BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah masalah-masalah yang selalu menyibukkan pikiran para pemikir dan pecinta perbaikan. Pendidikan itu penting sekali bagi setiap individu, karena tidak mungkin dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dengan penghidupan bahagia, kecuali sudah dipersiapkan oleh kedua orang tuanya atau selain keduanya untuk menghadapi perjuangan hidup dan tidak ada persiapan itu tanpa pendidikan benar.1 Pendidikan pada hakekatnya usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.2 Mendidik dan mengajar merupakan perbuatan amat penting dan bermartabat tinggi untuk membawa anak manusia pada tingkat manusiawi dan taraf peradapan; tanpa pendidikan, anak tidak dapat mencapai martabat kemanusiaan tidak bisa menjadi pribadi yang utuh juga tidak menjadi insan sosial dan abdi Tuhan Yang Maha Esa yang soleh, sebab anak manusia itu dilahirkan
1
Drs. Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 1 2 Drs. Soeparman, Pendidikan Nasional, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), 3
1
2
dalam keadaan sebab kurang lengkap dengan naluri dan fungsi-fungsi jasmanirohani yang belum berkembang.3 Pendidikan dewasa ini pada dasarnya adalah suatu bentuk hubungan manusiawi secara teratur yang merupakan tata alur belajar dan mengajar serta melibatkan pelajaran dan pengajar. Pembelajaran oleh Asa S. Knowles diartikan sebagai : suatu perubahan dalam perilaku, keterangan, pengetahuan, pemahaman, sikap keterampilan, atau kemampuan yang dapat dipertahankan dan tidak dapat dianggap berasal dari pertumbuhan jasmani atau pengembangan pola-pola perilaku yang terwariskan.4 Sehingga dalam penyelenggaraan pendidikan pun juga harus diperhatikan. Diantara prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah sebagai berikut: 1.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai moral, nilai cultural dan kemajemukan bangsa.
2.
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.
3.
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
3
Dr. Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti, (Bandung: PT. Pradnya Paramita, 1997), 7. 4 The Liang Gie, Pendidikan Ilmu, (Yogyakarta: Pubib, 1998), 45.
3
4.
Pendidikan diselenggaraka dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5.
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 5 Upaya memperbaiki
dan
meningkatkan
proses
belajar mengajar
merupakan kegiatan untuk membentuk perubahan tingkah laku dalam diri siswa dalam mencapai tujuan pendidikan agama Islam. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyanto, siswa yang telah belajar pendidikan Agama Islam memiliki ciri-ciri dalam perubahan tingkah laku yaitu: 1. Perubahan yang terjadi secara sadar. 2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional, positif, aktif dan bukan bersifat sementara. 3. Perubahan dalam belajar, bertujuan dan terarah. 4. Perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah laku.6
5
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), 17. 6 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar Edisi Revisi (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 129.
4
Pendidikan yang ada dalam lingkar budaya dan masyarakat dan senantiasa mewakili cita-cita luhur manusia untuk menjinakkan kecenderungan – kecenderungan tercela dan menumbuhkan kecenderungan terpuji. Secara rasional, peran yang diharapkan dari pendidikan adalah sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional pada Bab III pasal 3 sebagai berikut. Pendidikan nasional berfungsi menyeimbangkan kemampuan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan dalam kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demikrasi serta bertanggung jawab.7 Dengan demikian belajar adalah merupakan proses perubahan di dalam diri manusia. Tentu saja kita menginginkan agar perubahan yang terjadi dalam diri kita adalah perubahan yang berencana dan bertujuan. Tujuan pendidikan Agama Islam adalah merupakan agar siswa memahami, menghayati, meyakini dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT. Berakhlak mulia dan beramal sholeh.8 Agar proses belajar-mengajar utamanya dapat tercapai dengan baik, maka seorang guru dituntut menjadi pendidik yang professional. Belajar sebagai wujud pengembangan dari ilmu pengetahuan dilaksanakan melalui suatu proses pendidikan. Pendidikan secara sederhana dapat dipahami sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi 7
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 6. 8 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) 78.
5
bawaan baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.9 Proses belajar yang lebih memberikan tekanan pada kegiatan peserta didik atau disebut “Student Centered Instruction”. Dalam sistem pengajaran yang demikian, peranan dan partisipasi yang tinggi dari peserta didik sangat ditonjolkan. Berarti guru harus bersifat aktif mengambil inisiatif dalam menetapkan sesuatu dimana siswa hanya duduk dan aktif mendengarkan wejangan dari guru, 10. Dalam mewujudkan sekolah efektif, guru dituntut menguasai sepuluh pengetahuan dasar, yaitu: 1. Mengembangkan kepribadian, 2. Menguasai landasan pengetahuan, 3. Menguasai bahan pengajaran, 4. Menyususn program pengajaran, 5. Melaksanakan program pengajaran, 6. Menilai proses dan program pengajaran, 7. Menyelenggarakan program bimbingan, 8. Menyelenggarakan administrasi sekolah, 9. Berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat, dan
9
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Renika Cipta, 1996), 1 Nana Sudjana, Cara Belajar siswa Aktif, Bandung: Sinar Baru Algensindu, 1996), 5-6
10
6
10. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.11 Berdasarkan fungsi pendidikan di atas, maka peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Untuk itu guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan, sehingga siswa memiliki dorongan untuk semangat dan aktif daam proses pembelajaran. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional.12 Zuhairini menjelaskan dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama bahwa metode adalah suatu cara yang harus dilalui untuk mencapai bahan pengajaran agar tercapainya tujuan pengajaran.13 Guru sebagai seorang pendidik, pembimbing sekaligus perancang pengajaran dituntut memiliki kemampuan untuk merencanakan (merancang) kegiatan belajar-mengajar secara efektif dan efisien.14 SMA Negeri 1 Ponorogo merupakan salah satu sekolah negeri di Ponorogo yang di dalam pengajarannya sudah termasuk bagus (Sekolah favorit). Namun setelah kami terjun di lokasi masih ada yang harus dikembangkan di dalam proses belajar mengajarannya, khususnya pada pelajaran Pendidikan 11
Sukidin, Basrowi, Suranto, Menejemen Penelitian Tindakan Kelas, (Tk. Insan Cendekia,
2002), 2. 12
Pupuh Fathurrahman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama, 2077), 8. Zuhairini, dkk. Metodologi Peniddikan Agama (Solo: Ramadhani, 1993), 66. 14 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar …. 155 13
7
Agama Islam (PAI). Dimana selama ini masih banyak Guru Pendidikan Agama Islam di SMA masih kurang maksimal untuk menggunakan metode active learning. Dalam artian masih banyak guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Sebenarnya kekurangankekurangan di dalam penggunaan metode pembelajaran masih bisa
di
kembangkan oleh Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Ponorogo untuk menuju pembelajaran yang aktif, efektif dan efisien. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya mengapa pembelajaran pendidikan agama di SMA Negeri 1 ponorogo kurang aktif, efektif dan efisien. Faktor tersebut adalah
Guru Pendidikan Agama Islam saat ini cenderung
mangajar kurang berfariasi, hanya menggunakan satu metode atau strategi konvensional. Sehingga menjadikan siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Ini berdasarkan pada hasil wawancara peneliti dengan Bapak Drs. Thoha Taram sebagai berikut: Ya….kebanyakan ceramah, dan memang kalau menggunakan metode ini, aspek afektif dan psikomotorik siswa tidak kelihatan. Nah, kalau KBK, yang penting anak bisa menyampaikan. Jadi, saya tidak pernah menggunakan metode Jigsow, karena masih menggunakan KBK.15 Hal ini tentu menjadi problem bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Kejenuhan siswa dalam memperoleh pelajaran dapat diamati selama proses belajar mengajar berlangsung seperti kurang perhatian terhadap pelajaran, mengobrol dengan sesama teman atau alasan mau ke kamar kecil hanya untuk
15
Lihat Transkip Wawancara Nomor : 01/1-W/F-1/28-X/2008 Dalam Laporan Hasil Penelitian.
8
menghindari kebosanan. Masalah ini peneliti temukan ketika peneliti sedang mangadakan proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Ponorogo kelas XII IPA 1.16 Untuk mengatasi kejenuhan itu perlu diciptakan situasi dan kondisi belajar mengajar
yang
bervariasi
dan
menyenangkan.
Apabila
guru
mampu
menghadirkan proses mengajar yang bervariasi dan menyenangkan kemungkinan besar kejenuhan tidak akan terjadi dan siswa akan senang mengikuti pelajaran tersebut. Pengajaran yang bervariasi sangat urgen sehingga situasi dan kondisi belajar mengajar berjalan normal dan pemahaman siswapun akan lebih meningkat ketika menggunakan model pembelajaran cooperative script, tanya jawab dan diskusi. Berangkat dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengadakan penelitian mendalam mengenai UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI SIFAT-SIFAT TERPUJI PADA MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN
MENGGUNAKAN
AGAMA
ISLAM
(PAI)
DENGAN
METODE COOPERATIVE SCRIPT, TANYA JAWAB
DAN DISKUSI DI KELAS XII IPA 1 SMA NEGERI 1 PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2008-2009. Semoga dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dan menambah wawasan tentang metode pengajaran pada guru SMA Negeri 1 Ponorogo. Amiin.
16
Lihat Transkip Obsevasi Nomor : 01/1-O/F-1/28-X/2008 Dalam Laporan Hasil Penelitian.
9
B. Identifikasi Masalah Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam guru hendaknya menjalankan profesinya dengan baik. Guru harus berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.17 Namun kenyataannya banyak sekali guru yang dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan metode yang bersifat konvensional (ceramah), sehingga akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan pada siswa. Untuk mengatasi kebiasaan guru dalam mengajar dengan cara yang monoton, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sarana terbaik untuk meneliti,
menyempurnakan,
meningkatkan
dan
mengevaluasi
kegiatan
pembelajaran. Dengan model pembelajaran active learning diharapkan guru dan siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga proses pembelajaran lebih aktif, efektif , efisien dan menyenangkan. Strategi active learning
itu banyak sekali macamnya, adapun yang
peneliti gunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu “cooperative script, Tanya jawab dan diskusi”
17
Dr. E. Mulyasa, Standart Kopetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 53.
10
C. Rumusan Masalah Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode ceramah tentu tidak selalu relevan dengan kondisi siswa di dalam kelas, karena kadang siswa merasa bosan dan terpaksa untuk menerima pelajaran, sehingga siswa mancari kesibukan sendiri agar kejenuhan dan kebosanannya hilang, salah satunya adalah dengan ngobrol dengan temannya, main HP dan lain sebagainya. Berdasarkan masalah di atas secara terperinci permasalahan tersebut dapat rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo tahun ajaran 2008-2009? 2. Bagaimanakah proses pelaksanaan strategi “Cooperative script, Diskusi dan Tanya Jawab” dalam peningkatan pemahaman pada mata pelajaran PAI di kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo Tahun pelajaran 2008/2009? 3. Bagaimanakah hasil penggunaan metode pembelajaran cooperative script, tanya jawab dan diskusi terhadap pemahaman siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo tahun ajaran 2008-2009?
D. Hipotesa Tindakan Kelas Sebagai pelaksanaan dari kegiatan dalam mengatasi masalah seperti yang ada dalam rumusan masalah, maka diperoleh hipotesis-hipotesis tindakan kelas sebagai berikut:
11
1. Siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri Ponorogo dapat menjelaskan materi dengan baik setelah menggunakan metode pembelajaran cooperative script, tanya jawab dan diskusi. 2. Siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo dapat menyusun kembali materi yang telah disampaikan setelah menggunakan metode cooperative script, tanya jawab dan diskusi. 3. Siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo dapat menyimpulkan setelah menggunakan metode cooperative script, tanya jawab dan diskusi.
E. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas Dari rumusan masalah di atas maka tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Bagaimana proses kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo tahun ajaran 2008-2009. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah proses pelaksanaan strategi “Cooperative script, Diskusi dan Tanya Jawab” dalam peningkatan pemahaman pada mata pelajaran PAI di kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo Tahun pelajaran 2008/2009. 3. Untuk mengetahui bagaimanakah hasil penggunaan metode pembelajaran cooperative script, tanya jawab dan diskusi terhadap pemahaman siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo tahun ajaran 2008-2009.
12
F. Manfaat Hasil Penelitian Tindakan Kelas 1. Secara teoritis Hasil Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peningkatan minat, dan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran khususnya pada bidang studi PAI. 2. Secara praktis a. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program rencana (planning) mengajar, menyarankan kepada kepala sekolah untuk memakai metode cooperative script, mendorong dan membimbing siswa untuk mengupayakan dalam peningkatan mutu pendidikan. b. Bagi guru PAI atau calon guru PAI, untuk meningkatkan model pembelajaran dalam proses pembelajaran dan menerapkan metode cooperative script ini. c. Bagi Peneliti, sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis dan sumbangan untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya di dunia keagamaan.
G. Metodologi Penelitian Tindakan Kelas 1. Objek tindakan kelas Objek Tindakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah tentang gaya mengajar guru yang bermuara pada tindakan-tindakan seperti keaktifan
13
siswa, ketrampilan cooperative dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal. 2. Setting / lokasi / subjek penelitian tindakan kelas Seting atau lokasi PTK ini adalah SMA Negeri 1 Ponorogo Jl. Budi Utomo No. 1 Ponorogo, Kelas XII IPA 1 dengan jumlah 41 siswa. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Pokok bahasan sifat-sifat terpuji, semester ganjil tahun pelajaran 2008 / 2009. 3. Prosedur Penelitian a. Gambaran umum penelitian Penelitian yang kami lakukan ini di kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo pada mata pelajaran PAI materi sifat-sifat terpuji semester 1 tahun pelajaran 2008-2009. Jumlah siswa 41. Agar para siswa dapat memahami betul materi yang telah disampaikan dengan baik, maka diterapkanlah strategi Cooperative script, diskusi dan tanya jawab yang merupakan strategi belajar siswa aktif. Strategi-strategi ini adalah sebagian kecil dari beberapa strategi yang terdapat dalam strategi active learning yang meliputi cooperative script, diskusi dan tanya jawab. Dan strategi inilah yang peneliti gunakan dalam pemecahan masalah pembelajaran pada mata pelajaran PAI. Penelitian tindakan kelas dalam upaya peningkatan pemahaman siswa dalam mata pelajaran PAI khususnya materi sifat-sifat terpuji ini dilakukan dalam dua (2) siklus. Siklus I melakukan tahap awal, yaitu
14
tentang pengenalan siswa terhadap materi-materi yang akan di sampaikan. Selanjutnya tahap proses pemahaman atau pendalam materi yaitu peneliti menggunakan metode Cooperative script, diskusi dan tanya jawab dalam pembelajaran dengan tujuan agar siswa yang kurang aktif menjadi lebih aktif. Dan juga siswa yang kurang memperhatikan dan fokus bisa lebih perhatian dan fokus terhadap pelajaran yang telah disampaikan. Sedangkan pada siklus II melakukan tahap ketuntasan dari siklus pertama. Yaitu mengevaluasi terhadap keberhasilan dalam pembelajaran dan mengukur sejauh mana keberhasilan materi yang telah disampaikan oleh guru. b. Rincian prosedur penelitian 1. Persiapan tindakan Membuat desain pembelajaran, menyiapkan lembar penelitian hasil refleksi dan lembar observasi 2. Implementasi tindakan Peneliti melakukan pembelajaran melalui tahap-tahap sebagai berikut: Tahap awal : yaitu tentang pengenalan siswa terhadap materi-materi yang akan disampaikan. Tahap (proses): peneliti melakukan proses pembelajaran dan pemahaman. Pada tahap ini peneliti melakukan pendalaman materi yang mana peneliti menggunakan metode Cooperative script, diskusi dan tanya jawab dalam pembelajaran dengan tujuan agar siswa yang
15
kurang aktif
menjadi lebih aktif. Dan juga siswa yang kurang
memperhatikan, bisa lebih perhatian dan fokus terhadap pelajaran yang disampaikan. Tahap ketuntasan : untuk mengecek sejauh mana kemampuan siswa setelah menjalani tahap sebelumnya, dan seberapa besar materi materi itu dapat di terima oleh siswa. 3. Pemantauan dan evaluasi Peneliti
memantau
atau
mengamati
kegiatan
siswa
dengan
menggunakan beberapa istrumen yaitu lembar hasil refleksi setelah tahap awal dan proses. Selain itu peneliti juga menggunakan catatan lapangan sebagai data kualitatif serta peneliti mengadakan evaluasi dan refleksi sejauh mana keberhasilan dari penerapan strategi Cooperative script, diskusi dan tanya jawab tersebut terhadap pemahaman siswa. 4. Analisis dan refleksi Peneliti merefleksikan kembali dari hasil evaluasi untuk mengetahui kegagalan dan kesalahan dari penerapan strategi artikulasi dalam peningkatan pemahaman siswa tersebut dan kemudian apabila ada kegagalan dapat mencari penyelesaiannya yang efektif pada peningkatan pemahaman pada mata pelajaran PAI untuk siklus berikutnya.
16
Alur penelitian tindakan kelas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
PLAN REFLECTIVE Action/ Observation
REVISED PLAN
REFLECTIVE Action/ Observation
REVISED PLAN
REFLECTIVE Action/ Observation
REVISED PLAN
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Teknik wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang
17
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.18 Teknik ini digunakan untuk memperoleh data terkait dengan pencapaian atau penguasaan pelajaran selama dan sesudah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative script, tanya jawab dan diskusi di SMA Negeri 1 Ponorogo. b. Teknik Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.19 Lincoln dan Guba seperti yang dikutip Sonhaji mengklasifikasikan observasi menurut 3 cara, yaitu: 1. Pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau non partisipan. 2. Observasi dapat dilakukan secara terus terang atau penyamaran. 3. Observasi yang menyangkut latar penelitian. Pada observasi partisipan, peneliti mengamati aktifitas-aktifitas sehari-hari objek penelitian dan karakteristik fisik. Dalam hal ini peneliti datang langsung ke lokasi tempat penelitian. Disitu peneliti melakukan proses pembelajaran di kelas untuk mengamati keadaan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Setelah selesai mengajar peneliti
18 19
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya: 2003), 180. S. Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 158.
18
melakukan observasi dengan cara penyamaran, yaitu dengan melihat sekilas sambil jalan di depan kelas untuk mengamati keadaan dan proses pembelajaran yang lainnya. Setiap observasi memiliki gaya yang berbeda-beda. Salah satu perbedaannya adalah derajat keterlibatan peneliti, baik dengan orang maupun dalam kegiatan yang diamati. Menurut Spradly terdapat 3 derajat keterlibatan yaitu pertama: tanpa keterlibatan, kedua; keterlibatan rendah, dan ketiga; keterlibatan tinggi. c. Teknik Dokumentasi Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, buku-buku, arsip, leger, foto, angket, dan rekaman pada proses pembelajaran.20 5. Teknik analisa data Untuk menganalisa data yang telah terkumpulkan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan gunakan teknik analisa data yang sesuai dengan sifat dan jenis data serta tujuan penelitian dalam skripsi ini. Maka penulis menggunakan analisa dari penulisan deskripsi kasar catatan observasi, wawancara dan dokumentasi, kegiatan siswa-siswi selama pembelajaran di kelas sampai pada tahap penelitian. Setelah pengumpulan data peneliti melakukan action dan refleksi.
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Bandung: Rineka Cipta, 2002), 236.
19
BAB II KAJIAN TEORI
H. Landasan Teori 1. Pemahaman a. Pengertian pemahaman Prof. Benyamin S. Bloom dan kawan-kawannya dalam buku mereka mengenai taksonomi, dengan sejumlah kolegannya mencoba mencatat jenis-jenis tujuan yang biasanya dinilai di sekolah-sekolah pada waktu itu. Sebagai hasil analisisnya, mereka membagi tujuan-tujuan itu menjadi tiga golongan atau tiga ranah, yaitu : 1) Kognitif, yang berhubungan
dengan
ingatan,
pengetahuan,
dan
perkembangan
kemampuan dan skill intelektual, 2) Afektif, yang menjelaskan tentang perubahan dalam minat, perilaku (attitudes), nilai-nilai dan perkembangan dalam apresiasi dan penyesuaian , dan 3) Psikomotor.21 Segi kognitif adalah kemampuan intelektual siswa seperti yang ditampakkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika, menyusun suatu karangan,
21
2009.
atau
dalam
memecahkan
berbagai
jenis
soal
yang
Teguh, Teori Belajar, (online) http://blogs.teguh.web.id/learning-theory.html, diakses 4 Mei
20
membutuhkan pemikiran. Kata kognitif dapat diganti dengan intelektual atau serebral.22 Segi kognitif memiliki enam taraf, meliputi pengetahuan (taraf yang paling rendah) sampai evaluasi (taraf yang paling tinggi). Pengetahuan mencakup ingatan; tentang hal-hal yang khusus, atau hal-hal yang umum; tentang metode-metode dan proses-proses; atau tentang pola struktur atau seting. Hendaknya diperhatikan bahwa ciri pokok taraf ini adalah ingatan. Dalam rangka penilaian, tes ingatan hampir tidak menuntut lebih daripada mengingat kembali suatu bahan tertentu. Pengetahuan merupakan kemampuan untuk mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari dari fakta-fakta. Aspek ini merupakan hasil belajar yang paling rendah. Pengetahuan ini terdiri atas 12 (dua belas) unsur yang terkandung didalamnya, antara lain sebagai berikut: 1).
Pengetahuan tentang hal-hal khusus, yakni pengetahuan yang menekankan pada lambang-lambang dengan keterangan konkrit
2).
Pengetahuan
tentang
peristilahan,
yakni
pengetahuan
yang
menunjukkan adanya keterangan lambing-lambang khas (verbal atau non-verbal). 3).
Pengetahuan
tentang
fakta-fakta,
yakni
pengetahuan
yang
mengungkapkan tentang tanggal, orang, tempat yang meliputi
22
W. James Popham, Eva L. Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 27.
21
informasi yang tepat, khusus dan informasi yang kira-kira mendekati kebenaran seperti perkiraan tentang suatu periode. 4).
Pengetahuan tentang cara-cara dan makna-makna bekerja dengan hal-hal yang khusus, yakni pengetahuan yang menggambarkan tentang
cara-cara
mengorganisasi,
mempertimbangkan
dan
mengkritik. 5).
Pengetahuan tentang ketentuan-ketentuan (konvensi-konvensi)
6).
Pengetahuan tentang arah-arah dan urutan, yakni pengetahuan tentang arah dan urutan ataupun gerakan-gerakan suatu gejala dengan memperhatikan waktu atau masa.
7).
Pengetahuan tentang klasifikasi-klasifikasi dan kategori-kategori, yakni
pengetahuan
tentang
kelas-kelas,
perangkat-perangkat,
kelompok-kelompok atau susunan yang dianggap sebagai dasar untuk suatu bidang, tujuan, masalah suatu subjek tertentu. 8).
Pengetahuan tentang kriteria, yakni pengetahuan yang dipergunakan untuk mentes atau menilai fakta-fakta, prinsip-prinsip pendapatpendapat dan tingkah laku.
9).
Pengetahuan tentang metodologi, yakni pengetahuan tentang metode-metode ilmiah untuk menilai konsep-konsep.
10). Pengetahuan tentang “Universal” dan abstraksi-abstraksi di dalam suatu bidang atau lapangan, yakni pengetahuan tentang susunansusunan
dan
pola-pola
yang
mengorganisasikan
fenomena-
22
fenomena dan ide. Dan merupakan struktur-struktur, teori dan generalisasi yang dipergunakan di dalam mempelajari fenomena atau memecahkan masalah. 11). Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi, yakni pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi yaitu pengetahuan yang menjelaskan, menguraikan, menduga, atau arahan-arahan yang paling tepat dan relevan yang akan diambil. 12). Pengetahuan tentang teori-teori dan struktur-struktur,
yakni
pengetahuan yang dipergunakan untuk menunjukkan organisasi dalam hal-hal yang khusus.23 Pemahaman. Taraf ini mencakup bentuk pengertian yang paling rendah; taraf ini berhubungan dengan sejenis pemahaman yang menunjukkan bahwa siswa mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan pengetahuan atau ide tertentu tanpa perlu menghubungkannya dengan bahan lain tanpa perlu melihat seluruh implikasinya. Kemampuan menterjemahkan,
pemahaman
juga
menginterpretasikan,
dapat
digunakan
untuk
mengeksplorasi
dan
menghubungkan diantara fakta atau konsep. Tingkat pemahaman ini meliputi tiga unsur, yakni:
23
Syaifuddin Nurdin, M.Pd. Guru Prefesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 104-105.
23
1). Penterjemahan, yaitu kemampuan menterjemahkan materi verbal dan memahami pernyataan-pernyataan non-literal. 2). Penafsiran, yakni kemampuan untuk menangkap pikiran dari suatu karya dan menafsirkan berbagai tipe data social. 3). Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk mengungkapkan di balik pesan tertulis dalam suatu keterangan atau lisan. Implikasi taksonomi hasil belajar dengan perumusan tujuan pembelajaran dapat diuraikan dengan menggunakan kata–kata kerja untuk setiap domain kognitif yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan tujuan pembelajaran. 1. Domain kognitif. i.
Ingatan (kata kerja yang dapat digunakan ) STANDAR KOMPETENSI Mengetahui hal-hal tertentu
KOMPETENSI DASAR Menggambarkan,
Mengetahui pokok-pokok
mendefinisikan, memberi
pikiran
ciri, menyusun daftar,
Mengetahui fakta-fakta spesifik
mengingat kembali, menyebutkan, memproduksi.
24
ii.
Pemahaman STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR Memahami hal-hal dan pokok Mengubah, menjelaskan, mengikhtiarkan, menyusun
pikiran.
Menginterpretasikan data-data kembali, menafsirkan, membedakan,
dalam tabel
memperkirakan, memperluas, menyimpulakn, menganulir iii.
Analisis STANDAR KOMPETENSI Membedakan fakta dan
KOMPETENSI DASAR Membedakan dan
kesimpulan, mengevaluasi
mendiskriminasikan,
relevansi data.
mendiagramkan, memilih,
Mengenal adanya asumsi yang memisahkan, membagitidak diungkapkan
bagikan, mengilustrasikan, mengklasifikaskan
iv.
Sintesis STANDAR KOMPETENSI Menulis suatu tema
Mengatagorikan, mengombinasikan,
yang terorganisasi
menyusun mengarang, menciptakan
dengan baik.
mendesain, menjelaskan mengubah,
Menulis cerita atau puisi
mengorganisasi merencanakan,
Berpidato dengan baik
menyusun kembali,
Mengajukan rencana
menghubungkan, merevisi,
eksperimen
menyimpulkan, menceritakan,
Menyusun skema baru.
menuliskan, mengatur.
Mengintegrasikan
KOMPETENSI DASAR
25
v.
Evaluasi SK Mempertimbangkan
KD Menyimpulkan, mengkritik,
konsistensi logis dari bahan mendukung, menerangkan, tertulis.
mengikhtisarkan,
Mempertimbangkan
membandingkan,
ketetapan kesimpulan yang mempertentangkan, didukung oleh data.
membenarkan,
Mempertimbangkan
nilai mendiskriminasikan,
pekerjaan dengan standar menghubungkan, meringkaskan. kebaikan
a). Aplikasi Aplikasi mencakup digunakannya abstraksi dalam situasi yang khusus atau konkret. Abstraksi yang diterapkan dapat berbentuk prosedur, gagasan umum, atau metode yang digeneralisasikan. Dapat juga berupa ide, prinsip-prinsip teknis atau teori-teori yang harus diingat dan diterapkan. b). Analisis Mencakup penguraian suatu ide ke dalam unsur-unsur pokoknya sedemikian rupa sehingga hierarkinya menjadi jelas, atau hubungan antar unsurnya menjadi jelas. Analisis seperti itu dimaksudkan memperjelas ide yang bersangkutan, atau untuk
26
dimaksudkan untuk menunjukkan caranya menimbulkan efek maupun dasar dan penggolonannya. c). Sitesis Sintesis mencakup kemampuan menyatukan unsur-unsur dan bagian-bagian sehingga merupakan suatu keseluruhan. Sintesis ini menyangkut kegiatan menghubungkan potongan-potongan, bagianbagian, unsur-unsur, dan sebagainya, serta menyusunnya sedemikian rupa sehingga terbentukkah pola atau struktur yang sebelumnya belum tampak jelas. Sintesis digolongkan menjadi tiga unsur, yaitu: 1). Memproduksi suatu komunikasi yang unik dan kas, atau menyatukan unsur-unsur ke dalam bentuk menyeluruh. 2). Memproduksi suatu rencana, seperangkat operasi pendahuluan kemampuan untuk mengajukan suatu rencana “proposal” suatu rencana operasi. 3). Pembentukan
seperangkat
mengembangkan mengklasifikasikan,
hubungan
seperangkat menjelaskan
abstrak,
hubungan data
atau
yakni untuk
mendeduksikan
pernyataan-pernyataan dan hubungan seperangkat pernyataan dasar atau pernyataan simbolis.24 d). Evaluasi 24
Syaifuddin, Guru Prefesional…..105-106.
27
Evaluasi menyangkut penilaian bahan dan metode untuk mencapai tujuan tertentu. Penilaian kuantitatif dan kualitatif diadakan untuk melihat sejauh mana bahan dan metode memenuhi kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan itu boleh kriteria yang ditentukan oleh siswa sendiri, boleh juga yang ditentukan oleh orang lain. Evaluasi terdiri dari dua unsur, yakni: 1). Pertimbangan dalam suatu keberanaran intern yang dapat diterima, yakni kemampuan untuk menilai tentang ketelitian suatu komunikasi dengan menggunakan standar internal. 2). Pertimbangan dalam rangka kriteria eksteren, yakni untuk menilai materi dengan menggunakan standar ekstern.25 Pemahaman artinya adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan.26 Siswa artinya adalah murid, terutama pada tingkat sekolah dasar dan menengah.27 Jadi dapat kami simpulkan bahwa peningkatan pemahaman siswa adalah suatu proses atau cara bagaimana meningkatan pemahaman siswa terhadap sesuatu. Dengan pemahaman siswa maka juga dapat meningkatkan daya ingat pada siswa. Semakin kuat ingatan pada siswa, maka semakin banyak ilmu dan pengalaman siswa yang diperoleh. Sehingga pemahaman terhadap sesuatu pun akan lebih mudah. 25
Syaifuddin, Guru Prefesional…..107. James Popham, Teknik Mengajar,…. 636. 27 James Popham, Teknik Mengajar,….,849. 26
28
b. Arti penting perkembangan kognitif bagi proses belajar siswa Pada bagian ini akan diuraikan arti penting perkembangan ranah kognitif
bagi
proses
belajar
siswa.
Namun
sebelumnya,
akan
dikemukakan secara global manfaat yang dapat diraih oleh para calon guru dan guru professional setelah menguasai perkembangan psikofisik (rohani-jasmani) siswa. Uraian mengenai manfaat umum tersebut dipandangan perlu sebagai pengantar kearah pemahaman yang lebih mendalam mengenai signifikasi perkembangan ranah cipta. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa antara proses perkembangan dengan proses mengajar-belajar (the teaching-learning process) yang dikelola para guru terdapat “benang merah” yang mengikat kedua proses tersebut. Dengan demikian eratnya ikatan benang merah itu, sehingga hamper tidak ada proses perkembangan siswa, baik jasmani maupun rohaninya, yang sama sekali terlepas dari proses mengajar-belajar sebagai pengejawantahan proses pendidikan. Apabila fisik dan mental sudah matang, panca indra sudah siap menerima stimulus-stimulus dari lingkungan, berarti kesanggupan siswa pun sudah tiba. 28 Program pengajaran di sekolah yang baik adalah yang mampu memberikan dukungan besar dan memotovasi siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Sehubungan dengan ini, setiap guru
28
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), 44.
29
sekolah selayaknya memahami seluruh proses dan tugas perkembangan manusia.29 1). Mengembangkan kecakapan kognitif Sekurang-kurangnya ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera khususnya oleh guru, yaitu: a). Strategi belajar memahami isi materi pelajaran b). Strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya secara menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Dalam hal ini guru dituntut untuk mengadakan pendekatan yang memungkinkan para siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mendalam terhadap isi materi pelajaran. Seiring dengan upaya ini, guru juga diharapkan mampu menjauhkan para siswa dan strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus. Kepada para siswa seyogyanya dijelaskan contoh-contoh dan peragaan sepanjang memungkinkan agar memahami signifikasi materi dan hubungan dengan materi-materi lain. Selanjutnya guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan-keyakinan 29
terhadap
Muhibbin, Psikologi Belajar,……. 45.
pesan
moral
atau
nilai
yang
30
terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya. Seiring dengan upaya ini, guru diharapkan tak bosan-bosan melatih penggunaan procedural knowledge (pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu) yang relevan dengan declarati knowledge yakni pengetahuan normative yang ia ajarkan.30 c. Ingatan 1) Pengertian ingatan Ingatan adalah kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhanan sampai pada teori-teori yang sukar (recoll)31 2) Faktor yang mempengaruhi ingatan Ingatan atau memory menunjuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu. Seseorang dapat menyimpan kode nomor telpon tertentu dalam ingatannya untuk jangka waktu kurang dari satu detik atau sepanjang hayatnya. Hampir semua aktivitas manusia selalu melibatkan aspek ingatan. Oleh sebab itu ingatan menjadi sesuatu yang
sangat
penting
didalam
proses
pemahaman
siswa
meningkatkan kognitifnya.
30 31
Muhibbin, Psikologi Belajar,……. 51. Moh Uzair Usman, Menjadi Guru Profesional, : (Jakarta: Rosda Karya, 1999), 22.
untuk
31
Model ingatan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu ingatan jangka pendek yang disebut dengan STM (short-term memory) dan ingatan jangka panjang atau yang disebut LTN (long-term memory) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ingatan adalah: 1). Ingatan jangka pendek Materi yang disimpan di dalam STM (Short term memory) berlangsung kurang dari 30 detik. Jika disajikan secara serial maka jumlah aitem yang dapat disimpan dalam STM adalah antara dua sampai lima aitem. Secara umum STM memiliki kapasitas mengingat objek berkisar tuju aitem atau antara lima sampai dengan sembilan aitem. Informasi yang disimpan dalam STM biasanya berupa kode auditori (bunyi) tetapi dapat pula menggunakan kode semantic dan visual. 2). Efek posisi serial Sejumlah informasi-aitem atau obejk yang disajikan secara berurutan akan mempengaruhi ingatan seseorang. Aitem-aitem atau objek-objek yang berada pada posisi atau urutan bagian awal (depan) dan juga akhir (belakang) akan cenderung diingat lebih baik daripada aitem atau objek-objek yang berada pada urutan di tengah. Jika digambarkan dalam sebuah kurve mengenai hal ini maka akan berbentuk huruf “U” .
32
Pengaruh informasi yang terletak pada awal penyajian terhadap kuatnya ingatan disebut primacy effect. Sementara itu pengaruh informasi yang terletak pada daftar urutan terakhir penyajian terhadap kuatnya ingatan disebut recency effect. 100 ___
Recency Effect
50 ___ Primacy Wffect
0 awal
akhir
Ini terjadi karena informasi atau aitem-aitem yang terletak di bagian awal atau depan akan lebih dulu memasuki ingatan jangka pendek, sehingga memungkinkan dilakukan pengulangan di dalam pikiran secara memadai untuk kemudian dipendahkan ke dalam ingatan jangka panjang. Bagi informasi yang terletak di tengah urutan, ketika memasuki ingatan jangka pendek bersamaan waktunya dengan proses pengulangan informasi di bagian depan, sehingga hanya sedikit kapasitas bagi pengulangan kembali informasi yang terletak di tengah. Dengan demikian informasi yang terletak di di tengah urutan belum sampai dipindahkan ke ingatan jangka panjang. Sementara itu, informasi yang terletak di bagian akhir cenderung diingat lebih baik,
33
sebab informasinya masih berada pada ingatan jangka pendek pada waktu di-recall. 3). Ingatan jangka panjang Pada ingatan jangka panjang ini meliputi proses penyimpanan informasi yang bersifat lebih permanent (berlangsung lebih lama dari beberapa menit sampai waktu yang tidak terbatas). Selain itu informasi akan disimpan dalam bentukl maknanya atau sematik. Beberapa faktor yang mempengaruhi ingatan jangka panjang anatara lain adalah keahlian dalam suatu bidang, pemberian kode khusus, dan emosi atau efek. 4). Keahlian Keahlian dalam suatu bidang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap ingatan seseorang. Orang yang akan mengingat bahan dan informasi baru dengan baik apabila ia memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup baik dibidang tersebut. Contoh: seorang lestoran akan dapat mengingat menu-menu makana dengan lebih baik daripada pengunjung restoran. Hal ini terjadi karena latar belakang pengetahuan keahlian seseorang dapat menjadi isyarat mental. Implikasi bagi proses pengajaran ialah, sebelum diberi bahan pelajaran yang baru terlebih dahulu harus mengaktifkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki anak atau bahan pelajaran yang diberikan sebelumnya. Pengetahuan terdahulu yang dimiliki itu
34
menjadi kerangka kerja yang akan mengintegrasikan antara bahan pelajaran baru dengan yang lama. 5). Pemberian kode khusus Prinsip pemberian kode khusus ialah seseorang akan mudah mengingat kembali suatu peristiwa yang terjadi hanya jika sesuai dengan bekas yang ditemukan di dalam ingatannya. Dengan kata lain orang akan mengingat kembali informasi dengan lebih baik jika situasinya sama dengan situasi pada waktu ia melakukan proses pemberian kode sebelumnya.
2. Cooperative script 1. Pengertian Cooperative script Cooperative script adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari.32 Menurut Zaini Hisyam Cooperative script adalah strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mempermudah dalam memahami siswa terhadap materi yang telah disampaikan.33
32
Shasha, Metode Pembelajaran Aktive, (online) http://assalamualaikumwrwbshasha.blogspot.comarchifehtml, diakses 11 November 2008. 33 Zaini Hisyam, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif Di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD, 2002), 6.
35
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian metode cooperative script
adalah
sebuah
metode
atau
strategi
pembelajaran
yang
menyenangkan dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari untuk mempermudah dalam memahami siswa terhadap materi yang telah disampaikan. 2. Prinsip Dasar dan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif a. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. c. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. d. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 3. Karakteristik model pembelajaran cooperative script adalah: a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
36
b. Kelompok dibentuk dari beberapa siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. c. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing masing individu. 4. Langkah-langkah metode pembelajaran Cooperative script Dalam pembelajaran ini dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis,
saling
menyampaikan
pendapat,
saling memberi
kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Terdapat 7 (tujuh) langkah model pembelajaran ini : a. Guru membagi siswa untuk berpasangan. b. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan
ide-ide
pokok
dalam
ringkasannya.
Sementara
pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
37
e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas. f. Kesimpulan guru dan siswa. g. Penutup. 5. Keunggulan metode Cooperative script Keunggulan dari model pembelajaran Cooperative adalah: a. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir. b. Membantu siswa mengevaluasi logika dan bukti-bukti bagi posisi dirinya atau posisi yang lain. c. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memformulasikan penerapan suatu prinsip. d. Membantu
siswa
mengenali
adanya
suatu
masalah
dan
memformulasikannya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dan bacaan atau ceramah. e. Menggunakan bahan-bahan dari anggota lain dalam kelompoknya. f. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik. 6. Kelebihan metode cooperative script Kelebihan metode ini adalah: a. Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan. b. Setiap siswa mendapat peran.
38
c. Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
7. Kekurangan metode cooperative script Kekurangan Metode ini adalah: a. Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu. b. Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).34
3. Diskusi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, diskusi diartikan sebagai suatu pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.35 Sebagai metode penyuluhan berkelompok, diskusi biasanya membahas satu topik yang menjadi perhatian umum di mana masing-masing anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk bertanya atau memberikan pendapat. Berdasarkan hal tersebut diskusi dapat dikatakan sebagai metode partisipatif.36 Denagn demikian pengertian metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha 34
Shasha, Metode Pembelajaran Aktive http://assalamualaikumwrwb.blogspot.comarchife.html, diakses 11 November 2008. 35 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Tiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 36 Burhanuddin, Metode Pembelajaran, (Online) http://sangmalam.wordpress.com, diakses 3 Maret 2009.
39
untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.37 Menurtut Bulatau S.J diskusi dapatlah dirumuskan dengan “berpikir bersama”. Jadi ada dua unsur pokok di dalam diskusi, yaitu: berpikir dan bersama. vi.
Berfikir. Berfikir adalah tindakan yang paling wajar bagi setiap manusia, namun juga paling sulit pelaksanaannya dengan baik. Berhayal atau melamun juga merupakan suatu cara berpikir, akan tetapi cara berpikir yang tidak produktif. Sikap realistislah yang dapat menghasilkan pemikiran produktif. Karena sikap ini yang menyebabkan manusia mengarahkan pemikirannya kepada kenyataan hidup, yang mendorongnya untuk selalu bertanya kepada dirinya sendiri: “Apakah ini benar?” “Apakah
yang
sebenarnya
yang
saya
maksudkan?”
“Apakah
pengalamanku memang sesuai dengan pernyataan itu?” berpikir berarti menelaah sungguh-sungguh suatu soal dengan akal budimu dan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan pada dirimu sendiri mengenai persoalan itu sendiri. Tanpa realisme, orang cenderung berpikiran sempit, tanpa perspektif. Orang-orang yang demikian itu caranya berpikir, jarang bertanya kepada diri sendiri untuk menelaah lebih dalam lagi apa yang sudah menjadi pendapatnya. 37
Syaifuddin, metode diskusi, (online) http://gurupkn.wordpress.co, diakses 3 Maret 2009.
40
vii.
Bersama. Yang mendorong orang bergabung dalam berpikir adalah usaha untuk mengetahui realistis tidaknya pemikirannya sendiri apabila dikaji dengan pengalaman sesamanya. Bergabung dalam berpikir berarti saling tukar menukar pandangan, saling memperbandingkan dua jenis rangkaian pengalaman yang berbeda dalam rangka usaha bersama untuk mencapai realita. Seorang yang kurang sehat otaknya di dalam rumah sakit jiwa mungkin banyak berpikir juga, akan tetapi tidak dapat menguji kebenaran pemikirannya dengan gagasan orang lain. Akan tetapi orang yang cukup sehat akalnya pada umumnya mampu menyesuaikan pandangannya sendiri di dalam rangka pengalaman sesame hidupnya. Ia mampu berdialog dengan manusia-manusia lainnya, dan dengan bertemunya dua pandangan maka dapat timbul dan terciptalah pandangan ketiga yang lebih riil, karena lebih luas dasarnya. Dengan demikian pemikiran bersama mempunyai kemampuan kreatif, dalam arti realistis.
viii.
Sikap-sikap azasi dalam diskusi Berpikir dan memecahkan persoalan bersama membutuhkan adanya cukup harga diri dan saling harga-menghargai di dalam kelompok. Setiap anggota hendaknya mempunyai sejumlah pendapat sendiri dan prinsip-prinsip yang memang dipegangnya teguh. Janganlah ia hanya menjadi pendengar dan pasif belaka. Sebaiknya ia menyadari, bahwa
41
setiap manusia memiliki serangkaian pengalaman-pengalaman yang bersifat cahs, unik dan bahwa ia harus bersedia untuk meneropong segala sesuatu dengan cara yang setidak-tidaknya agak berbeda sedikit dengan caranya sendiri. Saling
harga-menghargai
akan
dapat
sungguh-sungguh
menghindarkan terjadinya monopoli pembicaraan oleh salah seorang peserta. Pada pokoknya tak seorangpun menjadi pemegang monopoli kebenaran, semua orang dapat keliru, dan setiap pernyataan yang diwujudkan dengan setulus hati tentu mengandung inti kebenaran. Sikap azasi diskusi kelompok adalah penghargaan. Penghargaan terhadap diri sendiri dan penghargaan terhadap rekan merupakan sepasang sayap yang dipakai oleh kelompok diskusi itu untuk terbang. Sikap-siakp azasi tersebut di atas dapat dirumuskan menjadi 3 perintah utama demi penggunaan praktisnya diskusi, diantaranya : 1). Dengarkanlah pembicara dengan sepenuh hatimu, dengan seluruh jiwamu, dengan seutuh budimu, dan dengan sekuat tenagamu. Jadi mendengarkan berarti berkata kepada diri sendiri apabila orang dapat dengan sungguh-sungguh tepat menuangkan apa yang dikatakan oleh orang lain dengan menggunakan kata-katanya sendiri tidak lebih dan tidak kurang, maka ini adalah suatu pertanda, bahwa ia memang
sungguh-sungguh
pembicaraan orang lain itu.
berhasil
dalam
mendengarkan
42
2). Kemukakanlah seluruh pendapatmu, dengan sepenuh hatimu dan dengan sekuat tenagamu. Kelompok diskusi hanya berjalan lancar dengan adanya sumbangan-sumbangan yang memang positif, seperti halnya mobil hanya bisa melaju dengan adanya bensin. Jika para pesertanya tidak mau berbicara dengan terus terang, tidak mungkin ada sebuah persoalan pun yang dapat dipecahkan. 3). Janganlah berbisik kepada tetanggamu. Perintah ketiga, yang sebenarnya telah tercakup dalam kedua perintah tersebut di atas, terutama ditujukan kepada para peserta yang terlalu takut untuk menyatakan dengan terus terang segala apa yang terkandung di dalam hatinya, sehingga mereka ini lebih senang untuk membisikkan pendapat mereka kepada rekan yang duduk berdekatan. Perintah ini khsusunya berlaku bagi para pemudi. Pada umumnya pembicara merasa terganggu dengan bisikan-bisikan semacam itu. Lagipula tindakan ini sebenarnya merupakan pelanggaran terhadap norma-norma dasar penghormatan kepada diri pribadi dan kepada orang lain, dan juga tidak sopan.38 ix.
Bagian-bagian diskusi Pada umumnya diskusi melingkupi bagian-bagian berikut ini: 1. Persoalan yang dikemukakan. Biasanya dikemukakan oleh ketua.
38
J. Bulatau S.J, Tehnik Diskusi Berkelompok, (Yogyakarta: Yayasan Kanisiun, 1983), 6-10.
43
2. Persoalan dijelaskan, dipertegas, dan akhirnya disetujui oleh kelompok 3. Berbagai pemecahan dikemukakan. Perdebatan dan sementara itu semakin banyak fakta dan pendapat terkumpul dan dicernakan oleh kelompok 4. Sebuah pemecahan semakin nampak menduduki tempat utama; biasanya sesudah diolah kelompok 5. Penyesuaian paham atau mufakat tercapai. Ringkasan pokokpokoknya dibuat dan disetujui oleh kelompok. Diskusi mengandung unsur-unsur demokratis. Berbeda dengan ceramah, diskusi lebih diarahkan oleh guru; siswa-siswi diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Pembelajaran diskusi kelompok mempunyai unsur-unsur yang perlu diperhatikan. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: a. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi. b. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama. c. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok.
44
d. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau pengahargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok e. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan berdiskusi selama belajar. f. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok.39 Diskusi dihargai begitu tinggi sehingga pengajaran berlangsung melalui diskusi-diskusi. Sebagai contohnya yang utama yaitu pengajaran nondirektif. Dalam pengajaran ini guru melimpahkan seluruh tanggung jawab intruksionalnya kepada siswa. Diterangkan antara lain oleh Nathani el Cantor di dalam bukunya The Dynamic Of Learning bahwa pengajaran non direktif menanggalkan peranan guru sebagai pemberi informasi, pemberi ketegasan dan penentu batas. Kedudukan guru dalam pengajaran non direktif lebih mirip dengan kedudukan seorang pemimpin kelompok yang enggan memimpin. Pendekatan ini lebih efektif bagi siswa-siswi yang sudah matang yang sedang membahas topik-topik yang berat.40 Diskusi juga berguna sekali untuk mengubah perilaku afektif siswa secara konkret. Dalam hal sikap atau nilai, perubahan sukar sekali jika siswa tidak diberi kesempatan menyatakan perasaannya. Penggunaan diskusi secara terampil memungkinkan pembentukan sikap dalam suasana kelompok. Maka, 39
Sugihartutik, Metode Diskusi Sebagai Alternatif Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Pada Siswa kelas VI SD Negeri Sidoarjo Kec. Pulung Kabupaten Ponorogo, 2005 hal. 8-9. 40 W. James Popham, Eva L. Baker, Teknik Mengajar i…..84.
45
dalam memilih diskusi sebagai teknik mengajar di kelas, perlu sekali dipertimbangkan tujuannya. Jika hendak merubah perilaku kognitif pada taraf pengetahuan menurut taksonomi Bloom, kiranya
metode diskusi bukan
metode yang efisien. Jika tujuannya pada taraf evaluasi atau pada perilaku afektif, maka penggunaan diskusi pada suatu fase program pengajaran agak tepat. Diskusi selalu membutuhkan banyak waktu; karenanya, topiknya seharusnya
cukup
penting
sehingga
penggunaan
waktu
dapat
dipertanggungjawabkan.41 Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak: a. Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa. b. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya. c. Mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai. d. Membantu siswa belajar berpikir secara kritis. e. Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman. f. Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah. g. Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut. Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut: 1. Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat. 41
W. James Popham, Eva L. Baker, Teknik Mengajar ……..84-85.
46
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasanpenjelasan dari berbagai sumber data. 3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama. 4. Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru. 5. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya. 6. Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil. 7. Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali. 8. Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara. 9. Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis. 10. Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas. Kelemahan metode diskusi sebagai berikut: 1. Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan. 2. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.
47
3. Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi. 4. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat. 5. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara. 6. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.42
4. Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah kegiatan penyampaian pelajaran dimana guru bertanya dan murid menjawab. Metode ini diberikan untuk memperkenalkan pengetahuan dengan fakta-fakata
tertentu yang telah
diajarkan kepada murid-murid.43 Cara lain yang lazim digunakan di kelas yaitu guru bertanya kepada siswa. Guru menyukai hak yang istimewa ini, dan berasumsi bahwa pertanyaan akan dapat jawaban. Selama ceramah, demontrasi, dan tentu saja selama diskusi, pertanyaan dapat menjadi alat guru untuk merangsang
42 43
Syaifuddin, metode diskusi, (online) http://gurupkn.wordpress.co, diakses 3 Maret 2009. Zainudin Dja’far, Didaktik Metodik (Pasuruan: Garuda Buana Indah, 1995), 27.
48
kegiatan berfikir siswa. Guru dapat juga menggunakan jawaban siswa untuk mengecek efektivitas pengajarannya yang sedang berlangsung. Tentu saja, pertanyaan dapat diajukan secara lisan atau tertulis, demikian juga jawabannya. Pertanyaan dan jawaban yang tertulis kiranya bersifat lebih formal, dan pada umumnya lebih mirip dengan latihan yang sama dari pada tanya jawab lisan yang berlangsung cepat. Bagaimanapun pertanyaanpertanyaan hendak disusun menurut urutan yang berarti. Satu pertanyaan yang kurang relevan dapat merusak nilai serangkaian pertanyaan yang bak. Siswa pun akan mengalami banyak kesukaran menjawab jika rangkaian tanya jawab itu tidak diurutkan dengan baik. Dalam pengajaran berprogram prosedur demikian disebut “urutan penolong” yaitu jawaban-jawaban yang terdahulu memudahkan siswa menemukan jawaban untuk pertanyaan tertentu.44 Pertanyaan dapat juga berfungsi sebagai “pengatur”. Pertanyaan yang diajukan sebelum ceramah atau demontrasi dimulai dapat membantu siswa memusatkan perhatiannya pada hal-hal terpenting. Bentuk pertanyaan hendaknya berpedoman pada tujuan yang hendak dicapainya. Jika tujuannya memilih
alteratif
jawaban,
maka
bentuk
memungkinkan tercapainya tujuan itu.45
44 45
W. James Popham, Eva L. Baker, Teknik Mengajar…….89. W. James Popham, Eva L. Baker, Teknik Mengajar…….89.
pertanyaan
hendaknya
49
Teknik-teknik tertentu dapat digunakan dalam tanya-jawab lisan supaya bertambah produktifitasnya. Selalu ajukanlah pertanyaannya dahulu baru kemudian siswa tertentu disuruh menjawab; jangan sebaliknya. Jika anda bertanya, kepada Anti misalnya “Bagaimana kamu akan….?” Maka yang bukan Anti mungkin tidak lagi akan memperhatikan. Agar lebih efektif, lengkapilah teknik tersebut dengan tanpa mengulangi pertanyaan yang sudah jelas. Beberapa siswa acuh tak acuh sampai saat nama mereka dipanggil. Lalu, mereka minta agar pertanyaan diulangi dan betul diulangi. Dengan metode seperti ini murid dapat lebih berfikir aktif dan lebih realistis. Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok–pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut pada berbagai sumber belajar. Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila sebelum proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas.46 Adapun kelebihan metode tanya Jawab : 1. Kelas lebih aktif karena anak tidak sekedar mendengarkan saja.
46
Sianto, Pendekatan dan metode pembelajaran, (online), http://smacepiring.wordpress.com, diakses 3 Maret 2009.
50
2. Memberikan kesempatan kepada anak untuk bertanya sehingga guru mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa. 3. Guru dapat mengetahui sampai sejauh mana penangkapan siswa terhadap segala sesuatu yang diterangkan.47 Kelemahan metode tanya Jawab: 1. Dengan tanya-jawab kadang-kadang pembicaraan menyimpang dari pokok persoalan bila dalam mengajukan pertanyaan, siswa menyinggung hal-hal lain walaupun masih ada hubungannya dengan pokok yang dibicarakan. Dalam hal ini sering tidak terkendalikan sehingga membuat persoalan baru. 2. Membutuhkan waktu lebih banyak.48
47
Mashofa, metode Tanya jawab dalam pembelajaran, (online) http://massofa.wordpress.com, diakses 3 Maret 2009. 48 Mashofa, metode Tanya jawab dalam pembelajaran, (online) http://massofa.wordpress.com, diakses 3 Maret 2009.
51
BAB III HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Proses Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 Di dalam proses kegiatan pembelajaran sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Guru Pendidikan Agama Islam yaitu Bapak Drs Thoha Taram mengenai proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Ponorogo sebagaimana berikut: Kebanyakan ceramah, dan memang kalau menggunakan metode ini, aspek afektif dan psikomotorik siswa tidak kelihatan. Nah, kalau KBK, yang penting anak bisa menyampaikan. Jadi, saya tidak pernah menggunakan metode Jigsow,Cooperative Script karena masih menggunakan KBK. Dan kemarin saya coba menggunakan multimedia dengan menyewa laboratorium kimia, karena tidak punya laboratorium sendiri, sehingga waktunya kurang dan tidak efektif. Terus, untuk cara saya mengajar, untuk hal-hal yang sifatnya dogmatis, maka saya menggunakan metode ceramah, dan hal-hal yang bersifat khilafiyah, maka baru saya menggunakan metode diskusi. Dari hasil wawancara di atas maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam masih menggunakan metode ceramah. Metode ceramah sangat mendominasi dalam pembelajaran khususnya pada mata pelajara Pendidikan Agama Islam.
52
Metode ceramah dianggap yang paling mudah untuk dilakukan dan lebih efektif, namus sebenarnya masih banyak kelemahan yang harus dikembangkan dan diperbaiki.49 Pendapat ini dapat diperkuat lagi oleh peneliti melalui hasil wawancara dengan Hukama (murid kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo): Biasanya materi yang ada di LKS dibaca kemudian dijelaskan atau diterangkan Berarti memakai metode ceramah ya: ya. Ya, jadi sambil menerangkan sambil bertanya pada anak-anak satu persatu, tapi ya nunggu teman-teman paham dulu. Dan kalau di dalam materi ada ayat alQur’annya, Pak Thaha menyuruh teman-teman untuk membacanya. Dari hasil wawancara tersebut maka peneliti masih menyimpulkan bahwa metode ceramah yang masih digunakan didalam proses belajar mengajar. Meskipun disitu juga ada metode tanya jawab dan reading. Dan metode ini sangat sering sekali digunakan dalam pembelajaran. Bahkan tidak pernah untuk melakukan pembelajaran di luar ruang kelas. Dengan demikian kurangnya metode dalam pembelajaran maka kurang maksimal dalam penangkapan objek atau item-item yang di sampaikan. Meskipun dari siswa ada yang suka dengan menggunakan metode ceramah ini. Bagaimana keadaan teman-teman kamu saat pelajaran? Mereka mendengarkan dan antusias mengikuti pelajaran Dengan antusias dan mendengarkan itu yang terjadi dalam proses belajar mengajar di SMA Negeri 1 Ponorogo.
50
Jadi masih belum ada pengembangan
dalam proses pembelajaran khususnya dalam metode pengajarannya. Didalam 49
50
Lihat Transkip Wawancara Nomor : 01/1-W/F-1/28-X/2008 Dalam Laporan Hasil Penelitian. Lihat Transkip Wawancara Nomor : 01/2-W/F-1/29-X/2008 Dalam Laporan Hasil Penelitian.
53
pembelajarannya juga belum pernah dilakukan di luar kelas sebagaimana wawancara peneliti sebagai berikut: Jadi, saya tidak pernah menggunakan metode Jigsow, karena masih menggunakan KBK. Dan kemarin saya coba menggunakan multimedia dengan menyewa laboratorium kimia, karena tidak punya laboratorium sendiri, sehingga waktunya kurang dan tidak efektif Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keadaan pembelajaran di SMA Negeri 1 Ponorogo saat ini masih selalu dilakukan di kelas. Ketika akan melakukan pembelajaran di luar kelas maka terbentur dengan keadaan sarana dan waktu yang sangat minim. Sehingga tidak bisa melakukan pelaksanaan pembelajaran di luar kelas.51 Dan juga dipertegas lagi dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut: Pernah gak Pak Toha mengadakan pembelajaran di luar kelas, misalnya di Mushola? Tidak pernah. Sebenarnya kemarin waktu bab munakahat ingin meminjam laboratorium, tapi akhirnya tidak jadi karena keterbatasan Dengan demikian maka proses pembelajarannya masih menerapkan metode yang lama.52
B. Gambaran Setting Penelitian
51
Lihat Transkip Wawancara Nomor : 01/1-W/F-1/28-X/2008 Dalam Laporan Hasil
Penelitian. 52
Penelitian
Lihat Transkip Wawancara Nomor : 01/2-W/F-1/29-X/2008 Dalam Laporan Hasil
54
Penelitian tindakan kelas yang mengambil setting di SMA Negeri 1 Ponorogo ini, pelaksanaannya mengikuti alur sebagai berikut:
55
1. Perencanaan (planning) Yaitu meliputi penetapan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya bab sifat-sifat terpuji dengan alokasi waktu 2 x 40 menit (2 jam pelajaran). 2. Tindakan (Action) Peningkatan efektifitas dengan proses pembelajaran PAI khususnya pada materi sifat-sifat terpuji di kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo dengan menggunakan metode pembelajaran Active Learning dengan beberapa strategi pembelajaran yaitu Cooperative Script, diskusi dan tanya jawab. 3. Observasi (Observing) Dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi: aktivitas Guru dan siswa, pengembangan materi dan hasil belajar siswa. 4. Refleksi (Reflecting) Yaitu meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan sekaligus menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya. Berikut gambaran umum seting Penelititan Tindakan Kelas menurut Kurt Lewin dalam Aqib (2007:21) yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat langkah yaitu: (1) perencanaan (Planning), (2) Aksi atau tindakan (Acting), (3) Observasi (Observing), dan (4) Refleksi (Reflecting)53
53
2008), 10.
Basuki As’adie, dkk. Modul 4 Pembelajaran Berbasis PTK, (Ponorogo, STAIN Press,
56
C. Penjelasan Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan alur/ tahapan (perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi) disajikan dalam tiga siklus sebagai berikut: SIKLUS I (satu) 1. Perencanaan a. Menyusun rencana tindakan Pada tahap ini peneliti melakukan perencana tindakan yakni dengan pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dapat dilihat dalam lembar lampiran RPP. b. Menyiapkan pokok pembahasan Peneliti pada tahap ini menyiapkan materi yang akan dibahas, yaitu mengenai sifat-sifat terpuji pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo.
57
58
c. Mengatur waktu Di dalam pengaturan waktu ini peneliti mengatur melakukan pembagian waktu yang tersedia yaitu 2 x 40 menit. Dengan perincian 15 menit untuk kegiatan awal, 55 menit untuk proses pembelajaran, dan 10 menit sebagai penutup. d. Menyiapkan blangko observasi Pada tahap selanjutnya yaitu peneliti menyiapkan blangko observasi yang digunakan untuk merekap data atau proses pembelajaran. e. Menyiapkan lembar evaluasi Di sini peneliti melakukan pembuatan lembar evaluasi yang akan dibagikan kepada siswa. 2. Tindakan a. Menjelaskan secara singkat mengenai pengertian sikap adil, ridho dan amal shalih. Peneliti melakukan perbaikan atas tindakan yang kurang pada siklus pertama yaitu pengkondisian kelas dengan efektif, sehingga dalam pembelajaran bisa berjalan dengan baik. Yang selanjutnya peneliti menjelaskan tentang indikator yang harus dicapai oleh siswa dengan memperjelas materi dan mengeraskan suaranya.
59
b. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Setelah itu peneliti menyampaikan kompetensi yang ingin di capai pada proses pembelajaran ini, yaitu siswa dapat menjelaskan pengertian adil, ridho dan amal shalih. c. Guru kemudian membagi siswa untuk berpasang-pasang Pada tahap ini peneliti menyuruh siswa untuk saling berhadaphadapan dengan teman yang lainnya dengan berpasang-pasang. d. Guru dan siswa menetapkan siapa yang berperan sebagai pendengar dan siapa yang berperan sebagai pembicara Kemudian peneliti menentukan pada siswa bahwa untuk bangku baris yang pertama, ketiga dan ke lima untuk berperan menjadi pendengar dan nanti setelah selesai ganti yang mendengarkan berperan menjadi pembicara. e. Guru membagikan materi pada siswa dan membuat ringkasan Setelah peneliti menentukan perannya masing-masing maka peneliti melakukan pembagian materi kepada peran pembicara. Sementara Pendengar: f. Menyimak dan mengoreksi ide-ide pokok yang kurang lengkap Disini peneliti berkeliling dari baris satu ke baris yang lain untuk mengkoreksi ide-ide yang disampaikan oleh siswa.
60
g. Mencatat apa yang telah disampaikan oleh pembicara Setelah itu peneliti menyuruh siswa yang berperan sebagai pendengar untuk mencatat apa yang telah disampaikan oleh temannya tadi. h. Guru menyuruh perwakilan kelompok untuk membaca hasil catatan yang diperolehnya Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah menyuruh siswa untuk membaca catatannya. i. Guru menyimpulkan bersama-sama siswa Kemudian guru menyimpulkan apa yang telah dibacakan siswa tadi. j. Bertukar peran (sebaliknya) Tahap yang selanjutnya peneliti menyuruh siswa yang berperan sebagai pendengan bergantian untuk menjadi pembicara. (bertukar peran) k. Guru memberikan permasalahan (bahan diskusi) Guru memberikan suatu permasalahan untuk bahan diskusi. l. Siswa diskusi Guru memantau perjalanan diskusi yang berlangsung. Dan memberikan bantuan jika ada siswa yang kurang paham. m. Masing-masing perwakilan siswa membacakan hasil diskusi Peneliti menyuruh dari perwakilan siswa untuk membacakan hasil dari diskusi tersebut.
61
n. Guru mengklarifikasi Kemudian peneliti mengklarifikasi pada hasil diskusi yang dilaksanakan oleh siswa tadi. o. Guru memberikan waktu kurang lebih 15 menit untuk tanya jawab. Kemudian guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya pada materi yang belum paham. 3. Observasi a. Mengamati perilaku siswa terhadap model pembelajaran Di sini peneliti melakukan pencontrengan pada kotak siswa yang aktif dalam proses pembelajaran. Disini peneliti menemukan adanya peningkatan pada siswa baik dari segi keaktifan, minat dan prestasinya. Namun masih belum sampai pada KKM yang harus dicapai. b. Memantau diskusi kerjasama antar siswa dalam kelompok. Peneliti melakukan pemantauan dari kelompok-kelompok untuk membantu siswa yang kurang paham. c. Mengamati proses transfer informasi Kemudian peneliti mengamati transfer informasi pada siswa. Ketika proses ini ternyata masih ada siswa yang berbicara sendiri. d. Mengamati catatan dan pemahaman masing-masing anak. Peneliti pada tahap ini membuat pertanyaan untuk siswa dan akan dijawab oleh siswa. Masih banyak siswa yang belum paham mengenai pengertian adil, ridho, dan amal shalih.
62
63
4. Refleksi a. Mencatat hasil observasi Pada tahap pencatatan hasil observasi ini peneliti menemukan bahwa pada siklus sudah ada peningkatan, meskipun masih ada siswa yang belum paham pada materi ini. b. Mengevaluasi hasil observasi Peneliti setelah mengetahui bahwa hasil pembelajaran belum memenuhi KKM maka peneliti memutuskan untuk melakukan siklus ke tiga. c. Menganalisis hasil pembelajaran Hasil pembelajaran pada siklus satu ini masih banyak kekurngan diantaranya yaitu cara menjelaskan kurang keras suaranya. Masih ada keragu-raguan dalam penyampaian materi. Sehingga siswa masih ada yang belum aktif. d. Memperbaiki kelemahan untuk daur berikutnya Setelah mengetahui kelemahan dari siklus kedua maka peneliti melakukan perbaikan pada penyampaian pada siklus ketiga yaitu dengan memantapkan materi yang akan disampaikan dan memperkeras suara.
64
SIKLUS II (dua) 1. Perencanaan a. Menyusun rencana tindakan perbaikan Pada tahap ini peneliti melakukan perencana tindakan yakni dengan dengan pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dapat dilihat dalam lembar lampiran RPP. b. Menyiapkan pokok pembahasan Peneliti pada tahap ini menyiapkan materi yang akan dibahas, yaitu mengenai sifat-sifat terpuji pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo. c. Mengatur waktu Di dalam pengaturan waktu ini peneliti mengatur melakukan pembagian waktu yang tersedia yaitu 2 x 40 menit. Dengan perincian 15 menit untuk kegiatan awal, 55 menit untuk proses pembelajaran, dan 10 menit sebagai penutup. d. Menyiapkan blangko observasi Pada tahap selanjutnya yaitu peneliti menyiapkan blangko observasi yang digunakan untuk merekap data atau proses pembelajaran. e. Menyiapkan lembar evaluasi Di sini peneliti melakukan pembuatan lembar evaluasi yang akan dibagikan kepada siswa.
65
2. Tindakan a. Menjelaskan secara singkat mengenai contoh prilaku terpuji Peneliti melakukan perbaikan dalam pengkondisian kelas agar suasana bisa dikendalikan, sehingga dalam pembelajaran bisa berjalan dengan baik. Yang selanjutnya peneliti menjelaskan tentang indikator yang harus dicapai oleh siswa. b. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Setelah itu peneliti menyampaikan kompetensi yang ingin di capai pada proses pembelajaran ini, yaitu siswa dapat menjelaskan pengertian adil, ridho dan amal shalih. c. Guru kemudian membagi siswa untuk berpasang-pasang Pada tahap ini peneliti menyuruh siswa untuk saling berhadaphadapan dengan teman yang lainnya dengan berpasang-pasang. d. Guru dan siswa menetapkan siapa yang berperan sebagai pendengar dan siapa yang berperan sebagai pembicara Kemudian peneliti menentukan pada siswa bahawa untuk bangku baris yang pertama, ketiga dan ke lima untuk berperan menjadi pendengar dan nanti setelah selesai ganti yang mendengan berperan menjandi pembicara. e. Guru membagikan materi pada siswa dan membuat ringkasan Setelah peneliti menetukan perannya masing-masing maka peneliti melakukan pembagian materi kepada peran pembicara.
66
67
Sementara Pendengar: f. Menyimak dan mengoreksi ide-ide pokok yang kurang lengkap Disini peneliti berkeliling dari baris satu ke baris yang lain untuk mengkoreksi ide-ide yang disampaikan oleh siswa. g. Mencatat apa yang telah disampaikan oleh pembicara Setelah itu peneliti menyuruh siswa yang berperan sebagai pendengar untuk mencatat apa yang telah disampaikan oleh temannya tadi. h. Guru menyuruh perwakilan kelompok untuk membaca hasil catatan yang diperolehnya Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah menyuruh siswa untuk membaca catatannya. i.
Guru menyimpulkan bersama-sama siswa Kemudian guru menyimpulkan apa yang telah dibacakan siswa tadi.
j.
Bertukar peran (sebaliknya) Tahap yang selanjutnya peneliti menyuruh siswa yang berperan sebagai pendengan bergantian untuk menjadi pembicara. (bertukar peran)
k. Guru memberikan permasalahan (bahan diskusi) Guru memberikan suatu permasalahan untuk bahan diskusi.
68
l.
Siswa diskusi Guru memantau perjalanan diskusi yang berlangsung. Dan memberikan bantuan jika ada siswa yang kurang paham.
m. Masing-masing perwakilan siswa membacakan hasil diskusi Peneliti menyuruh dari perwakilan siswa untuk membacakan hasil dari diskusi tersebut. n. Guru mengklarifikasi Kemudian peneliti mengklarifikasi pada hasil diskuis yang dilaksanakan oleh siswa tadi. o. Guru memberikan waktu kurang lebih 15 menit untuk tanya jawab. Kemudian guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya pada materi yang belum paham. 3. Observasi a. Mengamati perilaku siswa terhadap model pembelajaran Di sini peneliti melakukan pencontrengan pada kotak siswa yang aktif dalam proses pembelajaran. b. Memantau diskusi kerjasama antar siswa dalam kelompok. Peneliti melakukan pemantauan dari kelompok-kelompok untuk membantu siswa yang kurang paham. c. Mengamati proses transfer informasi Kemudian peneliti mengamati tranfer informasi pada siswa. Ketika proses ini ternyata masih ada siswa yang berbicara sendiri.
69
70
d. Mengamati catatan dan pemahaman masing-masing anak. Peneliti pada tahap ini membuat pertanyaan untuk siswa dan akan di jawab oleh siswa. Masih banyak siswa yang belum paham mengenai cara menampilkan prilaku adil, ridho, dan amal shalih. 4. Refleksi a. Mencatat hasil observasi Pada tahap pencatatan hasil observasi ini peneliti menemukan bahwa pada siklus ini kurang berhasil, karena masih banyak siswa yang belum paham pada materi ini. b. Mengevaluasi hasil observasi Peneliti setelah mengetahui bahwa hasil observasinya belum maksimal maka peneliti memutuskan untuk melakukan siklus kedua. c. Menganalisis hasil pembelajaran Hasil pembelajaran pada siklus kesatu ini masih banyak kekurngan diantaranya yaitu siswa masih belum bisa menjelaskan tentang pengertian adil, ridho dan amal sholeh, ini disebabkan karena dalam penyampaian materinya kurang jelas. d. Memperbaiki kelemahan untuk daur berikutnya Setelah mengetahui kelemahan dari siklus kesatu maka peneliti melakukan perbaikan pada penyampaian pada siklus kedua.
71
SIKLUS III (tiga) 1. Perencanaan a. Menyusun rencana tindakan perbaikan Pada tahap ini peneliti melakukan perencana tindakan yakni dengan dengan pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dapat dilihat dalam lembar lampiran RPP. b. Menyiapkan pokok pembahasan Peneliti pada tahap ini menyiapkan materi yang akan dibahas, yaitu mengenai membiasakan prilaku adil, ridho dan amal shalih pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo. c. Mengatur waktu Di dalam pengaturan waktu ini peneliti mengatur melakukan pembagian waktu yang tersedia yaitu 2 x 40 menit. Dengan perincian 15 menit untuk kegiatan awal, 55 menit untuk proses pembelajaran, dan 10 menit sebagai penutup. d. Menyiapkan blangko observasi Pada tahap selanjutnya yaitu peneliti menyiapkan blangko observasi yang digunakan untuk merekap data atau proses pembelajaran. e. Menyiapkan lembar evaluasi Di sini peneliti melakukan pembuatan lembar evaluasi yang akan dibagikan kepada siswa.
72
2. Tindakan a. Menjelaskan secara singkat mengenai materi membiasakan sikap adil, ridho dan amal sholih Peneliti melakukan perbaikan dalam pengkondisian kelas agar suasana bisa dikendalikan, sehingga dalam pembelajaran bisa berjalan dengan baik. Yang selanjutnya peneliti menjelaskan tentang indicator yang harus dicapai oleh siswa. b. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Setelah itu peneliti menyampaikan kompetensi yang ingin di capai pada proses pembelajaran ini, yaitu siswa dapat menunjukkan sikap adil, ridho dan amal shalih. c. Guru kemudian membagi siswa untuk berpasang-pasang Pada tahap ini peneliti menyuruh siswa untuk saling berhadaphadapan dengan teman yang lainnya dengan berpasang-pasang. d. Guru dan siswa menetapkan siapa yang berperan sebagai pendengar dan siapa yang berperan sebagai pembicara Kemudian peneliti menentukan pada siswa bahawa untuk bangku baris yang pertama, ketiga dan ke lima untuk berperan menjadi pendengar dan nanti setelah selesai ganti yang mendengan berperan menjandi pembicara. e. Guru membagikan materi pada siswa dan membuat ringkasan
73
Setelah peneliti menetukan perannya masing-masing maka peneliti melakukan pembagian materi kepada peran pembicara. Sementara Pendengar: f. Menyimak dan mengoreksi ide-ide pokok yang kurang lengkap Disini peneliti berkeliling dari baris satu ke baris yang lain untuk mengkoreksi ide-ide yang disampaikan oleh siswa. g. Mencatat apa yang telah disampaikan oleh pembicara Setelah itu peneliti menyuruh siswa yang berperan sebagai pendengar untuk mencatat apa yang telah disampaikan oleh temannya tadi. h. Guru menyuruh perwakilan kelompok untuk membaca hasil catatan yang diperolehnya. Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah menyuruh siswa untuk membaca catatannya. i. Guru menyimpulkan bersama-sama siswa Kemudian guru menyimpulkan apa yang telah dibacakan siswa tadi. j. Bertukar peran (sebaliknya) Tahap yang selanjutnya peneliti menyuruh siswa yang berperan sebagai pendengar bergantian untuk menjadi pembicara. (bertukar peran) k. Guru memberikan permasalahan (bahan diskusi) Guru memberikan suatu permasalahan untuk bahan diskusi.
74
75
l. Siswa diskusi Guru memantau perjalanan diskusi yang berlangsung. Dan memberikan bantuan jika ada siswa yang kurang paham. m. Masing-masing perwakilan siswa membacakan hasil diskusi Peneliti menyuruh dari perwakilan siswa untuk membacakan hasil dari diskusi tersebut. n. Guru mengklarifikasi Kemudian peneliti mengklarifikasi pada hasil diskusi yang dilaksanakan oleh siswa tadi. o. Guru memberikan waktu kurang lebih 15 menit untuk tanya jawab. Kemudian guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya pada materi yang belum paham. 3. Observasi a. Mengamati perilaku siswa terhadap model pembelajaran Di sini peneliti melakukan pencontrengan pada kotak siswa yang aktif dalam proses pembelajaran. b. Memantau diskusi kerjasama antar siswa dalam kelompok. Peneliti melakukan pemantauan dari kelompok-kelompok untuk membantu siswa yang kurang paham. c. Mengamati proses transfer informasi Kemudian peneliti mengamati transfer informasi pada siswa. Ketika proses ini ternyata masih ada siswa yang berbicara sendiri.
76
77
d. Mengamati catatan dan pemahaman masing-masing anak. Peneliti pada tahap ini membuat pertanyaan untuk siswa dan akan di jawab oleh siswa. Disini siswa yang paham mengenai sifat-sifat terpuji yaitu bagaimana pembiasaan sikap adil, ridho, dan amal shalih lebih meningkat lagi. 4. Refleksi a. Mencatat hasil observasi Pada tahap pencatatan hasil observasi ini peneliti menemukan bahwa pada siklus ini sudah bisa dikatakan berhasil, karena sudah banyak siswa yang paham pada materi ini dan KKM pun juga sudah tercapai. b. Mengevaluasi hasil observasi Peneliti setelah mengetahui bahwa hasil observasinya sudah berjalanbaik dan siswa sudah banyak yang paham maka peneliti memutuskan untuk mencukupkan sampai siklus tiga ini. c. Menganalisis hasil pembelajaran Hasil pembelajaran pada siklus tiga ini sudah banyak siswa bisa menampilkan contoh tentang prilaku adil, ridho dan amal sholeh. d. Memperbaiki kelemahan untuk daur berikutnya Setelah mengetahui hasil dari siklus ketiga maka peneliti mencukupkan sampai siklus ini. Karena Kriteria Kelulusan Minimal (KKM) sudah tercapai siswa.
78
D. Proses Analisis Data Per-Siklus Proses analisis data sebagai hasil penelitian yang meliputi siswa mampu menjelaskan materi sifat-sifat terpuji, siswa mampu menyusun materi, serta siswa mampu menyimpulkan materi sifat-sifat terpuji yaitu yang disajikan dalam 3 siklus sebagai berikut: 1. Siklus I Dalam proses pembelajaran siklus I penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, Cooperative script kemudian dilanjutkan dengan Diskusi dan tanya jawab yang materinya dikembangkan dari LKS dan buku paket, hasil penelitian menunjukkan: Siswa dapat
-
Kelompok I
= 5 siswa
menjelaskan
-
Kelompok II
= 6 siswa
-
Kelompok III
= 4 siswa
-
Kelompok IV
= 4 siswa
Jumlah
= 19 siswa (46, 34%)
Siswa dapat
-
Kelompok I
= 4 siswa
menyusun
-
Kelompok II
= 5 siswa
materi
-
Kelompok III
= 5 siswa
-
Kelompok IV
= 6 siswa
Siswa dapat
Jumlah
= 20 siswa (48,78%)
-
= 5 siswa
Kelompok I
79
menyimpulkan
-
Kelompok II
= 5 siswa
-
Kelompok III
= 6 siswa
-
Kelompok IV
= 6 siswa
Jumlah
= 22 siswa (53, 65%)
Interprestasi: Penyampaian pembelajaran siklus 1 di kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo ini hasil pembelajaran belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang diinginkan. Dari 41 anak yang mampu menjelaskan masih 46%,
siswa dapat menyusun materi : 48 %, dan siswa yang dapat
menyimpulkan materi: 53%. Ini disebabkan karena masih banyak anak yang masih ramai dan tidak fokus pada proses pembelajaran. Dari penerapan strategipun juga masih banyak kekurangan, seperti dalam penyampaian materinya kurang jelas, sehingga masih banyak siswa yang belum paham. Tindakan yang harus dilakukan oleh peneliti adalah dalam
penggunaan
strategi-strategi yang bervariasi harus dipersiapkan dengan matang, karena proses pembelajarannya belum maksimal maka indikator belum dicapai siswa. Maka harus diadakan siklus dua.
2. Siklus II Dalam proses pembelajaran siklus II penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, Cooperative script kemudian dilanjutkan
80
dengan Diskusi dan tanya jawab yang dikembangkan dari LKS dan buku paket, hasil penelitian menunjukkan:
Siswa dapat
-
Kelompok I
= 5 siswa
menjelaskan
-
Kelompok II
= 5 siswa
-
Kelompok III
= 6 siswa
-
Kelompok IV
= 5 siswa
Jumlah
= 21 (51,22%)
Siswa dapat
-
Kelompok I
= 6 siswa
menyusun materi
-
Kelompok II
= 4 siswa
-
Kelompok III
= 5 siswa
-
Kelompok IV
= 5 siswa
Jumlah
= 20 (48,78%)
Siswa dapat
-
Kelompok I
= 6 siswa
menyimpulkan
-
Kelompok II
= 6 siswa
-
Kelompok III
= 5 siswa
-
Kelompok IV
= 7 siswa
Jumlah
= 24 (59,50%)
Interprestasi: Penyampaian pembelajaran siklus II di kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo ini hasil pembelajaran sudah ada peningkatan namun belum
81
memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang diinginkan. Dari 41 anak yang mampu menjelaskan masih 51,22%, siswa yang dapat menyusun materi : 48,78 %, dan siswa yang dapat menyimpulkan: 59,50%. Ini disebabkan karena masih banyak anak yang masih kurang jelasnya dalam penyampaian materi, suara kurang keras dan tidak fokus pada proses pembelajaran sehingga peningkatan pemahaman kurang nampak dalam proses pembelajaran. Dari penerapan strategipun juga masih banyak kekurangan, seperti kurangnya waktu. Tindakan yang harus dilakukan oleh peneliti adalah dalam penggunaan strategi-strategi yang bervariasi harus ditingkatkan dan dipersiapkan dengan matang, karena proses pembelajarannya belum maksimal maka indikator belum dicapai siswa. Maka harus diadakan siklus tiga. 3. Siklus III Dalam proses pembelajaran siklus III penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, Cooperative script kemudian dilanjutkan dengan Diskusi dan tanya jawab yang dikembangkan dari LKS dan buku paket, hasil penelitian menunjukkan: Siswa dapat
-
Kelompok I
= 8 siswa
menjelaskan
-
Kelompok II
= 8 siswa
-
Kelompok III
= 7 siswa
-
Kelompok IV
= 8 siswa
Jumlah
= 31 (75,60%)
82
Siswa dapat
-
Kelompok I
= 9 siswa
menyusun
-
Kelompok II
= 7 siswa
materi
-
Kelompok III
= 8 siswa
-
Kelompok IV
= 9 siswa
Siswa dapat
Jumlah
= 33 (80,48%)
-
Kelompok I
= 8 siswa
Kelompok II
= 9 siswa
-
Kelompok III
= 9 siswa
-
Kelompok IV
= 8 siswa
menyimpulkan -
Jumlah
= 34 (82,93%)
Interprestasi: Penyampaian pembelajaran siklus III di kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo ini hasil pembelajaran sudah ada peningkatan dan sudah memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang diinginkan. Dari 41 anak yang mampu menjelaskan materi : 75,60%,
siswa yang mampu
menyusun materi : 80,48 %, dan siswa yang dapat menyimpulkan: 82,92%. Dengan demikian pada siklus ke tiga ini sudah memenuhi harapan dan tujuan dari proses pembelajaran. Yakni adanya peningkatan dari siswa yang mampu menjelaskan, menyusun materi dan menyimpulkan materi. Sehingga tidak diperlukan lagi siklus selanjutnya.
83
E. Pembahasan dan Pengambilan Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative script kemudian dilanjutkan dengan Diskusi dan tanya jawab adalah memuaskan. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan, seperti pada tabel berikut: Profil Hasil Penelitian
Siswa dapat menjelaskan
Siswa
dapat
menyusun
Siklus
Siklus
I
19
46,34%
II
21
51,22%
III
31
75,60%
I
20
48,78%
II
20
48,78%
III
33
80,48%
I
22
53,65%
II
24
58,53%
III
34
82,93%
materi
Siswa dapat menyimpulkan
Siklus
Salah satu hasil observasi selain tiga hal yang menjadi sasaran tindakan penelitian adalah dengan berkembangnya pemahaman siswa terhadap materi sifat-sifat terpuji yang sejalan dengan berkembangnya aktivitas dan minat siswa. Dengan kata lain katika siswa mampu menjelaskan, menyusun materi
84
dan menyimpulkan maka siswa tersebut akan lebih paham dengan materi tersebut.
85
Grafik Penelitian 90
Siswa Mampu Menjelaskan
80 70 60
Siswa Mampu Menyusun Materi yang Telah Di sampaikan Siswa Mampu Menyimpulkan
50 40 30 20 10 0 Siklus I Siklus II Siklus III
86
Grafik Hasil Penelitian 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Siklus I
Siklus II
Siswa Mampu Menjelaskan Siswa Mampu Menyusun Materi Siswa Mampu Menyimpulkan
Sklus III
87
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang penulis paparkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Ponorogo tahun ajaran 2008-2009 masih menggunakan metode ceramah. 2. Proses pelaksanaan strategi dalam peningkatan pemahaman pada mata pelajaran PAI di SMA Negeri 1 Ponorogo tahun ajaran 2008-2009 sebagai berikut: a. Metode Cooperative Script 1) Menjelaskan secara singkat mengenai prilaku terpuji , 2) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, 3) Guru kemudian membagi siswa untuk berpasang-pasang, 4) Guru dan siswa menetapkan siapa yang berperan sebagai pendengar dan siapa yang berperan sebagai pembicara, 5) Guru membagikan materi pada siswa dan membuat ringkasan, Sementara Pendengar: 1) Menyimak dan mengoreksi ide-ide pokok yang kurang lengkap, 2) Mencatat apa yang telah disampaikan oleh pembicara,
88
3) Guru menyuruh perwakilan kelompok untuk membaca hasil catatan yang diperolehnya, 4) Bertukar peran (sebaliknya), dan 5) Guru menyimpulkan bersama-sama dengan siswa. b. Diskusi 1) Guru memberikan permasalahan, 2) Siswa melakukan diskusi, 3) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi, dan 4) Guru mengklarifikasi. c. Tanya jawab 1) Guru memberikan pertanyaan tentang sifat-sifat terpuji 2) Guru memberikan waktu kurang lebih 10 menit untuk tanya jawab. 3. Dengan menggunakan metode cooperative script, diskusi dan Tanya jawab maka tingkat pemahaman siswa terhadap materi sifat-sifat terpuji cenderung meningkat.
B. Saran 1. Pembelajaran yang selama ini menggunakan metode konvensional, sudah waktunya
untuk
kepala
sekolah
SMA
Negeri
1
Ponorogo
untuk
mengembangkan dengan menggunakan strategi yang inovatif, seperti cooperative script, diskusi dan tanya jawab.
89
2. Dengan melihat hasil pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative script, diskusi dan tanya jawab, hendaknya guru dan calon guru PAI untuk meningkatkan dan menggunakan metode pembelajaran yang bersifat kontruktivistik, seperti cooperative script, diskusi dan Tanya jawab. 3. Untuk
peneliti
agar
meningkatkan
kreatifitas
dan
pengembangan-
pengembangan yang bersifat membangun. 4. Untuk peneliti lain agar meneliti bagaimana hasil dari metode ini jika diterapkan pada mata pelajaran yang lain, yang nantinya dijadikan sebagai perbandingan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar Edisi Revisi Jakarta: Rineka Cipta, 1996. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Bandung: Rineka Cipta, 2002. Bakar, Abu Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, Surabaya: Usaha Nasional, 1981. Burhanuddin, Metode Pembelajaran, (Online) http://sangmalam.wordpress.com, diakses 3 Maret 2009. Bulatau S.J, Tehnik Diskusi Berkelompok, Yogyakarta: Yayasan Kanisiun, 1983. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Tiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Fuad Ihsan, Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Renika Cipta, 1996. Fathurrahman, Pupuh, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika Aditama, 2007. Hisyam, Zaini, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif Di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: CTSD, 2002. Kartono, Kartini, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik dan Sugesti, Bandung: PT. Pradnya Paramita, 1997. Liang, The Gie, Pendidikan Ilmu, Yogyakarta: Pubib, 1998. Mulyasa, Standart Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Mulyana, Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya: 2003. Margono, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
91
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Ciputat Pres, 2002. Moh Uzair Usman, Menjadi Guru Profesional, : Jakarta: Rosda Karya, 1999. Mashofa, metode Tanya jawab dalam pembelajaran, (online) http://massofa.wordpress.com, diakses 3 Maret 2009. Sudjana, Nana, Cara Belajar siswa Aktif, Bandung: Sinar Baru Algensindu, 1996. Sukidin, Basrowi, Suranto, Menejemen Penelitian Tindakan Kelas, Tk. Insan Cendekia, 2002. Soeparman, Pendidikan Nasional, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995. W. James Popham, Eva L. Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Syaifuddin Nurdin, M.Pd. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Shasha, Metode Pembelajaran Aktive, (online) http://assalamualaikumwrwbshasha.blogspot.comarchifehtml, diakses 11 November 2008.
Syaifuddin, metode diskusi, (online) http://gurupkn.wordpress.co, diakses 3 Maret 2009.
Sugihartutik, Metode Diskusi Sebagai Alternatif Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Pada Siswa kelas VI SD Negeri Sidoarjo Kec. Pulung Kabupaten Ponorogo, 2005. Sianto,
Pendekatan dan metode pembelajaran, http://smacepiring.wordpress.com, diakses 3 Maret 2009.
(online),
Teguh, teori belajar, (online) http://blogs.teguh.web.id/learning-theory.html. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Citra Umbara, 2003. Zainudin Dja’far, Di\-daktik Metodik Pasuruan: Garuda Buana Indah, 1995.
92
Zuhairini, dkk. Metodologi Pendidikan Agama Solo: Ramadhani, 1993.