1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tempe adalah makanan fermentasi tradisional Indonesia yang dibuat melalui aktivitas mikrobia tertentu dengan melepaskan berbagai enzim untuk memfermentasi kedelai (Nakajima et al., 2005); tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku kedelai (Glycine
max).Secara
biokimia,
tempe
mempunyai
ciri
spesifik,
yaitu
mengandung asam amino tertentu (isoleusin, leusin, lisin triptofan dan metionin) (Purawisastra et al.,1993),
asam lemak (asam linoleat dan asam linolenat)
(Kartika, 2008), dan asam organik lain (seperti asam laktat,asetat, butirat dan propionat) hasil fermentasi karbohidrat. Dengan demikian tempe memiliki ciri yang spesifik (Rahayu et al., 1989; Fardiaz, 1989), fermentasi tempe merupakan produk yang mempunyai bentuk, tekstur dan rasa yang lebih baik serta menjadi lebih mudah terserap oleh tubuh. Srapinkornbureeet al. (2009) telah membuat tempe dengan menggunakan kacang merah. Pada umumnya tempe dibuat dari kedelai (G. max), Kedelai saat ini sangat tergantung pada import karena tidak selalu tumbuh diberbagai pulau di Indonesia. Beberapa jenis kacang-kacangan mempunyai potensi sebagai substrat alternatif untuk pembuatan tempe atau tahu. Di Nusa Tenggara Timur biji gude atau kacang turis (Cajanuscajan L.)banyak tumbuh dan cukup melimpah.Biji gude pada umumnya toleran terhadap kekeringan, polong tidak mudah pecah dan
2
sesuai untuk berbagai jenis tanah,sehingga tanaman gude telah dikembangkan di daerah-daerah kering dan tandus, di Nusa Tenggara Timur yang memiliki curah hujan yang rendah (curah hujan rata-rata per tahun kurang dari 1000 mm) (BMKG Kupang, 2012).Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survei awal salah satu daerah yang banyak terdapat biji gude adalah di Desa Binaus, Timor Tengah Selatan. Saat ini kacang lokal tersebut di Desa Binaus hanya dikonsumsi sebagai sayur
atau diolah secara tradisionalsebagai bahan campuran makanan pokok
tradisional. Komposisi biji gude dalam 100 g biji yaitu 20,7 g protein; 1,4 g lemak dan 62,0 g karbohidrat, air 12,2 g(Taylor, 2005 dan Haliza, 2008). Biji gude(C. cajan L.) memiliki kadar lemak yang lebih rendah serta memiliki kandungan vitamin B cukup tinggi. Dengan komposisi senyawa tersebut biji gude (C. cajan L.) cukup potensial untuk dikembangkan menjadi bahan dasar alternatif fermentasi tempe. Fermentasi tempe terjadi karena aktivitas mikrobia tertentu yang didominasi oleh Rhizopus oligosporus (Hadisepoetro et al., 1979; Rahayu et al., 1989 ). R. oligosporusberupa inokulum atau usar tempe, kapang lain yang terlibat dalam fermentasi tempe meliputi adalah R. oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer(kapang roti), atau R. arrhizusdan R. oryzae (Hadisapoetro et al., 1979; Rahayu et al., 1989; Kasmijo, 1990; Wipradnyadewi, 2005; Nakajima et al., 2005; Chutrtong dan Bussabun, 2014). R. oligosporus mempunyai karakteristik yang sangat berperan dalam fermentasi tempe. Berdasarkan penelitian Bavia et al, (2012 ) pada saat fermentasi R. oligosporus juga mampu mengurangi aktivitas tripsin inhibitor pada kacang, oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa R.
3
oligosporus adalah kapang yang paling baik digunakan dalam fermentasi tempe dengan bahan baku kacang. Selain kapang R. oligosporus yang berperan dalam fermentasi tempe, Bakteri Asam Laktat (BAL) juga merupakan mikrobia yang berperan sangat penting dalam proses fermentasi tempe, yaitu untuk menurukan pH substrat pada saat proses perendaman dan menyediakan kondisi pH yang baik untuk pertumbuhan Kapang R. oligosporus. Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian fermentasi tempe gude (C. cajan L.) dan kualitas tempe hasil aktivitas jamur inokulum tradisional. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang dihadapi untuk penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana memanfaatkan biji gude (C. cajan L.) sebagai bahan baku alternatif fermentasi tempe. 2. Jenis Rhizopus atau kapang apakah yang tumbuh lebih awal dalam memfermentasi biji gude (C.cajan L.) menjadi tempe. 3. Bagaimana kualitas dan kandungan nutrisi tempe dari biji gude (C.cajan L.). 4. Jenis bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi tempe dari biji gude (C.cajan L.). C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Memanfaatkan biji gude(C.cajan L.)sebagai bahan dasar alternatif fermentasi tempe dan mendapatkan teknik yang tepat dalam fermentasi keping gude menjadi tempe.
4
2. Meneliti jenis kapang yang tumbuh lebih awal dalam fermentasi tempe gude(C. cajan L.). 3. Menganalisis kualitas dan kandungan nutrisi tempe dari biji gude(C.cajan L.). 4. Meneliti Bakteri Asam Laktat yang berperan dalam proses fermentasi tempe dari biji gude (C.cajan L.). D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian: Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan diversitas bahan dasar tempe dari berbagai jenis biji-bijian seperti biji gude (C. cajan L.) yang banyak tumbuh di daerah NTT dan jamur tempe untuk produk yang lebih berkualitas; menambah kazanah pengetahuan tentang spesifikasi kapang yang aktif di dalam fermentasi tempe dari berbagai bahan dasar. Tempe gude ini diharapkan sebagai sumber protein nabati yang murah dan mengandung berbagai metabolit yang mendukung kesehatan masyarakat. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi: teknik mikrobial untuk pembuatan tempe gude dengan perlakuan khusus dan menggunakan usar bubuk; mikrobiologi bahan makanan yang terkait dengan peran mikrobia dalam fermentasi tempe gude, Mengisolasi mikrobia yang aktif dalam fermentasi serta bakteri asam laktat pada air rendaman biji gude, proses biokimiawi untuk menganalisis biji gude dan kualitas tempe gude, dengan melakukan analisis karbohidrat dengan metode TLC,
5
kadar air, kadar protein, kadar gula reduksi, kadar abu, nitrogen, kalsium, besi dan fosfor dan asam amino dengan metode HPLC pada biji gude dan tempe gude, serta mengamati karakter morfologi pada tempe gude, menganalisis senyawa metabolit yang terdapat pada tempe gude dengan uji fitokimia. Uji vitamin B12 dan antioksidan pada tempe gude.