1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah poligami selalu menjadi pembahasan yang menarik di dalam setiap segi perdebatan, Di dalam al-Qur’an poligami merupakan salah satu tema yang penting yang mendapat perhatian khusus dari Allah swt. Maka tidak heran jika Allah menempatkan masalah poligami pada awal Qs. An- Nisa’ dalam kitabnya yang mulia.1 Allah berfirman: Artinya: “ Dan jika kamu takut tidak mampu berlaku adil terhadap anakanak yatim maka kawinilah perempuan- perempuan lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak berlaku adil maka kawinilah seorang saja atau budakbudak belian yang demikian lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya.2 Dalam sebuah tafsir dijelaskan bahwa ayat diatas turun berkaitan dengan sikap Ghilan ( seorang suami ) yang ingin menikahi anak- anak yatim yang cantik dan kaya yang berada dibawah perwaliannya tanpa 1
Muhamad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer,(Yogyakarta: el.SaQ Press, 2004), h. 425 2
Departemen Agama, Al- Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya ( QS. An-Nisa’: 4: 3, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009), h. 77
2
maskawin atau mahar. Menurut kebiasaan masyarakat arab jahiliyah terdahulu, para wali anak yatim mencampur adukan hartanya dengan harta anak yatim yang dipeliharanya. Kalau anak yatim itu kebetulan cantik dan banyak hartanya, siwali menikahinya tanpa mahar atau dengan mahar sedikit, tetapi jika anak yatim itu tidak cantik, siwali enggan menikahkannya dengan orang lain agar harta anak yatim itu tidak jatuh ketangan orang lain.3 Atas dasar inilah kemudian ayat ini turun untuk menjawab realitas atas peristiwa tersebut, yang mana ayat ini menyebutkan “ jika siwali tidak mampu berbuat adil maka para wali itu dianjurkan untuk menikahi wanita lain dua, tiga, atau empat. Dan ayat an - Nisa’ di ataslah yang kemudian menjadi landasan argumentasi kebolehan berpoligami dalam Islam slama ini. Dan atas dasar ayat diatas kebolehan menikahi perempuan sampai batas maksimal empat mempunyai syarat -syarat yang berat yaitu “ adil ” sebagaimana disebutkan dalam firman Allah “Jika kamu takut tidak berlaku adil maka kawinilah seorang saja atau budak- budak belian, yang demikian
lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya”. Setidaknya dalam
membaca ayat ini ada dua hal penting yang dapat ditarik garis hukum yaitu: Pertama Bahwa pada prinsipnya al- Qur’an menganut asas monogami, hal ini terlihat setelah Allah memberikan pilihan untuk
3
M. Anshary, Hukum Perkawinan di Indonesia Masalah - Masalah Krusial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 85
3
beristeri seorang saja setelah kemungkinan beristeri lebih dari seorang diberikan oleh Allah SWT. Kedua, adanya kebolehan berpoligami dengan syarat- syarat yang berat. yaitu sanggup berlaku adil terhadap isteri- isteri.4 Adapun arti adil disini para mufassir mengartikannya sebagai berikut: Dalam tafsir ashabuni disebutkan yaitu adil dalam hal nafkah, kasih sayang dan giliran.5Sedangkan sayyid Qutub dalam tafsirnya memandang keadilan disini berarti keadilan dalam hal muamalah, pemberian nafkah, pergaulan, dan seluruh urusan lahiriyah dimana tidak seorang isteripun yang boleh dikurangi haknya. Adapum keadilan didalam perasaan hati, dan jiwa ( cinta kasih )tidak seorang anak manusiapun yang dituntut adil untuk melakukannya.6 Selain syarat di atas hukum Islam juga menetapkan beberapa syarat yang lain diantaranya para ulama bersepakat antara lain tidak mengumpulkan isteri lebih dari empat, tidak mengumpulkan wanita yang berfamili dekat, yaitu mengumpulkan dua wanita kakak adik sekaligus atau ibu dan anak dan seorang wanita dengan saudara ayahnya atau saudara ibunya. 7 Dapatlah kita lihat bahwa dengan ditetapkan syarat yang ketat seperti diatas maka tampak terasa sekali 4 5
betapa Islam sangat
M. Anshary, Ibid, h. 86 As- Shabuni, Tafsir Ayat- ayat Hukum Jilid I, Bandung: PT Al- Ma’arif, 1994,
h. 734 6
Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilail Qur’an Dibawah Naungan Al- Qur’an, ( terjemahan ) jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2010), h. 121 7 Nassarudin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 94
4
memperhatikan hak- hak wanita secara mendasar sehingga kaum pria tidak dapat berbuat sesuka hatinya terhadap kaum perempuan. Dan hak semacam itu tidak diatur dalam poligami dimasa silam sehingga terjadilah poligami tanpa batas yang membuat kaum wanita menderita dibawah bayangan kaum pria karena tidak berdaya menghadapinya. Maka dari penjelasan diatas kita dapat mengerti bahwa sebenarnya Islam tidak menciptakan sistem poligami melainkan hanya membatasi. Islam juga tidak menyuruh berpoligami melainkan hanya memberi kemurahan untuk berpoligami didalam memecahkan realitas kehidupan yang dihadapi manusia dan kebutuhan- kebutuhan fitriahnya. Dalam bahasa yang lebih khusus Poligami dalam Islam dipandang sebagai sebuah alternatif. Maka alternatif ini sesuai dengan realitas fitrah dan kehidupan menjaga masyarakat dari kecenderungan dibawah tekanan kebutuhan kebutuhan fitriah dan waqi’iyah realistis yang bermacam - macam untuk lepas kendali atau hidup dalam kejenuhan. Ikatan atau syarat ini akan meliindungi kehidupan suami isteri dari kehancuran dan kerusakan. Melindungi isateri dari penganiayaan dan kezaliman, melindungi kehormatan dan harga diri wanita dari kehinaan karena tiadanya perlindungan dan kehati - hatian dan menjamin keadilan didalam menghadapi tuntutan kehidupan yang vital. Dengan
begitu
orang
yang
mengetahui
ruh
Islam
dan
pengarahannya tidak akan mengatakan bahwa poligami itu sendiri
5
merupakan tuntutan, disuakai untuk dilakukan tanpa alasan pembenar yang berupa kebutuhan fitriah dan sosial, tanpa motivasi melainkan untuk bersenang- bersenang menikmati kehidupan dan bersenag- senang dari isteri yang satu kepada isteri yang lain sebagaimana yang dilakukan orang yang banyak kekasihnya. Tetapi sebaliknya ia akan mengatakan bahwa poligami merupakan kebutuhan yang mendesak untuk memecahkan problem. Ia bukan sekedar memperturutkan keinginan dengan tidak ada batasan dan persayaratan dalam Islam didalam menghadapi segala realitas kehidupan. Jadi apabila seseorang melakukan penyimpangan didalam mengggunakan ini dengan menjadikannya sebagai pelampiasan emosi sesaat maka bentuk motivasi poligami seperti ini bukanlah ajaran poligami dalam Islam. 8 Lalu bagaimana ketentuan alternatif di dalam kebolehan poligami, persoalan ini terlihat sederhana namun sesungguhnya merupakan masalah yang
cukup
rumit,
dewasa
ini
banyak
kalangan
terlalu
sibuk
memperbincangkan syarat adil dalam poligami, tetapi mereka lupa akan konsep poligami itu sendiri dimana pada dasarnya “ bahwa poligami merupakan alternatif dan bukan sebuah kewajiban”. Dalam hal ini menarik sekali untuk meneliti pemikiran Sayyid Qutub dalam memahami konsep alternatif dalam poligami itu sendiri, dimana dalam hal ini Qutub menerima permanensi ketentuan poligami 8
h. 120
Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilail Qur’an Dibawah Naungan Al- Qur’an, Op.Cit,
6
dengan pengertian yang spesifik dan berbeda dengan pemikir lainnya. Dalam pandangannya ketentuan poligami bersifat normative sekaligus kontekstual. Secara normatif, poligami berarti berlaku secara umum dalam rangka mengantisipasi kebutuhan - kebutuhan yang bersifat fitrah dan sosial. Sedang sifat kontekstualnya, poligami tergantung pada ada atau tidaknya
ketimpangan
jumlah
dua
jenis
kelamin
dalam
masyarakat.Berangkat dari semua uraian diatas penulis bermaksud meneliti dan mengkaji masalah poligami dalam Islam dalam skripsi yang berjudul
“
KONSEP
ALTERNATIF
DALAM
POLIGAMI
MENURUT PEMIKIRAN SAYYID QUTHUB TENTANG ” dengan alasan sebagai berikut: 1. Penelitian ini masih jarang dilakukan oleh peneliti lain 2. Memberikan wacana sosial tentang konsep rukhsah dalam poligami. B. Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
latar
belakang
masalah
di
atas
maka
permasalahan yang hendak diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pemikiran Sayyid Quthub tentang poligami ? 2. Bagaimana argumentasi Sayyid Quthub
tentang konsep alternatif
dalam poligami ? C. Penegasan Istilah Kemudian untuk memudahkan pemecahan masalah agar menjadi jelas dan diharapkan tidak akan menimbulkan perbedaan pengertian maka
7
dipandang perlu untuk untuk memberikan penegasan istilah- istilah sebagai berikut :
1. Poligami Kata poligami berasal dari Bahasa Latin poly atau polus berarti banyak dan Gemein atau gomos berarti kawin. Jadi poligami menurut bahasa berarti banyak kawin.9 Sementara dalam kamus Webster disebutkan Poligami adalah seseorang yang mempunyai dua atau lebih pasangan sekaligus dalam waktu yang sama. Sejalan dengan pengertian poligami diatas dalam “ Ensiklopedi Islam jilid 4 ” dijelaskan Istilah poligami berasal dari kata yunani yang berarti satu perkawinan yang lebih dari seseorang. Poligami dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu poliandri dan poligini. Poliandri adalah perkawinan seorang dengan lebih dari seseorang laki- laki. Sedangkan poligini adalah perkawinan seseorang laki- laki dengan lebih dari seorang perempuan.10 2. Adil Adalah berpihak pada yang benar dan berpegang pada kebenaran. Dalam pengertian lain adil diartikan tidak berat sebelah, tidak sewenang-wenang.11 9
Sayeed Amir Ali, The Spirit Of Islam Terjemahan HB. Yasin, “ Api Islam “ jakarta: PT Pembangunan, 1956, h. 87 10
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Islam jilid 4, Jakarta, PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1994, h. 107 11
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesiam, Juz I, Jakarta: Balai Pustaka, 1952, hal. 10
8
3. Alternatif Alternatif adalah jalan keluar, atau cara lain mengatasi suatu masalah.12 Jadi dapat penulis simpulkan bahwa maksud judul skripasi ini adalah untuk mengkaji, meneliti, dan menelaah tentang bagaimana konsep kebolehan menikah lebih dari satu dalam rangka sebagai jalan keluar dalam masalah rumah tangga menurut emikiran Sayyid Qutub
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini secara khusus akan mengerahkan perhatiannya guna mengetahui: 1. Pemikiran Sayyid Quthub tentang poligami 2. Argumentasi Sayyid Qutub tentang kosep alternatif dalam poligami
E. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran dibidang ilmu pengetahuan khususnya dalam masalah poligami. 2. Secara praktis dapat memberikan masukan kepada pengadilan dan instansi - instansi yang terkait tentag konsep nilai - nilai keadilan dalam poligami. F. Tinjauan Pustaka I. Penelitian terdahulu
12
Ibid, hal. 15
9
Penelitian tentang poligami pada dasarnya sudah banyak dilakukan sebagaimana dilakukan oleh peneliti berikut: 1. penelitian Hikmatuloh tahun (2009 )tentang “ Konsep Keadilan Poligami dalam Islam ( Studi atas Pemikiran Sayyid Quthub. Yang menyimpulkan bahwa sayyid Qutub menerima permanensi ketentuan poligami dengan pengertian yang spesifik dan berbeda dengan pemikir lainnya. Dalam pandangannya ketentuan poligami bersifat normative sekaligus kontekstual. Secara normative, poligami berarti berlaku secara umum dalam rangka mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fitrah dan sosial. Sedang sifat kontekstualnya, poligami tergantung pada ada atau tidaknya ketimpangan jumlah dua jenis kelamin dalam masyarakat. Keadilan yang dituntut dalam poligami hanya terbatas pada kebutuhan materi (lahiriah) yang terdiri dari dua macam keadilan, yakni khusus dan umum. Keadilan pertama berkenaan dengan maskawin dan keadilan kedua, selain berkenaan dengan kebutuhan nafkah , juga keadilan yang berkenaan dengan kesetaraan (kafa’ah) antara calon suami isteri. 2. Kajian M. Quraish Shihab tentang “Wawasan al qur’an” menyebutkan bahwa piligami tidak diwajibkan atau dianjurkan, tetapi hanya diperbolehkan dan inipun merupakan pintu darurat kecil yang dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat
yang tidak ringan. Dan
menurut M. Quraish Shihab yang disyaratkan oleh ayat yang
10
memperbolehkan poligami adalah keadilan dalam bidang material, bukan keadilan dibidang immaterial (cinta dan kasih sayang). 3. Kajian Abdul Nasir Taufiq Al-Atthar dengan judul “poligami ditinjau dari segi agama, sosial, dan perundang-undangan” menyimpulkan bahwa dibolehkannya poligami bukanlah tujuan asli dari ayat-ayat al qur’an dengan alasan poligami itu adalah suatu hal yang boleh pada waktu turunnya al qur’an walaupun tidak ada suatu ayat yang sempurna didalam al qur’an walaupun satu ayat saja yang jelas-jelas menerangkan bolehnya sesuatu ialah dengan kata-kata (tidak ada sah bagi kaum) dan (dihalalkan bagi kaum) dan lain-lain, gaya bahasa yang menunjukkan boleh. Tapi nash al qur’an dalam hal ini hanya berbentuk perintah: (maka nikahlah kamu). 4. Kajian yang di lakukan oleh Zainal Arifin tahun 2010 dengan judul Kasih dan Adil menyimpulkan Sebab, keadilan dalam poligami sesungguhnya merupakan suatu anjuran dan saran yang perlu diperhatikan oleh siapapun yang ingin berpoligami bukan sebagai syarat mutlak atau bahkan ancaman. Apalagi jika dilihat dari sudut pandang normatif, keadilan terhadap para istri yang memiliki posisi lemah ini tergantung kepada kebaikan suami, walaupun pasti akan dilanggar, karena keadilan yang mutlak tidak dapat diwujudkan. Individu-individu (suami) itulah yang akan mempertanggung-jawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan, bukan diatur di dalam undang-undang. Dengan begitu
11
posisi keadilan dalam poligami yang tidak lebih dari sekedar anjuran dan saran yang ideal. 5. Kajian yang dilakukan Muhammad Shahur dalam bukunya “ Metodologi Fiqih Islam Kontemporer ” menjelaskan mengemukakan dua hal yang
mendasari bolehnya poligami, pertama akan kita lihat bahwa disana terdapat bermacam-macam kondisi riil dalam masyarakat yang beraneka ragam, baik dalam sejarah maupun kondisi sekarang ini semakin bertambahnya jumlah kaum wanita yang sudah layak nikah, yang melebihi jumlah lelaki yang layak nikah. Cara yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini menurut beliau adalah poligami, tetapi tetap dengan syarat-syarat yang tidak ringan. Beberapa penelitian di atas menunjukan bahwa pada prinsipnya poligami merupakan alternatif atau pintu darurat kecil namun demikian kebolehan poligami itu sendiri merupakan kebolehan bersyarat yaitu menempatkan syarat adil sebagai kunci kebolehan untuk melakukan poligami. Keadilan dalam pemahaman poligami merupakan keadilan dalam hal kebutuhan fisik ( makan, pakaian, rumah, dan lain- lain) namun tidak pada kebutuhan akan kasih sayang adapun yang membedakan penelitian penulis dengan beberapa penelitian di atas adalah melalui penelitian ini penulis akan mencoba meneliti konsep rukhsah dalam poligami menurut pemikiran sayyid Qutub. II. Penelitian Terkini a. Definisi poligami
12
Menurut Nasarudin Baidan di dalam bukunya “ Tafsir bi alRa’yi ” menjelaskan secara etimologis istilah poligami berasal dari yunani yakni “ apolus” yang bearti “ banyak ” dan “ gomos ”mempunyai arti perkawinan. Kata lain yang mirip dengan itu ialah poligini, juga berasal dari bahasa yunani; polus dan gene yang artinya banyak perempuan. Jadi yang dimaksud poligami dalam pengertian ini suatu sistem perkawinan dimana seorang pria mengawini lebih dari seorang wanita dalam waktu yang bersamaan.13 Sejalan dengan pengertian poligami menurut Nasarudin Baidan dalam “ Ensiklopedi Islam jilid 4 ” dijelaskan Istilah poligami berasal dari kata yunani yang berarti satu perkawinan yang lebih dari seseorang. Poligami dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu poliandri dan poligini. Poliandri adalah perkawinan seorang dengan lebih dari seseorang laki- laki. Sedangkan poligini adalah perkawinan seseorang laki- laki dengan lebih dari seorang perempuan.14 Sementara menurut konsep fikih sebagaimana dikemukakan Nasarudin Umar di dalam bukunya “ Fikih Wanita Untuk Semua ” adalah taadud al- zawjat yang mana lebih umum dipahami sebagai
13
Nasarudin Baidan, Tafsir bi al- Ra’yi Upaya Pengggalian Konsep Wanita dalam Al-Qu’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Off set, 1999, h. 94 14
Lihat Ibid.
13
pengumpulan dua sampai empat isteri dalam waktu bersamaan oleh seorang suami.15 Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa pengertian poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri dimana jumlahnya tidak boleh lebih dari empat.
b. Konsep adil dalam poligami Keadilan menjadi syarat yang penting dalam berpoligami adapun makna adil disini dalam beberapa tokoh Syaikh Ali Ahmad Al- Jurjawi dalam buku “ Hikmah dibalik Hukum Islam ( Terjemahan )”menjelaskan bahwa keadilan yang dimaksud disini adalah perlakuan yang sama antara para Isteri dalam masalahmasalah yang berkaitan dengan suami isteri, yang mana hal ini tidak menafikan kecenderungan hati sesuai dengan tabiat kemanusiaannya kepada salah satu isterinya. Karena cinta itu merupakan sesuatu yang alami bukan yang diusahakan sehingga manusia bisa memilih sesuai dengan pilihannya. Dari hal ini menurut Saikh Ali ahmad Al- Jurjawi keadilan yang diharapkan tidak meliputi cinta dan kasih sayang hati tetapi seperti infak ( biaya hidup dan kebutuhan rumah tangga liannya).16 15
Lihat Nasarudin Umar, Tafsir bi al- Ra’yi Upaya Pengggalian Konsep Wanita dalam Al-Qu’an, Op.Cit , h. 93 16
Lihat Syaikh Ali Ahmad, Loc.Cit, h. 26
14
Adapun Sayyid Quthub dalam bukunya “ Tafsir Fi Zhilail Qur’an di Bawah Naungan Al- Qur’an ”menjelaskan bahwa keadilan yang dituntut adalah keadilan dalam muamalah, nafkah, pergaulan, dan berhubungan adapun kaedilan dalam perasaan hati dan jiwa ( cinta dan kasih sayang ) tidak seorang anak manusiapun yang dituntut untuk berlaku adil keadilan inilah yang disinyalir allah dalam ayat lain.17 “ Kamu sekali- kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri isterimu. Walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung ( kepada yang kamu cintai )sehingga kamu biarkan yang lain terkatungkatung ” .18 Ayat ini oleh sebagian orang dijadikan sebagai alasan mengharamkan poligami hal ini merupakan sikap yang bodoh menurut pandangan Sayyid Quthub karena masalahnya tidak demikian syari’at Allah bukan permainan yang mensyari’atkan sesuatu urusan dan mengharamkannya dengan ayat lain seperti memberi sesuatu dengan tangan kanan dan menariknya kembali dengn tangan kiri. Keadilan yang dimaksud pada ayat pertama tentang pernyataan terlarangnya
poligami
jika
keadilan
dikhawatirkan
17
tidak
Lihat Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilail Qur’an Dibawah Naungan Al- Qur’an, Loc.Cit, h.232 18
Lihat Departemen Agama, Al- Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya ( QS.an- Nisa’ ayat 129, Op. Cit. h. 78
15
terealisasikan adalah keadilan dalam muamalah, nafkah, dan seluruh urusan lahiriah dimana seorang isteripu tidak dikurangi haknya dalam urusan ini dan tak seorangpun isteri yang diutamakan daripada yang lain. Sebagaimana yang dilakukan Nabi Saw sebagai manusia yang tinggi kedudukannya yang tak seorangpun disekitar beliau dan isteri - isterinya yang tidak mengetahui bahwa hati beliau sangat mencintai Aisyah melebihi pada yang lainnya,k arena hati itu bukan dibawah kekuasannya pemiliknya tetetapi berada diantara jari jemari allah yang membolak balikan sesuai kehendakNya.19
G. Kerangka Teori Dalam pandangan Sayyid Qutub poligami dalam Islam merupakan rukhsah “ Kemurahan ” untuk melakukan poligami disertai dengan sikap kehati- hatian, namun bila dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil maka Islam mencukupkannya dengan monogami ( beristeri seorang wanita ). Maka apabila seseorang melakukan penyimpangan dalam menggunakan rukhshah ini ( seperti halnya menjadikan alternative poligami sebagai kesempatan dan menjadikan poligami sebagai panggung kesenangan hidup atau menjadikannya sebagai pelampiasan nafsu sesaat) dalam hukum Islam tidak diperbolehkan karena tidak sejalan dengan motivasi ajaran Islam. Maka ditengah kebebasan perkembangan pemikiran manusia yang tidak terbatas tentang ketuhanan keberadaan alternatif dalam berpoligami 19
Lihat Sayyid Qutub, Loc.Cit, h. 121
16
menjadi sangat penting untuk dikaji lebih dalam serta diangkat dalam skripsi ini demi menemukan pemahaman hukum yang benar tentang kebolehan rukhsah dalam poligami ini, dan untuk menghindarkan pemikiran- pemikiran sempit yang hanya mementingkan ego dan emosi sesaat. Dalam konteks seperti ini menarik sekali untuk mengetahui sekaligus menggali pemikiran Qutub tentang konsep alternatif dalam poligami. Untuk mempermudah dalam penelitian ini maka kerangka berfikir dapat penulis paparkan sebagai berikut: Bio grafi Sayyid Qutub
Pemikiran Qutub tentang Konsep Poligami
Syarat Poligami
Konsep alternatif + keadilan
Hukum Poligami
H. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yaitu suatu bentuk pengumpulan data dan informasi dengan bantuan buku- buku dan juga
17
materi pustaka lainnya dengan asumsi segala yang diperlukan dalam pembahasan penelitian ini yang terdapat di dalamnya.20 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik atau metode pengumpulan data yang penulis gunakan dengan cara sebagai berikut: a. Membaca atau menelaah dengan teliti untuk dimengerti lalu difahami sebaik-baiknya. b. Menghimpun data-data yang berkaitan dengan objek kajian tersebut. c. Mengelompokkan data-data yang sudah terhimpun untuk disesuaikan dengan bab-babnya, guna mempermudah dalam analisa data. 3. Sumber Data Untuk mencapai tujuan diperlukan sumber data sebagai berikut: a. Sumber Data Primer Yaitu sumber data pokok yang memuat informasi pokok mengenai objek penulisan.21 Adapun yang termasuk data primer dalam penelitian ini antara lain adalah buku “ Tafsir Fi Zhilail Qur,an Dibawah naungan Al- Qur’an ” karangan Sayyid Quthub, AlQur’an, hadist dan kitab - kitab fikih b. Sumber Data Sekunder
20
Winarno Surakhman, Metodologi Penelitian. Bandung: Tarsito, 1982, Pengantar Penelitian ilmiah, h.13 21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1993,h. 202
18
Yaitu sumber data pelengkap yang memuat informasi penunjang.22 sedangkan yang termasuk dalam kategori data sekunder dalam penelitian ini adalah “ Hikmah dibalik Hukum Islam ( Terjemahan )” karya Syaikh Ali Ahmad Al- Jurjawi ; “ Fikih Wanita Untuk Semua” karya Nasarudin Umar; “ Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang- Undang ( Prespektif Fiqih Munakahat dan UU No 1 Tahun 1974 ” karya Beni Ahmad saebani, dan lain sebagainya. 4. Metode Analisis data Selama proses pengumpulan data berlangsung sekaligus dilakukan olah data dan analisis data yang berdasarkan sifat data adalah kualitatif yaitu dengan cara memilih dan memilah buku yang telah ada dan berkaitan langsung dengan masalah pokok yang dibahas sedangkan untuk menganalisis data digunkan metode sebagai berikut: a. Metode Deduktif adalah berangkat dari pengetahuan yang bersifat khusus.
23
Dalam hal ini konsep rukhshah menjadi kaidah yang
umum dan pendapat Sayyid Quthub tentang konsep rukhshah dalam poligami menjadi hal yang umum. b. Metode Induktif merupakan kebalikan dari metode deduktif. Metode ini penulis gunakan untuk membahas tentang pokok permasalahan yang bersifat khusus kemudian membahasnya dalam
22
23
Ibid, h. 203
Sutrisno Hadi, Methodologi Research, (Yogyakarta: Fakultas Psicology Press UGM, 1986), Cet. XI, Jilid 1, h. 36
19
pengertian umum.24 Dalam hal ini pendapat sayyid Quthub tentang konsep rukhsah dalam poligami menjadi hal yang khusus, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum yaitu konsep rukhshah.
I. Sistematika Penulisan Adapun
permasalahan
yang
hendak
diketengahkan
dalam
penelitian ini antara lain dapat penulis paparkan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan yang meliputi Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Penegasan istilah, Tujuan dan kegunaan penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Umum Poligami terbagi dalam beberapa sub bab antara lain
membahas; Pengertian poligami,Sejarah poligami, Syarat-
syarat dan Dasar hukum poligami, dan yang terakhir Dampak poligami
24
Ibid, h. 42
20
Bab III dalam bab ini akan mengcover biografi Sayyid Quthub yang meliputi; Riwayat hidup dan karya- karya Sayyid Quthub, Pandangan Sayyid Qutub Tentang Poligami Bab IV merupakan Hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi; Analisis terhadap Pemikiran Sayyid Qutub tentang Poligami dan Analisis terhadap Argumentasi Sayyid Qutub tentang Konsep Alternatif dalam poligami Bab V merupakan Penutup yang terdiri atas rangkaian kesimpulan dan saran - saran, yang dilengkapi dengan daftar riwayat hidup