BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan salah satu profesi yang mulia, oleh karena itu, untuk tetap memuliakan profesi ini, maka diperlukan suatu aturan untuk mengatur tingkah laku Notaris terhadap masyarakat maupun terhadap sesama rekan seprofesi. Saat ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Undang-Undang Jabatan Notaris) selanjutnya disingkat UUJN dan Kode Etik Notaris. UUJN merupakan satu-satunya undang-undang yang mengatur mengenai jabatan Notaris di Indonesia sebagai pengganti Staatsblad Tahun 1860 Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris. UUJN memiliki perbedaan dengan Peraturan Jabatan Notaris, yakni : 1. Adanya perluasan
kewenangan
Notaris, yaitu
kewenangan yang
dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) butir f, yakni: “kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”. 2. Kewenangan untuk membuat akta risalah lelang. Akta risalah lelang ini sebelum lahirnya UUJN menjadi kewenangan juru lelang dari Badan Urusan Utang Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) berdasarkan UndangUndang Nomor 49 Tahun 1960. 3. Memberikan kewenangan lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan, kewenangan lainnya yang diatur dalam perundang-undangan ini
1
merupakan kewenangan yang perlu dicermati, dicari dan diketemukan oleh Notaris, karena kewenangan ini bisa jadi sudah ada dalam peraturan perundang-undangan, dan juga kewenangan yang baru akan lahir setelah lahirnya peraturan perundang-undangan yang baru.1 Pada saat ini pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris sesuai dengan ketentuan Pasal 67 sampai dengan Pasal 81 UUJN. Hal ini berbeda dengan sebelum diberlakukannya UUJN, yaitu pengawasan Notaris dilakukan lembaga peradilan umum atau Pengadilan Negeri di tempat Notaris tersebut berada. UUJN diharapkan dapat memberikan pedoman secara umum bagi Notaris dan didalamnya juga terdapat sanksi-sanksi yang tegas bagi oknum Notaris yang melanggar aturan tersebut. UUJN mengatur mengenai ketentuan umum yang berisikan
pengertian-pengertian
yang
terkait
dengan
Notaris,
mengenai
pengangkatan dan pemberhentian Notaris, kewenangan dan kewajiban serta larangan bagi setiap Notaris, tempat kedudukan dan formasi serta wilayah jabatan Notaris, cuti Notaris dan Notaris pengganti, honorarium atas jasa yang diberikan oleh Notaris, akta Notaris, pengambilan minuta akta dan pemanggilan Notaris, pengawasan, organisasi Notaris, ketentuan mengenai sanksi dan sebagainya. Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan harus berpegang teguh tidak hanya pada peraturan perundang-undangan semata, namun juga pada kode etik profesinya, karena tanpa adanya kode etik, maka harkat dan martabat
1 Brierly Napitupulu, “Hubungan Peraturan Jabatan Notaris Dan Kode Etik Dalam Pelaksanaan Tugas Notaris”, http://www.magister-kenotariatan.blogspot.com, diakses tanggal 9 Maret 2013.
2
dari profesinya akan hilang.2 Di samping UUJN, kode etik merupakan pedoman bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya. Kode etik dalam arti materiil adalah norma atau peraturan yang praktis baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi. Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh dengan berlandaskan pada kode etik. Menurut Munir Fuady, kedudukan kode etik bagi Notaris sangatlah penting, hal ini dikarenakan: Pertama, bukan hanya karena Notaris merupakan suatu profesi sehingga perlu diatur dengan suatu kode etik, melainkan juga karena sifat dan hakikat pekerjaan Notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang klien yang menggunakan jasa Notaris tersebut. Kedua, agar tidak terjadi ketidakadilan sebagai akibat dari pemberian status harta benda, hak dan kewajiban yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sehingga dapat mengacaukan ketertiban umum dan juga mengacaukan hak-hak pribadi dari masyarakat pencari keadilan, maka bagi dunia Notaris sangat diperlukan suatu kode etik yang baik dan modern”.3
2
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm. 48. 3 Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 133.
3
Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan
Kongres
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi, serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode Etik Notaris secara umum memuat pengertian-pengertian yang terkait dengan Kode Etik Notaris, ruang lingkup dari Kode Etik Notaris, kewajiban dan larangan serta pengecualian, sanksi, tata cara penegakan Kode Etik Notaris, pemecatan sementara, kewajiban pengurus INI dan sebagainya. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus memiliki integritas dan bertindak profesional. Notaris wajib menjalankan jabatan dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak serta menjaga sikap, tingkah laku sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab sebagai Notaris. Hal ini diucapkan sebagai sumpah oleh setiap orang yang hendak memangku jabatan Notaris. Dengan demikian diperlukan upaya pembinaan, pengembangan, dan pengawasan secara terus menerus sehingga semua Notaris semakin meningkatkan kualitas pelayanan publik. Untuk itu diperlukan satusatunya wadah organisasi Notaris dengan satu kode etik dan satu standar kualitas pelayanan publik. Pengemban profesi Notaris diharapkan mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan kaidah hukum dan kaidah moral yang ada, agar dalam menjalankan
4
profesi jabatannya tetap pada koridor yang benar dan tidak melenceng dari aturanaturan tersebut sehingga Notaris sebagai salah satu profesi hukum yang memang seharusnya turut membantu penegakan hukum sesuai bidangnya dapat terwujud. Pengemban profesi notaris juga diharapkan dapat menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi. Seiring dengan kian bertambahnya jumlah orang yang menjalani profesi Notaris dari waktu ke waktu. Salah satu daerah yang memiliki jumlah Notaris yang banyak adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Daerah Istimewa
Yogyakarta terdiri dari 4 Kabupaten, yaitu: Bantul, Kulon Progo, Sleman, Gunungkidul dan 1 Kota yaitu Kota Yogyakarta. Penyebaran Notaris di DIY paling banyak terpusat di Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, akan tetapi pada saat ini dengan ditutupnya formasi di ketiga daerah tersebut, para Notaris yang ingin berpraktek di Propinsi DIY mulai melirik ke Kabupaten lain, salah satunya Kabupaten Kulon Progo. Dengan adanya keadaan tersebut, ada beberapa Notaris baru yang membuka kantor di Kabupaten Kulon Progo dan memiliki lokasi kantor yang cukup berdekatan dengan lokasi kantor Notaris yang terlebih dahulu membuka kantor di lokasi tersebut. Pengaturan mengenai jarak antar lokasi kantor Notaris memang tidak secara tegas diatur dalam UUJN maupun Kode Etik Notaris. Pengaturan mengenai kantor Notaris dalam UUJN dapat dilihat dalam Pasal 19 ayat (1) UUJN yang
5
berbunyi bahwa Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya, sedangkan pengaturan dalam Kode Etik Notaris terdapat dalam Pasal 3 angka 8 yang berbunyi bahwa Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari dan dalam Pasal 4 angka 1 yang berbunyi Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dilarang
mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor
cabang ataupun kantor perwakilan. Dalam pengaturan tersebut dapat dilihat bahwa Notaris dilarang memiliki lebih dari 1 kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan, sedangkan mengenai jarak antar kantor Notaris tidak diatur dalam kedua aturan tersebut. Banyak kantor Notaris yang dibuka memiliki lokasi cukup berdekatan dengan lokasi kantor Notaris lain. Walaupun tidak ada aturan yang melarang bahwa kantor Notaris tidak boleh berdekatan ataupun yang mengatur mengenai jarak tertentu antar kantor Notaris, akan tetapi lokasi kantor yang terlalu berdekatan tersebut dapat menimbulkan permasalahan antar Notaris, terutama antara Notaris yang terlebih dahulu membuka kantor di lokasi tersebut dengan Notaris yang baru saja membuka kantor di lokasi tersebut. Di Kulon Progo terdapat dua kasus berkaitan dengan permasalahan jarak antar kantor Notaris. Kasus yang pertama adalah kasus antara Notaris berinisial DI dengan Notaris berinisial AN dan Notaris berinisial NR pada tahun 2010 dimana Notaris DI berkeberatan dengan keberadaan kantor Notaris AN dan NR yang masih berada dalam satu dusun di
6
daerah Nanggulan, Kulon Progo. Notaris DI kemudian melaporkan kepada Pengurus Daerah dan dilanjutkan kepada Dewan Kehormatan Daerah Kulon Progo untuk minta pertimbangan atas kasus tersebut. Dewan Kehormatan Daerah kemudian melakukan sidang dan memutuskan agar Notaris AN dan NR untuk pindah kantor dengan diberi waktu toleransi selama 6 bulan untuk mencari lokasi baru, karena pada saat itu Notaris AN dan NR sudah terlanjur mengontrak selama 2 tahun. Kasus yang kedua adalah kasus antara Notaris berinisial SN dengan Notaris berinisial E yang terjadi pada tahun 2010 juga, dimana Notaris E membuka kantor yang berjarak ± 10 meter dari lokasi Kantor Notaris SN di daerah Sentolo, Kulon Progo. Notaris SN merasa keberatan dengan keberadaan kantor Notaris E yang cukup berdekatan tersebut. Notaris SN kemudian melaporkan kasus tersebut kepada Ketua Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Kabupaten Kulon Progo kemudian dilanjutkan kepada Dewan Kehormatan Daerah Kabupaten Kulon Progo. Setelah dilakukan sidang oleh Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Daerah memberikan putusan dan menjatuhkan sanksi teguran kepada Notaris E untuk memindahkan lokasi kantornya.4 Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pertimbanganpertimbangan yang dijadikan dasar Dewan Kehormatan Daerah untuk menjatuhkan sanksi tersebut, karena dugaan pelanggaran yang dimaksud tersebut tidak secara tegas diatur dalam Kode Etik Notaris, akan tetapi disisi lain Dewan Kehormatan Daerah juga memiliki kewajiban untuk segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk menyelesaikan 4
Hasil wawancara pada tanggal 17 Mei 2013
7
setiap dugaan pelanggaran dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja, serta Dewan Kehormatan Daerah juga memiliki kewenangan untuk menjaga rasa kebersamaan profesi.
B. Perumusan Masalah Atas dasar pokok pikiran yang melatarbelakangi penelitian ini, maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa pertimbangan Dewan Kehormatan Daerah dalam menyelesaikan permasalahan tentang jarak antar kantor Notaris di Kabupaten Kulon Progo? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Dewan Kehormatan Daerah dalam menyelesaikan permasalahan mengenai jarak antar kantor Notaris di Kabupaten Kulon Progo? 3. Upaya apa yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah untuk mengatasi kendala-kendala dalam menyelesaikan permasalahan mengenai jarak antar kantor Notaris di Kabupaten Kulon Progo?
C. Keaslian Penelitian Sepanjang
pengetahuan
penulis,
setelah
menelusuri
kepustakaan
di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan melalui media internet, tesis mengenai Pertimbangan Dewan Kehormatan Daerah Dalam Menyelesaikan Permasalahan Tentang Jarak Antar Kantor Notaris Di Kabupaten Kulon Progo belum pernah ditulis atau diteliti oleh orang lain. Meskipun demikian, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan
8
Dewan Kehormatan Daerah dan sanksi kode etik. Adapun hasil penelitian tersebut adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Yulia Mutiara Indriasari, tahun 2011 dengan judul “Pemberlakuan Sanksi Kode Etik Terhadap Notaris Yang Melakukan
Pelanggaran
Moralitas
Di
Luar
Jabatan
Notaris”.
Permasalahan yang diteliti adalah bagaimanakah pemberlakuan sanksi terhadap notaris yang melakukan pelanggaran moralitas di luar menjalankan jabatannya di Kota Surakarta, serta apakah sebab kode etik belum dapat ditegakkan dengan baik oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan Dewan Kehormatan Daerah (DKD) kepada notaris di luar menjalankan jabatannya di Kota Surakarta?.5 Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, karena penelitian yang dilakukan penulis lebih fokus kepada pertimbangan Dewan Kehormatan Daerah dalam menyelesaikan permasalahan tentang jarak antar kantor Notaris, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yulia Mutiara Indriasari berkaitan dengan pemberlakuan sanksi kode etik untuk pelanggaran moralitas terhadap Notaris di luar menjalankan jabatannya. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mahdiati Fauziah Permatasari, tahun 2011, dengan judul “Peranan Dewan Kehormatan Daerah Dan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Bantul”. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana kedudukan Majelis Pengawas Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah dalam pengawasan 5 Yulia Mutiara Indriasari, 2011, “Pemberlakuan Sanksi Kode Etik Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Moralitas Di Luar Jabatan Notaris”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan UGM, Yogyakarta.
9
pelanggaran kode etik oleh Notaris di wilayah Kabupaten Bantul, serta bagaimana penegakan Kode Etik Notaris oleh Dewan Kehormatan Daerah dan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Bantul?.6 Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian di atas bertujuan untuk mengetahui perbedaan kedudukan antara Dewan Kehormatan Daerah dengan Majelis Pengawas Daerah dan upaya penegakan Kode Etik Notaris, sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis bertujuan untuk mengetahui
pertimbangan
Dewan
Kehormatan
Daerah
dalam
menyelesaikan permasalahan tentang jarak antar kantor Notaris dan kendala-kendala yang dihadapi Dewan Kehormatan Daerah menyelesaikan permasalahan serta upaya yang dilakukan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Amelia Merdeka Sari, tahun 2011, dengan judul “Sanksi Terhadap Notaris Terkait Dengan Pelanggaran Kode Etik Di Wilayah Bengkulu”. Permasalahan yang diteliti adalah bentuk-bentuk pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh Notaris terkait dengan Kode Etik Notaris di Wilayah Kota Bengkulu dan Sanksi apa sajakah yang dijatuhkan kepada Notaris terkait dengan pelanggaran Kode Etik Notaris di Wilayah Kota Bengkulu?.7 Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian di atas bertujuan untuk mengetahui bentukbentuk pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Notaris dan sanksi yang dijatuhkan kepada Notaris terkait dengan pelanggaran tersebut, 6
Mahdiati Fauziah Permatasari, 2011, “Peranan Dewan Kehormatan Daerah Dan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Bantul”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan UGM, Yogyakarta. 7 Amelia Merdeka Sari, 2011, “Sanksi Terhadap Notaris Terkait Dengan Pelanggaran Kode Etik Di Wilayah Kota Bengkulu”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan UGM, Yogyakarta.
10
sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis bertujuan untuk mengetahui pertimbangan yang digunakan Dewan Kehormatan Daerah dalam menyelesaikan permasalahan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dapat dianggap asli dan layak untuk dilakukan, namun jika masih terdapat penelitian serupa di luar sepengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi.
D. Faedah yang dapat diharapkan Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan faedah bagi kalangan akademisi dan praktisi, diantaranya: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan ( Kegunaan Akademis) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan hukum yang terkait dengan bidang kenotariatan di Indonesia pada khususnya. 2. Bagi Pembangunan (Kegunaan Praktis) a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, informasi dan pengetahuan secara langsung ataupun tidak langsung kepada berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan jabatan Notaris mengenai pertimbangan yang digunakan Dewan Kehormatan Daerah dalam menyelesaikan permasalahan tentang jarak antar kantor notaris di Kabupaten Kulon Progo. b. Memberikan informasi sekaligus masukan atau jalan keluar mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh Dewan Kehormatan Daerah dalam
11
dalam menyelesaikan permasalahan tentang jarak antar kantor notaris di Kabupaten Kulon Progo. c. Dapat digunakan sebagai pedoman bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
E. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pertimbangan Dewan Kehormatan Daerah dalam menyelesaikan permasalahan tentang jarak antar kantor Notaris di Kabupaten Kulon Progo. 2. Untuk
mengetahui
kendala-kendala
yang
dihadapi
oleh
Dewan
Kehormatan Daerah dalam menyelesaikan permasalahan mengenai jarak antar kantor Notaris di Kabupaten Kulon Progo. 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah untuk mengatasi kendala-kendala dalam menyelesaikan permasalahan mengenai jarak antar kantor Notaris di Kabupaten Kulon Progo.
12