1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pada dasarnya al-Qur’an merupakan kitab Allah yang berisi norma-norma
masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Norma tersebut mengandung sistematika dalam suatu totalitas, sehingga saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mengarahkan manusia kepada pembentukan diri menjadi manusia yang sempurna. Hukum kewarisan menduduki tempat amat penting dalam hukum Islam. Ayat al-Qur’an mengatur hukum kewarisan dengan jelas dan terperinci. Hal ini dapat dimengerti sebab masalah warisan pasti dialami oleh setiap orang. Kecuali itu, hukum kewarisan langsung menyangkut harta benda yang apabila tidak diberikan ketentuan pasti amat mudah menimbulkan sengketa di antara ahli waris. Setiap terjadi peristiwa kematian seseorang, segera timbul bagaimana harta peninggalannya harus diberlakukan dan kepada siapa saja harta itu dipindahkan, serta bagaimana caranya. Inilah yang diatur dalam hukum waris.1 Harta waris yaitu segala jenis harta benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya. Hukum waris menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 171 (a) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah)
1
Ahmad Azhar Basyir, 2001, Hukum Waris Islam, UII Pers, Yogyakarta, hlm. 03.
2
pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Tata cara pembagian harta warisan dalam Islam telah diatur dengan sebaikbaiknya. Al-Qur’an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Pembagian masing-masing ahli waris baik itu laki-laki maupun perempuan telah ada ketentuannya dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman : َن وَانْأَقْسَتُىنَ مِّمَا قَمَ مِّنْهُ َأوْ كَثُس ِ ن وَنِهِّنسَاءِ نَصِيةٌ مِّمَا ذَ َسكَ ا ْنىَانِدَا َ نِهسِجَالِ نَصِيةٌ مِّمَا ذَ َسكَ ا ْنىَانِدَانِ وَانْأَقْسَتُى ﴾٧:نَصِيثًا مَفْسُوضًا ﴿انّنساء Artinya: "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (QS. An-Nisa, ayat 7) Dalam syariat islam telah ditetapkan bahwa bagian ahli waris laki-laki lebih banyak daripada bagian perempuan, yakni ahli waris laki-laki dua kali bagian ahli waris perempuan, Allah SWT berfirman : ْحّظِ انْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَ ِنسَاءً َف ْىقَ اثّْنَرَيْنِ فَهَهُنَ ثُهُثَا مَا ذَ َسكَ وَإِنْ كَانَد َ ُُوصِيكُمُ انهَهُ فِي َأوْنَادِكُمْ نِهرَكَسِ مِثْم ُوَاحِ َدجً فَهَهَا انّنِصْفُ وَنِأَ َتىَيْهِ نِكُمِ وَاحِدٍ مِّنْهُّمَا انسُ ُدسُ مِّمَا ذَ َسكَ إِنْ كَانَ نَهُ وَنَدٌ فَإِنْ نَمْ يَكُنْ نَهُ وَنَدٌ وَوَزِثَه أَ َتىَاهُ فَهِأُمِهِ انثُُهثُ فَإِنْ كَانَ نَهُ إِخْ َىجٌ فَهِأُمِهِ انسُ ُدسُ مِنْ تَعْدِ وَصِيَحٍ يُىصِي تِهَا َأوْ دَيْنٍ آتَاؤُكُمْ وَأَتّْنَاؤُكُمْ نَا ﴾١١:ذَدْزُونَ أَيُهُمْ أَقْ َسبُ نَكُمْ نَفْعًا فَسِيضَحً مِنَ انهَهِ إِنَ انهَهَ كَانَ عَهِيّمًا حَكِيّمًا ﴿انّنساء Artinya: Allah mensyari’atkan bagi mu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu, yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan dua orang anak perempuan… (QS. An-Nisa, ayat 11).
3
Allah SWT menjanjikan surga bagi orang-orang yang beriman yang mentaati ketentuan-Nya dalam pembagian harta warisan dan ancaman siksa bagi mereka yang mengingkari-Nya seperti di dalam firman Allah SWT: ُذِ ْهكَ حُدُودُ انهَهِ وَمَنْ يُطِعِ انهَ َه وَ َزسُىنَهُ يُدْخِهْهُ جَّنَاخٍ ذَجْسِي مِنْ ذَحْرِهَا انْأَنْهَازُ خَانِدِينَ فِيهَا وَذَِٰنكَ انْ َفىْشُ انْ َعظِيم ﴾١١:﴿انّنساء Artinya: Hukum-hukum itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah, barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya, sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar". (QS. An-Nisa, ayat 13) ﴾١١:وَمَنْ يَعْصِ انهَ َه وَ َزسُىنَ ُه وَيَرَعَدَ حُدُو َدهُ يُدْخِهْهُ نَازًا خَانِدًا فِيهَا وَنَهُ عَرَابٌ مُهِينٌ ﴿انّنساء Artinya: Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya niscaya Allah memasukannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. AnNisa, ayat 14).
Ayat di atas dengan jelas menunjukkan perintah dari Allah SWT, agar umat Islam dalam melaksanakan pembagian harta warisan diwajibkan berdasarkan pada hukum yang ada dalam al-Qur’an. Bagi umat Islam melaksanakan ketentuan yang berkenaan dengan hukum kewarisan merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan, karena itu merupakan bentuk manifestasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam sejarah perjalanan hukum islam di Indonesia sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai sekarang telah melahirkan beberapa titik singgung. Selanjutnya titik singgung tersebut dikedepankan sebagai teori yang berkaitan dengan realita yang dihadapi oleh hukum Islam. Ketika hukum Islam
4
hendak menanamkan nilai-nilainya sebagai landasan kesadaran hukum yang mengatur tata tertib masyarakat, ketika itu pula ia berhadapan dengan nilai-nilai kesadaran hukum adat. Sejauhmana kadar kekuatan kesadaran nilai-nilai hukum adat terhadap penerimaan nilai-nilai hukum Islam, ternyata berdampak terjadinya ragam pendapat yang berlanjut dengan berbagai corak teori, lahirlah teori-teori titik singgung hukum adat dan Islam, terutama dibidang perdata, termasuk hukum kewarisan.2 Hukum kewarisan adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan, yang mungkin merupakan patrilineal murni, patrilineal beralih-alih (alternerend)
matrilineal
ataupun bilateral (walaupun sukar ditegaskan di mana berlakunya di Indonesia), ada pula prinsip unilateral berganda atau (dubbel-unilateral). Prinsip-prinsip garis keturunan terutama berpengaruh terhadap penetapan ahli waris maupun bagian harta peninggalan yang diwariskan (baik yang materiel maupun immaterial).3 Hukum kewarisan adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum kewarisan, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Hukum kewarisan adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya.4
2
Yahya Harahap, “Praktek Hukum Waris Tidak Pantas Membuat Generalisasi”, dalam Iqbal Abdurrauf Saimima (ed), 1988, Polemik Reaktulisasi Ajaran Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, hlm. 125. 3 Soerjono Soekanto, 2002, Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 259. 4 Hilman Hadikusuma, 2003, Hukum Waris Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 07.
5
Islam masuk di Kutai Kartanegara pada abad ke-17, penyebaran islam di Kutai Kartanegara melalui dakwah oleh ulama bernama Tuan Tunggang Parangan dan diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu dipimpin Aji Raja Mahkota Mulia Alam. Setelah beberapa puluh tahun, sebutan Raja diganti dengan sebutan Sultan. Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778) merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama Islami. Kemudian sebutan kerajaanpun berganti menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.5 Sebelum Islam masuk dan berkembang di Indonesia, terlebih dahulu sudah masuk dan berkembang agama lain, yaitu Hindu dan Budha.6 Selain itu, penduduk lokal juga sudah memiliki tradisi dan kebudayaan dengan identitas tersendiri. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sebelum kedatangan Islam, di Indonesia sudah berkembang tiga kebudayaan yang saling mempengaruhi (asimilasi), yaitu Hindu, Budha, dan kebudayaan lokal. Mengingat bahwa sebelumnya Kutai Kartanegara merupakan Kerajaan tertua dengan ajaran agama Hindu, maka tidak menutup kemungkinan bahwa pelaksanaan pembagian warisan di wilayah tersebut masih terpengaruh oleh hukum adat yang berlaku pada saat itu. Sehingga pelaksanaan pembagian waris menurut Islam tidak sepenuhnya murni secara Islam. Memperhatikan hal tersebut pada Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang ada di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara dalam pembagian harta warisan, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk tesis dengan 5
http://id.wikipedia.org/wiki/sejarah_kalimantan_timur A. Hasymy, 1993, Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma'rif, Bandung, hlm. 52. 6
6
judul: “PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARIS ISLAM DI KESULTANAN KUTAI KARTANEGARA ING MARTADIPURA” dengan harapan penelitian ini dapat memberikan khasanah awal untuk melihat lebih dalam perkembangan pembagian waris di Kutai Kartanegara dari masa ke masanya.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah, sebagai
berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pembagian waris Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan hukum waris Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura?
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perinsipnya, adapun tujuan dilakukan penelitian ini, antara
lain : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian waris Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. 2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembagian waris Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
D.
Keaslian Penelitian Penelitian tentang pelaksanaan pembagian waris Islam di Kesultanan Kutai
Kartanegara Ing Martadipura, belum pernah menjadi bahan penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal ini dapat disimpulkan dari hasil penelusuran dan
7
pengamatan secara seksama oleh peneliti, baik dalam lingkup perpustakaan Program Pasca Sarjana Univesitas Gadjah Mada, maupun lingkup perpustakaan Fakultas Hukum Univesitas Gadjah Mada. Kajian-kajian yang dimaksud terutama berupa pembahasan normatif menurut tinjauan hukum Islam atau pembahasan dari segi hukumnya yakni hukum kewarisan Islam. Di samping pembahasan dari sudut sejarah kelembagaan yang mengurusi masalah kewarisan di Indonesia atau lembaga penerapan/pelaksanaan hukum kewarisan, khususnya hukum kewarisan Islam. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh orang lain, hanya ditemukan penelitian Praktik Pembagian Waris Islam antara lain adalah dengan judul, sebagai berikut : 1. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penundaan Pembagian Harta Warisan dalam Hukum Adat dan Pemanfaatannya untuk Keluarga, oleh Umi Maftuhah. 2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembagian Warisan Menurut Adat Kecamatan Rembah Kabupaten Kampar Pasir Pangarayan oleh Abdul Halim. 3. Pelaksanaan Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama Sleman), oleh Rahadyan Setiawan. 4. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Daerah Kota Gede Yogyakarta, oleh Abdul Ghofur Anshori.
8
5. Tinjauan Yuridis Penyelesaian Perkara-Perkara Kewarisan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Dalam Hal Ahli Waris Berbeda Agama Dengan Pewaris Yang Muslim, oleh Ardiyanto. 6. Kajian Kewarisan Islam dalam Perkawinan Beda Agama di DIY, oleh Tabitha Sri Jeany. 7. Penerapan Ketentuan Ahli Waris Pengganti Menurut Pasal 188 Kompilasi Hukum Islam pada Pengadilan Agama di Kabupaten Pangkep, oleh Hamzah. Perbedaan dari karya ilmiah di atas dengan karya ilmiah yang disusun oleh penulis adalah bahwa tesis yang penulis susun mengkaji tentang pelaksanaan pembagian warisan Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan adalah mengenai tempat penelitian dan rumusan masalah yang akan diteliti. Untuk menunjang keaslian penelitian yang dilakukan oleh peneliti, juga dilakukan dengan cara mencari informasi baik melalui media informasi daerah maupun nasional. Dengan demikian berdasarkan hasil searching dan pengamatan, baik dalam lingkup perpustakaan Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada maupun dalam lingkup Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa penulisan karya ilmiah ini belum pernah dilakukan oleh siapapun. Keaslian penelitian ini oleh peneliti dapat dipertanggungjawabkan. Namun demikian, bilamana dikemudian hari ditemukan bahwa penelitian ini pernah diteliti oleh peneliti lainnya sebelum dilakukannya penelitian ini, yang
9
menitikberatkan pada Praktik Pembagian Waris Islam yang ada di Indonesia, maka penulis mengharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi dengan penelitian lainnya. E.
Kegunaan Penelitian Hasil dari suatu penelitian akan memberikan manfaat bagi banyak orang,
antara lain peneliti itu sendiri, penggiat akademisi khusunya mengenai waris di Indonesia, para praktisi, pemerhati hukurn Islam, alim ulama dan masyarakat luas, sebagai berikut : 1. Sagi peneliti manfaat yang akan diambil dari penelitian ini yaitu akan memberikan ilmu pengetahuan yang jelas tentang pembagian waris dalam presfektif hukum Islam serta menambah wawasan pengetahuan iImu hukum di Indonesia. 2. Sagi kalangan akademisi, dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber Informasi ilmiah guna melakukan pengkajian lebih lanjut dan mendalam
tentang
pelaksanaan
pembagian waris
Islam dalam
menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul dikemudian hari. 3. Bagi kalangan Praktisi dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan berharga dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembannya serta diharapkan juga dengan hasil penelitian ini dapat menemukan solusi pemecahan yang terbaik jika suatu waktu terdapat kesulitan-kesulitan yang tujuannya tidak lain akan memberikan rasa kepuasan dari masyarakat atas kinerja para praktisi dalam mengambil suatu keputusan yang mempunyai
10
kepastian hukum. 4. Bagi para pemerhati Hukum Islam, alim ulama hendaknya dengan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuannya dibidang fiqih Islam serta memberikan informasi panting kepada masyrakat sehingga akan memberikan kemaslahatan umat. 5. Bagi masyarakat luas diharapkan dengan hasil penelitian ini akan
memberikan kesadaran bahwa islam juga mempunyai hukum warisan materil dan formil yang bukan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sosial.