BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebagai bangsa yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan pembangunan kelak di kemudian hari. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas merupakan salah satu cara dalam mewujudkan anak-anak yang berkualitas pula. Pembangunan kesehatan harus mencakup kesehatan anak sebagai suatu bagian dari bangsa pada umumnya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah, yaitu dengan pencanangan wajib imunisasi dasar pada satu tahun pertama kehidupan anak. Imunisasi adalah cara untuk mencegah seseorang dari menderita suatu penyakit dengan meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap penyakit tersebut (Depkes RI, 2009). Imunisasi, terutama cakupan imunisasi campak, merupakan salah satu indikator dalam MDGs (Millenium Development Goals) (Bapenas, 2007). Pada tahun 2007 sampai 2009, cakupan imunisasi di Jawa Tengah mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, cakupan imunisasi BCG sebesar 100,78%, DPT-HB1 sebesar 100, 84%, DPT-HB3 sebesar 98,24%, polio 4 sebesar 97, 28%, dan campak sebesar 96,5%. Pada tahun 2008, cakupan imunisasi BCG sebesar 104,13%, DPT-HB1 sebesar 102,7%, DPT-HB3 sebesar 99,86%, polio 4 sebesar 99,51%, dan campak sebesar 99,35%. Adapun tahun 2009, cakupan imunisasi BCG sebesar 102,05%, DPT-HB1 1
2
sebesar 100,89%, DPT-HB3 sebesar 99,04%, polio 4 sebesar 99,14%, dan campak sebesar 96,97% (Dinkes Jawa Tengah, 2009). Program imunisasi pada anak untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Metode menyuntikkan vaksin ke dalam tubuh anak, baik dengan cara intrakutan, subkutan, maupun intra muskuler, dilakukan saat pemberian sebagian besar dari imunisasi dasar, seperti BCG, hepatitis B, DPT, dan campak. Hal ini berarti anak mendapatkan ± 5 kali suntikan dalam satu tahun kehidupan pertamanya. Tindakan tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri pada anak (Astuti, 2011). Dampak yang serius dapat muncul akibat nyeri yang tidak ditangani, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Akibat jangka pendek (akut) yang disebabkan oleh nyeri, yaitu peningkatan pelepasan kimia dan hormon, pemecahan cadangan lemak dan karbohidrat, perdarahan periventrikuler/ intraventrikuler, hiperglikemia berkepanjangan, dan peningkatan morbiditas pasien di NICU (Neonatus Intensive Care Unit). Akibat akut lainnya, yaitu adanya memori kejadian nyeri, hipersensitifitas terhadap nyeri, respon terhadap nyeri memanjang, inervasi korda spinalis yang tidak tepat, respon terhadap rangsang yang tidak berbahaya yang tidak tepat, dan penurunan ambang nyeri. Adapun akibat jangka panjang dari nyeri, antara lain peningkatan keluhan somatik tanpa sebab yang jelas, peningkatan respon fisiologis dan tingkah laku terhadap nyeri, peningkatan prevalensi defisit
3
neurologi, masalah psikososial, dan penolakan terhadap kontak manusia (Wong, et al., 2009). Dalam penelitiannya mengenai respon stres pada bayi yang dilakukan tindakan yang menimbulkan nyeri, disebutkan bahwa sebelum dan sesudah tindakan terjadi perbedaan respon kortisol. Respon kortisol meningkat setelah dilakukan tindakan menyakitkan pada bayi, sehingga mengindikasikan bayi mengalami stres yang diakibatkan oleh tindakan tersebut (Grunau, et al., 2004). Hal ini menjelaskan bahwa rasa sakit yang diakibatkan karena imunisasi dapat menyebabkan stres pada bayi dan dapat berakibat jangka pendek maupun jangka panjang seperti dijelaskan di atas. Peristiwa yang dapat menimbulkan trauma pada anak, seperti cemas, marah, nyeri, dan lain-lain merupakan beberapa kasus yang sering dijumpai di masyarakat. Apabila hal tersebut tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan dampak psikologis pada anak dan tentunya akan menganggu perkembangan anak. Dengan demikian, untuk mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang diberikan, atraumatic care sebagai bentuk perawatan terapeutik, dapat diberikan kepada anak dan keluarga (Hidayat, 2005). Nyeri dapat diatasi dengan metode farmakologi dan non farmakologi. Metode non farmakologi yang dapat diberikan, salah satunya adalah teknik distraksi. Teknik distraksi adalah cara untuk mengurangi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada sesuatu yang lain, sehingga kesadaran terhadap nyeri berkurang. Musik merupakan salah satu distraksi yang efektif karena terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah, mengurangi
4
kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, dan menurunkan frekuensi denyut jantung (Sari, 2012). Musik yang lembut akan mengendorkan sistem saraf dan organ tubuh, oleh karena itu musik yang dipilih pada umumnya musik lembut dan teratur, seperti instrumentalia atau musik klasik Mozart (Farida, 2010). Sifat terapeutik yang dimiliki musik, telah banyak dinyatakan dan ditulis oleh para ahli filsafat, sejarah, dan ilmuwan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui penelitian, musik dikenal sebagai fasilitas perangsang relaksasi nonfarmasi yang aman, murah, dan efektif. Musik tidak seperti obat karena musik tidak memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan. Perasaan tenang dan rileks, serta berkurangnya rasa nyeri, dapat ditimbulkan dengan adanya musik. Musik dapat menenangkan bayi dan anak-anak. Persepsi dan pengalaman nyeri dapat dikurangi dengan musik, serta musik mampu meningkatkan toleransi terhadap nyeri akut dan kronis, Dengan pelepasan endorfin, musik dapat mengalihkan perhatian dari rasa nyeri, memecah siklus kecemasan dan ketakutan yang meningkatkan reaksi nyeri dan memindahkan perhatian pada sensasi yang menyenangkan (Pedak, 2009). Musik gamelan Jawa memiliki kekuatan membuat orang menjadi mengantuk dan tertidur, sehingga dapat digunakan untuk terapi (Astono, dkk, 2006). Dalam penelitian yang telah, musik gamelan Jawa terbukti dapat mengurangi intensitas nyeri pada pasien post operasi ruang bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Purwanto, 2008). Musik stimulatif memiliki efek meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, sedangkan musik sedatif atau relaksasi
5
memiliki efek sebaliknya, yaitu menenangkan, menurunkan detak jantung dan tekanan darah, serta tingkat rangsang (Djohan, 2006). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Baki Sukoharjo, diperoleh data bahwa pencapaian imunisasi tahun 2013, jumlah kunjungan untuk imunisasi Pentavalen sebanyak 490 bayi, dengan rincian untuk imunisasi Pentavalen I sebanyak 158 bayi (32,24%), Pentavalen II sebanyak 165 bayi (33,67%), dan Pentavalen III sebanyak 167 bayi (34,08%). Dari observasi yang telah dilakukan pada 5 bayi yang diberikan imunisasi Pentavalen dengan menggunakan skala nyeri FLACC, didapatkan hasil ratarata skor, yaitu 7 atau nyeri berat. Terkait dengan nyeri pada bayi yang diimunisasi, belum ada tindakan penatalaksanaan yang menjadi kebijakan khusus dari puskesmas. Setelah dilakukan imunisasi, tindakan yang biasa dilakukan adalah menenangkan bayi di pangkuan yang dilakukan oleh pengantar (orang tua, pengasuh, nenek). Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mencari solusi penatalaksanaan nyeri pada bayi yang diimunisasi, dengan pemberian terapi musik.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah “Apakah ada pengaruh pemberian terapi musik Gendhing Subositi terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi Pentavalen di Puskesmas Baki Sukoharjo?”.
6
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian terapi musik Gendhing Subositi terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi Pentavalen di Puskesmas Baki Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh pemberian terapi musik Gendhing Subositi terhadap respon nyeri bayi yang dilakukan imunisasi Pentavalen. b. Mengetahui respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi Pentavalen. c. Membandingkan respon nyeri antara kelompok perlakuan yang diberi terapi musik Gendhing Subositi dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan.
D. Manfaat Penelitian 1. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam melakukan asuhan keperawatan pada bayi yang akan dilakukan imunisasi Pentavalen untuk menurunkan respon nyeri, sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman dan meminimalkan trauma pada bayi.
7
2. Ilmu Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan anak khususnya dalam penatalaksanaan manajemen nyeri pada anak. 3. Penelitian Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya dan memberi informasi bagi pengembangan penelitian serupa di masa yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sejenis yang mendukung penelitian ini, antara lain : 1. Djaafar (2002), “Pengaruh Musik Gamelan Terhadap Respon Kecemasan Bayi pada saat Imunisasi di Klinik Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta”.
Penelitian
ini
menggunakan
desain
quasi
eksperimen, rancangan penelitian ini adalah post test-only design. Subjek penelitian adalah bayi berumur 3-6 bulan yang diberi imunisasi DPT II di Klinik Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode pra-eksperimen dengan jumlah sampel 60 responden, dengan perincian 30 responden sebagai kelompok eksperimen dan 30 sebagai kelompok kontrol. Alat analisis menggunakan uji t (t-test). Hasil penelitian menunjukkan pemberian musik gamelan pada bayi yang diimunisasi berpengaruh terhadap penurunan cemas. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel independen, yaitu sama-sama
8
menggunakan musik sebagai intervensi. Perbedaan terletak pada waktu, variabel dependen, dan tempat penelitian. 2. Farida (2010), “Efektifitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi pada Anak Usia Sekolah di RSUP Haji Adam Malik Medan”. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen, dengan jumlah sampel 14 orang, dengan perincian terbagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Alat analisis menggunakan uji t (t-test). Hasil penelitian menunjukkan terapi musik berpengaruh terhadap penurunan nyeri post operasi pada anak usia sekolah. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel independen dan variabel dependen, yaitu sama-sama menggunakan musik sebagai intervensi dan nyeri sebagai variabel dependen. Perbedaan terletak pada subyek, tempat, dan waktu.