BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dampak globalisasi dalam era kontemporer telah membuat kaburnya batas-batas antara negara yang satu dan yang lain dengan terbukanya perdagangan bebas. Hubungan yang lebih terbuka antara satu negara dengan negara yang lain ini membuat terjalinnya hubungan antar negara untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Batas-batas antar negara yang semakin kabur telah menyebabkan jalur lalu lintas batas negara semakin mudah untuk diakses. Akses yang mudah dan bantuan teknologi yang semakin berkembang telah membuka jalur bagi mobilitas barang dan manusia antar negara. Setiap individu pun dapat dengan mudah melakukan perjalanan dari suatu negara ke negara lain dengan alasan berbagai kepentingan yang ada layaknya dengan alasan berlibur dan mengunjungi keluarga, namun mobilitas ini sendiri pun dapat menimbulkan berbagai masalah baru. Perkembangan teknologi yang terus terjadi telah mempermudah akses bagi barang dan manusia untuk masuk dalam wilayah suatu negara dan adanya desakan keadaan perekonomian di dalam dunia global telah membuat dibutuhkannya kemampuan bagi masyarakat suatu negara untuk dapat berkompetisi dengan masyarakat global. Perkembangan teknologi dan keadaan perekonomian tersebut menyebabkan munculnya aktor-aktor yang berusaha untuk memanfaatkan situasi yang ada dalam upaya memenuhi
1
desakan perekonomian dan melakukan segala sesuatu dengan lebih cepat dan mudah. Berbagai masalah yang mengancam keamanan dan stabilitas suatu negarapun terus bermunculan, salah satu bentuk kejahatan yang marak muncul dalam era kontemporer ini adalah Transnational Organized Crime yang disingkat TOC. Kasus trafficking in persons atau yang lebih dikenal dengan tindak kejahatan perdagangan manusia merupakan salah satu bentuk Transnational Organized Crime (TOC) yang sering kali lolos dari perhatian pemerintah dan aparat penegak hukum. Trafficking in persons telah menjadi bisnis yang sangat menggiurkan bagi kelompok kejahatan internasional, dimana perdagangan manusia telah menjadi bisnis ilegal dengan keuntungan besar ketiga setelah perdagangan obat-obatan terlarang dan perdagangan senjata.1 Sehingga dalam perkembangannya, trafficking in persons menjadi bisnis yang kuat dan melibatkan lintas batas dengan hasil yang sangat menggiurkan walaupun bersifat ilegal dan juga merupakan perbuatan kriminal yang sangat jahat dengan melanggar hak asasi manusia. Trafficking in persons sendiri dapat digolongkan sebagai Transnational Organized Crime ketika perdagangan manusia dilakukan antar negara dengan melibatkan minimal 2 negara. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan PBB, Indonesia merupakan negara di kawasan Asia Tenggara yang termasuk ke dalam negara tier kedua dalam upaya memerangi perdagangan manusia.2
2
Indonesia merupakan negara tier kedua dalam upaya memerangi trafficking in persons. Indonesia telah menunjukkan upaya untuk memerangi trafficking in persons namun legislasinya belum maksimal dalam memerangi trafficking in persons. Setiap bulan rata-rata 30 orang perempuan Indonesia berusia 15-25 tahun telah menjadi korban trafficking in persons di berbagai wilayah di Malaysia.3 Indonesia merupakan negara host utama trafficking in persons dalam regional Asia Tenggara terutama di perbatasannya dengan Malaysia, yaitu di Kalimantan Barat yang sangat rawan terhadap praktek trafficking in persons. Tercatat sejak tahun 2005 sampai 2013 terdapat 6.432 kasus trafficking in persons dari Indonesia ke Malaysia yang terungkap.4 trafficking in persons bukan lagi sekedar permasalahan perbatasan, namun telah menjadi permasalahan internasional yang melibatkan berbagai negara di dalamnya. Trafficking in persons dari Indonesia ke Malaysia sendiri telah menjadi suatu permasalahan internasional, hal ini terbukti dengan adanya kerjasama yang dilakukan dengan ASEAN dan Malaysia. Trafficking in persons menjadi isu yang semakin popular bagi Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi, karena Indonesia telah dihadapkan dengan permasalahan
vonis eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso yang
mengundang banyak tuntutan dunia internasional. Mary Jane Veloso sendiri merupakan warga Filipina yang ditangkap di Yogyakarta karena membawa heroin seberat 2,6 kg di dalam tasnya yang membuat Mary Jane Veloso diduga sebagai jaringan pengedar narkoba di Indonesia.5 Vonis eksekusi mati pun diberikan kepada Mary Jane Veloso, namun berbagai tuntutan dan desakan 3
terus datang dari dunia internasional untuk membatalkannya hukuman mati tersebut karena Mary Jane Veloso dianggap tidak bersalah dan hanya menjadi korban dalam kasus tersebut. Berdasarkan data yang diberikan oleh Pemerintah Filipina, Mary Jane Veloso merupakan korban perdagangan manusia oleh kelompok sindikat perdagangan manusia dan mafia narkoba internasional. Mary Jane merupakan penduduk Filipina yang tergolong dalam keluarga dengan keadaan ekonomi yang rendah, dimana Mary Jane berniat untuk menjadi buruh migran di Malaysia dengan cara yang mudah dan tanpa pengetahuan yang cukup terkait tata cara bekerja di negara lain. Mary Jane menjadi TKI ilegal di Malaysia atas dasar keinginan pribadinya dan pengaruh dari oknum-oknum yang terlibat dalam sindikat perdagangan manusia tersebut. Terdapat beberapa faktor yang telah menyebabkan Mary Jane Veloso untuk menjadi TKI ilegal dengan bantuan calo TKI dan menjadi korban trafficking in persons. Beberapa faktor tersebut ialah desakan keadaan perekonomian keluarga Marry Jane yang bermata pencaharian sebagai pengumpul dan penjual barang bekas, Marry juga merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga, pendidikan yang rendah yaitu hanya menempuh pendidikan hingga SMP kelas 1, trauma akibat kekerasan seksual, dan Marry direkrut secara ilegal melalui tetangga suaminya sebagai perantara sindikat perdagangan manusia.6
4
Terjadinya kasus trafficking in persons yang dialami oleh Mary Jane Veloso tersebut telah menjadikan fenomena trafficking in persons sebagai permasalahan yang layak untuk ditinjau kembali dan menjadi salah satu fokus dari pemerintah dalam menjaga keamanan negara. Fenomena trafficking in persons dari suatu negara ke negara lain pun banyak terjadi di Indonesia, dimana banyaknya masyarakat Indonesia yang berusaha untuk bekerja di negara lain, namun pada akhirnya menjadi korban trafficking in persons. Berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia pasal 1 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang No. 21 tahun 2007, dimana perdagangan orang dapat diartikan sebagai: “Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, pejeratan utang atau member pembayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, baik yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”7 Tekanan keadaan perekonomian menyebabkan banyaknya masyarakat Indonesia yang memilih untuk bekerja di negara lain. Namun kurangnya pengetahuan terkait bahaya dari trafficking in persons telah membuat mereka menjadi korban dalam trafficking in persons yang akhirnya menyebabkan mereka terlibat dalam prostitusi, eksploitasi secara seksual, dan bahaya lainnya.
5
Indonesia sebagai negara yang luas hingga mencapai 5.193.252 km2 yang terdiri dari 17.000 pulau dan hanya 36,6% berupa daratan8, keadaan geografis Indonesia sendiri telah membuat batas-batas yang dimiliki Indonesia dengan negara tetangga layaknya Malaysia menjadi sangat rentan dan mudah ditembus dengan berbagai cara sehingga permasalahan lintas batas terus mengancam perbatasan. Jumlah penduduk yang banyak pun menjadi salah satu penyebab dari permasalahan trafficking in persons, dimana banyaknya penduduk Indonesia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari di tengah arus kompetisi global yang membuat kesempatan bagi trafficker. Perdagangan penduduk Indonesia sebagai TKI ilegal banyak terjadi ke Negara Malaysia, hal ini disebabkan karena kesamaan kultur yang dimiliki oleh kedua negara, kedekatan geografis antara Indonesia dan Malaysia yang memudahkan mobilisasi trafficking in persons, dan jumlah permintaan terhadap TKI yang cukup besar di Malaysia. Trafficking in persons ke Malaysia ini sendiri biasanya dilakukan lewat jalur laut yaitu melalui Batam dan lewat jalur darat yaitu melalui Kalimantan Barat. Jalur yang paling rawan terhadap trafficking in persons ke Malaysia adalah jalur darat, yaitu melalui Kalimantan Barat. Kalimantan Barat juga menjadi kontributor trafficking in persons kedua setelah Jawa Barat.9 Perbatasan darat memiliki proses pemeriksaan perlintasan batas negara yang tidak ketat jika dibandingkan dengan bandara ataupun pelabuhan. Lintas batas dari Indonesia ke Malaysia merupakan hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat perbatasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena 6
aksesnya yang lebih mudah. Trafficking in Persons ke Malaysia dapat dilakukan dengan menggunakan alasan untuk mengunjungi keluarga di Malaysia, sehingga sindikat trafficking in persons hanya membutuhkan paspor ataupun kartu lintas batas untuk mengirim korban melalui perbatasan darat. Daerah yang terletak di Kalimantan Barat telah menjadi pintu gerbang menuju Malaysia tepatnya Tebedu. Hingga saat ini sendiri masih banyaknya masyarakat yang memilih untuk bekerja di luar negeri secara ilegal dengan ajakan dari orang terdekat seperti tetangga, ataupun calo TKI dan terancam menjadi korban trafficking in persons. Kasus perdagangan manusia yang dialami oleh Mary Jane Veloso telah menunjukkan bahwa kasus trafficking in persons memiliki dampak yang sangat luas baik bagi korban maupun bagi negara asal korban tersebut. Trafficking in persons dapat menyebabkan berbagai permasalahan bagi korban, yaitu menjadi korban prostitusi, sexual exploitation, ancaman bagi kesehatan manusia yang berdampak pada kejiwaan dan berbagai penyakit atau bahkan berdampak pada stabilitas keamanan perbatasan suatu negara. Trafficking in persons telah menjadi sumber penghasilan yang sangat besar bagi sindikat kejahatan internasional dan sektor lainnya, seperti kasus Mary Jane yang dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan narkoba internasional untuk menjadi kurir narkoba ke negara lain. Berdasarkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan bahaya yang akan ditimbulkan oleh tindak kejahatan perdagangan manusia
7
(trafficking in persons), maka dirasa penting untuk mengkaji kembali perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia yaitu di Kalimantan Barat dengan Pontianak dan Entikong sebagai tempat transit dan rekrutmen. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah pun dirasa belum maksimal dalam menyelesaikan kasus perdagangan manusia dan memutuskan rantai alur perdagangan manusia yang terjadi di Kalimantan Barat, maka penulis merasa penting untuk memberikan perhatian lebih terkait perdagangan manusia di Kalimantan Barat. B. Rumusan Masalah Sebagai upaya untuk menjaga stabilitas suatu negara dan melindungi seluruh warga negara Indonesia dari sindikat trafficking in persons yang dapat berdampak pada kasus pelanggaran hak asasi manusia, maka pemerintah terus berupaya untuk mengatasi masalah trafficking in persons melalui perbatasan darat yang lebih sulit untuk dideteksi. Penelitian ini akan terfokus pada kejahatan trafficking in persons yang melibatkan Indonesia sebagai negara host dan Malaysia sebagai negara destination, tepatnya di Kalimantan Barat dengan Pontianak dan Entikong menjadi tempat transit dan merekrut. Trafficking in persons masih terjadi hingga sekarang dan menjadi sebuah ancaman bagi keamanan perbatasan antara Indonesia dan malaysia, terutama dengan adanya ASEAN Economy Community 2015 yang akan semakin mempermudah akses lalu lintas barang dan manusia dari suatu negara ke negara lain. Oleh karena itu, permasalahan terkait trafficking in persons harus 8
mendapatkan perhatian lebih untuk diselesaikan dan pemerintah pun memiliki peranan penting dalam upaya penanganan kasus tersebut. Sehingga dari penjelasan di atas, peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: “Mengapa kasus trafficking in persons masih terus terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia terutama di Kalimantan Barat?” C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya: 1. Memberikan gambaran tentang bagaimana kejahatan trafficking in persons yang terjadi di perbatasan darat Indonesia dan Malaysia. 2. Mengetahui
penyebab
terjadinya
trafficking
in
persons
di
Kalimantan Barat. 3. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan trafficking in persons yang terjadi di Kalimantan Barat. Tiga poin tujuan diatas merupakan tujuan secara akademik dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui lebih dalam terkait trafficking in persons yang terjadi di Indonesia dan upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, secara prakteknya penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi Indonesia dimana pemerintah Indonesia dapat melihat seberapa penting trafficking in persons di Kalimantan Barat yang berdampak luas bagi Indonesia. Sehingga Pemerintah Indonesia dapat memberikan perhatian lebih dalam upaya menangani kasus trafficking in 9
persons tersebut dan dapat menjadikan penelitian ini sebagai rekomendasi dalam upaya untuk mengatasi kasus trafficking in persons. D. Studi Literatur Terdapat beberapa penelitian, dokumen diskusi ataupun buku yang membahas terkait trafficking in persons dan topik yang berkaitan dengan penelitian ini yang kemudian menjadi sumber studi literatur dalam penelitian ini. Sumber pertama adalah artikel jurnal karya Ahmad Shah Pakeer Mohamed, Sulhairil Hafiz Haji Sulaiman, Mohd Ashraf Che Jumaat Yang dan Hudrus Haron yang merupakan officer di Prime Minister Department of Malaysia, serta dengan bantuan Muhammad Fuad Othman yang merupakan senior lecturer di Universitas Utara Malaysia. Artikel jurnal dengan judul “The Phenomenon of Human Trafficking Activities in Southeast Asian” diterbitkan oleh Centre for Promoting Ideas International Journal of Humanities and Social Science (IJHSS) Vol 1 No. 13 pada September 2011. Artikel jurnal “The Phenomenon of Human Trafficking Activities in Southeast Asian” ini menjelaskan terkait human trafficking di Asia Tenggara secara general dan lebih terfokus pada ancaman yang didapat oleh Negara Malaysia. Artikel jurnal ini menjelaskan fenomena human trafficking yang terjadi di Asia Tenggara dengan menggunakan konsep security dan sovereignty of a country. Dimana security dalam era kontemporer ini tidak lagi hanya berkaitan dengan peperangan dan senjata, namun bergeser lebih kepada
10
tindakan yang melanggar hak asasi manusia, migrasi manusia secara paksa, terorisme internasional, isu kesehatan, smuggling dan lainnya. Keamanan terkait hak asasi manusia tersebut kemudian lebih dikenal dengan human security. Untuk menjaga security tersebut, maka diperlukannya sovereignty yang merupakan kedaulatan atau power dari leader untuk menjaga komponen dalam suatu negara layaknya teritorial, border, rights, kepentingan negara dan masyarakat negara tersebut. Sehingga security dan sovereignty menjadi dua hal yang sangat penting untuk dapat mempertahankan kedaulatan suatu negara dan menjamin terciptanya perdamaian. Artikel jurnal tersebut juga menjelaskan bahwa human trafficking termasuk dalam International Transnational Organized Crime jika human trafficking tersebut dilakukan antar negara dengan melibatkan lebih dari satu negara. Dalam upaya menyelesaikan permasalahan human trafficking yang terjadi di Asia Tenggara, negara-negara ASEAN berusaha untuk memberikan hukuman pada offender dan melindungi korban dari perdagangan manusia itu sendiri. Dimana komitmen tersebut dideklarasikan dalam ASEAN’s Anti Human Trafficking Declaration, ASEAN’s Declaration against Transnational Crime, dan ASEAN’s Vision 2020 to eliminate human trafficking. Perbedaan yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah fokus dari penelitian penulis yang membahas fenomena human trafficking yang terjadi di Kalimantan Barat, terutama di Pontianak dan Entikong sebagai tempat rekrutmen dan transit perdagangan manusia. Penulis 11
menempatkan Indonesia sebagai negara host dan Malaysia sebagai negara destination dan akan membahas faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya human trafficking dan proses terjadinya human trafficking di Kalimantan Barat. Studi literatur kedua merupakan penelitian karya Diana Betz yang berjudul “Human Trafficking in Southeast Asia: Caust and Policy Implications”. Penelitian karya Diana Betz ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Master of Arts in national security studies (Far East, Southeast Asia, Pacific) di Naval Post Graduate School Monterey, California. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan human trafficking yang terjadi di Asia Tenggara dalam upaya untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan penyebab terjadinya labor trafficking dan sex trafficking. Penelitian ini menggunakan tiga negara yang memiliki profil trafficking yang unik di setiap negaranya sebagai studi kasus penelitian, ketiga negara tersebut adalah Kamboja, Indonesia, dan Thailand. Penelitian ini memaparkan bahwa pemerintah setiap negara tersebut hanya terfokus pada faktor universal penyebab human trafficking. Pemerintah belum fokus terhadap faktor penyebab spesifik human trafficking di negara masing-masing dan menyebabkan kebijakan anti trafficking tidak berhasil dalam mereduksi human trafficking yang terjadi. Pada era kontemporer ini, trafficking in persons telah menjadi isu hak asasi manusia yang paling luas dan tantangan yang berdampak pada komunitas global. Asia Tenggara diidentifikasi sebagai salah satu regions 12
dengan trafficking in persons paling umum terjadi dan menjadi suatu kasus yang sudah lazim. Dimana sekitar 200.000 perempuan dan anak setiap tahunnya menjadi pekerja seks di Asia Tenggara.10 Jumlah yang besar dari korban trafficking tersebut telah membuat pemerintah negara-negara ASEAN yang mengadopsi kebijakan anti trafficking dengan harapan dapat menekan jumlah korban trafficking. Berdasarkan penelitian karya Diana Betz, diketahui bahwa Thailand menjadi negara yang paling berhasil dalam mengungkap tantangan dari sex trafficking yang terjadi jika dibandingkan denga dua negara lainnya. Indonesia merupakan negara yang sangat terkena dampak dari masalah labor trafficking, walaupun masih adanya sex trafficking yang terjadi. Namun kebijakan Indonesia yang tidak fokus pada penyebab labor trafficking yang terjadi di Indonesia, membuat kebijakan tidak berjalan efektif. Sedangkan Kamboja dihadapkan dengan permasalahan sex trafficking, dimana sex trafficking dilakukan untuk meningkatkan industri sex tourism di Kamboja. Maka penelitian berjudul “Human Trafficking in Southeast Asia: Causes and Policy Implications” ini mengunakan pendekatan analisa kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi seberapa efektif kebijakan setiap negara untuk melawan human trafficking dan membuat kebijakan sesuai dengan tipe dan penyebab trafficking di dalam setiap negara Thailand, Indonesia dan Kamboja. Sedangkan penelitian penulis yang berjudul “Kejahatan Lintas Batas Indonesia-Malaysia: Studi tentang Trafficking in Persons di Kalimantan Barat”
13
akan lebih menjelaskan fenomena dan penyebab dari terjadinya Trafficking in Persons di Kalimantan Barat, Indonesia. Penelitian penulis ini akan fokus membahas fenomena trafficking in persons yang bersifat lintas batas Negara Indonesia dan Malaysia. Sehingga trafficking in persons yang diteliti digolongkan sebagai salah satu transnational crime. Studi literatur ketiga adalah artikel jurnal karya Jacqueline Joudo Larsen, Hannah Andrevski dan Samantha Lyneham yang berjudul “Experiences of Trafficked Persons: An Indonesian Sample”. Jurnal ini diterbitkan oleh Australian Institute of Criminology pada tahun 2013. Jurnal karya Jacqueline memaparkan keadaan trafficking in persons yang dialami warga Indonesia dan jumlah korban yang terungkap, baik pada rute domestik maupun internasional. Indonesia menjadi negara sumber utama penyedia buruh migran ke berbagai negara tujuan, dengan Malaysia sebagai negara destination utama. Jurnal ini pun memaparkan bentuk eksploitasi, tujuan eksploitasi dan bentuk pekerjaan di negara tujuan. Mayoritas penduduk Indonesia yang menjadi korban trafficking in persons dengan rute internasional bekerja pada sektor non-industri seks, dengan bentuk eksploitasi berupa kerja paksa, jam kerja tanpa istirahat, penyitaan dokumen, upah kerja yang tidak sesuai, kekerasan dan keterikatan hutang. Perbedan antara artikel jurnal karya Jacqueline dengan penelitian penulis ialah fokus dari penelitan. Artikel jurnal karya Jacqueline memaparkan tipe eksploitasi yang terjadi yaitu eksploitasi pekerja, eksploitasi seksual,
14
trafficking of children, serta proses dari trafficking yang terjadi di Indonesia secara umum, baik rute domestik maupun internasional ke berbagai negara. Namun tidak memaparkan rute trafficking yang menjadi pilihan trafficker dalam prosesnya. Sedangkan penelitian penulis fokus untuk menjelaskan penyebab terjadinya trafficking, dan rute proses trafficking in persons dari Indonesia ke Malaysia yang melalui rute darat, yaitu Kalimantan Barat. Serta menjelaskan upaya pencegahan dan perlawanan terhadap trafficking in persons yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan ASEAN. Studi literatur keempat adalah artikel jurnal karya Nathalina Naibaho yang berjudul “Human Trafficking in Indonesia: Law Enforcement Problems”. Artikel jurnal ini diterbitkan oleh Indonesia Law Review pada tahun 2011. Jurnal karya Nathalina membahas permasalahan law enforcement dalam upaya mencegah dan melawan trafficking in persons yang terjadi. Permasalahan law enforcement yang terjadi menyebabkan rendahnya kasus trafficking in persons yang diproses dan sangsi yang diberikan terhadap trafficker. Sebagai upaya untuk meningkatkan law enforcement Indonesia terkait kasus trafficking, maka penegak hukum tidak dapat bekerja sendiri, sehingga dibutuhkannya bantuan dari berbagai pihak yang ada. Artikel jurnal ini menjelaskan bahwa masih kurangnya komitmen Pemerintah Indonesia untuk melawan trafficking in persons, karena hukum dan penggunaan regulasi yang tidak efektif. Kurangnya kapasitas dan sifat profesional dari instansi penegak hukum dapat disebabkan karena kurangnya
15
pengetahuan terkait trafficking in persons. Trafficking in persons merupakan suatu kejahatan tidak berperikemanusiaan yang sangat sulit untuk diungkap, maka diperlukannya kerjasama dari berbagai pihak yang ada. Adanya beberapa faktor penting dalam upaya mengungkap trafficking in persons, yaitu institusi pengadilan perkara pidana, traffickers, korban, dan publik. Artikel jurnal karya Nathalina mengambil studi kasus trafficking in persons di Singkawang, Kalimantan Barat. Proses trafficking yang terjadi dari Indonesia ke Malaysia melalui Kalimantan Barat dijabarkan mulai pada tahap rekrutmen hingga upaya korban untuk dapat melepaskan diri dari eksploitasi. Perbedaan antara artikel jurnal karya Nathalina Naibaho dengan penelitian penulis adalah topik diskusi utama. Artikel jurnal karya Nathalina menjadikan permasalahan law enforcement yang dihadapi Pemerintah Indonesia dalam upaya mencegah dan melawan trafficking in persons sebagai topik diskusi utama, sedangkan penelitian penulis menjadikan alasan dibalik terjadinya trafficking in persons yang melalui perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak sebagai topik diskusi utama. Walaupun upaya yang telah diambil dalam mencegah dan melawan trafficking in persons juga akan dijelaskan dalam penelitian penulis. E. Kerangka Konseptual 1. Theory of Class Struggle Theory of Class Struggle merupakan suatu teori yang menjelaskan bahwa kelas muncul pada tahap tertentu dalam perkembangan kekuatan 16
produksi dan pembagian kerja sosial, yaitu ketika adanya surplus produksi yang memungkin suatu kelas untuk mendapatkan keuntungan dengan cara mengambil alih kelas lainnya.11 Konflik antar kelas pun muncul dalam proses pembagian surplus, kemudian menjadi antagonisme mendasar dalam semua kelas. Karl Marx dalam karyanya The Communist manifesto (1972) mengungkapkan bahwa: “The history of all hitherto existing societies is the history of class struggles. Freeman and slave, patrician and plebeian, lord and serf, guild-master and journeyman, in a word, oppressor and oppressed, stood in constant opposition to one another, carried on an interrupted, now hidden, now open fight, a fight that each time ended in a revolutionary reconstruction of society at large, or in the common ruin of the contending classes.”
Berdasarkan karya Marx tersebut dapat diketahui bahwa sejarah umat manusia diwarnai oleh perjuangan antar kelompok-kelompok manusia. Kelompok-kelompok tersebut kemudian dikenal dengan sebutan kelas, yaitu kelompok orang yang membedakan diri berdasarkan hubungan antara tenaga kerja dan alat produksi. Kelas-kelas tersebut memiliki kepentingan yang berbeda sehingga menyebabkan pertentangan, yaitu antara kelas yang menindas dan kelas yang tertindas. Sistem kelas telah ada sejak masyarakat masih dalam masa primitif dan belum dibedakan berdasarkan negara. Kelas tersebut pada dasarnya telah terbagi antara kelas-kelas yang bertentangan dalam upaya mencapai kepentingan masing-masing. Ketidakmerataan sumber daya material, populasi manusia dan pengetahuan teknis yang ada telah menyebabkan terbaginya kelas dalam 17
sistem produksi, yaitu kelas kapitalis dan kelas pekerja. Kelas kapitalis merupakan kelompok kelas yang mengontrol sistem produksi, dimana kapitalis memiliki modal, kekuasaan dan pengetahuan teknik yang baik. Sedangkan kelas kedua adalah kelas pekerja yang menggunakan tenaga kerjanya untuk dapat bertahan hidup, sehingga adanya ketimpangan sosial yang terjadi. Kedua kelas ini terbentuk karena ketidakmerataan modal, pengetahuan dan kekuasaan yang dimiliki. Bentuk produksi kapitalis ekonomi tersebut mengandung unsur-unsur konflik dan pada akhirnya menyebabkan adanya konflik antara kelas kapitalis dan kelas pekerja. Melalui pemikiran Marx tersebut maka didapatkan dua poin pemikiran utama, yaitu:12 1. Dinamika eksploitasi masyarakat yang dilakukan oleh kapitalis selalu terkait pencurian hak pekerja yaitu pekerja yang tidak dibayar oleh kelompok yang mengontrol sistem produksi (kapitalis). 2. Terpaksanya tenaga kerja untuk menjual tenaganya menjadi layaknya sebuah komoditas di pasar, hal ini telah menyebabkan pekerja akan mengasumsikan bahwa adanya pandangan yang membingungkan terkait dirinya dan hubungan dengan orang lain. Dimana hubungan ini seolah-olah merupakan hubungan yang bersifat ekonomi dan diatur oleh pertukaran ekonomi yang telah dikalkulasikan secara logis. Dalam fenomenan trafficking in persons, ketika seseorang merasa bahwa negara tidak mampu memenuhi kebutuhannya, yaitu kebutuhan akan pendidikan, pekerjan, kesehatan dan kehidupan yang layak maka orang
18
tersebut akan berusaha mencari upaya untuk dapat memenuhi hak-haknya. Salah satu upaya yang ditempuh yaitu mencari kehidupan yang lebih baik di negara lain. Ketika pekerja berusaha untuk memenuhi kepentingannya yaitu mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi, namun di sisi lain adanya trafficker yang berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Maka perbedaan kepentingan tersebut menyebabkan munculnya konflik antar kelas, dimana trafficker memanfaatkan keadaan rentan korban untuk dapat mengeksploitasinya. Trafficker yang merupakan kelompok kapitalis yang lebih kuat, menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk dapat mengeksploitasi korban (pekerja) sebagai upaya untuk dapat memperkaya kapitalis. Trafficker dalam fenomena trafficking in persons memiliki kekuasaan, uang, paspor korban dan dokumen lainnya, sehingga keadaan rentan dan tidak berdaya dari korban menyebabkan tidak adanya cara korban untuk keluar dari sistem yang telah ada. Hal ini dilakukan trafficker untuk menjaga korban dalam posisi yang rentan sebagai upaya untuk mempertahankan status quo dan kekuasaan trafficker. 2. Transnational Crime Transnational crime atau kejahatan lintas batas merupakan suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan suatu kejahatan yang terorganisir melewati batas-batas nasional dari suatu negara dengan melibatkan berbagai aktor di dalamnya. Konsep kejahatan transnasional mulai 19
dikenal pada pertengahan tahun 1970-an, dimana penggunakaan istilah kejahatan transnasional pertama kali digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengidentifikasi kegiatan kriminal tertentu yang telah melampaui yurisdiksi nasional suatu negara.13 Sehingga dapat diartikan bahwa transnational crimes merupakan bentuk pelanggaran hukum yang melibatkan lebih dari satu negara dalam proses perencanaan, pelaksanaan, atau dampaknya.14
Secara
garis
besar,
kejahatan
lintas
negara
dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu penyediaan barang haram berupa perdagangan narkoba, perdagangan barang curian, perdagangan senjata dan pemalsuan, yang kedua adalah layanan terlarang berupa seks komersial dan trafficking in persons, dan yang terakhir adalah infiltrasi bisnis dan pemerintah berupa penipuan, pemerasan, pencucian uang dan korupsi.15 Berdasarkan UN Convention Against Transnational Organized Crime atau yang dikenal dengan Konvensi Palermo, adanya beberapa karakteristik kejahatan yang termasuk dalam kejahatan transnasional yaitu:16 1) Kejahatan tersebut melibatkan lebih dari satu negara. 2) Dilakukan di satu negara namun proses persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan di negara lain. 3) Dilakukan di satu negara tetapi melibatkan kelompok kriminal yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara. 4) Dilaksanakan di satu negara tetapi berdampak pada negara lain.
20
Berdasarkan karakteristik dari kejahatan transnational tersebut, maka terdapat beberapa jenis kejahatan yang termasuk kedalam kejahatan lintas negara yaitu money laundering dalam artikel 7, korupsi dalam artikel 8 dan 9, perdagangan manusia dalam protocol I, penyelundupan migran dalam protocol II, termasuk produksi dan perdagangan senjata api.17 Kejahatan transnasional terus mengalami perkembangan yang semakin kompleks dengan adanya beberapa faktor yang menunjang terjadinya kompleksitas kejahatan batas negara tersebut, antara lain ialah globalisasi yang membuat batas-batas negara semakin hilang, migrasi atau pergerakan manusia,
serta
perkembangan
teknologi
informasi,
komunikasi
dan
transportasi yang menjadi semakin pesat.18 Dengan segala faktor yang mendorong adanya peningkatan kejahatan yang melintasi batas suatu negara telah membuat semakin meningkatnya ancaman bagi stabilitas suatu negara, bahkan dapat menyebabkan masalah di dalam suatu kawasan yang ada. Kedekatan geografis suatu negara dengan negara lain pun dapat menjadi salah satu faktor munculnya kejahatan transnasional sebab semakin mudahnya akses bagi kejahatan transnasional untuk dilakukan. Kedekatan geografis antara Indonesia dan Malaysia menjadi salah satu faktor munculnya berbagai kejahatan transnasional melalui perbatasan antara kedua negara, baik melalui perbatasan laut maupun darat dari kedua negara. Berbagai kejahatan transnasional yang mengancam keamanan dan stabilitas dari kedua negara tersebut terus terjadi di perbatasan Indonesia dan Malaysia, dimana
21
kejahatan transnasional layaknya penyelundupan manusia, perdagangan manusia, penyelundupan barang secara ilegal, narkotika dan bahkan terorisme yang berdampak luas. Berbagai faktor telah menyebabkan kejahatan transnasional terus terjadi dan sulit untuk diselesaikan oleh sebuah negara karena kejahatan transnasional melibatkan lebih dari satu negara dengan kebijakan dan hukum nasional negara yang berbeda-beda dalam penanganan kasus tersebut. Sehingga dibutuhkannya kerjasama dari semua pihak yang terlibat dalam masalah tersebut, baik stakeholder Pemerintah Indonesia maupun stakeholder di dalam pemerintahan Malaysia. F. METODE PENELITIAN Penelitian dengan judul “Kejahatan Lintas Batas Indonesia-Malaysia: Studi tentang Trafficking in Persons di Kalimantan Barat” ini menggunakan metode penelitian eksplanatif kualitatif. Metode ini digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data, menyusun, menafsirkan data yang sudah ada untuk menguraikan secara sistematis suatu permasalahan yang terjadi dan sebab terjadinya suatu peristiwa untuk menjawab pertanyaan “why” peristiwa tersebut dapat terjadi. Dengan penelitian kualitatif ini, peneliti berusaha agar faktor-faktor yang menyebabkan perdagangan manusia dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perdagangan manusia (trafficking in persons) di Kalimantan Barat dapat diketahui, sehingga dapat menguraikan dengan jelas dan akurat tentang fenomena yang diteliti. 22
1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif noninteraktif, sehingga penelitian ini mengadakan perhitungan dan pengkajian berdasarkan analisis dokumen. Data akan dihimpun, diidentifikasi, dianalisis dan disintesis untuk kemudian memberikan interpretasi terhadap konsep, kebijakan, peristiwa yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diamati, sehingga penelitian ini akan menggunakan dokumen-dokumen sebagai sumber data utama.19 2. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang akan digunakan adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa narasumber yaitu Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia, pihak KJRI Kinabalu Malaysia, Direktorat Jendral Imigrasi Indonesia, dan pihak datasemen intelijen Pontianak. Sumber primer kedua adalah United Nations convention against transnational organized crime and the protocols thereto pada lampiran kedua yaitu protocol to prevent, suppress and punish trafficking in persons, especially women and children, supplementing The United Nations convention against transnational organized crime. Kemudian data primer ketiga adalah Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) nomor 21 tahun 2007 tentang pengesahan protocol to prevent, suppress and punish trafficking in persons, especially women 23
and children, supplementing The United Nations convention against transnational organized crime. Sedangkan data sekunder yang akan digunakan adalah buku-buku, jurnal, berita, laporan, artikel-artikel, film dokumenter, internet dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian melalui studi pustaka dan telusur internet untuk menjawab rumusan masalah. Teknik triangulasi digunakan peneliti untuk melakukan validasi data dan menguji kredibilitas dari data yang telah dimiliki. Teknik ini digunakan sebagai usaha untuk memahami data melalui berbagai sumber, subjek penelitian, cara (teori, metode, teknik) dan waktu.20 Teknik triangulasi yang digunakan untuk menguji kredibilitas data dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi sumber. Teknik triangulasi sumber merupakan teknik pengecekan kredibilitas data dengan cara menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data yang telah ada.21 Berbagai teknik dan sumber data ini dilakukan untuk pengujian data dengan melakukan perbandingan data dari sumber yang satu dengan lainnya. Pengecekan data dengan cara perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat objektif dan valid. 3. Teknik Analisis Peneliti menggunakan analisis data model Miles dan Huberman untuk menganalisis data yang didapatkan, teknik analisis ini dilakukan melalui 3 tahap. Pada tahap pertama dilakukannya reduksi data, 24
dimana reduksi data sendiri merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian melalui penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang didapatkan, baik data primer maupun sekunder yang telah dipaparkan sebelumnya.22 Berbagai data yang didapatkan dari buku, jurnal, berita, film, internet, dan wawancara disederhanakan hanya untuk mengambil data yang diperlukan dalam penelitian. Kemudian setelah reduksi data dilakukan, maka dilakukannya penyajian data yang berarti menyajikan data dalam bentuk uraian singkat dan bagan.23 Penyajian data dalam penelitian kualitatif biasanya dilakukan secara naratif agar mudah untuk dipahami. Pada tahap terakhir dilakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi, penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang disajikan dalam bentuk deskripsi atau gambaran yang awalnya belum jelas menjadi jelas dan dapat berupa hubungan kausal/interaktif dan hipotesis/teori.24 G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman akan penulisan ini, maka penulis membaginya berdasarkan sistematika berikut ini : 1. BAB I. Pendahuluan Pada bab ini, penulis akan mencoba menguraikan secara umum keseluruhan dari penelitian ini. Mulai dari penjabaran latar belakang kenapa isu tersebut dianggap penting, sampai dengan latar belakang yang diharapkan dapat menggambarkan dengan jelas fenomena yang
25
terjadi serta permasalahan yang akan diangkat. Dalam bab ini juga terdapat rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka pemikiran, studi pendahuluan, metode penelitian, serta pembagian skripsi yang terdiri dari sub-sub yang saling berkaitan. 2. BAB II. Penyajian Data Pada bab ini, akan memamparkan gambaran umum keadaan geografi di Kalimantan Barat, terutama di Pontianak dan Entikong, serta keadaan umum Malaysia. Dan pemaparan lebih lanjut mengenai pengertian dari trafficking in persons itu sendiri, aktor-aktor yang terlibat didalamnya, proses trafficking dan segala sesuatu yang berkaitan. 3. BAB III. Pembahasan Bab ini berisi analisis data yang akan menjelaskan praktek trafficking in persons yang masih terjadi di Kalimantan Barat, serta faktor-faktor penyebab terjadinya trafficking in persons. Kemudian respon Pemerintah Indonesia dan ASEAN dalam upaya mencegah dan melawan fenomena trafficking in persons yang terjadi. 4. BAB IV. Penutup Bab ini merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dan juga saran yang diberikan penulis terkait permasalahan yang diteliti. Kesimpulan terkait bab-bab sebelumnya pun akan disajikan oleh penulis. Kesimpulan yang ditulis penulis diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian yang diangkat oleh penulis. 26
5. Daftar Pustaka 6. Lampiran-Lampiran
27
CATATAN AKHIR 1
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia Tahun 2004-2005, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 2005, hlm. 8. 2 Department of State USA, “The 2010 Trafficking in Persons Report,” http://www.state.gov/documents/organization/142979.pdf, 16 Desember 2015, 22.42 WIB, Karanganyar. 3 Romli Atmasasmita, “Lalu Lintas Perdagangan Orang”, dalam Adina Magdalena, Perdagangan Manusia Indonesia-Malaysia Pasca Dikeluarkan Protocol Anti Trafficking, Universitas Indonesia, 2012. 4 Mirza Iskandar, “Upaya Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Perspektif Penegakan Hukum Keimigrasian”, Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia, Batam, 2014. 5 KOMNAS Perempuan, “Urgent Action: Presiden Joko Widodo, Jangan Eksekusi Mati Mary Jane Veloso Cermati Utuh Kasusnya sebagai Korban Perdagangan Orang,” http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2015/04/Pernyataan-Sikap-KomnasPerempuan_MJV2_YC-2.pdf, 28 Mei 2015, 12.21 WIB, Karanganyar. 6 Ibid,. 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, Cetakan Pertama, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 4. 8 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, “Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia Tahun 2004-2005”, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 2005, hlm. 22. 9 Veronica Diana Asmarawadani, Sekilas Fakta Tentang Perdagangan Orang, Cetakan Pertama, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya, Surabaya, 2007, hlm. 2. 10 Diana Betz, Human Trafficking in Southeast Asia: Causes and Policy Implications, Naval Post Graduate School, California, 2009. 11 Encyclopedia of Marxism, “Class Struggle,” https://www.marxists.org/glossary/terms/c/l.htm, 12 Maret 2016, 08.34 WIB, Surakarta. 12 J. Scott Kenney, “Conflict theory 2: Marxism Conflict Theory,” http://www.ucs.mun.ca/~skenney/courses/3290/3290class15.pdf, 4 Februari 2016, 10.21 WIB, Karanganyar. 13 Peace Palace Library, “Transnational Crime,” http://www.peacepalacelibrary.nl/researchguides/international-criminal-law/transnational-crime/, 11 Juni 2015, 21.15 WIB, Karanganyar. 14 Jay S. Albanese, “Transnational Crime,” Oxford Bibliographies, http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780195396607/obo-97801953966070024.xml, 11 Juni 2015, 10.05 WIB, Karanganyar. 15 Ibid,. 16 Erfandy Rusdy Quiliem et. al., “Preventing and Elimination of Trafficking Criminal Actions in Northern Sulawesi Province,” http://118.97.33.150/jurnal/files/58206200f7ca46c16c1cb76d330ab45a.pdf, 31 Mei 2015, 16.31 WIB, Karanganyar. 17 Ibid,. 18 Mohammad Irvan Olii, “Sempitnya Duni, Luasnya Kejahatan? Sebuah Telaah Ringkas Tentang Transnational Crime,” Jurnal Kriminologi Indonesia, volume 4. No. I, Indonesia, 2005. 19 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Ten Edition, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2015, hlm. 65. 20 Ratna Nyoman Kutha, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 241. 21 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, ALFABETA, Bandung, 2014, hlm. 83.
28
22
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, Intrans Publishing, Malang, 2015, hlm. 152. 23 Ibid,. 24 Ibid,.
29