1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan vital manusia karena dengan adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat ini energi yang banyak digunakanya oleh manusia untuk melakukan aktivitasnya adalah energi fosil. Energi fosil merupakan energi yang berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan mati yang tertimbun selama berjuta-juta tahun yang lalu. Energi fosil ini merupakan jenis energi yang tidak terbarukan, dikatakan tidak terbarukan karena proses pembuatan energi fosil ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Sampai saat ini energi fosil yang belum dimanfaatkan memiliki jumlah yang semakin sedikit setiap harinya. Hal ini disebabkan manusia sulit untuk lepas dari pemanfaatan energi fosil, contohnya seperti untuk memasak, transportasi dan pemakaian barangbarang elektronik. Jika ini berlangsung semakin lama tanpa adanya pengurangan pengunaan energi fosil, maka energi fosil semakin lama akan habis. Energi sangat penting untuk kelangsungan kehidupan manusia sehingga diperlukan energi alternatif yang dapat dimanfaatkan tanpa harus memperhatikan jumlah energi tersebut akan habis. Energi tersebut merupakan energi terbarukan, energi terbarukan merupakan energi yang
1
2
dapat di perbarui setiap saat sehingga jumlah energi terbarukan ini tidak akan habis. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak potensi energi terbarukan. Menurut Lubis (2007), potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia antara lain energi panas bumi, energi laut, energi matahari, energi angin dan energi tumbuhan (bioethanol, biodiesel dan biomassa). Untuk energi tumbuhan khususnya dari biomassa padat, Indonesia memiliki potensi energi sebesar hampir 50 GW atau tepatnya sebesar 49.807,43 MW. Dari jumlah potensi energi tersebut masih sedikit yang dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan energi biomassa dan biogas di Indonesia saat ini mencapai sekitar 167,7 MW yang berasal dari limbah tebu. Baru sebesar 9,26 MW dimanfaatkan melalui proses gasifikasi. Salah satu cara yang paling potensial dikembangkan untuk mengkonversi energi biomassa padat ini adalah gasifikasi. Gasifikasi merupakan proses konversi bahan bakar padat atau cair menjadi bahan bakar gas dengan pemanasan dalam sebuah media gasifikasi seperti udara, oksigen dan uap air. Tidak seperti pada pembakaran, dimana oksidasi terjadi secara sempurna dalam satu tahap, gasifikasi mengkonversi energi kimia dari karbon dalam biomassa menjadi gas yang mudah terbakar dalam dua tahap. Gas yang dihasilkan tersebut dapat lebih mudah dimanfaatkan dibanding dengan biomassa aslinya. (McKendry, 2002). Salah satu bahan biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan gasifikasi adalah sekam padi. Sekam padi merupakan limbah padat yang dihasilkan pada saat proses pengolahan gabah kering. Menurut data badan
2
3
pusat statistik (BPS) pada tahun 2009 jumlah produksi padi nasional mencapai 62.561.146 ton (Anonim, 2013),
dan 20-22 % dari jumlah
tersebut merupakan sekam. Dari banyaknya sekam padi tersebut masih sedikit yang dimanfaatkan menjadi salah satu sumber energi alternatif. Sedikitnya pemanfaatan sekam padi untuk dikonversi menjadi energi, khususnya melalui gasifikasi disebabkan karena masih banyaknya kendala yang terjadi pada saat proses gasifikasi. Menurut Senoaji (2007), kendala yang dihadapi dalam proses gasifikasi limbah padat yaitu aliran bahan yang tidak lancar. Ketika proses gasifikasi berlangsung, sering dijumpai adanya rongga dalam reaktor. Rongga tersebut berpotensi menimbulkan lidah api yang dapat membakar gas hasil gasifikasi. Karena permasalahan tersebut, pada saat proses gasifikasi berlangsung, operator gasifier harus sering membuka dan menutup reaktor untuk melakukan pemadatan terhadap biomassa. Akibatnya akan terjadi penurunan suhu yanng cukup signifikan pada zona pirolisis dan pembakaran dan proses gasifikasi terganggu. Dalam penelitian ini, gasifier yang digunakan adalah tipe updraft. Keuntungan reaktor gasifikasi dengan tipe updraft adalah memiliki desain reaktor yang sederhana, mudah untuk penggunaan bahan bakar dengan ukuran kecil, efisiensi thermal yang tinggi dan memiliki kecenderungan pembentukan sisa yang rendah. Akan tetapi kekurangan reaktor gasifikasi dengan tipe updraft adalah sensitifitas reaktor tinggi terhadap tar dan kandungan air bahan bakar dan waktu penyalan awal reaktor yang lama (Setiadi, 2009).
3
4
Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan pemecahan masalah tentang kendala aliran bahan yang tidak lancar dengan dilakukan pembebanan pada biomassa sekam padi yang dilakukan pada gasifier bertipe updraft ( Susanto, 2009). Melalui penelitian tersebut kinerja gasifier dalam hal penurunan bahan dapat diperbaiki dengan bantuan beban. Oleh karena itu untuk lebih menyempurnakan kinerja penurunan bahan, maka pada penelitian ini akan dilakukan melalui pencampuran kayu. Campuran kayu yang digunakan pada penelitian ini divariasikan agar didapat hasil penurunan bahan paling baik dengan tanpa menggunakan pembebanan sebagai mana hasil pada saat menggunakan pembebanan. Kayu digunakan sebagai campuran karena kayu memiliki berat jenis lebih besar daripada sekam padi. Kayu yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu pinus. Kayu pinus dipilih karena kayu pinus merupakan salah satu jenis kayu lunak dan memiliki nilai kalor sebesar 4625 kkal/kg (Takiyah Salim et al.,2005) dan massa jenis sebesar 0,55 g/cm3 (Martawijaya et al.,1989). Karakteristik kayu lunak adalah mudah terbakar dengan cepat sehingga diharapkan dengan dilakukan pencampuran pada sekam padi yang merupakan bahan yang mudah terbakar, kedua bahan akan terproses secara bersamaan saat gasifikasi dan tidak menghasilkan sisa padatan kayu pinus. Kayu pinus yang digunakan untuk campuran ini terlebih dahulu diperkecil ukurannya. Diharapkan dengan adanya pencampuran kayu dapat menyempurnakan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
4
5
1.2. Tujuan 1.2.1.
Tujuan Umum Memperbaiki kinerja gasifikasi biomassa sekam padi menggunakan updraft gasifier dalam hal penurunan bahan.
1.2.2.
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penilitian ini adalah : 1.
Mencari komposisi campuran terkecil pada beban 0 kg yang kinerjanya setara dengan campuran 0% pada beban 10 kg dan 20 kg.
2.
Mengetahui pengaruh campuran kayu pinus
terhadap suhu
kompor dan reaktor, laju penurunan bahan, volume tar, sisa gasifikasi dan nyala efektif gasifier.
1.3. Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja updraft gasifier dalam hal penurunan bahan dengan bahan utama sekam padi yang dicampur dengan kayu pinus dengan variasi campuran yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Disamping dilakukan pencampuran juga ditambahkan variasi pembebanan sebesar 0 kg, 10 kg dan 20 kg. Pada pembebanan, berat dari batang penekan diabaikan, dan beban tersebut merupakan tambahan yang ditambahkan pada batang penekan. Cara memasukkan sekam padi dan kayu pinus ke dalam gasifier dengan memasukkan ¼ berat total terlebih dahulu kemudian disusun berlapis antara sekan padi dan kayu pinus. Bahan bakar
5
6
gasifier yang digunakan dalam keadaan kering tanpa menghitung kadar airnya. Pada bukaan blower yang mengarah ke reaktor diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk ukuran tidak lebih dari 2,5 cm x 2,5 cm x 1,5 cm. Suhu awal reaktor dan kompor gasifier pada saat akan dilakukan pengambilan data tidak lebih dari 35oC. Dan pengambilan data sisa pembakaran diambil pada bagian diatas saringan. Untuk pengambilan data volume tar diambil pada bagian tutup dari siklon separator. Penggunaan starter awal untuk penyalaan gasifier memiliki berat tidak lebih dari 100 gram. Parameter kinerja updraft gasifier meliputi waktu nyala efektif, suhu kompor, suhu reaktor, penurunan bahan dan
jumlah limbah yaitu sisa
pembakaran dan tar yang dihasilkan selama proses gasifikasi menggunakan updraft gasifier.
1.4. Manfaat Penelitian mengenai pengaruh variasi campuran kayu pinus dalam proses gasifikasi diharapkan dapat memperbaiki kinerja dari gasifikasi sekam padi yang selama ini mengalami permasalahan dalam penurunan bahan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemanfaatan sekam padi dalam gasifier dapat optimal. Untuk kedepannya, diharapkan gasifier dapat mengurangi permasalahan biomassa pertanian yang selama ini tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal menjadi bahan bakar alternatif atau energi terbarukan.
6