BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi tingkat tinggi Persatuan Bangsa-Bangsa (2000) telah menyepakati berbagai komitmen tentang Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 termasuk di dalamnya kesehatan ibu dan anak (KIA). Terdapat 2 sasaran dan indikator yang secara khusus terkait dengan kesehatan ibu dan anak, yaitu mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar 2/3 dari tahun 1990 menjadi 25/1000 kelahiran hidup dan mengurangi angka kematian ibu (AKI) sebesar 3/4 dari AKI pada tahun 1990 menjadi 125/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2006c). Komitmen dan dukungan pemerintah telah diberikan, kerjasama dengan semua komponen pembangunan bidang kesehatan baik nasional maupun international telah dibangun, tetapi hasilnya belumterlihat. Kementerian Kesehatan juga telah melaksanakan kegiatan melalui program Safe Motherhood, Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), tetapi hasil yang diperoleh belum seperti yang diharapkan (Kemenkes
RI, 2010).Angka
kematian ibu di Indonesia masih menempati peringkat teratas di antara negaranegara Asia Tenggara. Berdasarkan survei demografi dan kependudukan Indonesia tahun 2012 meningkat menjadi 359/100.000 kelahiran hidup yang pada tahun 2007 hasil AKI di Indonesia mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut sebetulnya sudah turun, walaupun secara lambat, yaitu dari 450/100.000 kelahiran hidup di tahun 1990 menjadi 307/100.000 kelahiran hidup di 2005 dan 228/100.000 kelahiran hidup di 2007 dimana yang terakhir ini seharusnya telah dicapai pada tahun 2000 (Badan Pusat Statistik BKKBN Kementerian Kesehatan, 2012). Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), AKI sampai saat ini masih merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius, karena masih jauh di atas angka nasional. Berdasarkan SDKI tahun 2007 AKI NTB adalah 360/100.000 kelahiran hidup. Salah satu upaya percepatan penurunan angka kematian ibu yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi NTB adalah dengan
1
mencanangkan gerakan AKINO (Angka Kematian Ibu menuju Nol) pada tahun 2008. Gerakan AKINO merupakan gerakan yang dilandaskan pada kesetaraan, tanggung jawab dan ketergantungan yang saling membutuhkan dengan mengembangkan tujuan, nilai dan visi bersama menuju AKINO di tingkat desa/kelurahan yang diharapkan dapat berdampak pada penurunan kematian bayi. Program yang dilaksanakan adalah pemeriksaan ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan, persalinan normal di puskesmas dan persalinan dengan penyulit yang dirujuk di rumah sakit umum pada ruang kelas III secara gratis, tidak memandang kaya atau miskin (Dinkes NTB, 2010). Berdasarkan laporan tahunan program kesehatan ibu dan anak Dinas Kesehatan Propinsi NTB tahun 2010,sasaran ibu hamil berisiko tinggi sebanyak 15.873 orang dan kasus komplikasi yang tertangani sebanyak 15.643 orang, sedangkan kematian ibu sebanyak 113 orang dari jumlah kelahiran hidup sebanyak 99.333 orang. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan (30,97%), infeksi (1,77%), pre-eklamsia dan eklamsia (21,24%), partus lama (0,89%) dan lain-lain (45,13%) (Dinkes NTB, 2010). Tiga penyebab kasus obstetri yang paling banyak dirujuk ke RSU NTB yaitu perdarahan 46 kasus, partus lama 137 kasus, dan pre-eklamsia berat 292 kasus. Depkes RI (2006b), mengatakan beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab masih tingginya angka kasus obstetri adalah kualitas pelayanan kesehatan yang tidak adekuat dan buruk, yang berdampak pada lebih dari 200.000 kematian ibu setiap tahun; keterbatasan akses pertolongan persalinan oleh tenaga terampildan sistem rujukan yang tidak memadai yang mengakibatkan 40% wanita melahirkan tanpa pertolongan tenaga terampil dan 70% tidak mendapatkan pelayanan pasca persalinan dalam waktu 6 minggu setelah persalinan. Hal-hal lain yang melatarbelakangi kematian ibu yang menderita komplikasi obstetri dalam bentuk
“3 terlambat“ (the three delays), yaitu: 1) terlambat mengenal tanda
bahaya dan mengambil keputusan di tingkat keluarga; 2) terlambat mencapai tempat pelayanan; dan 3) terlambat mendapat pertolongan medis memadai (Depkes RI, 2006c).
2
Kebijakan dalam konteks pelayanan kesehatan memberikan penekanan yang sama, yaitu pada aspek sistim rujukan. Untuk itu mutu sistim rujukan menjadi sesuatu yang penting untuk selalu dievaluasi dan diukur guna mendukung upaya penurunan AKI di Indonesia (BAPPENAS, 2008). Permasalahan proses rujukan meliputi mutu pelayanan yang kurang baik, ketersediaan tenaga terampil yang rendah, suplai obat dan peralatan diagnosa medis yang tidak cukup, serta infrastruktur komunikasi dan transportasi yang kurang memadai (McCarthy and Maine, 1992). Saifuddin et al. (2009) menyatakan bahwa melalui pelayanan kesehatan primer yang diberikan oleh bidan diperkirakan AKI dapat diturunkan 20% dan bila ditunjang dengan sistem rujukan yang efektif, maka AKI dapat ditekan hingga 80%. Murray and Pearson (2005) menjelaskan bahwa penerapan sistem rujukan merupakan elemen penting dalam mensukseskan program Safe Matherhood di negara-negara berkembang. Sistem rujukan harus dipertimbangkan sebagai komponen penting dari sistem kesehatan secara keseluruhan. Dengan demikian, sistem rujukan obstetri dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai sistem perawatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Walaupun sistem rujukan obstetri ini sudah lama dikenal, tetapi masih kurang didokumentasikan, kurang diteliti dan kurang dasar teori. Bossyns et al. (2006) mengatakan bahwa pedoman rujukan tidak dilaksanakan dengan baik, misalnya mengenai kasus preeklampsi berat, tingkat rujukan hanya 1% dari patokan 2,5% dan tingkat rujukan pedesaan lebih rendah dari perkotaan karena masalah aksesibilitas. Macintyre and Hotchkiss (1999) menguraikan bahwa masalah dalam proses rujukan meliputi mutu pelayanan yang kurang baik, ketersediaan tenaga terampil yang rendah, dan suplai obat dan peralatan diagnosa medis yang tidak cukup, serta infrastruktur komunikasi dan transportasi yang kurang memadai. Pelayanan yang diberikan di rumah sakit disebut pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif
(PONEK)
dengan
kemampuan untuk
memberikan pelayanan 24 jam. Kesiapan sarana rumah sakit meliputi ruang kebidanan dengan fasilitas gawat darurat untuk memberikan pelayanan
3
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dengan komponen pelayanantransfusi darah, tindakan operasi sectio caesaria dan menerima rujukan dari puskesmas apabila terdapat kasus kegawatdaruratan. Salah satu rumah sakit rujukan (PONEK) di Nusa Tenggara Barat yaitu Rumah Sakit Umum Propinsi yang merupakan rumah sakit tipe B pendidikan. Data RSUP NTB tanggal 1 Januari-31 Desember 2012 menyebutkan terdapat 2300 kasus komplikasi obstetri dan kasus rujukan berjumlah 2300, dari rujukan tersebut tidak terdapat kematian ibu. Indikator yang digunakan dalam melihat proses rujukan bidan kasus risiko tinggi yang dirujuk adalah kasus pre-eklamsia/ eklamsia berjumlah 292 kasus tanpa ada kematian ibu, partus lamaada 137 kasus, perdarahan ditemukan 46 kasus tanpa ada kematian ibu, persalinan pre-eklamsia secara sectio caesaria ada 40 kasus tanpa ada kematian ibu, vakum ekstraksi sebanyak 3 kasus tanpa ada kasus kematian ibu. Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah evaluasi proses dan evaluasi output. Penekanan pada evaluasi proses untuk mengetahui dimana terjadinya kesenjangan prosedur rujukan kasus pre-eklamsia berat. Tenaga kesehatan yang merujuk ibu dengan pre-eklamsia berat salah satunya adalah bidan, sehingga penelitian ini akan dievaluasi prinsip dasar pada proses pelaksanaan rujukan bidan pada kasus pre-eklamsia berat di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah ”Bagaimanakah pelaksanaan rujukan bidan pada kasus pre-eklamsia berat (PEB) di RSUP Nusa Tenggara Barat ?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk menganalisis pengaruh antara pelatihan pertolongan pertama gawat darurat obstetri neonatal dan karakteristik bidan pada proses pelaksanaan rujukan kasus pre-eklamsia berat di RSUP Nusa Tenggara Barat.
4
2. Tujuan khusus a. Menganalisis pengaruh antara pelatihan bidan dengan proses pelaksanaan rujukan kasus pre-eklamsia berat di RSUP Nusa Tenggara Barat. b. Menganalisis
pengaruh
antara
pendidikan
bidan
dengan
proses
pelaksanaan rujukan kasus pre-eklamsia berat di RSUP Nusa Tenggara Barat. c. Menganalisis pengaruh antara masa kerja bidan dengan proses pelaksanaan rujukan pada kasus pre-eklamsia berat di RSUP Nusa Tenggara Barat. d. Menganalisis pengaruh antara pelatihan, pendidikan, dan masa kerja bidan dengan proses pelaksanaan rujukan kasus pre-eklamsia berat di RSUP Nusa Tenggara Barat. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Dari penelitian ini didapatkan informasi yang berhubungan dengan proses pelaksanaan rujukan ibu bersalin dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan ibu dan anak. b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang terkait dengan pelaksanaan rujukan kasus pre-eklamsia berat. 2. Manfaat Praktis
a. Sebagai
bahan
masukan
dalam
penyusunan
program
KIA
dan
penyebarluasan promosi/informasi dan edukasi kesehatan reproduksi ibu dan remaja. b. Sebagai evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan rujukan pada kasus preeklamsia berat di wilayah propinsi Nusa Tenggara Barat. c. Sebagai bahan masukan bagi Instusi Kebidanan sebelum lulus diberi paket pelatihan PPGDON untuk mempersiapkan mahasiswa siap pakai di masyarakat.
5
3. Bagi organisasi profesi Ikatan Bidan Indonesia a. Memiliki data anggota yang akurat dan sumber daya manusia bidan yang berkualitas b. Memberi gambaran mengenai fakta pelayanan bidan dalam melakukan rujukan kasus pre-eklamsia berat. E. Keaslian Penelitian 1.
Bossyns et al. (2006) dalam artikelnya berjudul ”monitoring the referral system through benchmarking in rural Niger, methods strict and controlled application,” mengatakan bahwa pasien rujukan di daerah pedesaan memiliki tingkat rujukan kurang dari setengah patokan 2,5%. Penerimaan rujukan sangat rendah untuk penduduk dan sistem rujukan sangat kurang, kematian karena rujukan juga rendah, dan tertinggi pada anak- anak.
2.
Hoj et al. (2002) dalam penelitiannya “Factors associated withmaternal mortality in rural Guinea-Bissau,”menggunakan metode longitudinal population-based study, menyatakan wanita yang tinggal dengan jarak 6-25 km dari RS mempunyai resiko 7,4 kali dengan kematian lebih cepat dari pada wanita yang tinggal 0-5 km dari RS.
3.
Edson et al. ( 2007) dalam penelitiannya berjudul “Timeliness of care for eclamsia and pre-eclamsia in Benin, Ecuador, and Jamaica” mengatakan bahwa efektivitas keselamatan dan kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh kondisi dan waktu diberikan saat perawatan. Ketepatan waktu meliputi akses ke sistem perawatan untuk mendapatkan kepedulian saat pasien dirawat. Dalam keadaan darurat obstetrik,kelangsungan hidup ibu dan janin yang dipertaruhkan, sehingga ketepatan waktu merupakan komponen penting dari kualitas perawatan.
4.
Bunda (2008) dalam penelitian tentang “Akses dalam sistem rujukan puskesmas daerah terpencil di Kabupaten Majene Sulawesi Barat,” mengatakan ada beberapa hal mempengaruhi dan menjadi kendala dalam pelaksanaan rujukan, yaitu keterlibatan pihak tertentu (masyarakat, suami,
6
keluarga) dalam sistem rujukan, keterbatasan geografis serta ketiadaan peraturan pelaksanaan rujukan. 5.
Yunus (2007) dalam penelitian tentang “Evaluasi proses rujukan obstetri terkait kematian perinatal di Kabupaten Lombok Tengah Propinsi Nusa Tenggara Barat,” mengatakan bahwa ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit yang tidak sesuai dengan prinsip dasar rujukan memiliki risiko 2,5 kali untuk terjadinya kematian perinatal dibandingkan dengan ibu hamil yang dirujuk sesuai prinsip dasar rujukan.yang tertuang dalam petunjuk teknis sistem rujukan pelayanan kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat
6.
Murray and Pearson (2005) meneliti tentang “Maternity Referral System in Developing Countries: Current Knowledge and Future Research Needs” di Lusaka Zambia. Rancangan cross sectional study.Hasil ada 72% rujukan kasus kehamilan, 32% kasus persalinan dan 3% kasus pasca persalinan. Proporsi kasus kehamilan terdiri atas komplikasi aborsi (50%), pre-eklamsia/ eklamsia 23%, dan perdarahan12%.
7.
Iyengar and Iyengar (2009) dengan penelitian “Emergency obstetric care and referral”, di antara 202 perempuan Rajasthan India utara dengan komplikasi antenatal, pasca-aborsi dan nifas, disarankan 70% dirujuk. Sistem rujukan meliputi konseling,transportasi, pendampingan perempuan, memfasilitasi dan mendukung rawat inap,dan tingkat kepatuhan untuk dirujuk meningkat dan berdampak dalam 9 tahun hanya ada 1 kematian ibu. Bidan terlatih secara signifikan dapat meningkatkan akses dalam pengelolaan komplikasi ibu dan neonatal sehingga ibu dipedesaan menjadi terampil dalam mengelola komplikasi obstetri.
7