BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan atau hidup sehat adalah hak setiap orang. Oleh karena itu kesehatan, baik individu, kelompok maupun masyarakat merupakan aset yang harus dijaga, dilindungi bahkan harus ditingkatkan ( Notoatmodjo, 2007). Menurut Undang – Undang Kesehatan N0.36 Tahun 2009 menjelaskan tentang makna dari kata sehat itu sendiri, yaitu merupakan keadaan yang meliputi kesehatan jasmani, rohani, dan sosial, yang artinya bukan hanya terbebas dari penyakit, kecacatan, atau kelemahan(Harjati, Thaha, Natsir, 2011). Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian pada manusia adalah penyakit kronis. Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan (Sarafino, 2006). Menderita penyakit kronis merupakan salah satu pengalaman yang bersifat stressful bagi hampir semua penderita. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan putus asa karena berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino, 2006). Salah satu penyakit kronis yang banyak di derita adalah gagal ginjal. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk memetabolisme zat-zat dalam tubuh termasuk diantaranya filtrasi glomerulus, reabsorbsi, mensekresi, pengenceran dan pengasaman urin, serta memproduksi dan memetabolisme 1
2
hormon. Dari fungsi ginjal yang ada apabila satu diantaranya mengalami penurunan fungsi atau melebihi dari itu terjadinya progresif penyakit maka akan berdampak bagi kesehatan ginjal itu sendiri. Ada beberapa gangguan fungsi ginjal yang ada yaitu Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan dari fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen dan non-nitrogen. Sedangkan Penyakit ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam mengakibatkan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel dalam berbagai periode waktu, dari beberapa bulan hingga beberapa tahun. Penyakit ginjal kronis salah satu contoh penyakit tidak menular, tapi merupakan kerusakan fungsi ginjal yang dapat berakibat fatal (Chang, 2009). Bagi pasien gagal ginjal, hemodialisa merupakan hal yang sangat penting karena hemodialisa merupakan salah satu tindakan yang dapat mencegah
kematian.
Namun
demikian,
hemodialisa
tidak
dapat
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik penyakit ginjal atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, pada pasien yang menderita penyakit gagal ginjal harus menjalani hemodialisa sepanjang hidupnya (Smeltzer dan Bare, 2009). Hemodialisa merupakan salah satu bentuk tindakan pertolongan dengan menggunakan alat yaitu dializer yang bertujuan untuk menyaring dan
3
membuang sisa produk metabolisme toksik yang seharusnya dibuang oleh ginjal. Hemodialisa merupakan terapi utama selain transplantasi ginjal pada orang-orang dengan penyakit ginjal kronik. Selain itu juga akan terjadi penurunan fungsi ginjal dalam proses eritropoesis yang dapat menyebabkan anemia, terjadinya hipertensi, edema, osteoporosis dan gangguan psikologis yang berakibat pada penurunan kualitas hidup. (Rahman, Rudiansyah, Triawanti, 2013). Penelitian untuk mengetahui tingkat kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis akhir - akhir ini semakin banyak dilakukan. Ibrahim (2009) melakukan penelitian tentang kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Bandung. Hasil penelitian menunjukkan dari 91 pasien hemodialisa, 52 pasien (57,2%) mempersepsikan kualitas hidupnya pada tingkat rendah dan 39 pasien lainnya (42,9%) pada tingkat tinggi. Pasien gagal ginjal kronik yang memilih hemodialisa sebagai terapi pengganti fungsi ginjal akan menjalani terapi tersebut seumur hidupnya kecuali pasien menjalani transplantasi ginjal (Rahardjo, 2006 dalam Dewi, 2012). Ketergantungan pasien gagal ginjal kronik terhadap hemodialisa seumur hidupnya, akan berdampak luas dan menimbulkan masalah baik secara fisik, psikososial, dan ekonomi. Kompleksitas masalah yang timbul pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa akan mengakibatkan timbulnya kecemasan pada pasien tersebut (Indrawati, 2009 dalam Dewi, 2012).
4
Kecemasan merupakan salah satu hal yang sering dikeluhkan oleh pasien yang menjalani hemodialisa. Rasa cemas yang dialami pasien bisa timbul karena masa penderitaan yang sangat panjang. Selain itu, pasien hemodialisa sering berpikir negatif terhadap proses hemodialisa yang dilakukannya dalam waktu yang lama. Situasi ini dapat menimbulkan perubahan terhadap pasien, bukan hanya fisik tetapi juga psikologis. Proses tindakan invasif merupakan salah satu faktor situasional yang berhubungan dengan kecemasan. Kondisi ini lebih dominan sehingga kadang terabaikan apalagi pada pasien gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan hemodialisa yang sangat asing bagi masyarakat (Jangkup, Elim, Kandou, 2015) Menurut Luana, Panggabean, Lengkong dan Christine (2012) sebagian besar penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa diketahui (47,5%) mengalami kecemasan ringan sedangkan (3,75%) tidak mengalami kecemasan dan sisanya mengalami kecemasan sedang hingga sangat berat. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (2011) mengenai Tingkat kecemasan pasien dengan tindakan hemodialisa di BLUD RSU DR. M.M Dunda kabupaten gorontalo didapatkan hasil bahwa dari 15 responden didapatkan hasil kecemasan tingkat ringan 6 responden (40%), sedang 4 responden (26,7%), berat 3 responden (20%), dan panik 2 responden (13,3%). Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta didapat data populasi antara tanggal 1 Agustus 2013 - 31 Agustus 2014 didapatkan 47 kunjungan pasien kasus gagal ginjal
5
kronik yang melakukan tindakan hemodialisa. Data tersebut merupakan data pasien yang melakukan tindakan hemodialisa secara keseluruhan. Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dari enam pasien yang menjalani hemodialisa, lima orang yang dapat dikaji menggunakan instrumen HRS-A dan WHOQOL-BREF bahwa didapatkan kecemasan ringan 4 pasien, kecemasan sedang 2 pasien. Pasien mengatakan dirinya mengalami kecemasan saat menjalani hemodialisa dengan mengalami tanda – tanda merasa tegang, jantung berdebar – debar, serta khawatir terhadap efek samping setelah tindakan hemodialisa seperti mual dan kepala terasa pusing, sedangkan untuk kualitas hidup 4 orang dalam kualitas baik dan 2 orang dalam kualitas buruk. Pasien mengatakan setelah mereka menjalani hemodialisa pasien sering merasakan sakit dan tidak bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa, mereka mengatakan mudah merasa lelah, pasien juga mengatakan sering mengalami masalah tidur, pasien juga sering merasakan putus asa, cemas dan merasa ketakutan tentang proses hemodialisa yang sedang di jalani. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran kecemasan dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani Hemodialisa”.
6
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah tertera di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah : ”Bagaimana gambaran kecemasan dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisa?” C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran kecemasan dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisa. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran prosentase tentang karakteristik pasien berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lama menjalani hemodialisa pada pasien yang menjalani hemodialisa. b. Mengetahui gambaran prosentase kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa. c. Mengetahui gambaran prosentase kulitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisa. D. Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya
keperawatan
keluarga
dalam
hal
meningkatkan asuhan keperwatan terhadap pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
7
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah tentang gambaran kecemasan dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. 2. Manfaat praktis a. Bagi pihak rumah sakit Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan dalam menangani pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa b. Bagi pendidikan Melalui penelitian ini peneliti berharap mampu memberikan tambahan informasi bagi ilmu keperawatan khususnya dalam penanganan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dan mengalami kecemasan. c. Bagi pasien Peneliti berharap pasien dapat memimalkan rasa cemas dan meningkatkan kualitas hidup terhadap tindakan hemodialisa yang dijalani.
8
E. Keaslian penelitian 1. Luana NA (2012), “Kecemasan pada penderita penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RS Universitas Kristen Indonesia” penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional. Pengukuran derajat cemas menggunakan instrument hamilton rating scale for anxiety (HRSA). Dilakukan analisis uji beda kruskall walis untuk menganalisis perbedaan dan periode hemodialisis pada tiga derajat kecemasan (ringan, sedang, berat). Terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi dan periode hemodialisis dan derajat kecemasan pada penderita hemodialisis (p=0,002 dan p=0.003, secara berurutan). 2. Ratnawati (2011), “Tingkat Kecemasan Pasien dengan Tindakan Hemodialisa di BLUD RSU DR. M.M Dunda Kabupaten Gorontalo”, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Dalam melakukan pengumpulan data peneliti menggunakan alat pengumpulan data kuesioner dan lembar observasi, dari 15 responden didapatkan hasil kecemasan tingkat ringan 6 responden(40%), sedang 4 responden (26,7%), berat 3 responden (20%), dan panik 2 responden (13,3%). 3. Ibrahim (2009), “Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa”, penelitian ini menggunakan tehnik one way ANOVA dan independent t-test dengan bantuan software SPSS for windows versi 10.0.1. Hasil penelitian menunjukkan 52 subjek (57.2%) mempersepsikan kualitas hidupnya pada tingkat rendah dan 39 subjek
9
lainnya (42,9%) pada tingkat tinggi. Lima puluh satu subjek (66,1%) menyatakan tidak puas dengan status kesehatannya, 23 subjek (25,3%) cukup puas, dan 17 subjek (18,7%) menyatakan puas. Terdapat perbedaan yang bermakna pada kualitas hidup pasien menurut jenis kelamin (t = 2,060, p = 0,042), dan masalah kesehatan lain yang menyertai (t = -2,251, p = 0,027). Penelitian ini tidak menemukan perbedaan yang bermakna pada kualitas hidup pasien menurut tingkat usia (F = 1,558, p = 0,181), tingkat pendidikan (F = 2,425, p = 0,071), dan lamanya menjalani hemodialisis (F = 0,780, p = 0,508).