BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Profesi akuntan akhir-akhir ini menunjukkan perkembangannya, hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya jasa akuntan dan semakin tumbuhnya usaha-usaha swasta. Di samping itu, perkembangan profesi akuntan juga didorong oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah, seperti perusahaan yang mengadakan emisi (go public) di pasar modal, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah laporan keuangannya sudah diperiksa oleh akuntan publik dua tahun terakhir berturut-turut dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Faktor yang ikut memberi iklim perkembangan profesi akuntan adalah sektor perbankan yang mengharuskan calon debiturnya mempunyai administrasi yang baik dan laporan keuangannya sudah diperiksa akuntan publik. Peraturan BAPEPAM Nomor Kep-36/PM/2003 dan Peraturan Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-306/BEJ/07-2004 menyebutkan bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan telah diaudit oleh akuntan publik. Seorang akuntan (auditor) dalam proses audit memberikan opini dengan judgment yang didasarkan pada kejadian-kejadian masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Dalam melakukan tugas audit, auditor harus mengevaluasi berbagai alternatif informasi dalam jumlah yang relatif banyak untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan yaitu bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit (Ikatan Akuntan Indonesia, 2001). Lebih lanjut Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan bahwa untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit terlepas dari bentuknya harus sah dan 1
2
relevan. Pertimbangan waktu dan biaya menyebabkan auditor sulit untuk memberikan pendapat. Batasan waktu dan biaya berpotensi menimbulkan masalah yang serius bagi auditor dalam penggunaan bukti, selain itu semua audit bercampur baik relevan maupun tidak relevan sebagai auditor akan kesulitan untuk memberikan pertimbangannya. Auditor dituntut untuk profesional dan independen dalam mengeluarkan audit judgment. Adapun beberapa karakteristik profesional yang merupakan representasi konstruk adalah individualitas, kendala etika, altruisme, judgment, skill, dan kemampuan adaptasi (Hartanto dan Kusuma, 1999). Seorang auditor dalam melakukan tugasnya membuat audit judgment dipengaruhi oleh banyak faktor, baik bersifat teknis maupun nonteknis. Cara pandang auditor dalam menanggapi informasi berhubungan dengan tanggungjawab dan resiko audit yang akan dihadapi oleh auditor sehubungan dengan judgment yang dibuatnya (Meyer, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi auditor dalam menanggapi dan mengevaluasi informasi ini antara lain meliputi faktor pengetahuan, perilaku auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi informasi, serta kompleksitas tugas dalam melakukan pemeriksaan. Gender diduga menjadi salah satu level individu yang turut mempengaruhi audit judgment seiring dengan terjadinya perubahan pada kompleksitas tugas dan pengaruh tingkat kepatuhan terhadap etika. Di Indonesia Menteri Pemberdayaan Perempuan merumuskan lima peran wanita : sebagai isteri yang membantu suami, sebagai ibu yang mengasuh anak dan mendidik mereka, sebagai manajer di dalam mengelola rumah tangga, sebagai pekerja di berbagai sektor, dan sebagai anggota organisasi masyarakat. Secara implisit perempuan mempunyai peran ganda bila mempunyai peran publik, yaitu yang dibentuk oleh sistem nilai masyarakat Indonesia pada peran domestik (rumah tangga) dan peran publik itu sendiri.
3
Dengan adanya peran ganda tersebut maka muncul suatu motivasi untuk mengkaji apakah penelitian oleh Chung dan Moroe (2001), O’Donel and Johnson (1999) diatas relevan di Indonesia, karena di Indonesia, lingkungan masyarakatnya lebih menempatkan perempuan cenderung kepada peran domestik (Berninghausen and Kerstan, 1992). Dengan demikian muncul sebuah pemikiran bahwa hasil penelitian Chung dan Monroe (2001), Meyers-Levy (1986) O’Donel and Johnson (1999) diatas akan tidak konsisten apabila diterapkan di Indonesia, karena tuntutan sistem nilai masyarakat yang menempatkan peran ganda perempuan. Dengan adanya peran ganda tersebut, yang lebih menempatkan perempuan pada peran domesstik (Berninghausen and Kerstan, 1992), maka secara logika juga dapat mempengaruhi kemampuan perempuan dalam menyelesaikan suatu tugas yang mengandung kompleksitas misalnya dalam menentukan judgment pada sebuah penugasan audit., disamping juga dipengaruhi oleh pengalaman auditor itu sendiri. Perlakuan keadilan terhadap gender tersebut, di Indonesia diatur dalam UU No. 21 tahun 1999 tentang pengesahan ILO Convention No. 111 concerning Discrimination in Respet of Employment and Ocupation. Secara khusus, pasal 6 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh perlakukan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Orientasi tujuan yang merupakan suatu preferensi tujuan dalam pencapaian situasi, telah menjadi salah satu topik yang paling penting dalam pendidikan, psikologis, dan literatur penelitian organisasi (Payne, et al. 2007). Orientasi tujuan memberikan kerangka mental yang seseorang gunakan untuk menafsirkan dan menanggapi pencapaian dan kegagalan situasi (Dweck dan Legget, 1988). Orientasi tujuan telah difokuskan pada tiga dimensi dispositional: pembelajaran (learning), pendekatan-kinerja (performance-approach), dan penghindaran-kinerja (performance-avoidance). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk literatur
4
tentang orientasi tujuan dengan menggunakan studi lapangan untuk menyelidiki pengaruh orientasi tujuan pada kinerja auditor dalam membuat audit judgment. Auditor juga harus memiliki kemampuan diri dalam pengambilan audit judgment yang dalam hal ini ialah self-efficacy. Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengaku pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasikan tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986). Bisa diartikan juga bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu, dan mengimplementasikan tindakan untuk menampilkan kecapakan tertentu. Bandura (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : 1. Tingkat (level), 2. Keluasan (generality), 3. Kekuatan (strength). Adapun beberapa kasus mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pada pengambilan audit judgment seperti kasus hasil audit investigasi KPK atas kasus Hambalang. Dari kasus ini terlihat jelas bahwa auditor harus memiliki indepedensi dalam memeriksa hasil laporan keuangan yang begitu rumit dalam menguak hilangnya dana yang tidak sedikit. Auditor dituntut untuk mengumpulkan hasil bukti sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan audit judgment sesuai bukti yang ada dengan terbentur banyak konflik kepentingan di dalam kasus tersebut terutama dalam organisasi yang bersangkutan dengan kasus Hambalang. Ketua KPK tidak hanya mengeluarkan audit judgment atas laporan-laporan yang beredar namun ia mencari lebih banyak bukti melalui tersangka yang sudah pasti melakukan korupsi atas Hambalang. Ketua KPK yang berjenis kelamin laki-laki memiliki sifat yang berorientasi pada pekerjaan, objektif dan independen terlihat dari kemahirannya dalam menuntaskan kasus ini. Dengan 2 bukti yang materialitas, ketua KPK sudah dapat mengeluarkan judgment bahwa seseorang tersebut bersalah. Mengakuisisi
5
pengalaman juga dapat membantu auditor dalam pengumpulan bukti yang lebih banyak dan mencapai orientasi tujuan auditor. Tidak hanya itu, Self-efficacy yang tinggi pun mempengaruhi kinerja ketua KPK karena dengan self-efficacy tinggi seseorang dapat menyelesaikan tugas yang rumit dan kompleks. Dalam hal ini, KPK tidak dapat diintervensi oleh siapapun karena jika sudah terdapat campur tangan orang lain maka akan terdapat konflik kepentingan yang lebih banyak dalam kasus ini dan juga akan mengendurkan indepedensi KPK dalam penanganan kasus Hambalang yang nantinya akan mempengaruhi judgment audit yang sudah dikeluarkan KPK. (Susetyo, 2012). Pengalaman yang lebih baik akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Christ,1993). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam tugasnya. Boner dan Walker (1994), mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena itu pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah satu persyaratan
dalam
memperoleh
ijin
menjadi
akuntan
publik
(SK
Menkeu
No.43/KMK.017/1997). Di Indonesia, seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dan BRI Cabang Jambi pada 2009 yang diduga terlibat dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak kejaksaan tinggi Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus tersebut pada hari Selasa (18/5/2010) mengatakan bahwa setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat
6
keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu mengungkapkan adanya kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. (Magdalena, 2010). Kasus-kasus di atas seharusnya tidak akan terjadi ketika auditor memegang teguh komitmen profesionalitasnya. Aspek profesionalitas akan mempengaruhi dedikasi dan komitmen pelaksanaan tugas seorang auditor. Ketika auditor menjalankan komitmen profesionalitasnya, kualitas laporan auditor dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja auditor. Standar Profesional Akuntan Publik (2001) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, khususnya dalam Standar Pekerjaan Lapangan ke - 3, menyatakan bahwa “Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit”. Keyakinan atas kompetensi dan kecukupan bahan bukti diperlukan untuk menentukan sifat, lingkup, saat pengujian, dan menetapkan staf yang akan melakukan pekerjaan. Berkenaan dengan lingkup pengujian, penentuan ukuran sampel dan item yang akan diuji, dan pertimbangan (judgment) auditor akan sangat mempengaruhi. Pertimbangan (judgment) auditor dalam hal ini mencakup materialitas, risiko, biaya, manfaat, ukuran, dan karakteristik populasi. Oleh karena itu, apabila auditor tidak berhati-hati dalam menentukan pertimbangannya, kesalahan dalam pernyataan pendapat dapat saja terjadi. Haynes (1998) mengemukakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertimbangan auditor khususnya dalam mengevaluasi bukti audit, diantaranya adalah preferensi klien dan pengalaman audit. Preferensi klien dalam konsep auditing terjadi apabila klien dengan jelas menyatakan suatu hasil tertentu atau perlakuan akuntansi tertentu yang diinginkan dan auditor berperilaku secara konsisten dengan keinginan klien itu.
7
Biasanya hasil tertentu yang diinginkan oleh klien yang diaudit adalah untuk mendapatkan unqualified opinion sehingga kinerja dari perusahaannya dapat dikatakan baik dan bagi perusahaan yang go public dapat meningkatkan nilai sahamnya di pasar modal. Untuk mencapai tujuan tersebut, klien tidak jarang menyatakan keinginan atas suatu hasil tertentu atau perlakuan akuntansi tertentu agar laporan keuangan terlihat baik. Pertimbangan (judgment) auditor dapat menjadi bias terhadap perlakuan akuntansi yang dipreferensikan klien tersebut karena auditor dibayar oleh klien dan ingin memberikan kepuasan kepada kliennya untuk mempertahankan bisnisnya. Di lain pihak, auditor dihadapkan pada kemungkinan perkara hukum yang akan timbul seperti, kehilangan reputasi dan sanksi dari organisasi profesi yang dapat menetralkan bias tersebut.
Koroy (2005) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa auditor yang kurang berpengalaman mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi dalam menghapuskan persediaan dibandingkan auditor yang berpengalaman. Puspa (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa auditor dengan tingkat pengalaman yang hampir sama (memiliki masa kerja dan penugasan yang hampir sama) ternyata memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dan sangat bervariasi. Sedangkan menurut Haynes et al., (1998) dalam penelitiannya menyatakan bahwa auditor tidak secara otomatis mengambil posisi advokasi bagi klien, terutama jika kepentingan klien tidak dibuat secara eksplisit. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian apakah pengaruh apakah pengaruh gender, orientasi tujuan, self-efficacy, dan pengalaman,
terhadap audit
judgment pada beberapa Kantor Akuntan Publik di Bandung. Dengan latar belakang tersebut, penulis mengambil judul
8
“Pengaruh Gender, Orientasi Tujuan, Self-Efficacy, dan Pengalaman terhadap Audit Judgment (Survey pada 11 Kantor Akuntan Publik di Jakarta)”. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah : 1. Apakah gender berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. 2. Apakah orientasi tujuan berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. 3. Apakah self-efficacy berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. 4. Apakah pengalaman berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. 5. Apakah gender, orientasi tujuan, self-efficacy, dan pengalaman berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maksud penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang pengaruh gender, orientasi tujuan, self-efficacy, dan pengalaman terhadap audit judgment. 1.3.2 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap audit judgment yang dia ambil oleh auditor. 2. Untuk mengetahui pengaruh orientasi tujuan terhadap audit judgment yang diambil oleh auditor.
9
3. Untuk mengetahui pengaruh self-efficacy terhadap audit judgment yang diambil oleh autidor. 4. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman terhadap audit judgment yang diambil oleh auditor. 5. Untuk mengetahui pengaruh gender, orientasi tujuan, self-efficacy, dan pengalaman terhadap audit judgment yang diambil oleh auditor.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan bagi Pengembang Ilmu Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu auditing, sehingga diharapakan kualitas auditor dimasa yang akan datang semakin menghasilkan auditor yang independen sehingga dapat memberikan jawaban dan kepercayaan kepada masyarakat untuk menilai kesesuaian suatu laporan keuangan dengan kriteria yang berlaku. 1.4.2 Kegunaan Operasional Memberikan kontribusi dalam menambah pengetahuan di bidang akuntansi keperilakuan dan auditing untuk menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya, juga memberikan kontribusi untuk Kantor Akuntan Publik agar menjadi lebih baik lagi dalam mengambil audit judgment yang tidak bertentangan dengan standar profesional, khususnya bagi auditor independen agar dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya beberapa hal yang mempengaruhi judgment auditor seperti pengaruh gender, orientasi tujuan, self-efficacy, dan konflik kepentingan agar tidak salah dalam mengambil judgment audit.
10
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk keperluan penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada beberapa
Kantor Akuntan Publik di Jakarta. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada periode Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013.