BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Pelayanan prima menjadi isu utama di masa pasca otonomi daerah ini. Euforia pesta demokrasi di era otonomi daerah mengakibatkan munculnya berbagai opini dan pandangan yang ditawarkan kepada masyarakat umum, contoh kasus di masa pemilihan ini untuk menarik simpatik masyarakat, banyak spanduk kampanye yang dibuat oleh para kandidat walikota, bupati, gubernur ataupun presiden banyak yang berbunyi seakan-akan tanggung jawab bersama misalnya: memajukan pendidikan adalah tanggung jawab kita semua. Kesehatan yang berkualitas
adalah
tanggung
jawab
kita
semua.
Pengentasan
kemiskinan adalah tanggung jawab bersama 1. Dan banyak lagi contoh kalimat lainnya. Dari kalimat sepanduk dan baliho kampanye tersebut memberikan kesan dan pesan bahwa baik buruknya pelayanan publik yang diselenggarakan oleh negara adalah tanggung jawab bersama. Keberadaan opini tersebut seolah menghalalkan adanya keterpurukan dalam pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, karena pelayanan tersebut diopinikan sebagai tanggung jawab bersama, sehingga ketika perkembangannya terhambat atau tersendat maka pejabat terkait tidak
1
Baliho kampanye, pilkada Jabar 2013 (kompas)
1
dapat disalahkan secara sepihak dalam praktiknya, padahal jika menilik pada peraturan dan dasar-dasar negara, relasi rakyat dan penyelenggara cukup jelas, yaitu tugas dan peran pemegang mandat sosial dalam menyelenggarakan negara adalah pejabat publik, pejabat negara maupun pejabat birokrasi. Jika hal ini sudah dapat dilaksanakan dengan baik, maka tidak akan alasan bagi pemerintah untuk lambat dalam melakukan pengembangan pelayanan publik bagi masyarkat umum. Buruknya pelayanan publik yang terjadi selama ini karena tidak adanya paradigma yang jelas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagaimana dikatakan Luthfi dan Moh Najih (2008: 12) bahwa; kinerja pelayanan yang diberikan oleh birokrasi yang ada di Indonesia masih cukup kuat watak mengabdi kepada kekuasaan (state oriented) dibandingkan kepada publik (public oriented) sehingga wajah birokrasi Indonesias memiliki kesan otoriter-rente cukup kuat. Belum lagi adanya pameo masyarakat mengatakan bahwa ‘kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah’ dan bila ada pilihan lain untuk mendapat KTP selain dari Kantor Kelurahan dan Kantor Kecamatan, maka saya akan memilih ke Supermaket karena disana pegawainya ramah, suka senyum, menanyakan apa yang dapat dibantu. Sebaliknya kalau anggota warga masyarakat ke kantor Kelurahan atau Kecamatan sangat paradoksal dengan apa yang terjadi di Supermaket untuk mendapat pelayanan (Zanapiha, 1999). Pergeseran paradigma tersebut terus berkembang dari waktu ke
2
waktu dan berdampak sistemik terhadap sistem pemerintahan yang ada, tidak lain adalah sikap korup dari pejabat atau oknum yang mengelola pemerintahan, sehingga sistem pemerintahan yang ada semakin menjauh dari karakter sistem pemerintahan yang baik (good governance) 2. Sehingga untuk menuju pada kondisi pemerintahan yang baik, maka diperlukan adanya reformasi birokrasi 3. Terwujudnya good governance di Indoensia tidak dapat dilepaskan
dari
berhasil
tidaknya
kinerja
birokrasi.
Keduanya
mempunyai korelasi yang positif, dalam arti saling mempengaruhi. Kinerja birokrasi dan pemberdayaan masyarakat yang semakin bagus akan berpengaruh positif terhadap pembangunan. Hubungan yang bersinergi
antara
pemerintah
dan
masyarakat
menghasilkan
pemerintahan yang kuat yang didukung oleh masyarakat. Untuk itulah diperlukan adanya interaksi yang saling memperkuat antara pemerintah dan masyarakat guna menciptakan kondisi pemerintahan yang baik, sehingga secara singkat good governance merujuk pada adanya akuntabilitas,
partisipasi,
konsensus,
transparansi,
efisiensi,
dan
efektivitas, responsivitas, persamaan, dan inklusivitas, serta kepatuhan pada rule of law 4. Untuk mewujudkan hal tersebut diatas dibutuhkan keberanian pemerintah untuk mereformasi birokrasinya, ini merupakan tantangan
2
Siti Zuhro, good governance fsn reformasi birokrasi di Indonesia, dalam jurnal penelitian politik vol 7, no1, 2010. LIPI Press, Jakarta 3 (ibid) h.1 4 (ibid) h.2
3
besar pemerintah dikarenakan merubah haluan para stakeholder dari posisi nyamannya menuju pada pelayanan yang sesungguhnya. Selain itu juga, masih banyak tantangan pemerintah dalam melaksanakan agenda reformasi birokrasi ini, salah satunya adalah adanya stigma politisasi birokrasi 5 yang menyebabkan tidak netralnya birokrasi, tentu ini sangat bertentangan dengan semangat dan amanat pemerintah terhadap netralitas birokrasi pemerintah dari pengaruh kekuasaan politik yang ada menuju pada sistem birokrasi yang profesional. Dalam merubah birokrasi yang ada, pemerintah tentu tidak berjalan sendiri, melainkan dimotori oleh lembaga birokrasi yang memadahi dalam bidangnya, diantaranya adalah Menteri Pemberdayaan Aparatur
Negara
(MENPAN)
yang
merupakan
motor
dari
penyelenggaraan reformasi birokrasi yang ada sekarang ini. Dalam aplikasi pelayanan sendiri MENPAN mendelegasikan kepada instansi pemerintah yang berperan aktiv di bidang kepegawaian, terutama adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN), sebagai lembaga yang langsung melayani masyarakat khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bentuk pengelolaan manajerial secara langsung terhadap sumber daya manusia/aparatur negara sebagai bagian dari tanggung jawab MENPAN. Sehingga pasti apa yang menjadi program MENPAN sudah menjadi aplikasi dalam BKN, karena BKN merupakan aplikator kebijakan yang dibuat oleh pemerintah melalui MENPAN yang peduli di bidang 5
Lihat berita : http://kebumenkab.go.id/index.php/public/news/detail/1257 @18/08/13 11:31
4
kepegawaian/sumber daya manusia. Melihat peran penting BKN dalam mengaplikasikan sistem pelayanan yang baik dan benar, sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) maka perlu diketahui capaian aplikasi yang sudah dapat ditempuh oleh lembaga ini, karena secara tidak langsung, perkembangan yang terjadi dalam lembaga ini akan berpengaruh pada pelayanan yang dilakukannya, mengingat lembaga ini merupakan pilot porject 6 terhadap apa yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dinamakan sebagai reformasi birokrasi. Sehingga secara tidak langsung, capaian yang telah dicapai BKN dapat menjadi standar minimum dan atau standar rata-rata dari apa yang dapat diaplikasikan dalam lembaga lain, sesuai dengan sumber daya manusia yang ada dan dimiliki di setiap daerah. Urgensi BKN dalam mengaplikasikan reformasi birokrasi, sebenarnya telah tertera dalam visi misi BKN sendiri yakni; menjadi pembina penyelenggara manajemen kepegawaian yang profersional dan bermartabat tahun 2025, dengan bekal misi; mengembangkan sistem manajemen
kepegawaian,
mengembangkan
sistem
pelayanan
kepegawaian, dan mengembangkan manajemen internal BKN sendiri. Sedang yang sudah dirumuskan dalam jangka waktu dekat 7 antara lain; a. Mengembangkan sistem manajemen SDM PNS
6
Lihat berita:reformasi birokrasi BKN terus ditingkatkan (24/10/12) http://bkn.go.id/in/berita/2136-reformasi-birokrasi-bkn-terus-ditingkatkan.html @18/08/13 11:32 7 RENSTRA BKN 2010-2014-doc BKN
5
b. Merumuskan kebijakan pembinaan PNS dan menyusun peraturan perundang-undangan kepegawaian c. Menyelenggarakan pelayanan prima bidang kepegawaian d. Mengembangkan sistem informasi manajemen kepegawaian e. Menyelenggarakan
pengawasan
dan
pengendalian
kepegawaian, dan f. Menyelenggarakan manajemen internal BKN Berdasarkan visi misi tersebut, digambarkan peran BKN sebagai pelayan masyarakat khususnya PNS sekaligus sebagai pembina dan pengawas dalam pelaksanaannya. Dalam menjalankan tugasnya, BKN pusat (Jakarta) dibantu oleh 12 kantor regional (KANREG) yang tersebar di seluruh Nusantara, yang masing-masing membawahi beberapa wilayah provinsi yang ada. Dari ke-12 Kanreg yang ada, Kanreg I BKN Yogyakarta merupakan yang tertua berdasarkan sejarah berdirinya, karena Kanreg I BKN Yogyakarta merupakan cikal bakal adanya BKN sendiri, yang dahulu dikenal dengan KUP (kantor urusan pegawai) di awal berdirinya bangsa Indonesia, sampai akhirnya pusat dipindah ke Jakarta setelah kondisi kondusif 8. Latar belakang sejarah inilah yang menarik penulis untuk menelaah lebih dalam terhadap manajemen pelayanan yang dilakukan di dalamnya, meskipun Kanreg BKN diatur secara terpusat melalui sistem manajemen dan perundang-undangan, namun dalam praktis di lapangan
8
Lihat: sejarah singkat BKN di bab III
6
tidak terlepas dari pelaku sejarah di dalamnya. Kanreg BKN mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian tugas pokok dan fungsi BKN di bidang administrasi dan manajemen kepegawaian negara di wilayah kerjanya, yang kewenangannya masih melekat pada pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sedang BKN sendiri memiliki fungsi antara lain; a. Koordinasi, bimbingan, pemberian petunjuk teknis, dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian. b. Pemberian
pertimbangan
dan
atau
penetapan
mutasi
kepegawaian bagi pegawai negeri sipil pusat dan daerah di wilayah kerjanya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku c. Penetapan pensiun pegawai negeri sipil pusat dan penetapan status kepegawaian di wilayah kerjanya d. Pemberian pertimbangan pensiun pegawai negeri sipil daerah dan penetapan status kepegawaian di wilayah kerjanya e. Penyelenggaran dan pemeliharaan jaringan informasi data kepegawaian pegawai negeri sipil pusat dan daerah di wilayah kerjanya f. Penetapan pemindahan pegawai negeri sipil antar daerah propinsi atau antar daerah kabupaten/kota dan daerah
7
kabupaten/kota lain propinsi. g. Tugas-tugas yang ditetapkan oleh kepada BKN. Melihat tugas pokok dan fungsi tersebut, kantor regional merupakan midle top management (manajemen tingkat menengah atas), yang melayani langsung terhadap masyarakat khususnya PNS yang ada di wilayah kerjanya. Adapun pelayanan yang dilakukan antara lain; pelayanan informasi data kepegawaian, yang di dalamnya terkait perihal kenaikan pangkat, mutasi pegawai, sampai dengan pensiun. Sehingga sangat tepat jika menelaah penelitian pelayanan dalam level ini, karena pelayanan teknis adalah identik dengan street level beraucracy. Berdasarkan penelitian sebelumnya, yakni penelitian pada BKN pusat didapat kesimpulan bahwa; (1) pelayanan penetapan surat keputusan dan pertimbangan teknis masih perlu ditingkatkan, meskipun mendapatkan penilaian baik dari penulis yang disebabkan antara lain; kurangnya sosialisasi terhadap aparat pelayan, organisasi dan tata kerja pelayanan belum sistematis, dan tingkat pendidikan dan pelatihan bagi aparat pelayanan serta penghargaan (reward) tidak diatur secara jelas dan tegas. (2) kualitas pelayanan kurang diperhatikan dan belum sepenuhnya dilaksanakan, dan (3) sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat pegawai negeri sipil tidak menunjukkan pelayanan yang baik yang menggabungkan antara IQ dan
8
EQ dalam melaksanakannnya 9. Kemudian mempengaruhi
hasil kinerja
penelitian organisasi
terkait
faktor-faktor
yang
(Nanda
Tampubolon:
2002)
menyimpulkan bahwa produktivitas ogranisasi adalah tinggi yang ditandai dengan tidak adanya pekerjaan yang sisa, tenggang waktu pengerjaan berkas masih membutuhkan waktu lama dan pelayanan yang diberikan masih bersifat subyektif, udara senioritas masih kuat dan pengaruh budaya yang kental belum menuntun pada sistem kinerja yang profesional, belum adanya kejelasan job desk dari masing-masing pegawai, masalah gender sudah tidak menjadi masalah, meski sudah menggunakan struktur organisasi yang baru namun pada fungsinya masih sama seperti pada periode sebelumya, dan hal-hal yang melibatkan Kanreg lain memerlukan persetujuan atasan (pusat). Kesimpulan-kesimpulan
penelitian
tersebut
menggambarkan
bahwa kualitas pelayanan di BKN pada umumnya masih butuh perhatian, khususnya di bidang pelayanan berkas kepegawaian baik perihal mutasi, pensiun maupun status kepegawaian, karena pada dasarnya reformasi birokrasi ini mengandung unsur perubahan paradigma
menuju
pada
customer
oriented,
organisasi
lebih
mendengarkan dan memperhatikan apa yang dibutuhkan masyarakat sebagai pelanggan. Adapun yang dimaksud masyarakat/pelanggan dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil (PNS). Prinsip 9
Lihat, kesimpulan thesis Tarigan, Anita 2002 “analisis kualitas pelayanan pada kantor badan kepegawaian negara pusat” UGM, Yogyakarta
9
tersebut sejalan dengan yang diungkapkan dalam prinsip ‘reinventing government’ oleh Davide Osborne dan Ted Gaeber (1993), yaitu ‘customer driven government meeting the needs of the customer, not the beraucracy’. Hal di atas selaras dengan yang diungkapkan Heflin Frinces (2008: 46) bahwa tesis utama dan pertama dalam rangka mengelola reformasi
birokrasi
adalah
terjadinya
perbaikan
sistematis,
komprehensif, dan cepat atas pelayanan yang diberikan kepada publik sehingga publik merasa sangat puas terhadap apa yang telah dan sedang pemerintah (birokrat) lakukan. Kedua penelitian sebelumnya menilai kinerja BKN pusat maupun Kanreg I BKN berdasarkan faktor yang mempengaruhi, efisiensi dan kriteria organisasi, sehingga jika merujuk pada suatu pelayanan dibutuhkan sebuah indikator khusus yang mengacu pada kinerja pelayanan, untuk itu penulis menggunakan indikator kinerja pelayanan yang diungkapkan Zeithaml dan kawan-kawan (1990), untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dan sesuai dengan kaidah pengukuran pelayanan secara akurat. Kemudian asumsi yang mendasari obyek penelitian ini adalah; meskipun produk yang dihasilkan BKN adalah dokumen/berkas (SK dan pertimbangan) namun dapat mengikat masyarakat khususnya PNS sebagai bagian dari kelengkapan yang mengatur hak dan kewajiban pelayanan dan yang dilayani dari sisi kepegawaian. Dengan kata lain 10
produk-produk kantor badan kepegawaian negara sering digunakan sebagai persyaratan dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, secara tidak langsung mempengaruhi terhadap perkembangan pelayanan selanjutnya karena merupakan bagian dari pelaksanaan good governance sebagai tujuan reformasi birokrasi. “Semakin tinggi kualitas kinerja pelayanan yang dapat diimplementasikan maka akan semakin dekat tujuan reformasi birokrasi tercapai”.
2. Rumusan Masalah Berdasar latar belakang di atas, penulis mengambil pertanyaan penelitian sebagai rumusan terkait “bagaimana kinerja pelayanan berkas kepegawaian di Kantor Regional I Badan Kepegawaian Negara?”.
3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui kinerja pelayanan berkas kepegawaian Kanreg I BKN Yogyakarta, khususnya berkaitan dengan aspek kinerja pelayanan. b. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat kinerja pelayanan berkas kepegawaian Kanreg I BKN Yogyakarta.
11
4. Manfaat Penelitian a. Secara akademik; sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang mengkaji kinerja pelayanan pada masa yang akan datang . b. Secara metodologi; penelitian ini memperkaya indikator pengukuran tentang kinerja birokrasi pemerintah khususnya dilihat dalam sudut pandang pendekatan proses. c. Secara praktis; penelitian ini dapat menjadi bahan untuk evaluasi kinerja
instansi
KANREG
I
BKN
Yogyakarta
dalam
menyempurnakan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik pada masa datang.
12