BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki, 1999). Gambar situasi pada umumnya disajikan dengan skala besar sesuai dengan tujuan gambar tersebut dibuat. Metode yang digunakan untuk pembuatan gambar situasi pada umumnya adalah metode takhimetri. Pada dasarnya metode tersebut menentukan koordinat dan tinggi titik-titik detil dengan acuan titik ikatan. Koordinat X dan Y menentukan posisi titik detil dan data koordinat Z adalah tinggi detil yang digunakan untuk pembuatan garis kontur. Dalam hal ini pola garis kontur tersebut menunjukkan bentuk permukaan tanah. Pengukuran secara takhimetri dilakukan menggunakan peralatan dengan teknologi optis seperti teodolit dan elektronis dalam hal ini Total Station. Data yang diperoleh berupa hasil pembacaan rambu ukur, sudut horisontal dan sudut vertikal serta tinggi alat. Data tersebut diolah menggunakan formulasi untuk memperoleh jarak dan beda tinggi detil terhadap tempat berdiri alat. Hasil ploting terhadap data detil tersebut selanjutnya dilakukan proses penggambaran detil situasi dan pembuatan garis kontur. Hasil akhir yang diperoleh berupa gambar situasi dengan unsur-unsur di permukaan bumi yang digambarkan dalam bentuk simbol-simbol. Rangkaian proses tersebut merupakan metode pengukuran secara terestris.
1
2
Saat ini gambar situasi yang dihasilkan dengan pengukuran secara terestris banyak digunakan sebagai gambar acuan untuk kepentingan pekerjaan sipil konstruksi yang membutuhkan ketelitian tinggi maupun untuk kepentingan tata lingkungan. Pada umumnya gambar situasi untuk keperluan tersebut disajikan dalam skala besar antara 1 : 1000 hingga 1 : 100. Dalam pembuatan gambar situasi skala besar, metode terestris mempunyai keunggulan dalam ketepatan dan kecepatan. Namun, pelaksanaan pengukuran lapangan diperlukan beberapa tahapan pengukuran untuk memperoleh data. Data hasil pengukuran lapangan dihitung terlebih dahulu agar dapat dilakukan penggambaran. Ditinjau dari segi peralatan, maka metode ini diperlukan beberapa alat ukur seperti : teodolit, sipat datar (leveling), statip, rambu ukur, dan peralatan pendukung lainnya, serta dalam mengoperasikannya diperlukan beberapa personil seperti pembantu surveyor, juru hitung, dan juru gambar. Dengan berkembangnya teknologi di bidang pemetaan, pada tahun 1978 dikembangkan teknologi Global Positioning System (GPS). Teknologi GPS dapat memberikan informasi posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat dan akurat di seluruh permukaan bumi tanpa terpengaruh oleh kondisi cuaca. Perkembangan selanjutnya selain GPS muncul beberapa satelit navigasi seperti Global Orbiting Navigation Satellite System (GLONASS) milik Rusia dan Galileo milik Eropa, sehingga terbentuk suatu sistem satelit yang disebut Global Navigation Satellite System (GNSS). GNSS adalah sistem satelit positioning yang digunakan dalam penentuan posisi di permukaan bumi. Wahana ini ditempatkan di ruang angkasa pada posisi tertentu yang memancarkan gelombang sinyal ke permukaan bumi. Berdasarkan
3
karakteristiknya yang berteknologi tinggi, maka jarak teliti antara satelit dan posisi obyek di permukaan bumi dapat dihitung. GNSS merupakan metode pengukuran ekstra-terestris, yaitu penentuan posisi dengan melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap satelit dan benda angkasa lainnya. Pengukuran dengan GNSS minimal diperlukan 2 (dua) buah receiver yaitu satu (1) sebagai rover dan yang lain sebagai base station. Sistem GNSS dalam operasionalnya untuk menentukan posisi pengguna di muka bumi menggunakan metode reseksi jarak. Pengukuran jarak dilakukan secara simultan ke sejumlah satelit yang telah diketahui koordinatnya dan untuk mendapatkan posisi titik target minimal diketahui koordinat dari 4 (empat) buah satelit yang sinyalnya dapat diterima dengan baik. Pada sistem ini mempunyai 3 (tiga) parameter yang harus ditentukan yaitu parameter koordinat X, Y, dan Z atau L, B, dan h, dan satu perameter kesalahan waktu akibat tidak sinkronnya jam osilator di satelit dengan di receiver (unit penerima sinyal). Dalam perhitungannya, posisi atau koordinat direferensikan pada datum global yaitu World Geodetic System 1984 atau disingkat WGS’84. Teknologi ini kemudian dikembangkan untuk memperoleh data setiap saat (real time) yang dikenal dengan metode Real Time Kinematik (RTK). Dalam metode ini diperlukan media komunikasi untuk pengiriman data koreksi diferensial untuk memperoleh posisi yang benar. Media komunikasi tersebut berupa gelombang radio atau jaringan internet dalam hal ini Network Transport RCTM via Internet Protocol (NTRIP). Karena keterbatasan kemampuan gelombang radio sehubungan dengan kondisi medan, maka saat ini lebih banyak dikembangkan dengan sarana NTRIP.
4
Teknologi GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP memiliki keunggulan dalam akuisisi data di permukaan bumi. Berkaitan dengan aspek keunggulan metode akuisisi data di permukaan bumi, menurut Abidin (2008), menyatakan bahwa penggunaan satelit relatif lebih atraktif dibanding dengan metode-metode terestris jika dilihat dari hal-hal yaitu : a) Wilayah cakupannya relatif lebih luas. b) Dapat mengamati dan mengukur parameter yang lebih banyak dan lebih beragam. c) Dapat mengamati lebih baik dinamika suatu fenomena, baik secara spasial maupun temporal. d) Operasionalisasinya lebih bersifat kontinyu. e) Memberikan nilai dan ketelitian parameter dalam sistem yang umumnya terdefinisi secara baik dan jelas dalam hal sistem koordinat global, tiga dimensi, dan homogen. f) Relatif tidak dipengaruhi oleh cuaca, kondisi topografis, ataupun batasbatas politis maupun administratif. Keunggulan tersebut telah mampu berperan sebagai sarana untuk survei rekayasa, yaitu survei untuk pengadaan jaringan titik kontrol untuk pekerjaan konstruksi yang umumnya bersifat lokal serta mempunyai karakteristik yang spesifik (Abidin, 2006). Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan koordinat kartesian (X, Y, Z) dalam kepentingan praktis adalah komponen tinggi (komponen koordinat Z). Komponen tinggi hasil pengamatan GNSS mengacu kepada elipsoid sebagai bentuk matematis yang mendekati bentuk bumi, sedangkan perhitungan tinggi
5
untuk keperluan praktis mengacu kepada geoid atau disebut sebagai tinggi geoid. Terdapat perbedaan tinggi antara tinggi geoid dengan tinggi di atas elipsoid yang disebut sebagai undulasi geoid (Gambar I.1). Untuk ini diperlukan data undulasi geoid dari wilayah pelaksanaan pengukuran.
Gambar I.1. Hubungan tinggi geoid dengan tinggi elipsoid (modifikasi dari Abidin, 2006)
Menurut Seeber (1993), survei rekayasa dengan GPS dibagi menjadi empat tipe survei yang dikategorikan berdasarkan tingkat ketelitian posisi relatif yang digunakan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel I.1 Kategori survei rekayasa dengan GPS
Kategori Survei rekayasa skala kecil Survei rekayasa ketelitian menengah Survei rekayasa presisi tinggi Survei rekayasa presisi sangat tinggi
Ketelitian relatif (ppm)
Ketelitian (cm), tergantung jarak
10
20 s.d. 100
1 s.d. 5
1 s.d. 20
0,5 s.d. 1
< (1 s.d. 5)
0,1
0,1 s.d. 2
(Sumber : Abidin, 2006) Perbedaan nilai tinggi setiap detil yang diperoleh dari metode GNSS/GPS dan metode terestris merupakan pemberian koreksi undulasi geoid. Jika hal tersebut diaplikasikan untuk pembuatan gambar situasi dengan skala besar, maka
6
pola kontur yang dihasilkan tentunya dapat berbeda. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian untuk menganalisis perbedaan tinggi dan pola kontur hasil pengukuran metode GNSS/GPS dengan metode terestris yang selama ini digunakan untuk kepentingan pekerjaan bidang konstruksi. I.1.1. Perumusan Masalah Gambar situasi pada saat ini dibuat secara terestris melalui beberapa tahapan baik untuk skala besar maupun kecil. Dengan perkembangan teknologi penentuan posisi dengan satelit dalam hal ini menggunakan GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP memungkinkan untuk diaplikasikan dalam pembuatan gambar situasi. Namun demikian belum diketahui perbedaan tinggi gambar situasi yang dihasilkan dari pengukuran GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP dan terestris. Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan penelitian ini sebagai berikut : 1) Bagaimanakah gambar situasi skala besar yang dihasilkan dari pengukuran GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP? 2) Bagaimana perbedaan tinggi antara pengukuran dengan GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP terhadap pengukuran secara terestris pada gambar situasi skala besar? 3) Bagaimanakah pola kontur hasil pengukuran dengan GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP jika dibandingkan dengan hasil pengukuran secara terestris? I.1.2. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Lokasi yang digunakan mempunyai 2 (dua) tingkat kelerengan yaitu : a. Datar, dengan kemiringan maksimum 8%. b. Miring, dengan kemiringan maksimum 45%.
7
Sesuai persyaratan tersebut, lokasi penelitian berada di lahan parkir Timur Masjid Kampus UGM dengan luas lahan kurang lebih 2500 m2. Area penelitian diberi patok yang dipasang membentuk jaring dengan jarak antar patok kurang lebih 5 m.
Gambar I.2. Pemasangan patok detil pada lahan penelitian 2) Pengukuran dengan GNNS/GPS menggunakan metode RTK dengan single base station berbasis NTRIP. 3) Pengukuran terestris dilakukan sebagai pembanding pada lokasi yang sama dan titik detil yang sama serta skala peta yang sama. 4) Penentuan tinggi setiap detil dihitung secara relatif terhadap tinggi satu titik referensi lokal. Titik referensi lokal pengukuran diikatkan pada Titik Tinggi Geodesi (TTG) nomor 832 terletak di halaman TVRI Stasiun Yogyakarta, Kelurahan Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman 5) Base station yang digunakan adalah JOG2 milik GFZ yang berlokasi di atas atap lantai tiga gedung Jurusan Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. 6) Skala gambar situasi yang dihasilkan 1 : 500.
8
7) Analisis perbedaan tinggi hasil pengukuran kedua metode dilakukan secara statistik menggunakan uji-Z. 8) Analisis secara visual dilakukan dengan melihat pola kontur dan penampang melintang area penelitian hasil pengukuran kedua metode. 9) Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengkajian terhadap data planimetris (X, Y), sebab ketelitian koordinat planimetris (X, Y) hasil pengukuran GPS dapat diterima dalam aplikasi pendefinisian titik kontrol pada jaring kontrol horisontal. Dalam buku SNI 19-6724-2002 : Jaring Kontrol Horisontal, metode survei GPS digunakan dalam pengadaan jaring titik kontrol horisontal yang sifatnya dua dimensi. I.1.3. Keaslian Penelitian Apabila
ditinjau
terhadap
penelitian-penelitian
yang
terdahulu,
penggunakan GNSS banyak diaplikasikan untuk mendefinisikan koordinat titiktitik kontrol pemetaan, pemetaan bidang, maupun studi-studi tentang penurunan tanah. Pada penelitian ini, pengukuran GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP diaplikasikan untuk membuat gambar situasi skala besar, yang selanjutnya dikomparasikan dengan pemetaan metode terestris (konvensional). Selisih tinggi titik-titik detil yang diperoleh dari pengamatan GNSS dilakukan pengujian sampai sejauh mana tingkat akurasinya terhadap tinggi titik-titik detil hasil pengukuran secara terestris (konvensional). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel I.2 berikut ini.
9
Tabel I.2 Perbandingan dengan penelitian terdahulu Penulis No.
Obyek Dwinani (2007)
Atunggal (2008)
Subhianto (2010)
Membanding kan antara aplikasi GPS CORS dengan pemetaan konvensional dalam pembuatan peta bidang
Melakukan evaluasi kehandalan posisi relatif hasil pengukuran GPS-RTK
Membanding kan aplikasi antara GPSRTK dengan Total Station
Mengetahui perbedaan luas bidang hasil pengukuran dengan pita ukur dan hasil pengukuran GNSS CORS metode RTK
Evaluasi komponen tinggi gambar situasi skala besar dengan teknologi
Lokasi Penelitian
Wilayah Baturaden Kabupaten Sleman
Kawasan Bumi Perkemaha n dan Wisata Cibubur Jakarta Timur
Kampus Universitas Teknologi Petronas Malaysia
Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman
Parkir Timur Masjid Kampus UGM
Metode Penelitian
Pengukuran GPS-RTK berbasis NTRIP
Pengukuran GPS dengan metode RTK
Pengukuran Pengukuran GPS dengan GNSS CORS metode RTK metode RTK berbasis NTRIP
Aries (2004) 1
3
Masalah yang Diteliti
Penulis
GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP
Pengukuran
GNSS/GPS -RTK berbasis NTRIP dikomparasi kan dengan metode terestris
Berdasarkan kajian terhadap penelitian sebelumnya bahwa pemanfaatan GNSS/GPS metode RTK belum banyak digunakan sebagai sarana untuk akuisisi data dalam pembuatan peta topografi. Hal ini tercermin dari fakta yang menunjukkkan penggunaan GNSS/GPS metode RTK banyak digunakan untuk penentuan batas bidang tanah dalam pembuatan peta bidang tanah. Walaupun ada
10
penelitian yang memanfaatkan GNSS/GPS metode RTK yang dikomparasikan dengan metode terestris dengan Total Station, namun analisis dilakukan dalam hal ketepatan posisi, produktifitas dan kualitas Digital Terrain Modelling (DTM). Mengacu kepada berbagai penelitian terdahulu, dapat dikatakan terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaannya dalam hal analisis beda tinggi dan pola kontur pada gambar situasi dengan skala besar hasil pengukuran metode terestris dan hasil pengamatan dengan GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP.
I.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.2.1. Tujuan Penelitian Berdasar kepada perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Membuat gambar situasi skala 1 : 500 hasil pengukuran GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP. 2) Menganalisis nilai perbedaan tinggi antara hasil pengukuran GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP terhadap hasil pengukuran terestris. 3) Melakukan analisis visual gambar situasi yang dihasilkan dari dua metode pengukuran tersebut.
11
I.2.2. Manfaat Penelitian I.2.2.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat mengetahui nilai perbedaan tinggi beserta ketelitiannya pada gambar situasi hasil pengukuran GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP dan hasil pengukuran terestris. I.2.2.2. Manfaat Praktis Manfaat praktis hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Apabila nilai perbedaan tinggi memenuhi toleransi, maka pengukuran GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP dapat diaplikasikan untuk pengukuran situasi untuk kepentingan pekerjaan konstruksi, tata lingkungan, dan pekerjaan lain yang memerlukan gambar situasi dengan skala besar. 2) Apabila hasil pengukuran dengan GNSS/GPS - RTK berbasis NTRIP tidak berbeda signifikan dibanding pengukuran terestris, maka metode tersebut dapat digunakan sebagai alternatif solusi yang lebih praktis untuk pembuatan gambar situasi skala besar di daerah dengan variasi kondisi topografi yang kompleks.