1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi Islam adalah salah satu stratum pendidikan Islam yang berada pada level tertinggi. Eksistensi pendidikan Islam dalam kancah pendidikan nasional di Indonesia memiliki urgensi yang sangat besar, utamanya sebagai pilar bagi bangunan pendidikan Islam secara keseluruhan. Perguruan Tinggi Islam memiliki misi sebagai center of excellent untuk menghasilkan para sarjana yang sujana serta manfaat pendidikan bagi stakeholder. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perguruan tinggi Islam merumuskan visi, misi, strategi, dan program kerja yang terencana, terfokus, dan berkesinambungan yang dipergunakan civitas akademika sebagai pedoman untuk mencapai tujuan. Untuk memberikan kepastian dalam pencapaian tujuan, perguruan tinggi Islam memerlukan daya dukung sumber daya manusia (SDM) yaitu pimpinan, dosen, staf administrasi, dan mahasiswa yang bermutu serta berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas menempati posisi yang penting dan strategis dalam rangka proses pembelajaran di Perguruan Tinggi Islam. Hal ini dikarenakan bahwa pimpinan, dosen, dan staf administrasi mampu menciptakan kondisi yang kondusif terhadap proses pelayanan terhadap pelanggan. Dalam konteks pemberdayaan SDM agar diperoleh pimpinan, dosen, dan staf administrasi yang professional dengan integritas yang tinggi diperlukan adanya acuan baku yang berlaku di Perguruan Tinggi Islam. Acuan baku tersebut adalah “budaya
2
organisasi” yang secara sistematis menuntun pimpinan, dosen, dan staf administrasi untuk meningkatkan komitmen kerjanya di Perguruan tinggi. Untuk meningkatkan kinerja serta mutu seluruh civitas akademik tidak hanya melalui peningkatan sumber dana dan sumber daya manusia akan tetapi melalui paradigma yang berkembang di lembaga perguruan tinggi Islam yaitu dengan membangun kultur organisasi melalui sistem nilai. Penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, tidak akan terlepas dari nilai-nilai, norma perilaku, keyakinan ataupun tradisi. Lebihlebih Perguruan Tinggi Islam tentu saja tidak hanya sekedar dipandang sebagai amalan yang bersifat duniawi, akan tetapi juga amalan yang bersifat ukhrowi, maka dari itu, telaah dan kajiannya tentu saja tidak akan terlepas dari nilai-nilai ajaran agama Islam. Pemahaman manusia terhadap ajaran agama, menuntut mereka untuk berperilaku sesuai dengan essensi ajaran agamanya, dalam kajian budaya organisasi hal ini merupakan wujud kebudayaan tingkat pertama, yaitu kebudayaan ideal, dan di dalamnya termasuk ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lainlain (Koentjaraningrat, 1989:61). Dan tingkat yang paling tinggi disebut dengan sistem nilai budaya yang berfungsi sebagai tata perilaku yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada perilaku dan perbuatan manusia dalam masyarakat (organisasi). Sistem nilai budaya sebagai wujud kebudayaan ideal yang paling abstrak berada dalam alam fikiran warga masyarakat (organisasi) dimana kebudayaan yang
3
bersangkutan hidup. Sistem nilai budaya yang berkembang dalam alam fikiran ummat itulah yang menuntut perilaku mereka, termasuk dalam pengelolaan lembaga pendidikan tinggi Islam. Dalam hal nilai, Amir (1997:14) mengemukakan bahwa menjelajahi kawasan nilai-nilai hidup dan nilai-nilai budaya laksana suatu pengembaraan diwilayah alam batin yang cukup sulit dan berat. Kawasan ini merupakan bidang ilmu yang belum banyak di eksplorasi. Menurut Muhadjir (1988:22) nilai dapat dibagi menjadi dua, yaitu: nilai hirarki dan nilai instrumental. Nilai yang hirarki bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai-nilai instrumental dapat bersifat lokal, pasang surut dan temporal. Adapun hasil survai yang dilakukan oleh Milton yang dikutip Robbins (1996:31) membagi perangkat nilai menjadi dua bagian yaitu: (1). Nilai terminal, merujuk ke keadaan akhir eksistensi yang sangat diinginkan sebagai suatu tujuan yang ingin di capai oleh sesorang selama hidupnya; (2). Nilai instrumental, merujuk ke modus perilaku yang lebih disukai atau cara mencapai nilai-nilai terminal. Sistem nilai mendasar dari sebuah organisasi yang berdaya guna adalah nilainilai yang dibangun dan dikuatkan melalui bentuk kepemimpinan berbasis nilai yang kuat dan benar-benar dipraktekkan oleh pemimpin dengan bentuk ketauladanan. Dalam hal ini pemimpin organisasi dapat memulainya dengan membuat visi yang dapat dipercayai kebenarannya oleh para anggota, mengkomunikasikan visi tersebut kesemua warga organisasi dan
kemudian melembagakan visi tersebut melalui
4
berbagai perilaku, ritual, upacara, dan simbol, begitu pula melalui sistem dan kebijakan organisasi. Sedangkan untuk menjadi seorang pemimpin berbasis nilai yang sukses dan efektif, para eksekutif seringkali menggunakan berbagai simbol, upacara, ritual, ceramah, dan slogan dalam mengkomunikasikan nilai-nilai yang mereka bawakan. (Wisnu dan Nurhasanah, 2005:263). Pemimpin berbasis nilai akan meraih kepercayaan dan rasa hormat dari seluruh
anggota
organisasinya
tatkala
pemimpin
mampu
secara
kongkrit
mendemonstrasikan adanya semangat, kegigihan, perjuangan dan berkorban dalam menjalankan nilai-nilai organisasi. Seorang pemimpin dengan gaya dan perilakunya dapat menciptakan nilainilai, aturan-aturan kerja yang dipahami dan disepakati bersama serta mampu mempengaruhi dan mengatur perilaku individu yang ada didalamnya sehingga nilainilai tersebut menjadi sebuah perilaku anutan bersama, yaitu yang disebut dengan budaya organisasi (Ach. Mohyi, 1999:199). Adapun adanya budaya organisasi juga berfungsi sebagai pengikat perilaku pimpinan, dosen, dan staf administrasi dalam melaksanakan tugas sesuai dengan visi, misi, dan strategi Perguruan Tinggi Islam. Keterikatan tersebut disebabkan karena budaya organisasi Perguruan Tinggi Islam dibakukan secara formal dalam bentuk peraturan yang diberlakukan di perguruan tinggi. Budaya organisasi mengacu pada sekumpulan keyakinan bersama, sikap dan tata hubungan serta asumsi-asumsi yang secara eksplisit atau implisit diterima dan
5
digunakan oleh keseluruhan anggota organisasi untuk menghadapi lingkungan luar dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dalam hal ini, budaya organisasi mempunyai pengaruh penting terhadap motivasi. (Anthony-Darden, 1992 : 67). Budaya organisasi sebagai sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi
dan
yang
dipelajari,
diterapkan,
dan
dikembangkan
secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Nilai dan sistem nilai dari budaya organisasi dapat dipelajari dan dikembangkan. Upaya tersebut menjadikan organisasi lebih berkembang dan dapat dijadikan pembeda dengan organisasi lainnya. Setiap organisasi pasti memiliki budaya atau sistem nilai yang unik, memang tidak semua organisasi sadar secara khusus dan sadar membangun budayanya. Bahkan sebagian besar budaya organisasi tercipta tanpa disadari berdasarkan nilainilai dominan yang dimiliki oleh para pendiri atau pemimpin organisasi. Membangun budaya merupakan bagian tersulit dan memerlukan waktu yang cukup lama dan panjang. Ahli antropologi pendidikan Theodore
Brameld menyatakan bahwa
pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat dalam artian keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Perguruan tinggi sebagai sebagai pusat budaya bangsa haruslah di artikan secara luas, yaitu kebudayaan bukan berarti seni dan sastra, tetapi merupakan keseluruhan nilai-nilai hidup manusia di dalam suatu proses perwujudannya. (Tilaar: 1999, 228).
6
Membangun budaya organisasi adalah bagaimana nilai-nilai yang diyakini dapat menjadi milik bersama, dimiliki oleh seluruh komponen yang ada dalam organisasi dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam organisasi. Bertolak dari definisi budaya organisasi tersebut diatas, budaya organisasi dapat ditemukan melalui wujud budayanya, yaitu “wujud ideal (meliputi ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma dan peraturan); perilaku; dan artefak” (Koentjaraningrat, 1982:5-8). Hofstede (1991) menyebut wujud budaya sebagai “level-level budaya yang meliputi symbols, heroes, rituals and values”. Dan Schein (1997: 17) menyebut wujud budaya sebagai “level-level” budaya yang meliputi artifacts, espoused values, and basic underlying assumptions”. Sedangkan Harris dalam (Edi Rachmad, 2005:11) menyebutnya dengan
“ciri-ciri umum budaya”. Ketiga ahli tersebut
sependapat bahwa budaya organisasi di perguruan tinggi dapat ditemukan melalui wujud budayanya. Dalam konteks ini nilai adalah “ keyakinan dasar tentang modus perilaku atau keadaan terakhir dari eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan modus perilaku atau keadaan akhir yang berlawanan” (Robins, 2002: 132). Nilai yang dimiliki seseorang dapat “menggerakkan dirinya untuk berperilaku yang membedakan perilaku seseorang dengan yang lainnya” (kattof, 1992:113). Sementara itu sistem nilai merupakan “ konsepsi-konsepsi hidup dalam alam pikiran sebagai warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai dalam hidup” (koentjaraningrat, 1982:2).
7
Sedangkan perilaku adalah “fungsi interaksi orang dengan lingkungan” (Owens,1991:178). Produk dari interaksi itu bisa perilaku baik yang mendatangkan rasa aman, puas dan lain-lain dan perilaku buruk yang dapat mendatangkan rasa ketakutan, kebencian dan lain-lain. Dalam organisasi, menurut teori tersebut dapat berupa “pemegang jabatan” owens (1991: 69), “karyawan dan pelanggan” (Robbins,2002:17), dan keduanya berinteraksi dengan lingkungannya. Denison (2000:42) menyatakan bahwa kultur dapat mempengaruhi kinerja organisasi, model budaya organisasi tersebut didasarkan pada sifat-sifat budaya yaitu involvement (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas) dan mission (misi). Senada dengan hal itu, Wijanarko(2006:63) menyatakan nilai dan norma mengendalikan perilaku anggota organisasi, sehingga budaya organisasi akan membentuk pola perilaku tertentu anggotanya. Dalam pengamatan penulis, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang akhirakhir ini menunjukkan perkembangannya yang mengejutkan. Penulis berasumsi bahwa kemajuan yang demikian pesat serta keadaan intern lembaga yang kondusif dikarenakan sistem nilai yang diterapkan dalam rangka membangun sebuah budaya organisasi, khususnya nilai-nilai Islam. Bagi seorang pemimpin spiritual niat merupakan sebuah obsesi dan impian. Niat
dalam hal, ini adalah aktifitas hati dan merupakan kekuatan yang mampu
mengkonsolidasi seluruh potensi kemanusiaan lainnya yaitu akal, kalbu, nafsu, ruh dan jasmani guna menggapai apa yang diniatkan (Tobroni, 2005:116). Niat memiliki kekuatan luar biasa karena mampu membangkitkan kekuatan lahir dan batin. Dan
8
dalam sebuah organisasi niat diwujudkan dalam bentuk visi dan misi dan upaya mewujudkan visi dan misi akan mampu menggerakan seluruh potensi organisasi. Dalam hal ini Suprayogo (2005:7) mengemukakan, bahwa UIN Malang telah merumuskan visi, misi, dan tradisi yang dikembangkannya. Rumusan tersebut dibuat dalam usaha memberikan arah, motivasi dan kekuatan gerak bagi seluruh civitas akademika yang terlibat dalam pengembangan UIN. Pada sisi lain dia mempertegas pernyataan bahwa visi, misi, dan tradisi tersebut telah dilengkapi dengan rumusan arah kebijakan pengembangan, program, prasarat bagi pengembangan Universitas, pilar-pilar yang harus dibangun serta pengembangan mahasiswa.Hal ini semua dilakukan guna meraih cita-citanya yaitu menjadikan UIN Malang sebagai salah satu pusat peradaban Islam (centre of Islamic Civilization) di Indonesia masa depan. Visi dan misi lembaga tidak dapat diwujudkan tanpa dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh civitas akademika (dosen, staf admistrasi, dan mahasiswa). Membangun dan mengembangkan visi dan misi berarti membangun dan mengembangkan budaya yang berisi nilai-nilai budaya yang dapat mendukung terwujudnya visi dan misi tersebut. Dan tentunya harus dibarengi dengan perubahan sikap, nilai, persepsi, dan motivasi tinggi seluruh anggota civitas akademikanya. UIN Malang selain melakukan penelitian di berbagai bidang ilmu pengetahuan juga ingin melahirkan sarjana yang memiliki kedalaman spiritual, keluhuran akhlak, keluasan ilmu dan kematangan profesional. Oleh karena itu, ilmu yang dikembangkan oleh UIN Malang mencakup dua sumber sekaligus yaitu al-
9
Qur’an dan Hadis yang dikenal dengan ayat-ayat qauliyah dan hasil eksperimen, observasi dan akal sehat selanjutnya disebut ayat-ayat qauniyah. Keterpaduan
dua
hal
tersebut
diatas
tercermin
dari
tradisi
yang
dikembangkan oleh UIN Malang secara ganda yaitu tradisi perguruan tinggi dan tradisi ma’had. Dengan tradisi perguruan tinggi tersebut diharapkan lahir sikap-sikap ilmiah yang obyektif, bebas dan terbuka. Adapun tradisi ma’had diharapkan berkembang suasana batin yang lebih halus yang kemudian melahirkan akhlakul karimah. Kedua hal tersebut sengaja dikembangkan UIN Malang untuk mengantarkan para lulusannya mencapai kedewasaan secara utuh baik kedewasaan intelektual, emosional dan spiritual serta sosial.(Statuta UIN Malang) Selama ini aktifitas kampus sebagai tradisi yang dibangun adalah merupakan implementasi dari budaya akademik, hal ini tercermin dengan banyaknya kegiatankegiatan pengembangan yang bersifat ilmiah dan professional mulai dari pengembangan SDM baik yang bersifa in-servese training maupun pre sevice training, sampai kepada menjalin hubungan kerjasama baik dalam dan luar negeri sebagi wujud dari kepekaan kampus terhadap lingkungan sosial organisasi. Sedangkan aktifitas lain yang merupakan tradisi kampus sebagai implementasi dari budaya ma’had tercermin pada kegiatan shalat dhuhur berjama’ah, kultum harian, istighotsah, khotmil qur’an yang menambah suasana kampus menjadi sangat agamis dan sarat dengan nilai-nilai yang Islami. Melalui ma’had diharapkan berkembang suasana batin yang lebih halus yang kemudian melahirkan akhlakul karimah.
10
UIN Malang menunjukkan keunikan tradisi dalam upaya membangun kultur organisasi dibanding dengan organisasi atau perguruan tinggi lainnya, walaupun sesama Perguruan Tinggi Islam. Kemajuan serta perubahan disuatu lembaga pendidikan tinggi sangat dimungkinkan karena adanya upaya mensikapi nilai-nilai dasar keagamaan yang dimulai dari unsur pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswa (civitas akademika). Dari sekian budaya atau tradisi yang ingin dibangun UIN Malang, jelas bahwa UIN Malang ingin memiliki karakteristik yang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. Budaya dalam hal ini adalah seperangkat nilai yang dipahami bersama dan dicita-citakan dalam rangka mewujudkan produktivitas (dalam hal ini out put dan out come) sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Dan saat ini di UIN Malang telah mulai dibangun dan dipraktekkan oleh seluruh civitas akademika dalam internalisasi nilai-nilai Islam untuk membangun kultur organisasi. Dalam hal internalisasi nilai-nilai Islam yang dikembangkan di UIN Malang tidak terlepas dari peran seorang pemimpin (rektor) sebagai pembaharu yang memiliki gagasan dan ide-ide baru yang keluar melalui kontemplasi, penjelajahan dan pengembaraan intelektual yang luas. Hal ini terlihat dari gagasan- gagasannya yang dikembangkan di UIN Malang yang salah satunya divisualisasikan dalam “pohon ilmu” yang menggambarkan adanya konsep integrasi atau keterpaduan, yaitu integrasi antar berbagai ilmu, integrasi ilmu dengan agama dan integrasi agama dengan etika. Konsep ini tidak dalam pengertian filosofis seperti membangun paradigma keilmuan baru, melainkan implementatif. Dan konsep ini sekarang mulai
11
diterapkan dalam proses pembelajaran. Hal ini terlihat adanya ma’had, semua dosen diharuskan dapat gelar akademik doktor dan bahkan professor, penciptaan suasana Islami dalam kampus, al-Qu’anisasi kampus dan lain sebagainya. Bila mencermati dan menelaah teori tentang sistem nilai, dalam hal ini nilainilai Islam dan kultur organisasi, di UIN Malang sistem nilai yang diterapkan adalah arah menuju pembentukan dan pengembangan kultur organisasi. Bertolak dari pemikiran dan fenomena diatas, sangat menarik bagi peneliti untuk mengkaji dan memperoleh kejelasan tentang keunggulan perguruan tinggi dari dimensi soft yaitu berupa sistem nilai (nilai-nilai Islam) dalam membangun kultur organisasi. Owens (1995); Kotter dan Hesket (1992:58) berpendapat bahwa dimensi soft,
yang mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (belief), budaya dan norma
perilaku justru lebih berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi, sehingga organisasi perguruan tinggi menjadi maju dan berkualitas. Berdasarkan latar belakang inilah maka penulis tertarik meneliti tentang “Sistem Nilai Dalam Kultur Organisasi Perguruan Tinggi (Internalisasi Nilai-nilai Islam Dalam Membangun Kultur Organisasi Studi Kasus pada UIN Malang)” yang diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi segenap warga kampus, khususnya pimpinan UIN, Dosen, karyawan, mahasiswa dalam lingkungan UIN Malang.
B. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada proses internalisasi nilai-nilai Islam dalam membangun budaya organisasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang terutama
12
pada cara membawa dan menanamkan nilai-nilai Islam dalam kultur organisasi serta bagaimana sistem nilai itu bisa difahami oleh warga kampus. Sistem nilai adalah merupakan dasar atau landasan bagi perubahan dalam hidup pribadi maupun kelompok organisasi. Sistem nilai dalam membangun budaya organisasi Perguruan Tinggi Islam (UIN Malang) yang dalam hal ini adalah nilai-ni;ai islam itulah yang menuntun perilaku para anggotanya dalam mengelola lembaga perguruan tinggi. Di dalam Perguruan Tinggi Islam (UIN Malang) terdiri dari beberapa unsur, ada pimpinan, dosen, senat perguruan tinggi, unsur pelaksana akademik yang terdiri dari bidang pendidikan, penelitian, dan bidang pengabdian masyarakat. Selain itu, perguruan tinggi juga memiliki unsur pelaksana administrasi, dan mahasiwa. Dalam hal ini seorang pimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menanamkan nilai nilai Islam yang menjadi visi dan misinya ke seluruh warga kampus (civitas akademika), sehingga warga kampus dapat menghayati, memahami dan melaksanakan nilai-nilai yang menjadi keyakinan bersama dalam upaya untuk membangun kultur organisasi yang kuat dan meningkatkan kinerjanya. Hal itu dapat diketahui melalui sikap, tindakan, perilaku dan pola pikir keseharian civitas akademika di UIN Malang.
C. Rumusan Masalah. Berdasarkn fokus penelitian permasalahan diatas, maka dirumuskan fokus yang lebih rinci sebagai berikut:
13
1. Bagaimana gambaran internalisasi nilai-nilai Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang ? 2. Bagaimana kultur organisasi yang tumbuh dan berkembang di UIN Malang sehingga kultur budaya menjadi inovatif ? 3. Mengapa internalisasi nilai-nilai Islam mampu membangun kultur organisasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang ?
D. Batasan Masalah Batasan masalah yang dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman dari penelitian agar lebih jelas dan terarah serta tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Maka penulis membatasi masalah pada sejauh mana proses internalisasi nilai-nilai Islam terkait dengan pengembangan kultur organisasi UIN Malang. Dengan demikian maka pada pembahasan berikutnya perlu adanya penegasan dan batasan sebagai berikut: 1. Sistem nilai adalah suatu hirarki atau peringkat yang didasarkan pada suatu peringkat nilai-nilai seorang individu dalam hal intensitasnya. Artinya bahwa sistem nilai yang diterapkan merupakan sesuatu keyakinan yang menjadi dasar bagi seseorang atau kelompok orang untuk memilih dan menilai tindakannya. 2. Internalisasi adalah proses menyeleksi dan menyerap berbagai macam produk dan nilai termasuk program yang akan menjadi bagian dalam
14
hidupnya. Oleh karenanya suatu yang akan diinternalisasikan tentunya yang ada hubunganya dengan pengembangan kultur organisasi 3. Kultur organisasi adalah sistem nilai, norma atau aturan, falsafah, kepercayaan dan sikap (perilaku) yang dianut bersama para anggota yang berpengaruh terhadap pola kerja serta pola manajemen sebuah organisasi. Artinya bahwa budaya yang diterapkan dalam organisasi merupakan komplektisitas yang termasuk pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, serta setiap kesanggupan dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh manusia.
E. Tujuan penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui gambaran internalisasi nilai-nilai Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 2. Untuk mengetahui kultur organisasi yang tumbuh dan berkembang di Universitas Islam Negeri Malang sehingga kultur budaya menjadi inovatif. 3. Untuk mengetahui internalisasi nilai-nilai Islam mampu membangun kultur organisasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
15
F. Kegunaan Penelitian 1. Memberikan masukan terhadap pihak penyelenggara Universitas Islam Negeri (UIN) Malang khususnya, dan perguruan tinggi pada umumnya dalam mengembangkan kelembagaan terutama yang berkaitan dengan sistem nilai dan budaya organisasi. 2. Memberikan masukan
kepada lembaga lain mengenai pengembangan
temuan-temuan penelitian ini untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi Islam, khususnya dalam mengembangkan kultur organisasi melalui nilai-nilai Islam yang ditanamkan. 3. Memperkaya teori manajemen pendidikan (perguruan tinggi) terutama berkaitan dengan sistem nilai dalam membangun budaya organisasi. 4. Memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam teori tentang sistem nilai dan kultur organisasi serta mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.