BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks. Kompleksitasnya meliputi berbagai jenis pelayanan seperti pelayanan medis, para medis, penunjang medis yang didukung oleh sarana medis dan non medis dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup besar serta interaksi petugas dengan masyarakat. Apabila hal tersebut tidak dikelola dengan baik sebagai upaya mewujudkan pelayanan yang bermutu sesuai dengan keinginan masyarakat maka sangat berpotensi untuk menimbulkan kesalahan. Proses asuhan pasien apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan standar mutu dapat terjadi kesalahan diagnosis, terapi/pengobatan, prosedur pelayanan yang berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan cedera dan dapat pula tidak mengakibatkan cedera. Kondisi pasien yang tidak mengalami cedera meskipun terjadi kesalahan dikenal dengan istilah Kejadian Nyaris Cedera (KNC), sedangkan pasien yang mengalami cedera karena kesalahan disebut dengan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) (Kohn, et al, 2000). Kasus KTD sebagai dampak dari kesalahan dalam proses asuhan pasien sudah banyak terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara maju. Pada tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang berjudul “To Err is Human, Building a Safer Health System”. Laporan ini menguraikan dua penelitian besar di Utah dan Coloroado serta New York kasus KTD dilaporkan mencapai 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Kedua penelitian 1
2
tersebut lebih dari separuh kasus KTD berasal dari kesalahan medis yang sebenarnya masih dapat dicegah. Bila diekploitasi ke seluruh Amerika, angka kematian akibat kesalahan medis mencapai 44.000 sampai 98.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menyimpulkan bahwa kematian karena kesalahan medis termasuk urutan ke delapan penyebab kematian di Amerika. Data tentang KTD dan KNC di Indonesia masih sangat langka akan tetapi masih sering dijumpai kasus berkaitan dengan malpraktek. Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika dan Inggris yang memiliki standar pelayanan kesehatan yang lebih baik masih memiliki angka KTD dan kesalahan medis yang lebih besar dibandingkan Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2006). Oleh karena itu untuk menghindari KTD diperlukan peran SDM saat memberikan pelayanan kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar prosedur oprasional (SPO) sehingga dapat mewujudkan keselamatan pasien. Keselamatan pasien rumah sakit telah menjadi salah satu isu global. Terdapat lima
isu penting
berkaitan dengan keselamatan yaitu: keselamatan pasien,
keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan
lingkungan
(green
productivity)
yang berdampak
terhadap
pencemaran lingkungan. Kelima aspek keselamatan tersebut sangat penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit, karena keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2006) Untuk dapat mewujudkan penerapan keselamatan pasien di rumah sakit sangat dipengaruhi peran SDM pemberi pelayanan. SDM yang memiliki populasi
3
terbesar hampir 40% dibandingkan tenaga lainnya dan memiliki waktu paling lama kontak langsung dengan pasien adalah tenaga perawat. Besarnya proporsi tenaga perawat tersebut merupakan potensi mengembangkan kiat-kiat manajemen mutu pelayanan kesehatan (Hasanbasri, 2007). Berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan salah satu yang perlu mendapatkan perhatian adalah diterapkannya keselamatan pasien di rumah sakit. Keselamatan pasien di rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain motivai kerja dan komitmen kerja. Motivasi kerja adalah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi setiap pegawai yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan tugas (Winardi, 2011). Motivasi dapat juga diartikan bahwa
teknik motivasi harus dapat memastikan bahwa
lingkungan dimana mereka bekerja dapat memenuhi sejumlah kebutuhannya (Wibowo, 2012). Menurut Kusnanto dan Riyadi (2006) dalam penelitiannya tentang motivasi kerja menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi kerja dengan karakteristik perawat seperti pendidikan dan jenis kelamin perawat. Penelitian Sanusi dan Hasnita (2005) di RS Dr. Achmad Bukit Tinggi menunjukkan bahwa bahwa motivasi kerja berhubungan dengan karakteristik dan iklim organisasi dan terjadi peningkatan sebesar 15,1%. Menurut Stoner Faktor
lain yang dapat
meningkatkan motivasi kerja perawat adalah pemberian imbalan langsung (insentif, tunjangan) dan imbalan tidak langsung (pelatihan, dan promosi jabatan). Faktor lain yang berhubungan dengan sikap perawat dalam penerapan keselamatan pasien adalah komitmen kerja. Beberapa pendapat berkaitan dengan komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai dan tujuan untuk memelihara keanggotaannya dalam rumah sakit (Robbins, 2006).
4
Komitmen kerja dapat juga diartikan bahwa tingkat kepercayaan, keterikatan individu terhadap tujuan dan mempunyai keinginan kuat untuk melaksanakan tugas dan bekerja di suatu rumah sakit (Mathis dan Jackson dalam Wijaya, 2012). Beberapa penelitian sebelumnya berkaitan dengan komitmen kerja adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Nursyahfitri (2011) bahwa pengaruh komitmen kerja karyawan pada Divisi Produksi PT Marumitsu Indonesia berpengaruh terhadap kinerja perawat. Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Wijaya (2012) menunjukkan bahwa komitmen kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dan bidan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangli. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar sebagai salah satu rumah sakit pemerintah terbesar di Bali dan sebagai Pusat Rujukan di Bali dan Nusa Tenggara Timur, sebagai rumah sakit type A pendidikan yang lebih dituntut dengan penerapan mutu sesuai standar, sejak tahun 2013 telah lulus standar Joint Commission International (JCI) sebagai rumah sakit yang menerapkan mutu standar international dan RSUP Sanglah Denpasar juga telah menetapkan Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) sejak tahun 2010. Berdasarkan
laporan keselamatan pasien RSUP Sanglah Denpasar tahun
2012 didapatkan data Kondisi Potensial Cedera (KPC) sebanyak 158 kasus, KNC sebanyak 936 kasus, Kejadian Tidak Cedera (KTC) sebanyak 60 kasus, KTD sebanyak 224 kasus, Sentinel Event sebanyak 2 kasus. Berdasarkan hasil pelaporan kasus keselamatan pasien rumah sakit yang diterima TKPRS selama bulan Februari 2014 terjadi 434 Kasus (RSUP Sanglah Denpasar, 2014).
5
Apabilila dilihat dari data korban kasus Januari – Februari 2014 bahwa terjadi kasus cedera peningkatan kasus seperti yang dilihat dari korban kasus pada bulan Januari 2014 sebanyak 232 kasus dan pada bulan Februari 434 kasus dengan peningkatan sebesar 87%. Kasus yang paling banyak adalah karena faktor pasien yang berjumlah 219 (94%) bulan Januari 2014 dan Februari berjumlah 421 (97%). Kasus faktor petugas pada bulan Januari 2014 berjumlah 205 (88%) dan bulan Februari berjumlah 412 (95%). Berdasarkan laporan RSUP Sanglah Denpasar bulan Januari sampai dengan Februari 2014, peningkatan kasus KPRS di RSUP Sanglah dilhat dari tempat perawatan terjadi paling besar pada ruangan Instalasi Rawat Inap (IRNA) C (121 kasus), IRNA D (24 kasus), IRNA B (23 kasus) dan Intensif Care Unit (ICU) sebanyak 12 kasus. Prosentase peningkatan tertinggi terjadi di ruangan ICU dengan prosentase peningkatan kasus KPRS sebanyak 140% yang awalnya pada bulan januari dilaporkan sebanyak 5 kasus (RSUP Sanglah Denpasar, 2014). ICU adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien dengan keadaan yang gawat yang perlu penanganan dengan segera dan pemantauan intensif (Gulli et al, 2001). Salah satu tenaga kesehatan yang bertugas untuk mencegah terjadinya KTD terutama pada pasien adalah tenaga keperawatan. Pasien yang dirawat di ruang intensif merupakan pasien dengan ketergantungan total, sehingga segala kebutuhan pasien dibantu oleh perawat, kesalahan dalam pemberian asuhan ataupun human eror akan dapat mempengaruhi kesehatan dan kondisi jiwa pasien itu sendiri (Ariyani, 2009)
6
Faktor sumber daya manusia adalah faktor yang signifikan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Manajemen rumah sakit perlu mengembangkan perawat untuk melaksanakan Askep secara efektif, akurat, dan konsisten. Bagi Perawat komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai dan tujuan untuk memelihara keanggotaan dalam rumah sakit (Robbins, 2006). Komitmen kerja juga didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan, keterikatan individu terhadap tujuan dan mempunyai keinginan untuk tetap berada dalam rumah sakit (Mathis dan Jackson, 2001). Dengan komitmen kerja yang tinggi, perawat menjadi lebih giat bekerja dan mempunyai motivasi kuat untuk berprestasi. Motivasi merupakan inisiatif penggerak atau pendorong perilaku manusia akibat adanya interaksi stimulus instrinsik dan ekstrinsik yang mendorong seseorang untuk berprilaku optimal guna mencapai suatu tujuan seperti beragam keinginan, harapan, kebutuhan, dan kesukaannya. Stimulus instrinsik meliputi kondisi internal, kejiwaan dan mental sedangkan stimulus ekstrinsik dapat berupa hadiah atau insentif (Azwar, 1996; Sadili, 2006). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut tentang hubungan motivasi kerja dan komitmen kerja dengan penerapan keselamatan pasien di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu: 1.
Apakah ada hubungan motivasi kerja perawat dengan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Sanglah Denpasar?
7
2. Apakah ada hubungan komitmen kerja perawat dengan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Sanglah Denpasar? 3. Apakah ada hubungan secara bersama-sama antara motivasi dan komitmen kerja perawat dengan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Sanglah Denpasar? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan motivasi dan
komitmen kerja perawat dengan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Sanglah Denpasar. 1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Hubungan secara signifikan motivasi kerja perawat dengan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Sanglah Denpasar. 2. Hubungan komitmen kerja perawat dengan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Sanglah Denpasar. 3. Hubungan secara bersama-sama antara motivasi dan komitmen kerja perawat dengan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Sanglah. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Akademik Secara akademik studi ini bermanfaat
sebagai pedoman dalam
pengembangan teori keperawatan terkait manajemen sumber daya manusia di
8
bidang kesehatan dan keselamatan pasien di rumah sakit yang berhubungan dengan motivasi dan komitmen kerja perawat. 1.4.2
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu dipahami bahwa motivasi dan
komitmen kerja berhubungan penerapan keselamatan pasien. Diharapkan seluruh karyawan di RSUP Sanglah Denpasar termotivasi dengan penerapan keselamatan pasien sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.