1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai salah satu media untuk mengungkapkan perasaan manusia yang berbentuk lisan maupun tulisan. Hidup manusia tidak terlepas dari perasaan dan jiwa. Aristoteles menyatakan bahwa jiwa merupakan unsur kehidupan. Oleh karena itu, tiap-tiap makhluk hidup mempunyai jiwa (via Walgito, 1997: 6). Dalam hal ini, makhluk hidup dibatasi hanya manusia saja. Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia dapat dikaitkan dengan karya sastra karena di dalam karya sastra dapat ditemukan berbagai tingkah laku dan konflik yang dialami manusia. Psikologi berasal dari kata Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson via Minderop, 2011: 3). Sastra dan psikologi memiliki kesamaan, yaitu keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian (Siswantoro, 2005: 29). Terkait dengan psikologi, terutama dengan psikologi kepribadian, sastra menjadi suatu bahan telaah yang menarik karena sastra bukan sekedar telaah teks yang menjemukan tetapi menjadi bahan kajian yang melibatkan perwatakan/ kepribadian para tokoh rekaan, pengarang karya sastra, dan pembaca (Minderop, 2011: 3).
2
Penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti: pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih dalam aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini dapat memberi umpan-balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan; dan terakhir, penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental dengan masalah psikologi (Endraswara, 2008: 12). Di dalam kesusasteraan Jepang, Akutagawa Ryuunosuke (1912-1926) merupakan sastrawan yang banyak menghasilkan karya dengan kondisi psikologis tokohnya yang kental. Seperti Jigokuhen (Layar Neraka), Hana (Hidung), Kappa, Kesa to Moritou, Yabu no Naka (Di dalam Belukar) dan masih banyak lagi (Rosidi, 1989: 66). Karya sastra tersebut sering dijadikan objek penelitian menggunakan teori psikologi oleh para mahasiswa. Salah satu sastrawan yang berhasil mengembangkan kondisi psikologis tokohnya adalah Yokomitsu Riichi (1898-1947) yang merupakan sahabat Kawabata Yasunari. Yokomitsu menghasilkan cerpen dengan judul Kikai (Mesin) pada September 1930. Karya ini merupakan salah satu cerpen yang menjadikan Yokomitsu makin terkenal di jagad kesusasteraan Jepang dan membuat penggemarnya bertambah. Cerpen ini dianggap oleh kritikus Kobayashi Hideo dan Ito Sei sebagai salah satu karya yang berpengaruh pada dekade itu (Lippit: 1980: 109). Cerpen Kikai dibawakan melalui sudut pandang tokoh utamanya, yaitu pemuda dari wilayah terpencil di Jepang. Dia bekerja di bawah tekanan dan
3
eksploitasi tenaga di pabrik yang memproduksi plat nama. Dia berniat keluar dari pabrik karena khawatir senyawa-senyawa kimia berbahaya yang digunakan dalam pabrik akan menggerogoti kemampuan tubuh dan pikirannya. Itu artinya bekerja di pabrik tersebut sama saja merusak dirinya secara bertahap. Namun karena belum memiliki pekerjaan ganti yang lain, dia akhirnya tetap bertahan di pabrik tersebut. Cerpen Kikai ini menarik untuk diteliti karena aspek kejiwaannya tokoh utamanya yang kental. Sebab, salah satu syarat pendekatan psikologi bisa dilakukan adalah apabila karya sastra yang diteliti banyak mengungkapkan aspek kejiwaan manusia. Struktur kepribadian tokoh Aku sering memunculkan kecemasan-kecemasan dalam dirinya sehingga diperlukan mekanisme pertahanan diri untuk mengurangi kecemasan tersebut. Penulis memilih teori psikoanalisis Sigmund Freud sebagai pisau analisis cerpen Kikai karena teori ini dirasa paling tepat untuk menganalisis kejiwaan tokoh Aku. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut kondisi psikologis tokoh Aku dalam cerpen Kikai karya Yokomitsu Riichi dengan menggunakan tinjauan berdasarkan teori psikoanalisis Sigmund Freud. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Bagaimanakah unsur-unsur intrinsik dalam cerpen Kikai dan keterkaitan antarunsurnya dalam membangun cerita secara keseluruhan?
4
2.
Bagaimanakah struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego dalam diri tokoh Aku?
3.
Mekanisme pertahanan apa sajakah yang digunakan oleh tokoh Aku untuk mengatasi kecemasan dalam dirinya?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan teoritis atau tujuan yang berhubungan dengan perkembangan keilmuan dalam penelitian ini adalah menganalisis bagaimana mekanisme pertahanan diri yang dibentuk oleh ego tokoh Aku dalam mengatasi kecemasan yang dialaminya dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Sedangkan tujuan praktis dari penelitian ini adalah memperkenalkan cerpen Kikai karya Yokomitsu Riichi kepada pembaca dan juga membangkitkan minat pembaca untuk menikmati karya-karya Yokomitsu yang lain. 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh pengetahuan penulis, penelitian dengan tinjauan psikologi sastra telah banyak dilakukan untuk menganalisis karya sastra para sastrawan Jepang. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Enik Darwati mahasiswa program studi S-1 Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada pada tahun 2005 dengan judul Kondisi Kejiwaan Tokoh Kikuji dalam Novel Senbanzuru Karya Kawabata Yasunari: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah tokoh Kikuji yang mempunyai superego yang lemah telah membawanya pada hubungan yang tidak
5
pantas dilakukan. Ego tidak bisa merepresikan id yang berupa kebutuhan cinta dan seks. Mekanisme pertahanan ego yang dilakukan oleh Kikuji adalah represi, penyangkalan, pemindahan, proyeksi, pembentukan reaksi, rasionalisasi, dan intelektualisasi. Indah Sulistyawati mahasiswa program studi S-1 Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dalam skripsinya pada tahun 2005 dengan judul Analisis Kejiwaan Tokoh Moritou dalam Cerpen Kesa to Moritou Karya Akutagawa Ryuunosuke: Psikoanalisis Freud. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah: (1) seperti dalam psikologi, penerapan teori psikoanalisis terhadap karya sastra dapat digunakan sebagai sarana untuk mempelajari kejiwaan seseorang; (2) eros atau insting hidup yang dimiliki oleh Moritou adalah nafsu seksualnya yang besar dan keinginannya yang kuat untuk berhubungan intim dengan Kesa; (3) ego dan superego tidak selalu dapat mengendalikan dorongan id yang kuat dalam diri Moritou; (4) mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh Moritou adalah penyangkalan, proyeksi, pembentukan reaksi, dan represi; (5) thanatos atau nafsu mati yang dimiliki Moritou adalah keinginan untuk membunuh Wataru, suami Kesa. Nanik Lestari mahasiswa program studi S-1 Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dalam skripsinya pada tahun 2013 dengan judul Struktur dan Dinamika Kepribadian Tokoh Yasukichi dalam Cerpen Ojigi Karya Akutagawa Ryuunosuke: Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nanik menunjukkan bahwa energi yang dimiliki oleh id sama kuat dengan energi dari ego dan superego, sehingga
6
menyebabkan kegelisahan pada tokoh utama. Eros atau insting hidup yang dimiliki oleh Yasukichi adalah keinginannya untuk bertemu lagi dengan si gadis. Thanatos atau insting mati yaitu ketika Yasukichi menganggap pertemuan dengan si gadis merupakan sesuatu yang bisa mengancam jiwanya. Mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh tokoh utama adalah represi, penyangkalan, pemindahan, sublimasi, proyeksi, pembentukan reaksi, regresi, dan fiksasi. Kartika Nugroho mahasiswa program studi S-1 Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dalam skripsinya pada tahun 2011 dengan judul Konflik Batin Tokoh Utama Sebastian Rodrigues dalam Novel Chinmoku Karya Endou Shuusaku: Sebuah Analisis Psikologi Sastra. Dalam penelitiannya, Kartika membahas mengenai konflik batin tokoh utama Sebastian Rodrigues sehingga dia memutuskan untuk murtad dengan menggunakan teori psikoanalisis Freud. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa id, ego, dan superego dalam diri Sebastian tidak berjalan seimbang. Hal tersebut menimbulkan kecemasan atau konflik batin dalam dirinya, ego melakukan pemindahan, identifikasi, dan mekanisme pertahanan diri yaitu rasionalisasi. Setelah penulis melakukan penelusuran, penelitian dengan bahan objek material berupa cerpen Kikai karya Yokomitsu Riichi belum pernah dilakukan sebelumnya. 1.5 Landasan Teori 1.5.1. Analisis Struktural Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memahaminya karya sastra harus dianalisis (Hill, 1966: 6). Dalam analisis itu
7
karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra dapat dipahami. Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsurunsur pembentuknya dan saling berhubungan (Hawkes via Pradopo, 1995: 108). Analisis ini memfokuskan diri pada unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra. Teeuw mengatakan bahwa pendekatan struktural karya sastra bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan mendalam mungkin keterkaitan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Ketertarikan para pembaca untuk menganalisis karya sastra menggunakan pendekatan struktural sampai sekarang masih tinggi. Berkat ditemukannya metode close reading1 oleh para penganut New Criticism2 di Amerika Serikat, para peneliti atau penganalis dalam menganalisis sebuah karya sastra hanya memerlukan kemampuan bahasa, kepekaan sastra, dan minat yang intensif bila ingin menganalisis sebuah karya sastra. Berbeda dengan sebelumnya, bahwa peneliti atau pengritik sastra dianggap atau diwajibkan memiliki pengetahuan seluas mungkin mengenai latar belakang sejarah, kebudayaan, psikologi, sosiologi, filsafat dan lain-lain, yang sukar diperoleh pembaca awam, murid sekolah, atau mahasiswa (Teeuw, 1984: 135-139).
1
Close reading merupakan metode pembacaan terhadap karya sastra yang berusaha mencermati karya sastra dengan teliti dan mendetail. Ini bertujuan agar tidak ada satu pun bagian dari karya sastra yang sedang diamati lepas dari pengamatan, sebab semua bagian dalam karya sastra, sekecil apa pun bagian tersebut merupakan bagian yang tidak mungkin dipisahkan. 2 New Criticism (Kritik Sastra Baru) muncul pertama kalinya pada tahun 1920‐an. New Criticism menitikberatkan perhatian mereka pada unsur intrinsik karya sastra, tanpa memperhatikan unsur‐unsur ekstrinsik, dan juga tanpa memperhatikan biografi penulisnya.
8
Penelitian ini akan memaparkan unsur-unsur intrinsik pada cerpen Kikai dengan menguraikan unsur fiksi, yaitu fakta-fakta cerita yang meliputi tema, latar, tokoh, dan hubungan antarunsurnya. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat. Tema memberi koherensi dan makna pada fakta-fakta cerita. Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, sama seperti makna pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Sama seperti makna pengalaman manusia, tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema (Stanton, 2007: 36-42). Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor, waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Biasanya latar diketengahkan lewat baris-baris kalimat deskriptif (Stanton, 2007: 35). Tokoh cerita menurut Abrams (via Nurgiyantoro 1995: 165) adalah orangorang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan
9
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga mampu memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995: 166). 1.5.2 Teori Psikonalisis Sigmund Freud 1.5.2.1 Struktur Kepribadian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori psikologi sastra. Seperti yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren (via Wiyatmi, 2006: 106) psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, studi proses kreatif, yaitu bagaimana terjadinya proses penciptaan karya sastra. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca. Psikologi dan sastra sama-sama memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama berguna untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut Freud (via Suryabrata, 1993: 145-148) kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu: 1.
Das Es (id), adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang orisinal di dalam kepribadian; dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Freud juga menyebutnya realitas psikis yang sebenar-benarnya (the true psychic reality). Oleh karena itu, id merupakan dunia batin atau subjektif manusia dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. Menurut Budiraharjo (2001: 21), id adalah sebagai bagian paling primitif dan orisinal dalam kepribadian manusia, id merupakan “gudang”
10
penyimpan kebutuhan-kebutuhan manusia yang mendasar, seperti makan, minum, istirahat, atau rangsangan seksualitas dan agresivitas. Id bekerja menurut prinsip kenikmatan (plesure principle), karenanya jika id terhambat, akan terjadi konflik-konflik yang menimbulkan rasa gelisah, sakit, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakenakan untuk mencapai kenikmatan itu, id mempunyai dua cara (alat proses), yaitu: (a)
refleks dan reaksi-reaksi otomatis, misalnya: bersin, berkedip, dan sebagainya;
(b)
proses primer, misalnya orang lapar membayangkan makanan.
Akan tetapi, cara demikian tidak memenuhi kebutuhan. Orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan hanya membayangkan makanan. Karena itu diperlukan adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif, yaitu ego. 2.
Das Ich (ego) adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan baik dengan dunia kenyataan (realitas). Orang yang lapar mesti perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sedangkan ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar
11
(dunia realitas). Di dalam fungsinya, ego bekerja menurut prinsip kenyataan atau prinsip realitas. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian. Oleh karena itu, ego mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhankebutuhan yang dapat dipenuhi dan cara-cara memenuhinya, serta memilih obyek-obyek yang dapat memenuhi kebutuhan. Di samping itu ego juga menuntut penundaan tindakan sampai ia dapat menentukan apa yang harus dihadirkan sebagai objek realitas. Penundaan yang hanya sesaat ini disebut proses sekunder (secondary process). Proses ini melibatkan pengujian realitas (reality testing), di mana ego membuat rencana untuk memuaskan kebutuhan dan menguji kembali, apakah rencana itu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan id sesuai realitas. Di sini ego berfungsi untuk memilih rangsangan yang harus dipuaskan, kapan, dan bagaimana cara memuaskannya. Karena ego memuat cara-cara bagaimana kita memilih dan memutuskan pemenuhan id dengan cara berpikir rasional, ego dikatakan memiliki fungsi eksekutif di dalam kepribadian manusia (Budiraharjo, 2001: 22). 3.
Das Ueber Ich (superego) dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya yang pokok adalah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, dan susila atau tidak. Dengan demikian, pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Nilai-nilai moral ini didapatkan individu terutama dari orang tuanya yang mengajarkan perilaku yang pantas atau tidak dalam situasi tertentu.
12
Adapun fungsi pokok superego dilihat dalam hubungan dengan ketiga kepribadian itu, yaitu: (a)
merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
(b)
mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang lebih moralistis daripada yang realitas; dan
(c)
mengejar kesempurnaan. Jadi, superego cenderung untuk menentang baik id maupun ego dan
membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Dalam keadaan yang biasa ketiga sistem itu bekerja sama dengan diatur oleh ego; kepribadian berfungsi sebagai kesatuan (Budiraharjo, 2001: 22). 1.5.2.2 Kecemasan Freud memberikan kontribusi berharga terhadap pemahaman kecemasan (anxiety)
(Budiraharjo
2001:
23).
Kecemasan
adalah
perasaan
tidak
menyenangkan yang sangat membahayakan diri. Bahaya itu mungkin disebabkan oleh impuls (dorongan id) seseorang yang tidak terkontrol, atau sebaliknya, ketakutan seseorang terhadap hukuman suara hati yang ditekankan oleh superego secara berlebihan. Freud mengkategorikan kecemasan ini menjadi tiga bagian. 1.
Kecemasan realitas (reality anxiety), yaitu kecemasan terhadap bahayabahaya yang datang dari luar, seperti kecemasan terhadap kegagalan perkawinan yang dialami seseorang saat akan menikah.
2.
Kecemasan neurotik (neurotic anxiety), yaitu kecemasan terhadap hal-hal yang ada dalam bayangan seseorang karena pengalamannya. Seseorang
13
mungkin mengalami kecemasan neurotik karena ia sebelumnya mengalami perasaan takut dan cemas pernah dihukum oleh orang tuanya semasa kanakkanak. 3.
Kecemasan moral (moral anxiety), yang muncul saat seseorang melanggar nilai moral di masyarakat atau keluarga. Misalkan, seorang anak merasa cemas setelah berbohong kepada ibunya. Adapun fungsi kecemasan atau ketakutan itu untuk memperingatkan orang
akan datangnya bahaya dan sebagai isyarat bagi id, bahwa bila tidak dilakukan tindakan-tindakan yang tepat, bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan (kewalahan). Apabila kecemasan timbul, maka itu akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu supaya ketegangan dapat direduksikan atau dihilangkan; mungkin dia akan lari dari daerah atau tempat yang menimbulkan kecemasan atau ketakutan itu, atau mencegah impuls-impuls yang berbahaya, atau menuruti kata hati (Suryabrata, 1993: 162). 1.5.2.4 Mekanisme Pertahanan Karena tekanan kecemasan ataupun ketakutan yang berlebih-lebihan, maka ego kadang-kadang terpaksa mengambil cara yang ekstrim untuk menghilangkan atau mereduksi tegangan. Cara-cara yang demikian disebut mekanisme pertahanan (Suryabrata, 1993: 167). Mekanisme pertahanan utama yang diidentifikasikan Freud adalah represi, pembentukan reaksi, pemindahan dan sublimasi, fiksasi, proyeksi, dan introyeksi (Semiun, 2006: 96). Semua mekanisme pertahanan itu mempunyai kesamaan sifat-sifat yaitu: (1) kesemuanya menolak, memalsukan, atau mengganggu kenyataan, dan (2) Kesemuanya itu bekerja dengan tidak
14
disadari, sehingga orang yang bersangkutan tidak tahu (tidak menginsyafi) apa yang sedang terjadi (Suryabrata, 1993: 167-168) Penggunaan berbagai mekanisme pertahanan diri tersebut bukan merupakan bahaya, sejauh mekanisme tersebut meredakan ketegangan dan menciptakan harmoni dalam kondisi kejiwaan kita. Akan tetapi, jika mekanisme pertahanan tersebut terlalu sering digunakan, akan membahayakan serta melumpuhkan kapasitas individu dalam menghadapi realitas (Budiraharjo, 2001: 27). 1.6 Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini, maka metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif analisis. Dalam metode ini, terlebih dahulu penulis akan mendeskripsikan data-data yang terdapat dalam cerpen yang kemudian akan dianalisis sesuai dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menentukan objek materialnya, yaitu cerita pendek berjudul Kikai karya Yokomitsu Riichi, kemudian pengumpulan data yang terdapat dalam cerpen Kikai dan membaca buku-buku teori psikoanalisis Sigmund Freud yang diperlukan untuk analisis cerpen tersebut. Langkah selanjutnya sebelum sampai pada tahap menganalisis kejiwaan tokoh, penulis akan memaparkan dan mengidentifikasikan unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerpen Kikai kemudian menjelaskan fungsi masing-masing unsur dalam menunjang makna keseluruhan cerita. Penulis akan menganalisis tokoh Aku menggunakan pendekatan teori psikoanalisis Sigmund Freud yaitu id, ego, dan superego kemudian kecemasan yang dialaminya dan mekanisme pertahanan
15
yang diambil oleh tokoh Aku. Terakhir, menarik kesimpulan sehingga didapatkan jawaban atas pertanyaan pada rumusan masalah. 1.7 Sistematika Penelitian Penulisan skripsi ini disajikan dalam lima bab. Bab satu merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penelitian. Bab dua merupakan biografi Yokomitsu Riichi dan karya-karya yang telah dihasilkannya. Bab tiga merupakan analisis struktural cerpen Kikai. Bab empat merupakan fokus utama dalam penulisan skripsi ini, yaitu analisis psikologis tokoh utama dalam cerpen Kikai menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Bab lima merupakan kesimpulan dari apa yang telah penulis jabarkan pada bab sebelumnya sehingga didapatkan jawaban atas pertanyaan pada rumusan masalah.