BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan penghias retorika yang mempermasalahkan bentuk bahasa yang tidak biasa jika dibandingkan dengan bahasa biasa (Lakoff dan Johnson, 2003: 4). Selain itu metafora juga dipahami sebagai perbandingan secara implisit. Dengan kata lain, metafora merupakan perbandingan antara dua kategori dimana perbandingan di antara dua kategori tersebut tidak dintandai secara eksplisit. Berdasarkan penemuan Lakoff dan Johnson dalam Metaphor We Live By (2003: 5), metafora juga terdapat dalam pembicaraan mengenai argumen berikut. ARGUMENT IS WAR
Your claims are indefendsible. He attacked every weak point in my argument. He criticism were right on the target. I demolished his argument. I’ve never won an argument with him. You disagree? Okay, shoot! If you use that strategy, he’ll wipe you out. He shot down all of my arguments. Contoh ekspresi kebahasaan yang mengekspresikan mengenai argumen tersebut menunjukkan bahwa metafora bahasa tidak hanya hadir dalam fenomena bahasa yang tidak biasa, melainkan juga muncul dalam percakapan dan komunikasi sehari-hari. Pada contoh tuturan yang membahas mengenai argumen,
1
2
argumen tidak hanya dipahami dalam ranah perang, melainkan bagaimana sesorang juga dapat memenangkan sebuah argumen saat beradu argumen. Oleh karena itu bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan bertindak dapat diidentifikasi dari ekspresi kebahasaan berupa metafora. Bentuk ekspresi kebahasaan berupa metafora seperti pada contoh yang membicarakan argumen juga terdapat dalam Buletin Mocopat Syafa’at. Buletin yang sudah terbit mencapai edisi ke-81 pada tanggal 17 Maret 2015 ini memuat berbagai tulisan dengan topik beragam yang dibahas dengan pendekatan tasawuf. Hal tersebut akibat salah satu gagasan Maiyah yang merohanikan segala sesuatu, sehingga segala jenis disiplin ilmu akan dipahami dengan pendekatan tasawuf (lih. Saputra, 2012: 146). Topik yang beragam membuat Buletin Mocopat Syafa’at tidak hanya membahas topik-topik seputar agama, ketuhanan, dan peribadatan, meskipun semua hal di luar itu akan dihubungkan dengan permasalahan ibadah. Hal-hal abstrak seperti Tuhan, agama, dan ibadah, dan kehidupan biasanya akan disampaikan dengan bentuk-bentuk metafora, seperti contoh berikut. (1) Dalam hidup, tujuan akhir sebagian orang mungkin Tuhan, tetapi juga sangat terbuka kemungkinan tujuan akhirnya kejayaan di dunia, penguasaan barang-barang, ketenaran, dlsb sesuai pribadi masing-masing. (Buletin Mocopat Syafa’at edisi 80: 14)
Pada kalimat (1) tujuan akhir merupakan ciri sekaligus unsur elemen ranah konseptual sumber: PERJALANAN yang menandai suatu yang dituju dalam perjalanan. Kemudian sebagian orang yang menandai kepemilikan dari tujuan
3
akhir, jika dilihat dari bentuk frasanya, tentu saja mengacu pada orang yang melakukan perjalanan menuju arah tertentu, atau pelancong. Dari penjelasan tersebut didapatkan unsur-unsur ranah sumber: PERJALANAN: tujuan dan pelancong. Akan tetapi, dalam kalimat tersebut, dijelaskan bahwa tujuan akhir bukan merupakan arah suatu tempat yang menjadi tujuan, melainkan kemungkinankemungkinan yang dapat dicita-citakan: (pertemuan dengan) Tuhan, kejayaan di dunia, penguasaan barang-barang, ketenaran, dan sebagainya. Kemudian, keterangan dalam hidup, menandai bahwa kalimat tersebut tidak membicarakan perjalanan secara fisik yang ditandai oleh perpindahan fisik dari suatu tempat (titik) awal menuju tempat berikutnya (titik berikutnya) yang menjadi tempat tujuan, melainkan hidup, kehidupan. Selain itu sebagian orang yang dimaksud bukanlah orang yang melakukan perjalanan atau pelancong, melainkan orang sebagai makhuk yang sedang menjalani kehidupan. Dari penjelasan tersebut didapatkan ranah sasaran: KEHIDUPAN: makhluk/ orang/ manusia dan cita-cita/ tujuan hidup (Tuhan, kejayaan, penguasaan, ketenaran, dsb). Dalam sudut pandang linguistik kognitif, memahami suatu konsep dengan menghubungkannnya dengan konsep lain disebut metafora. Dengan kata lain, konseptual A (ranah sasaran) dalah konseptual B (ranah sumber) merupakan metafora (Kovecses, 2010: 4). Selain perbandingan atau pemahaman lintas konsep, dalam prosesnya, metafora juga mengalami percampuran konseptual atau integrasi konseptual,
4
seperti yang terlihat pada tuturannya, bagaimana konsep KEHIDUPAN bercampur dalam bentuk tuturan dengan konsep PERJALANAN. Contoh tuturan dalam Buletin Mocopat Syafa’at tersebut menunjukkan bahwa metafora tidak hanya sekadar permasalahan gaya bahasa yang berbeda dari gaya bahasa dalam komunikasi sehari-hari, melainkan juga menunjukkan bagaimana penutur memahami suatu konsep dengan membandingkannya dengan konsep lain. Kemudian bagaimana bentuk ungkapan metafora sering kali dianggap bentuk yang tidak merefleksikan makna sebenarnya (denotatif), menunjukkan bagaimana perbandingan dua kategori tersebut selain bercampur juga memunculkan struktur makna yang baru. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) Bagaimana suatu ranah konseptual dalam membangun ranah konseptual lain dan sebaliknya, dilihat dari ekspresi kebahasaan berupa metafora dalam Buletin Mocopat Syafa’at? 2) Bagaimana proses terbentuknya metafora dan munculnya struktur makna baru pada ekspresi kebahasaan berupa metafora dalam Buletin Mocopat Syafa’at? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
5
1) Memaparkan metafora konseptual dilihat dari kesesuaian ranah sumber dan ranah sasaran dalam membangun suatu ranah konseptual dilihat dari ekspresi kebahasaan dalam Buletin Mocopat Syafa’at. 2) Memaparkan proses terbentuknya metafora dan munculnya struktur makna baru pada ekspresi kebahasaan berupa metafora dalam Buletin Mocopat Syafa’at. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat di antaranya, manfaat teoretis dan mafaat praktis. Secara teoretis diharapkan penilitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai analisis linguistik kognitif, khususnya metafora konseptual dan hubungannya dengan konstruksi makna dalam pikiran manusia terhadap sesuatu yang diwujudkan dalam ekspresi bahasa. Secara praktis, penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat, tidak hanya jama’ah Maiyah dalam memahami konsepkonsep dan pemahaman yang coba untuk dipaparkan dalam Buletin Mocopat Syafa’at dalam bentuk ekspresi kebahasaan berupa metafora. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai metafora ini dikaji dengan teori linguistik kognitif khususnya metafora konseptual untuk mengetahui bagaimana suatu ranah konseptual membangun ranah konseptual lain dan hubungan antarranah dalam melahirkan ekspresi-ekspresi kebahasaan berupa metafora, serta bagaimana proses terbentuknya ekspresi bahasa berupa metafora dan munculnya makna baru. Objek
6
penelitian berupa unit bahasa berupa metafora yang berasal dari empat edisi (edisi ke-78 sampai dengan edisi ke-81) Buletin Mocopat Syafa’at dalam rentang waktu Desember 2014 sampai dengan Maret 2015. Dari sumber data tersebut didapatkan 125 populasi data. Kemudian diambil 33 sampel data untuk diteliti. 1.6 Tinjauan Pustaka Banyak penelitian sebelumnya mengenai metafora di antaranya oleh Dhanar Widyanto (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Verba Metaforis dalam Berita Sepak Bola” meneliti bentuk-bentuk verba metaforis dan penggunaannya dalam berita sepak bola yang dimuat dalam tabloid BOLA serta situs internet www.goal.co./idID dan www.detiksport.com/sepakbola. Dalam penelitiannya, Widyanto mengklasifikasikan verba metaforis ke dalam bentuk-bentuk verba asal, verba turunan, dan verba idiomatik. Dalam penggunaannya, verba metaforis digunakan untuk pemberitaan menganai sepak bola baik berita pertandingan sepak bola maupun berita di luar pertandingan sepak bola. Verba metaforis dalam berita sepak bola maknanya berbeda dengan makna yang sebenarnya, perbedaan makna yang terjadi akibat adanya konteks atau acuan yang melatarbelakangi penggunaan atau pemilihan verba sebagai verba metaforis. Rosdiana Puspita Sari (2011) pada tesisnya berjudul “Metafora pada Lagulagu Spiritual Negro” meneliti bahwa setiap metafora memiliki tiga elemen, tenor, vehicle, dan ground. Pada penggunaannya, kaum Black American sering kali menggunakan vehicle manusia (human mataphor). Penggunaan metafora tersebut terkait dengan pemahaman antrophomorphic, yaitu pemahaman bahwa Tuhan,
7
setan, dan malaikat dimengerti dalam bentuk manusia. Ciri-ciri khusus lain metafora pada lagu-lagu spiritual negro, kaum Black American sering menggunakan vehicle setan untuk menyebut kaum White American sebagai master, tuan atau penguasa mereka. Dari penelitian tersebut terdapat delapan jenis metafora menurut medan samantiknya, yaitu being (ada), kosmos, energi, terrestrial, objek, tumbuhan, binatang, dan manusia. Kategori substansia tidak ditemukan dalam penelitian tersebut. Dari kedelapan ketegori menurut medan semantik, metafora manusia ditemukan dengan frekuensi kemunculan yang paling sering. Penggunaan metafora dalam lagu-lau spiritual negro memiliki fungsi ungkapan perasaan kesedihan, kemarahan, ketaatan kepada Tuhan, dan harapan. Skripsi Elita Ulfiana (2012) berjudul “Metafora dalam Roman Layla Majnun” meneliti menganai bentuk-bentuk metafora berdasarkan bentuk sintaksisnya. Dari penelitian tersebut, terdapat bentuk-bentuk metafora berupa frasa dan klausa. Dari bentuk frasa sendiri, Ulfiana membedakan menjadi dua bentuk, yaitu frasa dan frasa dengan perluasan. Dari metafora yang berbentuk klausa, terdapat bentuk klausa nomina dan klausa verba, klausa verba masih dibedakan lagi menjadi, klausa verba tindakan, klausa verba kejadian dan klausa verba keadaan. Selain meneliti tentang bentuk-bentuk metafora berdasar bentuk sintaksisnya, seperti penelitian sebelumnya, penelitian ini juga meneliti tentang kaitan metafora dengan medan sematik unsur ekologi. Dari Sembilan unsur ekologi, hanya enam saja yang terkait dengan metafora dalam roman Layla Majnun, yaitu usnsur kosmos, energi, terrestrial, tumbuhan, hewan dan manusia.
8
Dari beberapa penelitian sebelumnya yang sudah disebutkan, penelitian yang akan disebutkan ini memiliki kesamaan dengan penelitian ini, “Metafora Konseptual dalam Buletin Mocopat Syafa’at”, yaitu skripsi Tri Widyarto (2013) berjudul “Metafora pada Wacana Berita Ekonomi di Situs Web Metro TV: Menurut Zoltan Kovecses” yang menjelaskan mengenai konsep ekonomi dalam kaitannya dengan kognisi dan ekologi. Penelitian tersebut menitikberatkan pada ekspresi metafora nominatif pada wacana berita ekonomi pada situs web Metro TV. Dari penelitian tersebut diambil kesimpulan bahwa EKONOMI ADALAH BANGUNAN,
EKONOMI
ORGANISME HAYATI.
ADALAH
PERJALANAN,
dan
EKONOMI
ADALAH
Dalam kaitannya dengan unsur ekologi, dari Sembilan unsur
ekologi, terdapat delapan unsur yang digunakan untuk mepersepsi
ekonomi.
Kemudian ditemukan bahwa ekspresi metaforis yang muncul dari kognisi, ternyata masih memiliki ketrekaitan dengan unsur ekologi. Dengan demikian, penelitian mengenai bagaimana suatu ranah konseptual membangun ranah konseptual lain dan hubungan antarranah dalam melahirkan tuturan berupa metafora bahasa dalam Buletin Mocopat Syafa’at, serta proses terbentuknya ekpresi kebahasaan berupa metafora dan munculnya struktur makna baru, selain juga sumber data yang berbeda. 1.7 Landasan Teori 1.7.1 Metafora Lebih dari 2000 tahun, metafora dipelajari dalam disiplin ilmu retorika. Disiplin ilmu tersebut berkembang pertama kali pada zaman Yunani kuno dan
9
menitikberatkan pada praktik membujuk orang-orang dengan menggunakan sarana retorika. Metafora merupakan salah satu dari sarana retorika tersebut yang disebut tropes. Menurut pendekatan tersebut metafora memiliki skema bentuk: A adalah B, seperti pada Achilles is a lion. Karena itu, sejak zaman Aristoteles, metafora dipahami sebagai perbandingan secara implisit (Evans dan Green, 2006: 293). Kemudian menurut Abrams (1999: 97), metafora merupakan kata atau ekspresi dalam penggunaan bahasa yang menerapkan sesuatu hal pada sesuatu hal lain yang berbeda, tanpa menyertakan perbandingannya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metafora merupakan bentuk ekspresi bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda, tanpa menyertakan perbandingannya secara jelas. Mengenai metafora sebagai gaya bahasa, Lakoff dan Johnson (2003: 4) berpendapat bahwa sebagian besar orang menganggap metafora merupakan sarana puitika dan retorika yang mempermasalahkan bentuk bahasa yang tidak biasa jika dibandingkan dengan bahasa biasa. Dengan kata lain, selain sebagai perbandingan dari dua kategori yang berbeda secara implisit, metafora juga dipahami sebagai bentuk bahasa yang tidak biasa jika dibandingkan dengan bahasa pada komunikasi sehari-hari.
10
1.7.2 Metafora Konseptual Berdasarkan bukti-bukti kebahasaan yang ditemukan Lakoff dan Johnson (2003: 5), bentuk perbandingan secara implisit juga terdapat dalam konteks pembicaraan mengenai argumen berikut. ARGUMENT IS WAR
Your claims are indefendsible. He attacked every weak point in my argument. He criticism were right on the target. I demolished his argument. I’ve never won an argument with him. You disagree? Okay, shoot! If you use that strategy, he’ll wipe you out. He shot down all of my arguments. Pada contoh kasus metafoa yang membicarakan mengenai argumen, penutur tidak hanya membandingkan argumen dalam ranah perang, sebagaimana dilihat dari kosa kata yang digunakan merupakan hal-hal yang biasa terjadi dalam peperangan, melainkan dalam sebuah adu argumen, seseorang juga dapat memenangkannya. Dari contoh ungkapan tersebut, bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan bertindak dapat diidentifikasi dari metafora. Mengenai hubungan metafora dengan pemahaman penutur, Zoltan Kovecses (2010: 4) mendefinisikan metafora konseptual merupakan suatu pemahaman terhadap suatu ranah konseptual pada ranah konseptual lain. Dengan kata lain ranah konseptual A adalah ranah konseptual B. Metafora konseptual melibatkan dua ranah, yaitu ranah yang coba untuk dipahami yang disebut ranah sasaran, dan ranah yang digunakan untuk memahami yaitu ranah sumber. Menurut Kovecses (2010: 17) ranah sumber memiliki ciri
11
lebih konkret atau lebih fisikal dan lebih jelas daripada ranah sumber yang lebih abstrak dan samar. Kembali
pada
contoh
ekspresi
bahasa
berupa
metafora
yang
membicarakan mengenai argumen, terdapat perbedaan penulisan pada ARGUMENT IS WAR
yang ditulis dengan huruf kapital dengan ukuran yang lebih kecil. Hal itu
bertujuan membedakan metafora konseptual dan ekspresi metafora bahasa. Metafora konseptual mungkin saja tidak pernah ada dalam bentuk tuturan dalam bahasa, tetapi konsep tersebut melahirkan ekspresi kebahasaan dalam bentuk metafora, seperti metafora konseptual ARGUMENT IS WAR yang melahirkan ekspresi-ekspresi kebahasaan dalam bentuk metafora bahasa yang membicarakan mengenai argumen. 1.7.3 Integrasi Konseptual Teori campuran konseptual atau disebut juga integrasi konseptual merupakan pendekatan yang berasal dari dua tradisi dalam semantik kogitif, yaitu teori metafora konseptual dan teori ruang mental. Dalam terminologi teori campuran konseptual, teori tersebut lebih dekat hubungannya dengan teori ruang mental, karena pusat perhatian dari pendekatan ini adalah aspek dinamis dari konstruksi makna yang bergantung pada ruang mental dan konstruksi ruang mental sebagai salah satu dari bagiannya (Evans dan Green, 2006: 400). Berbeda dengan teori metafora konseptual yang membandingkan ranah sumber dengan ranah sasaran, integrasi konseptual menggunakan hubungan ruang mental atau ruang konseptual untuk menggambarkan proses terbentuknya metafora.
12
Ruang mental dibangun dalam jaringan pada saat seseorang atau penutur berusaha untuk memahami sesuatu. Ruang mental lebih kecil dan lebih spesifik dari ranah konseptual. Selain itu ruang mental lebih sering terstruktur oleh lebih dari satu ranah konseptual (Kovecses, 2010: 267). Sebagai tambahan Fauconnier dan Turner (dalam Evans dan Green, 2006: 403) mengemukakan bahwa ranah pengetahuan (ranah konseptual) lebih stabil dalam struktur pikiran, sedangkan ruang mental bersifat sementara, karena dibangun pada saat mengkonstruksi makna. Dalam integrasi konseptual, setidaknya melibatkan empat ruang: dua ruang input, ruang generik, dan ruang campuran. Ruang input berisi elemenelemen dari dua kategori yang dibandingkan (dalam istilah teori metafora konseptual yaitu “ranah sumber” dan “ranah sasaran”). Ruang generik merupakan ruang yang menyediakan informasi yang cukup abstrak yang sesuai bagi masingmasing input, kemudian ruang campuran adalah ruang yang berisi struktur makna yang baru yang merupakan proyeksi dari masing-masing input (lih. Evans dan Green, 2006: 403-404). Pada ruang campuran, tidak setiap elemen dalam input diproyeksikan dalam ruang campuran, hanya informasi yang cocok yang diperlukan untuk tujuan pemahaman lokal (Evans dan Green, 2006: 409). 1.8 Metode dan Teknik Penelitian Penelitian ini melalui dua tahap penelitian, yaitu pengumpulan sampel data sekaligus analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Pada penelitian ini, tahap penyediaan sampel data dan tahap analisis data tidak dapat dipisahkan. Hal
13
tersebut bertujuan agar sampel data benar-benar memuat ekspresi bahasa berupa metafora, bukan metonimia, karena pada bentuknya, metafora sangat mirip dengan metonimia, tapi sangat berbeda sistem konseptualnya. Jika metafora merupakan perbandingan lintas ranah konseptual, sedangkan mentonimia merupakan perbandingan unsur dalam satu ranah konseptual. Oleh karena itu, selain datang ke pengajian Mocopat Syafa’at untuk mendapatkan sumber data berupa Buletin Mocopat Syafa’at, pada tahap ini penulis menggunakan metode simak dan teknik catat untuk memilih calon data yang dicurigai memuat metafora. Tidak hanya sampai di situ, untuk menentukan satuan bahasa yang dicurigai sebagai metafora adalah benar-benar metafora, pengumpulan sampel data yang juga sudah masuk pada tahap analisis data menggunakan metode padan ekstralingual yang dikombinasikan MIP (Metaphor Identification Procedure) yang dikembangkan oleh kelompok Pragglejaz, yaitu langkah-langkah yang digunakan untuk membandingkan unit yang dicurigai sebagai metafora dengan membandingkan makna kontekstual dengan makna dasarnya. Pada tahap ini penulis menggunakan kamus sebagai bantuan untuk mengidentifikasi makna dasarnya. Karena di dalam kamus tidak hanya terdapat makna dasar, penggunaan kamus sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi makna dasar juga harus memperhatikan ciri-ciri dari makna dasar menurut kelompok Pragglejaz (lih. Kovecses, 2010: 5) yaitu, lebih konkret dalam arti lebih mudah dibayangkan dan diindra, berhubungan dengan gerak tubuh, lebih jelas dan tidak samar-samar, serta secara historis lebih tua. Perbandingan makna kontekstual dan
14
makna dasar tersebut merupakan tahap analisis data untuk menentukan perbandingan lintas ranah konseptual. Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis data. Hasil analisis data akan disajikan dengan dua cara, metode informal, yaitu dengan menggunakan kata-kata biasa, dan metode formal, yaitu dengan menggunakan
bagan
dan
tabel.
Penggunaan
tabel
bertujuan
untuk
menggambarkan pemetaan kesesuaian antarranah. Penggunaan bagan bertujuan untuk menggambarkan proses integrasi konseptual dengan menggunakan simbol garis untuk menandai hubungan perbandingan secara langsung, dan simbol garis putus-putus untuk menandai hubungan tidak langsung. Mengenai format penulisan, penulis mengikuti konvensi lingusitik kognitif, yaitu menggunakan huruf kapital dengan ukuran yang lebih kecil untuk menadai metafora konseptual dan cetak miring untuk menandai unit metafora bahasa. Namun, karena pada data asli terdapat penggunaan kosa kata di luar bahasa Indonesia, dan dari sumber datanya sudah dicetak miring, maka untuk membedakannya, penulisan untuk menandai metafora bahasa akan dicetak miring dan tebal, sedangkan untuk kosa kata di luar bahasa Indonesia atau yang sudah dicetak miring, cukup dicetak miring. 1.9 Sistematika Penyajian Hasil Analisis Data Laporan hasil penelitian ini akan terbagi menjadi empat bab. Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka,
15
landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi uraian mengenai bagaimana suatu ranah konseptual membangun ranah konseptual lain, dilihat dari hubungan kesesuaian antarranah. Bab III berisi uraian mengenai proses terbentuknya ekspresi metafora bahasa dan munculnya struktur makna baru. Bab IV berisi kesimpulan dan saran. Penomoran data dimulai dari kemunculan pertama dimuli dari nomor (1), (2), dst. Penggunaan kode huruf di belakang nomor data bertujuan untuk menandai bahwa data tersebut pernah muncul sebelumnya, tetapi dengan analisis yang berbeda. Misalnya, nomor (1), (1a), 1(b), dst. Untuk data yang muncul kembali, tetapi tidak dengan analisis yang berbeda, penomoran data tetap mengikuti nomor pada nomor data saat muncul pertama kali.