BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Seiring berjalannya waktu, finansial literacy (literasi finansial) adalah sesuatu kebutuhan yang penting, tidak hanya bagi perusahaan, investor, dan praktisi keuangan, namun juga penting bagi masyarakat umum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh USAID (2013), didapatkan hasil bahwa literasi finansial di Indonesia berdasarkan pendidikan, pemasukan, dan jenis kelamin, untuk pengetahuan dasar cukup bervariasi, namun untuk untuk pengetahuan advanced adalah sangat rendah. Secara umum, semakin tinggi pendidikan dan pemasukan, maka semakin tinggi literasi finansialnya. Literasi finansial secara umum didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami, menganalisis, mengelola, dan mengkomunikasikan perihal keuangan personal (Vitt et al., 2000). Menurut Sohn et al. (2012), literasi finansial secara khusus didefinisikan sebagai pengetahuan dan kemampuan yang penting untuk mengatasi tantangan dan keputusan finansial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki literasi finansial, masyarakat akan mampu menghadapi situasi dan transaksi finansial yang terjadi dalam kehidupan mereka. Seluruh masyarakat dalam status sosial, pendidikan, dan ekonomi, dari level terendah hingga tertinggi, tentu menggunakan uang. Jumlah dan cara penggunaan uang setiap orang pasti berbeda. Namun adanya sebuah kesamaan, yaitu setiap orang perlu pengelolaan uang. Kegiatan mengelola keuangan untuk
1
2
pemenuhan kebutuhan konsumsi sehari-hari hingga proses persiapan jangka panjang dalam bentuk tabungan, tentu memerlukan literasi finansial. Literasi finansial akan membantu kita dalam banyak hal, seperti menyeimbangkan arus keuangan rumah tangga, serta merencanakan pembangunan rumah, pendidikan anak, dan jaminan hari tua (Agarwalla, 2015). Pengetahuan keuangan yang rendah akan mengakibatkan kegagalan dalam pembuatan rencana keuangan dan kesulitan dalam mencapai kesejahteraan hari tua (Byrne et al., 2007). Literasi finansial yang rendah akan menghasilkan keputusan finansial yang tidak optimal, dimana seseorang dengan level yang rendah akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan finansialnya. Lebih jauh lagi, literasi finansial pada remaja adalah sesuatu yang penting dimana dilihat dari perspektif pengetahuan dan kemampuan finansial, masa remaja merupakan masa dimana manusia membentuk pondasi perilaku terhadap uang untuk masa depan (Beverly dan Burkhalter, 2005; Martin dan Olivia, 2001). Bagi sebagian besar orang, masa kuliah adalah saat pertama dalam mengelola keuangan secara mandiri tanpa pengawasan penuh orang tua (Sabri et.al., 2010). Masa kuliah merupakan waktu bagi para mahasiswa untuk belajar finansial secara mandiri dan bertanggung jawab atas keputusan yang mereka ambil. Menurut Nababan (2012), masa kuliah merupakan peralihan dari masa ketergantungan finansial (financial dependence) menuju masa kemandirian finansial (financial independence). Dengan peralihan dari masa ketergantungan finansial menuju kemandirian finansial, tentu mahasiswa akan menemui permasalahan ekonomi yang semakin kompleks. Masalah-masalah ekonomi yang
3
dihadapi oleh para mahasiswa antara lain, keterlambatan kiriman uang saku, pengeluaran tak terduga, pengaruh gaya hidup dalam lingkaran pertemanan, pola konsumsi yang berlebihan, dan lain sebagainya. Chen dan Volpe (1998) menjelaskan bahwa mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang rendah akan membuat keputusan keuangan yang salah. Tanpa adanya pengetahuan finansial yang cukup dan pengelolaan finansial yang baik, mahasiswa dapat kehabisan uang saku sebelum waktu pengiriman berikutnya. Menurut Widayati (2012), pembelajaran di perguruan tinggi sangat berperan penting dalam proses pembentukan literasi finansial mahasiswa. Dengan pengetahuan finansial yang cukup, mahasiswa dapat membuat perencanaan finansial dengan lebih baik, guna mempersiapkan kemandirian finansial, serta membantu dalam mencapai kesuksesan dan kemakmuran di masa datang. Sosialisasi finansial adalah sebuah proses yang didapatkan dari lingkungan, yaitu berupa kemampuan, pengetahuan, dan perilaku yang penting untuk memaksimalkan peran konsumen dalam pasar finansial (Ward, 1974). Sosialisasi merupakan proses sosial pada konsumen dengan berbagai karakteristik yang dibawa oleh sumber spesifik, biasanya disebut dengan agen sosialisasi (Churchill dan Moschis, 1979). Banyak penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa keluarga, rekan, pendidikan, dan media adalah agen signifikan dalam sosialisasi konsumen, yang mana masing-masing agen bekerja dengan cara berbeda-beda dalam lingkaran kehidupan (Sohn et al., 2012). Johnson dan Sherraden (2007) menyatakan bahwa konsep pengalaman finansial adalah sebuah konsep alternatif untuk literasi finansial. Menurut mereka,
4
masyarakat tidak hanya perlu untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan finansial, tetapi juga perlu untuk meningkatkan kemampuan akses mereka pada kebijakan, instrumen, dan servis finansial. Pada penelitian tersebut, pengalaman finansial diasumsikan berasal dari pengalaman masyarakat dalam menghadapai kebijakan, instrumen, dan servis finansial. Pendidikan finansial akan lebih efektif, jika dapat menggabungkan pengetahuan kognitif dengan pengalaman finansial, misalnya memiliki akun bank. Seseorang yang aktif berpartisipasi dalam manajemen simpanan, akun bank, dan produk finansial lain pada usia muda, dapat menjamin kehidupan mereka pada hari tua (Kotlikoff dan Bernheim, 2001). Lebih jauh lagi, uang adalah sebuah isu penting di masyarakat, tidak hanya sebagai komoditas utilitarian, tetapi juga sebagai representasi emosional atas simbol keberhargaan sesuatu (Engelberg dan Sjoberg, 2006; Mitchell dan Mickel, 1999). Uang telah menjadi motivator yang kuat dalam kehidupan, sama kuatnya dengan faktor yang mempengaruhi kepuasan pekerjaan dan tingkat stres seseorang (Tang dan Gilbert, 1995). Dalam sebuah penelitian perilaku pembelian remaja, Roberts dan Jones (2001) menunjukkan bahwa perilaku terhadap uang, utamanya pada barang prestisius, dapat mengarahkan pada pembelian kompulsif. Pembelian kompulsif merupakan proses pengulangan yang sering berlebihan dalam berbelanja dikarenakan rasa ketagihan, tertekan atau rasa bosan (Solomon, 2002). Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penelit menyusun sebuah penelitian yang merupakan pengembangan dari penelitian Sohn et at. (2012), dengan judul „PERAN AGEN SOSIALISASI FINANSIAL, PENGALAMAN FINANSIAL, DAN PERILAKU TERHADAP UANG
5
DALAM MEMBENTUK LITERASI FINANSIAL PADA MAHASISWA (Studi Kasus Pada Mahasiswa Aktif S1 Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Universitas Sebelas Maret Surakarta).
B. RUMUSAN MASALAH Permasalahan-permasalahan yang kami teliti dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut, 1. Bagaimana peran agen sosialisasi finansial dalam membentuk literasi finansial pada mahasiswa? 2. Bagaimana peran pengalaman finansial dalam membentuk literasi finansial pada mahasiswa? 3. Bagaimana peran perilaku terhadap uang dalam membentuk literasi finansial pada mahasiswa?
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan-tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini antara lain sebagai berikut, 1. Mengetahui peran agen sosialisasi finansial dalam membentuk literasi finansial pada mahasiswa. 2. Mengetahui peran pengalaman finansial (misal, kebijakan, instrumen, dan servis finansial) dalam membentuk literasi finansial pada mahasiswa.
6
3. Mengetahui peran perilaku terhadap uang dalam membentuk literasi finansial pada mahasiswa. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat-manfaat yang didapatkan melalui penelitian ini antara lain sebagai berikut, 1. Bagi Praktisi Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi para lembaga keuangan dan
lembaga pendidikan,
dalam
merumuskan strategi untuk
memperkenalkan literasi finansial secara lebih luas kepada masyarakat, terutama pada remaja sebagai generasi penerus bangsa, terutama mahasiswa di Indonesia. 2. Bagi Akademisi Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai literasi finansial pada remaja, terutama mahasiswa dan seluruh faktor yang mempengaruhinya.
E. ORISINALITAS PENELITIAN Penelitian terdahulu tentang peran agen sosialisasi finansial, pengalaman finansial, dan perilaku terhadap uang dalam membentuk literasi finansial telah banyak dilakukan, antara lain sebagai berikut, 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sohn et al. (2012) berjudul “Adolescents‟ financial literacy: The role of financial socialization agents, financial experiences, and money attitudes in shaping financial literacy among South Korean youth”, menemukan bahwa literasi finansial pada siswa Sekolah
7
Menengah Atas di Korea memiliki hububungan yang signifikan dengan media sebagai agen sosialisasi, kepemilikan akun bank sebagai pengalaman finansial, serta uang saku setiap bulan sebagai perilaku terhadap uang. Hanya media dari berbagai Agen Sosialisasi yang diteliti dalam penelitian tersebut yang menunjukkan hubungan signifikan pada siswa Sekolah Menengah Atas di Korea. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sosialisasi finansial yang didapat dari keluarga, rekan, dan pendidikan dirasa kurang. Sehingga para siswa di Korea cenderung mengakses media untuk mendapatkan informasi seputar finansial. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Hilgert, Hogarth, dan Beverly (2003) berjudul “Household financial management: the connection between knowledge and behavior”, menunjukkan bahwa masyarakat memperoleh pengetahuan finansial tidak hanya dari pendidikan formal, tetapi juga dari interaksi dengan para agen sosialisasi, misalnya, teman, keluarga dan media. Selain agen sosialisasi finansial, pengalaman finansial juga merupakan peran yang signifikan. Karena pengetahuan finansial seseorang dapat ditingkatkan dengan lebih efektif, ketika orang tersebut berlatih secara langsung dalam aktifitas finansial. 3. Penelitian Lusardi, Mitchell, dan Curto (2010) berjudul “Financial literacy among the young” yang dilakukan pada para remaja berusia 12 hingga 17 tahun di Amerika Serikat, menemukan bahwa level literasi finansial para remaja di Amerika Serikat adalah rendah. Mereka menemukan adanya perbedaan yang signifikan antara wanita dan pria, yaitu wanita menunjukkan
8
literasi finansial yang lebih rendah. Selain itu, mereka menemukan bahwa pendidikan, keluarga, dan kemampuan kognitif adalah hal yang sangat berpengaruh pada literasi finansial. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Johnson dan Sherrade (2007) berjudul “From financial literacy to financial capability among youth”, menyimpulkan bahwa masyarakat, seiring meningkatnya usia, yang memerima gaji ataupun memiliki akun bank, akan memeliki kecenderungan lebih mengerti secara finansial. Hubungan yang signifikan antara pengalaman finansial dan literasi finansial dibuktikan dengan hasil bahwa seseorang yang memiliki akun bank akan berpengaruh pada kebiasaan finansialnya. Pengalaman finansial merupakan aspek yang fungsional selain aspek kognitif dan pengetahuan, yang mana ketiganya dapat memicu perubahan pemahaman, kebiasahaan, dan perilaku dalam finansial. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Edwards, Allen dan Hayhoe (2007) berjudul “Financial attitudes and family communication about students‟ finances: the role of sex differences”, menyimpulkan bahwa perilaku terhadap uang (misal, dengan persepsi uang sebagai hadiah dari usaha atau sebagai obyek penyimpanan) juga dapat menjadi peran yang signifikan dalam meningkatkan motivasi untuk mendapat pengetahuan manajemen finansial tambahan. Selain itu mereka juga menemukan bahwa perilaku terhadap uang berhubungan dengan keterbukaan mereka pada orang tua mereka mengenai situasi finansial. 6. Penelitian yang dilakukan oleh USAID (2013), didapatkan hasil bahwa literasi finansial di Indonesia berdasarkan variabel pendidikan, pemasukan, dan jenis
9
kelamin, untuk pengetahuan dasar finansial hasilnya cukup bervariasi, namun untuk untuk pengetahuan advanced finansial hasilnya sangat rendah. Secara umum, semakin tinggi pendidikan dan pemasukan, maka semakin tinggi literasi finansialnya. Dengan mengacu pada kajian pustaka dan penelitian yang telah ada, maka dalam penelitian ini akan meneliti tentang peran agen sosialisasi finansial, pengalaman finansial, dan perilaku terhadap uang dalam membentuk literasi finansial. Namun demikian, penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian yang sebelumnya dalam beberapa hal, antara lain: 1. Jika penelitian sebelumnya berfokus pada remaja yang berada di tingkat Sekolah Menengah Atas maupun pekerja, maka pada penelitian ini berfokus pada remaja yang merupakan mahasiswa S1. 2. Banyak penelitian sebelumnya mengambil populasi negara Korea, Amerika Serikat, Australia, dll, namun penelitian ini berfokus pada populasi di Indonesia. Kondisi lingkungan, perekonomian, adat istiadat di Indonesia dapat memberikan hasil yang berbeda. 3. Penelitian ini berfokus meneliti hubungan variabel bebas yaitu agen sosialisasi finansial, pengalaman finansial, dan perilaku terhadap uang, terhadap variabel terikat yaitu literasi finansial, dengan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi mahasiswa Indonesia.