagi yang membutuhkan. Tuntutan dan tantangan harus mampu dijawab oleh pengurus organisasi PGRI secara serius dalam berbagai tingkat kepengurusan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, berimplikasi bukan semakin menguatkan positioning PGRI secara kelembagaan, namun diiringi makin tingginya harapan dan tuntutan masyarakat pendidikan atas peran strategis yang diemban oleh organisasi. Jaringan kepengurusan organisasi begitu luas, mulai kecamatan diseluruh wilayah Indonesia, tentu membutuhkan manajemen pengorganisasian yang tertata dengan rapi dan bersinergi, baik antar kepengurusan di pusat maupun daerah.
Apabila tuntutan tersebut mampu
dijawab secara implementatif, niscaya keberadaan organisasi PGRI akan memiliki potensi pemberdayaan yang luar biasa bagi kepentingan guru dan dunia pendidikan.
Dalam kerangka menafsirkan soliditas PGRI sebagai organisasi
wadah guru-guru, pertanyaan awal yang perlu dikemukakan adalah, bagaimana persepsi guru terhadap peran organisasi PGRI ?
Pertanyaan tersebut perlu
diungkap melalui implementasi kinerja atau kegiatan pengurus agar dapat diterima dan dipahami oleh guru pada umumnya.
Hal ini masih nampak
manakala dijumpai guru menggerutu dan menganggap kegiatan organisasi hanya
10
sebatas pihak pemotong gaji mereka untuk iuran anggota.
Cara pandang yang
sederhana namun memberikan sinyalemen kuat atas rendahnya pemahaman persepsi guru terhadap PGRI dalam menaungi guru di Indonesia. Dengan mengacu pemaparan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang perlu diungkapkan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Bagaimanakah persepsi guru di Kota Malang terhadap keberadaan PGRI dan program kerjanya ? 2. Apakah yang menjadi harapan guru terhadap perjuangan Pengurus PGRI Kota Malang ? 3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan Pengurus PGRI Kota Malang dalam meningkatkan profesionalisme guru ? 4. Bagaimana persepsi guru terhadap perlunya PGRI sebagai wadah untuk media pengembangan profesi guru ? C. Tujuan Penelitian. Kemudian berdasarkan rumusan masalah sebagaimana di atas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui persepsi guru di Kota Malang terhadap keberadaan PGRI dan program kerjanya. 2. Mengindentifikasikan yang menjadi harapan guru terhadap perjuangan Pengurus PGRI Kota Malang. 3. Mendiskripsikan upaya yang dilakukan Pengurus PGRI Kota Malang dalam meningkatkan profesionalisme guru. 4. Menguraikan persepsi guru terhadap perlunya PGRI sebagai wadah untuk media pengembangan profesi guru
11
D. Kegunaan Penelitian. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap guru, khususnya pengurus PGRI Kota Malang terkait upaya peningkatan kualitas guru dan kegunaan bagi pihak-pihak sebagai berikut : 1. Penelitian ini dijadikan masukan terkait persepsi guru terhadap PGRI dalam
menjalankan
program
kerjanya
yang
dapat
menyentuh
kersejahteraan dan meningkatkan profesionalisme guru. 2. Bagi para pemegang kebijakan, pemerintah dan para pengambil keputusan mempunyai tanggungjawab terhadap kualitas meningkatkan profesionalisme guru, sehingga dampak dari kebijakan dapat digunakan pendekatan pengurus untuk masa depan sesuai dengan perubahan zaman. 3. Bagi para peneliti terutama para pemerhati masalah pendidikan, diharapkan temuan penelitian ini bisa menjadi dasar pengembangan penelitian-penelitian sesuai dengan pendekatan berbeda dan kajian yang lebih mendalam sehingga problem persepsi negatip guru terhadap peran Pengurus PGRI Kota Malang selama ini dapat dipecahkan secara ilmiah. E. Penegasan Istilah Untuk mendapatkan pemahaman tentang Persepsi Guru Terhadap PGRI, perlu pembatasan masalah untuk menghindari kesalah-pahaman terhadap penelitian ini, maka perlu dikemukakan penegasan istilah. Batasan pengertian judul tesis tersebut adalah sebagai berikut :
12
1. Persepsi adalah kumpulan sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti atau pemaknaan atas lingkungan mereka. 2. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing,
mengarahkan,
melatih,
menilai,
dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. 3. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya. Artinya profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. 4. Harapan adalah suatu keunginan yang akan dicapai dalam suatu perjuangan atau kebijakan sebagai suatu tujuan. Harapan merupakan pancaran suasana batin atau situasi kemanusiaan yang sedang menantinanti sesuatu yang disenanginya bakal menjadi kenyataan. 5. Kesiapan adalah suatu proses perencanaan langkah-langkah yang diambil dalam melakukan program kerja yang telah ditetapkan. 6. Profesional menunjuk pada dua hal pertama, orang yang menyandang suatu
profesi,
kedua
penampilan
seseorang
dalam
melakukan
pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. 7. Guru Profesional adalah guru yang memiliki komoptensi yang disyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik bersifat pribadi, sosial maupun akademis.
13
8. Proposionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional dan yang memiliki profesi. Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. 9. Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. 10. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah sebuah organisasi wadah berkumpulnya guru atau tenaga kependidikan untuk bekerja sama atau bersama-sama dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 11. Organisasi Profesi adalah wadah atau sarana perkumpulan yang anggotanya secara khusus memiliki keahlian tertentu, dimana tempat berlangsungnya interaksi dan kegiatan yang dilakukan secara bersamasama atau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati secara kolektif. Dalam penelitian ini penulis, sengaja menfokuskan masalah pada program kerja pengurus PGRI dan aspek kesejahteraan guru, karena selama ini masalah kesejahteraan selalu dijadikan asumsi akan rendahnya kualitas pendidikan dalam hal ini peningkatan profesionalisme guru. Oleh karena itu masalah kesejahteraan guru adalah salah satu permasalahan yang paling esensial dalam meningkatkan kompetensi guru dan kualitas SDM sekaligus motivasi untuk meningkatkan profesionalisme guru.