BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pemulihan ekonomi yang lambat di negara-negara maju pasca krisis global
2008 silam, menyebabkan para investor lebih memilih mendiversifikasikan investasinya ke luar negeri, termasuk Indonesia. Deputi Bidang Promosi Badan Koordinasi
Penanaman
www.investor.co.id
Modal
(BKPM),
Himawan
Hariyoga,
dalam
menyatakan bahwa pada 2013 ini pertumbuhan investasi
domestik maupun asing yang masuk ke Indonesia ditargetkan terealisasi sebesar Rp 390 trilliun atau tumbuh sekitar 37% dibanding target pada 2012 sebesar Rp 283,5 trilliun. Berikut data realisasi investasi hingga September 2012: Tabel 1.1 Realisasi Nilai Investasi Asing dan Domestik di Indonesia Periode
Nilai Investasi
Januari-September 2011
Rp 181 trilliun
Januari-September 2012
Rp 229,9 trilliun
Keterangan
Tumbuh 27%
(Sumber: www.investor.co.id, data diolah) Nilai investasi Rp 229,9 trilliun hingga September 2012 berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 164,2 trilliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 65,7 trilliun. Hal ini membuktikan bahwa investor asing menilai Indonesia menarik untuk dijadikan lahan investasi. 1
Berdasarkan data yang dipublikasi pada 2012 dari The United Nations Conference on Trade and Development pada www.finance.detik.com, Indonesia berada pada urutan ke-4 dunia dalam hal pertumbuhan investasi. Indonesia berada pada urutan ke-4 setelah China, Amerika Serikat, dan India. Peningkatan investasi inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat baik di atas 6%. Pada 2013, target pertumbuhan ekonomi adalah 6,8% dengan kontribusi 3,2% berasal dari pertumbuhan investasi, 2,9% berasal dari pertumbuhan konsumsi, dan sisanya berasal dari kegiatan ekspor-impor dan APBN. Melihat perkembangan ekonomi Indonesia yang baik ini, seharusnya bukan hanya investor asing yang giat berinvestasi di Indonesia. Investor dalam negeri seharusnya lebih memahami bagaimana peluang investasi di Indonesia. Grafik di bawah ini menggambarkan trend inflasi dari 2006 hingga 2013: Grafik 1.1 Trend Inflasi Bulanan di Indonesia
(Sumber: www.bi.go.id ) Setelah terjadinya krisis global 2008-2009 yang menyebabkan inflasi Indonesia sangat tinggi mencapai ± 13%, Indonesia mulai memulihkan keadaan ekonominya
2
sehingga inflasi kembali stabil hingga Maret 2013 menjadi ± 6%. Investor yang pintar akan memilih berinvestasi pada alternatif yang mampu memberikan return di atas tingkat inflasi saat ini. Untuk memperoleh return yang jauh di atas tingkat inflasi, pasar modal menjadi pilihan yang tepat. Return investasi pada produk perbankan dapat dilihat melalui BI Rate. BI Rate menjadi standar bagi bank-bank umum dalam menetapkan bunga tabungan maupun bunga pinjaman. Oleh karena itu investor dapat memperkirakan besar return yang diterima jika berinvestasi pada produk perbankan. Tabel di bawah ini menggambarkan BI Rate yang tidak berubah selama 12 Juni 2012 hingga 14 Mei 2013, yaitu sebesar 5.75%. Rate ini tidak jauh berbeda dengan tingkat inflasi yang berkisar 6%. Jadi berinvestasi pada produk perbankan hanya menyesuaikan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Tabel 1.2 BI Rate Bulanan Period
BI Rate
14 May 2013
5.75%
11 April 2013
5.75%
7 March 2013
5.75%
12 Feb 2013
5.75%
10 Jan 2013
5.75%
11 Dec 2012
5.75%
8 Nov 2012
5.75%
11 Oct 2012
5.75%
13 Sept 2012
5.75%
9 Aug 2012
5.75%
12 July 2012
5.75%
12 June 2012
5.75%
(Sumber: www.bi.go.id, data diolah)
3
Investor memiliki persamaan tujuan dalam berinvestasi. Persamaan itu diwujudkan dalam gambaran return yang menjadi harapan dalam suatu periode pada masa yang akan datang (expected return). Saham biasa merupakan instrumen yang banyak diminati investor mengingat investasi pada saham mampu memberikan return di atas rata-rata. Namun, sering kali return yang terealisasi (realized return) berbeda dengan expected return. Inilah yang disebut dengan risiko. Dalam berinvestasi, investor harus memahami bagaimana melakukan keputusan investasi melalui pemahaman hubungan antara expected return dan risiko. Return dan risiko memiliki hubungan yang linier atau searah. Dengan kata lain, semakin besar expected return semakin besar risiko. Investor yang mengharapkan untuk memperoleh return yang tinggi harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula. Namun bila investor dihadapkan pada dua alternatif investasi yang memberikan tingkat return yang sama, tetapi memiliki tingkat risiko yang berbeda, maka investor yang rasional akan memilih investasi dengan risiko yang lebih kecil. Begitu pula, jika investor dihadapkan pada dua alternatif yang memiliki risiko yang sama, maka investor yang rasional akan memilih investasi yang menawarkan returm yang tertinggi. Investasi dilakukan untuk tujuan kesejahteraan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu investor harus berhati-hati memilih alternatif investasi yang tepat. High return is high risk, jadi risiko menjadi penting untuk diukur sebelum melakukan keputusan investasi. Risiko sistematis yang diwakili oleh beta
4
merupakan risiko yang relevan bagi investor karena tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Dalam
mempertimbangkan
kinerja
perusahaan,
investor
dapat
mengetahuinya melalui laporan keuangan yang dipublikasikan. Melalui laporan keuangan dapat diukur kinerja perusahaan dari segi likuiditas, aktivitas, rentabilitas, utang, dan profitabilitas. Sebagai investor yang mengharapkan return atas investasi yang dilakukan, profitabilitas perusahaan merupakan hal pertama yang akan dilihat. Investor akan melihat laba bersih yang dihasilkan karena laba bersih yang besar menggambarkan kemampuan yang lebih besar pula untuk membagikan deviden. Dalam http://economy.okezone.com, dinyatakan bahwa net profir margin, return on equity, dan earning per share sangat penting dalam menilai kinerja perusahaan. Ketiga rasio itu merupakan rasio profitabilitas. Untuk melihat risiko perusahaan, maka investor dapat mengukur melalui rasio likuiditas dan utang. Likuiditas menjadi penting karena merupakan sinyal awal bagaimana financial distress yang berkaitan dengan masalah cash flow. Kemudian risiko juga tergambarkan melalui besarnya ketergantungan pendanaan perusahaan pada utang. Semakin besar utang perusahaan, semakin besar risiko ketidakmampuan melakukan pembayaran kontraktual tersebut. Beberapa penelitian terdahulu menghubungkan beta dengan faktor fundamental perusahaan yang berupa rasio keuangan. Berikut tabel yang memperlihatkan dugaan bahwa adanya pengaruh rasio keuangan terhadap beta
5
berdasarkan laporan keuangan tahunan periode 2011, dimana beberapa saham diambil secara acak dan tergolong dalam Indeks Kompas100: Tabel 1.3 Rasio Keuangan Beberapa Saham Indeks Kompas100 Current Ratio
Total Debt To Equity
ROI
1,10
0,68
10,76
28,11
BTEL
1,71
0,38
136,43
-13,69
3.
INDF
1,37
2,00
72,25
15,45
4.
JPFA
1,26
1,92
108,41
17,54
5.
PGAS
0,89
4,20
44,41
29,26
No.
Emiten
Beta
1.
AALI
2.
( Sumber: www.reuters.com, data diolah) Nilai Beta pada Tabel 1.3 mewakili risiko sistematis. Fenomena yang terjadi pada cuplikan tabel di atas adalah adanya pengaruh current ratio, total debt to equity, dan ROI terhadap beta. Hal ini diperlihatkan oleh PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), dimana BTEL memiliki current ratio yang terendah yaitu 0.38, total debt to equity yang tertinggi yaitu 136.43 , dan ROI yang terendah yaitu 13.69, dan memiliki beta yang tertinggi yaitu 1.71. Hubungan ini memperkuat dugaan bahwa current ratio dan ROI berpengaruh negatif terhadap beta, sedangkan porsi utang berpengaruh positif terhadap beta. PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) memiliki nilai beta 1,10 dengan current ratio 0,68, total debt to equity 10,76, dan ROI 28,11. PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL) memiliki nilai beta 1,71 dengan current ratio 0,38, total debt to equity 136,43, dan ROI -13,69. Kemudian PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) memiliki nilai beta 1,37 dengan current ratio 2,00, total debt to equity
6
72,25, dan ROI 15,45. Dilanjutkan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) memiliki nilai beta 1,26 dengan current ratio 1,92, total debt to equity 108,41 serta ROI 17,54. Terakhir adalah PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) memiliki nilai beta 0,89 dengan current ratio 4,20, total debt to equity 44,41, dan ROI 29,26. Tabel di atas menunjukkan bahwa BTEL memiliki beta terbesar yaitu 1,71 dengan current ratio 0,38. Current ratio BTEL ini merupakan current ratio yang terendah, sedangkan current ratio tertinggi sebesar 4,20 dimiliki oleh PGAS dengan beta 0,89. Hal ini mengindikasikan bahwa current ratio memiliki pengaruh negatif terhadap beta. Semakin besar current ratio berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancar dengan aset lancar yang dimiliki sehingga risiko yang ditanggung oleh investor semakin kecil yang ditunjukkan dengan nilai beta. Dengan kata lain, pengaruh negatif terjadi ketika semakin besar current ratio semakin kecil nilai beta. Dapat terlihat pada AALI yang current ratio-nya 0,68 (nilai rasionya di atas BTEL, tetapi di bawah PGAS), memiliki beta 1,10 (nilai beta di atas PGAS dan di bawah BTEL). Rasio total debt to equity dapat mewakili seberapa besar porsi utang dalam struktur permodalan perusahaan. BTEL memiliki total debt to equity yang paling tinggi yaitu 136,43 dan menunjukkan nilai beta yang tertinggi pula dengan 1,71, sedangkan AALI memiliki total debt to equity terendah sebesar 10,76 dan nilai beta-nya yaitu 1,10. JPFA memiliki total debt to equity sebesar 108,41, nilainya di atas AALI (10,76) tetapi di bawah BTEL (136,43). Ternyata nilai beta JPFA
7
adalah 1,26, artinya di atas nilai beta AALI (1,10) tetapi di bawah nilai beta BTEL (1,71). Secara keseluruhan fenomena yang terlihat di atas adalah total debt to equity memiliki pengaruh yang positif terhadap beta. Artinya adalah semakin besar nilai rasio total debt to equity berarti semakin besar nilai beta. Kolom ke-empat pada Tabel 1.3 tertera nilai ROI dari lima saham yang dipilih secara acak dan termasuk dalam Indeks Kompas100. ROI merupakan salah satu rasio pengukur profitabilitas yang menunjukkan seberapa besar efektifitas perusahaan menghasilkan profit dari aset yang tersedia. BTEL memiliki nilai ROI yang terendah yaitu -13,69, tetapi memiliki nilai beta yang tertinggi yaitu 1,71. INDF memiliki nilai ROI sebesar 15,45 dengan nilai beta 1,37. Kemudian nilai ROI tertinggi dimiliki oleh PGAS sebesar 29,26 dengan nilai beta 0,89. Secara keseluruhan fenomena yang terlihat adalah ROI memiliki pengaruh negatif terhadap beta. Semakin besar ROI semakin kecil beta karena kemampuan perusahaan menghasilkan profit semakin besar sehingga beta turun. Sebaliknya, semakin kecil ROI semakin besar nilai beta, seperti BTEL yang memiliki ROI negatif. Nilai ROI negatif berarti BTEL mengalami net loss sehingga hal ini jelas merupakan risiko yang harus ditanggung oleh investor. Oleh karena itu BTEL memiliki risiko yang lebih besar, ditunjukkan oleh nilai beta yang tertinggi sebesar 1,71. Pemilihan Indeks Kompas100 sebagai populasi penelitian didasarkan pada kinerja indeks ini yang sama dengan IHSG. Hal ini terlihat dari grafik di bawah ini yang cenderung memiliki reaksi yang serupa terhadap perubahan pasar.
8
Grafik 1.2 Harga Penutupan Mingguan Indeks Kompas100
Grafik Indeks Kompas100 Periode 2011 4500 weekly closing price
4000 3500 3000
2500
closing price
2000
week
1500 1000 500
0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
(Sumber: www.finance.yahoo.com) Grafik 1.3 Harga Penutupan Mingguan IHSG
Grafik IHSG Periode 2011 Weeekly closing price
5000 4000 3000
closing price
2000
week
1000 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
(Sumber: www.finance.yahoo.com)
9
Grafik 1.2 menggambarkan fluktuasi harga penutupan mingguan Indeks Kompas100 selama periode 2011. Secara umum, trend yang terlihat adalah uptrend, dimana harga penutupan tertinggi mencapai ± Rp 4.000,00. Grafik 1.3 menggambarkan fluktuasi harga penutupan mingguan IHSG selama periode 2011. Trend yang terlihat juga uptrend, dimana harga penutupan tertinggi mencapai lebih dari Rp 4.000,00. Kinerja yang serupa dengan IHSG, membuat Indeks Kompas100 lebih unggul dari indeks lainnya karena memuat 100 perusahaan sehingga mencakup keseluruhan sektor. Ditambah pula fakta pada 2011 pertumbuhan Indonesia mencapai 6,5%. Kepala BPS, Suryamin, dalam www.ekon.go.id mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat di semua sektor. Oleh sebab itu penulis bermaksud menguji berbagai sektor ekonomi dengan menguji pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan utang terhadap risiko sistematis. Indeks Kompas100 menjadi populasi penelitian ini dimana setiap semester mengalami penyesuaian kembali emiten-emiten yang masuk kriteria ke dalam indeks ini berdasarkan faktor likuiditas, kapitalisasi terbesar dan kinerja faktor fundamental dari sahamsaham tersebut. 1.2
Rumusan Masalah Investor yang rasional akan berusaha mengurangi risiko dalam
berinvestasi. Namun, ada risiko sistematis yang tidak dapat dihilangkan sama sekali. Hal ini tetap berlaku meskipun telah melakukan proses pemilihan saham melalui diversifikasi. Adapun pendekatan dalam memprediksi besarnya risiko sistematis adalah dengan mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental yang 10
berkaitan untuk menghasilkan keputusan investasi. Berikut masalah dalam penelitian ini: 1.
Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap risiko sistematis?
2.
Apakah likuiditas berpengaruh terhadap risiko sistematis?
3.
Apakah utang berpengaruh terhadap risiko sistematis?
4.
Apakah profitabilitas, likuiditas, dan utang secara simultan berpengaruh terhadap risiko sistematis?
1.3
Batasan Masalah Penelitian ini menguji pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan utang
terhadap risiko sistematis pada perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Indeks Kompas100 periode 2011 yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu batasan masalah yang ditetapkan sebagai berikut: 1. Beberapa rasio keuangan yaitu return on investment, current ratio, dan debt ratio dari emiten yang tergabung dalam Indeks Kompas100 periode 2011 yang memiliki laporan keuangan lengkap. 2. Berbagai sektor yang tergabung dalam Indeks Kompas100 periode 2011, kecuali dari sektor perbankan yang memiliki struktur laporan keuangan yang berbeda dengan sektor lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya bias dalam data. 3. Untuk melakukan komputasi nilai beta dari setiap emiten yang tergolong Indeks Kompas100, penelitian ini membutuhkan harga saham penutupan (closing price) mingguan dari setiap emiten dan
11
harga penutupan (closing price) mingguan dari indeks harga saham gabungan. 1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah profitabilitas berpengaruh terhadap risiko sistematis. 2. Mengetahui apakah likuiditas berpengaruh terhadap risiko sistematis. 3. Mengetahui apakah utang berpengaruh terhadap risiko sistematis. 4. Mengetahui apakah profitabilitas, likuiditas, dan utang secara simultan berpengaruh terhadap risiko sistematis.
1.5
Manfaat Penelitian Dengan mengetahui pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap risiko
sistematis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai: 1. Manfaat Teoritis Dapat mendukung teori- teori yang ada tentang pengaruh rasio keuangan terhadap risiko sistematis melalui penelitian dasar ini sehingga mampu memberikan kontribusi informasi dan referensi bagi pembaca yang tertarik melakukan penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan risiko investasi saham di pasar modal. 2. Manfaat Praktis Dapat memberikan gambaran, pandangan, dan sumber informasi tambahan
12
bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi berdasarkan pemahaman analisis fundamental terhadap suatu emiten. 1.6
Metode dan Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Rasio Profitabilitas,
Rasio Likuiditas, dan Rasio Utang Terhadap Risiko Sistematis: Studi Terhadap Saham Anggota Indeks Kompas100 Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2011 sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Bab ini menjabarkan hal pokok yang menjadi dasar penelitian yaitu latar belakang mengapa penelitian ini perlu dilakukan, identifikasi masalah serta batasannya, tujuan penelitian, manfaat, dan sistematika penulisan laporan skripsi. BAB II. TELAAH LITERATUR Bab ini menjabarkan tentang landasan teori dari setiap variabel penelitian dan pengaruh yang terjadi antar variabel serta kerangka berpikir secara konseptual yang mendasari penelitian dan pemecahan masalah. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjabarkan tentang gambaran umum objek penelitian, jenis penelitian, sampel, metode penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel, dan teknik analisis untuk mengukur hasil penelitian.
13
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini mengemukakan bagaimana hasil pengolahan data, pembahasan atau analisis hasil pengujian, serta pembuktian hipotesis yang telah dirumuskan pada awal penelitian secara kualitatif maupun kuantitatif. BAB V. SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan penelitian yang merupakan jawaban atas masalah yang diuji dalam penelitian. Selain itu, juga berisi rekomendasi tentang tindak lanjut hasil penelitian yang layak dilaksanakan pada penelitian selanjutnya.
14