1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional perserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi serta sebagai alat komunikasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analisis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, ketrampilan berbahasa, dan sikap positif. Pendidikan dan pengajaran anak berkelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa. ”Pendidikan khusus (Pendidikan Luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena fisik, emosional mental. Sosial” (UU Sisdiknas, 2003: 21) Ketetapan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bagi anak bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Siswa tunagrahita di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB-C) Wantuwirawan Kota Salatiga kenyataan adanya, bahwa hasil belajar kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas II belum memuaskan. Terbukti nilai rata-rata pada semester I menunjukkan nilai 5 (lima), ini berarti dibawah nilai Kreteria Ketuntasan Miminal, karena nilai KKM telak ditentukan dari sekolah minimal mencapai nilai 6 (enam). Sejalan dengan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), salah satu upaya yang dilakukan di Sekolah Dasar Luar Biasa bagian tuna grahita adalah memberikan model pembelajaran dengan media pendidikan yangtepat disesuaikan dengan kebutuhan
2
siswa. Hal ini harus dilaksanakan agar kebutuhan anak tunagrahita dapat dilayani dengan baik sesuai dengan kemampuannya secara optimal, dengan tuntutan KTSP. Pada sistem pendidikan berbasis kompetensi, Ilmu pengetahuan anak tunagrahita diharapkan bermanfaat dan berguna bagi siswa. Anak berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran yang sama pula, berarti memberikan partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkebutuhuan khusus. Untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya, guru perlu memahami anak berkebutuhan khusus, jenis dan karakter, faktor-faktor penyebabnya, dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan. Dalam hal ini agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang keberadaan anak berkebutuhan khusus tuna grahita, anak tunagrahita yang mengalami keterbelakang mental dan memiliki intelegensi (IQ) di bawah rata-rata. Menurut Mohammad Efendi, (2006: 9) bahwa ”anak berkebutuhan khusus tuna grahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendah atau dibawah rata-rata, sehingga untuk mengerjakan tugas perkembangan memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk kebutuhan pendidikan dan bimbingan”. Perkembangan anak tuna grahita salah satunya adalah perkembangan dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan anak tuna grahita dapat mengikuti dengan anak normal pada umumnya. Karakteristik anak tuna grahita yang antara lain mengalami kesulitan belajar terutama dalam memahami ketrampilan membaca dan menulis permulaan sangat rendah dan cenderung pasif, siswa hanya mampu meniru bila disuruh menirukan oleh guru, siswa hanya mampu menunjuk bila disuruh menunjukkan kata, siswa hanya mampu berbuat sesuatu bila ada perintah dari guiru dan harus dipandu oleh guru. Dalam mengajarkan baca tulis untuk anak tunagrahita, harus memperhatikan kondisi usia mental, kemampuan berfikir, belajar melalui aktifitas konkrit, memperkaya pengalaman dengan memfungsikan seluruh pengindraan dan tingkat kemandirian anak. Dengan memperhatikan kondisi tersebut maka perkembangan berfikir membaca dan menulis anak dapat ditingkatkan, sehingga anak dapat memperoleh pengalaman konkrit tentang konsep Bahasa Indonesia.
3
Pengalaman tersebut dapat diperkaya melalui kegiatan yang diulang-ulang dengan variasi dan dinamis. Dengan
cara ini dapat dihindari hambatan psikologis yang berlangsung terhadap perkembangan kemampuan tentang membaca dan menulisnya. Lingkungan fisik dan sosial yang sesuai dengan keadaannya, sebab ini merupakan prasyarat untuk menciptakan situasi dan kondisi dalam proses pembelajaran bagi anak tuna grahita. Pada kelas-kelas anak tuna grahita terdapat perbedaan yang sangat besar antara kemajuan anak yang satu dengan yang lain. Selain itu kemajuan anak dalam salah satu mata pelajaran dengan kemajuannya dalam pelajaran lain juga sering ada perbedaan yang cukup besar. Perbedaan penggunaan metode dan media juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak tersebut. Untuk memaksimalkan hasil belajar siswa, guru seharusnya memiliki pilihan metode mengajar yang disesuaikan dengan materi pengajaran. Dalam hal ini tidak ada metode mengajar yang cocok untuk semua materi, dan untuk semua tujuan pengajaran. Dalam menciptakan situasi yang kondusif guru harus pandai memilih metode mengajar yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara guru dan siswa. Demikian halnya dengan anak tuna grahita yang merupakan individu utuh dan unik pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengimbangi kelainan yang disandangnya, oleh karena itu layanan pendidikan yang diberikan kepada anak tuna grahita untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal sesuai dengan kemampuannya. Pemahaman yang jelas tentang siapa anak berkebutuhan khusus tunagrahita itu merupakan dasar yang penting untuk dapat menyelenggarakan layanan dan pengajaran yang tepat bagi mereka. Dengan kecerdasan yang berada di bawah rata-rata anak normal, anak berkebutuhan
khusus tuna grahita
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak. Pada dasarnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah dewasa ini masih berjalan klasikal, artinya seorang guru di dalam kelas menghadapi sejumlah siswa dalam waktu yang sama
4
menyampaikan
bahan
pelajaran
yang
sama
pula.
Dasar
pemikiran
penyelenggaraan sistem klasikal itu sebagai berikut : Oleh karena kelas terdiri dari anak – anak yang sebaya, mereka relatif memiliki perhatian, minat, pengalaman, dan taraf kepandaian yang sama pula, maka kepada mereka dapat diberikan program pengajaran yang sama dan dikenai tuntutan-tuntutan yang sama pula. ”dalam pengajaran klasikal seperti guru beranggapan bahwa seluruh
siswa
satu kelas itu mempunyai kemampuan, kesiapan dan kematangan dan kecepatan belajar yang sama.” (B. Suryobroto, 1985:141). Memang diakui adanya perbedaan perseorangan diantara siswa-siswa dalam satu kelas, namun perbedaan itu dianggap tidak penting sehingga diabaikan. Sistem pengajaran klasikal lebih menitikberatkan persamaan daripada perbedaan siswa dalam satu kelas. Dapat kita bayangkan sebagai akibat pengajaran seperti ini anak yang pandai akan terhambat kemajuannya oleh kawan-kawan yang lain, sebab mereka sekelas harus maju bersama-sama. Sebaliknya siswa yang lambat (kurang pandai) seolah-olah dipaksakan untuk berjalan cepat, melangkah seiring dengan kawan yang pandai Jadi siswa dengan kemampuan awal rendah atau penguasaan prasyarat kurang maka akan kesulitan untuk menguasai bahan pelajaran berikutnya. Hal ini mengakibatkan belajar tidak efektif dan tidak menyenangkan. Menurut B. Suryobroto (1985: 142) menyampaikan : Ketidakmampuan guru melihat perbedaan-perbedaan individual anak dalam kelas yang dihadapi banyak membawa kegagalan dalam membina tenaga manusia secara efektif. Banyaknya anak yang gagal sekolah atau drop out mungkin juga sebagai akibat praktek pengajaran yang melupakan perbedaan-perbedaan individual disamping karena faktor lain seperti latar belakang siswa, ekonomi keluarga, atau sebab lain. Pada kelas – kelas anak berkebutuhan khusus tuna grahita terdapat perbedaan yang sangat besar antara kemajuan anak yang satu dengan yang lain. Selain itu kemajuan anak dalam salah satu pengajaran dengan kemajuannya dalam pelajaran lain juga sering ada perbedaan yang cukup besar. Kelas-kelas anak berkebutuhan khusus tuna grahita akan penuh dengan perbedaan-perbedaan. Anak yang duduk dalam kelas itu, tetapi dalam hal tertentu ia mungkin hanya setaraf dengan anak-anak yang lebih muda darinya atau justru sudah setaraf dengan anak yang duduk di kelas yang lebih lanjut.Perbedaan individual tersebut membawa akibat didalam persiapan mengajar, pencatatan kemajuan, dan laporan
5
kemajuan. Supaya selaras dengan kenyataan, persiapan mengajar bukan hanya disusun untuk kelas sebagai keseluruhan saja, misalnya harus disusun untuk tiaptiap anak dalam kelas. Berdasarkan adanya perbedaan kemampuan yang ada pad mereka mengembangkan pengajaran yang memakai macam-macam metode antara lain penerapan metode eja dengan pendekatan secara individual. Dasar pemikiran penggunaan metode eja individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan pemahaman pada masing-masing siswa. Karena adanya berbagai macam keterbatasan kemampuan intektual yang dimiliki para siswa, mendorong penulis untuk menerapkan metode eja individual, sehingga anak dapat memahami, mengerti tentang materi yang disampaikan tersebut. Berdasarkan uraian diatas serta pengamatan yang dilakukan penulis di kelas D2 SDLB-C Wantuwirawan Salatiga, menunjukkan bahwa kemampuan membaca dan menulis pelajaran Bahasa Indonesia rendah. Untuk ini kiranya masih diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui metode apa yang tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis Bahasa Indonesia. Oleh karena itu penulis mengambil obyek penelitian tentang metode eja secara individual dengan judul :”PENINGKATAN KEMAMPUAN BACA TULIS PERMULAAN PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI METODE EJA INDIVIDUAL SISWA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : ”Apakah melalui metode eja secara Individual
dapat meningkatkan
kemampuan baca tulis permulaan siswa Tuna Grahita Kelas II di SDLB-C Wantuwirawan Salatiga Tahun 2008/2009?”
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai beikut :.
6
Untuk mengetahui apakah melalui metode Eja Individual dapat meningkatkan kemampuan baca tulis permulaan siswa Tuna Grahita kelas II di SDLB-C Wantuwirawan Salatiga tahun 2008/2009.
D. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian Tindakan Kelas ini penulis mengharapkan agar memperoleh manfaat secara teoritis maupun praktis sehingga berguna bagi perkembangan ilmu pendidikan. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis : a. Sebagai bahan acuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pembelajaran baca tulis permulaan melalui metode eja individual mata pelajaran Bahasa Indonesia. b. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan dan menambah wawasan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi pendidikan pada umumnya dan khususnya siswa tuna grahita. 2. Manfaat Praktis : a Manfaat bagi anak Dapat mengurangi rasa rendah diri, sehingga anak lebih percaya diri.,serta meningkatkan kemampuan belajar mata pelajaran yang lain. b Manfaat bagi guru Manfaat yang bisa diambil oleh guru yaitu mengenai strategi pembelajaran
tentang metode eja individual mata pelajaran Bahasa
Indonesia siswa kelas II SDLB-C.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1.
Tinjauan Tentang Anak Tuna Grahita
a. Pengertian Anak Tunagrahita Tuna Grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardasion, mentally retarded, mental deficiency, mental devective dan lain-lain. Namun istilah-istilah tersebut kadang digunakan secara tidak persis sama. Kadang dikatakan pada tingkat berat dari ketunamentalan, atau untuk tingkat ringan dari keterbelakang mental. Lepas dari berbagai perbedaan penekanan dan istilah mana yang tepat, tuna grahita umumnya diartikan sebagai bentuk kelainan intelegensi, yaitu suatu kondisi kecerdasan di bawah rata-rata normal. Untuk lebih jelasnya, penulis kemukakan beberapa pendapat sebagai berikut: Menurut Mohammad Amin (1995: 11) merumuskan definisi anak tuna grahita. Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya di bawah ratarata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari, atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu atau dua hal tetapi hampir segala hal, lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbul-simbul, menghitung, dan dalam semua pelajaran bersifat teoritis. Dan kurang/ terlambat dalam menyesuaian diri dengan lingkungan.
8
Tjatju Sutjihati Somantri (1993 : 159) mengemukakan bahwa : Tuna
Grahita
atau
terbelakang
mental
merupakan
kondisi
dimana
perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Sedangkan menurut Munzayanah (2000 : 13) pengertian anak tuna grahita atau anak retardasi mental adalah : ”Anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan daya pikir serta seluruh kepribadiannya, sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri di dalam masyarakat meskipun dengan cara hidup yang sederhana ”. Mujito (2005) mengemukakan adapun tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakang mental, jauh di bawah rata-rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugastugas akademik, Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak sewperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.(Kompas Amanat Hati Nurani Rakyat, Rabu 02 Maret 2005). Menurut Salim Choiri dan Munawir Yusuf (2008: 36), anak tunagrahita atau anak dengan gangguan intelektual rendah. Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga faktor, yaitu (1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah ratarata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif dan (3) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahgun. Biasanya dikenal istilah tunagrahita ringan memiliki IQ 70-55, tunagrahiita sedang biasanya IQ 55 – 40 para ahli Indonesia menggunakan klasifikasi tunagrahita ringan Iqnya 50 – 70, tunagrahita sedang IQ 30-50. Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa, anak tuna grahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam
perkembangan
kecerdasan
atau
daya
pikir
serta
seluruh
9
kepribadiannya, sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang obtimal, tidak mampu hidup di dalam masyarakat dengan kekuatan sendiri meskipun dengan cara hidup yang sederhana, dalam bidang intelektual, kemauan, rasa, penyesuaian sosial dan mempunyai IQ 30-55 sehingga
pendidikan dan
pengajarannya memerlukan pendidikan program khusus atau Sekolah luar Biasa untuk mendapat pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. b. Klasifikasi Tuna Grahita Terdapat bermacam-macam klasifikasi untuk anak tuna grahita, hal ini tergantung dari masing-masing ahli dalam memberikan sudut pandangnya. Berikut berbagai klasifikasi tuna grahita yang dikemukakan oleh Munzayanah (2000 : 19) adalah sebagai berikut : 1) Klasifikasi menurut derajat kecatatan Penetapan ini berdasarkan pada pengukuran intelegensi, yaitu terbagi menjadi : a) idiot, IQ 0 – 25 b) imbisil, IQ 25 – 50 c) debil, 50 – 70 Disamping
klasifikasi
dari
tiga
jenis
tersebut,
ada
yang
menambahkan lagi yaitu termasuk jenis ”Moral defektive”. Yaitu anak yang mempunyai IQ sama dengan kelompok debil atau moron, bahkan mungkin lebih tinggi, tetapi ada kecenderungan untuk berbuat jahat. Hal ini karena disebabkan faktor intelegensinya yang kurang. Oleh karena itu mereka dapat digolongkan Borderline apabila ditinjau dari segi intelegensinya. Klasifikasi lain menurut intelegensi atau kecacatannya juga dikemukakan Munzayanah (2000: 20) dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) idiot IQ 0 – 20/25
10
b) imbisil, IQ 20/25 – 40/45
c) moron, IQ 50 – 70 d) borerline child, IQ 70 – 80/85 e) normal child, antara anak subnormal dengan anak normal 2) Klasifikasi menurut etiologi Klasifikasi ini
sangat berguna bagi tujuan untuk usaha – usaha
pencegahan, agar jumlah tuna grahita tidak semakin bertambah banyak. Klasifikasi etiologi itu sebagai berikut : a) Sebab-sebab keturunan (heriditer) b) Sebab-sebab gangguan fisik c) Sebab kerusakan pada otak. 3) Klasifikasi menurut tipe klinik. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada anomaly (penyimpanganpenyimpangan) fisik yang terdapat pada anak-anak. Antara lain : a) Cretinisme (kretin, kerdil, cebol) b) Mongol (mongolisme, mongoloid) c) Microchepalic (hydrocephalus) d) Hydrochephalic (hydrocephalus) e) Cerebral Palsy 4) Klasifikasi untuk tujuan Pendidikan. Untuk tujuan pendidikan, klasifikasi ini dititikberatkan pada kemungkinan kemampuan anak dapat menerima pendidikan atau tidak. Klasifikasi ini meliputi: a) feeble minded b) mentally handicapped
11
c) slow learner
Adapun istilah yang sering digunakan di Indonesia adalah: a) Anak perlu rawat yaitu anak yang termasuk golongan yang memerlukan perawatan dan bimbingan secara orang tuanya
ataupun oleh lembaga
penuh,
masyarakat
baik oleh
hidupnya, yang
termasuk jenis anak mampu rawat ini adalah anak idiot. b) Anak mampu latih, Maksudnya anak yang memiliki kemampuan, yang kemungkinan masih dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sederhana dengan jalan
latihan-latihan yang teratur
serta bimbingan yang terus menerus. c) Anak mampu didik, Ialah mereka yang masih mempunyai kemungkinan untuk memperoleh pendidikan dalam bidang baca, menulis dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekoplah khusus. Biasanya untuk kelompok ini dapat mencapai tingkat tertentu, setingkat dengan kelas IV Sekolah Dasar, serta dapat mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang sederhana. 5) Klasifikasi dari “The American Psyhiatric Association” adalah : a) mild deficiency b) moderaty deficiency c) severe deficiency 6) Klaifikasi menurut American Assiciation on Mental Deficiency atas dasar tinjauan medik, meliputi : a) Pengakit karena infeksi b) Penyakit karena intoksitasi c) Penyakit akibat trauma atau sebab fisik d) Penyakit akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau nutrisi
12
e) Penyakit akibat pertumbuhan baru f) Penyakit akibat pengaruh prenatal yang diketahui g) Penyakit
akibat dari sebab-sebab yang tidk jelas dengan reaksi
fungsional yang dan kemungkinan psikologik. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa Anak Tunagrahita mempunyai karakteristik dan kemampuan yang sangat terbatas sehingga mereka membutuhkan pendidikan khusus dan bimbingan khusus serta pelayanan yang khusus pula, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dilingkungannya sesuai dengan kemampuan anak masing-masing. c. Faktor Penyebab Tuna Grahita Emi Dasiemi (1997: 47) mengelompokkan penyebab tunagrahita menjadi dua, yaitu: 1) Berasal dari sel keturunan. 2) Berasal dari infeksi dan virus yang menyerang otak, benturan, radiasi dan lain-lain yang tidak bisa diturunkan. 1) Biomedis a) Faktor pre natal Virus rubella, taxoplasmois, metabolisme
spirochaeta, gangguan
protein, karbohidrat dan lemak, irreadiasi terutama pada kehamilan
dua
minggu,
kelainan
kromosom
(downs
syndrome) malnutrisi ibu. b) Faktor natal Asphyxia, anaxsia, prematuritas, trauma kelapa (Forceps). c) Faktor post natal Malnutrisi anak, infeksi otak, trauma pada otak.
13
2) Sosiokultural psikologis atau kesempatan untuk lingkungan. a) Kurangnya rangsangan atau kesempatan untuk pertumbuhan b) Ketidakmampuan perlindungan
keluarga
terhadap
untuk
intelegensi.
memberian
stress ketika individu
masih
kanak- kanak. c)
Ibu kurang dapat menunaikan tugas dalam mendidik anak.
Slamet Ananto Putro
(1999: 35) mengemukakan
penyebab
terjadinya terbelakang mental atau tunagrahita adalah sebagai berikut: i.
Masa prenatal yaitu sebelum bayi lahir, masih dalam kandungan kekurangan vitamin, karena gangguan psikologis sang Ibu, gangguan kelainan janin dan bisa terjadi karena keguguran yang gagal.
ii.
Masa natal yaitu ketika bayi lahir, bila proses kelahiran tidak sempurna. Memakan waktu yang lama dan akhgirnya diangkat dengan forsep juga dapat mengakibatkan terbelakangf mental.
iii.
Masa pos natal yaitu setelah lahir, anak tunagrahita dapat disebabkan karena pada waktu kecil atau bayi pernah/sering step, panas terus menerus dan penyakit lainnya. Tredgoild yang dikutip Munzayanah (2000:15) mengklasifikasikan
etiologi menjadi dua yaitu : 1) Primary Amentia, artinya kelompok anak retardasi mental yang disebabkan karena faktor keturunan. 2) Secondary Amentia, Yaitu kelompok retardasi mental yang disebabkan karena faktor eksternal atau sesudah lahir. Ada lagi klasifikasi etimologi yang lain dipandang dari empat hal yaitu : 1) Luka Otak Luka otak dapat terjadi pada masa prenatal, natal maupun postnatal.Misalnya pada waktu hamil ibu jatuh atau mengalami
14
kecelakaan yang mengakibatkan tekanan keras pada kepala bayi sehingga mengakibatkan kelukaan otak. Pada masa natal, luka otak pada waktu lahir ini biasanya akibat prases kelahiran yang mengalami kesulitan. 2) Gangguan Fisiologik (Physiologikal disturbances) Beberapa gangguan fisiologik yang dapat menyebabkan tuna grahita antara lain : a) Penyakit Rubella, antara lain: cataract, tuli, microcephalus. Penyakit ini diderita oleh ibu pada waktu hamil sehingga mengakibatkan anaknya cacat mental sejaklahir. b) Faktor Rh Yannet berpendapat apabila ada faktor incompatabilitas antara ibu dan anak dalam faktor Rh darah, anak pasti menderita cacat mental. c) Mongolisme Yaitu mempunyai tipe seperti orang mongol yang bisa disebabkan lain pada waktu ibu hamil. d) Cretinoid Disebabkan oleh penyakit thyroid (gondok) Kerusakan kelenjar thyroid dapat mengakibatkan kekurangan thyroxim pada anak dan konsekuensinya anak menjadi cacat dalam perkembangan jasmani maupun rohani. 3) faktor penyebab keturunan (hereditary factors) Masih banyak pertentangan pendapat mengenai faktor keturunan bagi penderita cacat mental. Hal ini karena ada yang dapat membuktikan seberapa besar faktor keturunan berpengaruh
15
4) Penyebab Kultur atau Lingkungan Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa faktor lingkungan (lingkungan keluarga) berpengaruh terhadap retardasi mental. Melihat struktur masyarakat Indonesia, dimana golongan sosial ekonomi rendah maka dapat diperkirakan bahwa retardasi mental di Indonesia sebagian besar termasuk golongan “cultural familial retardes” Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor penyebab tunagrahita antara lain : 1. Masa sebelum lahir, ini terjadi mulai anak masih dalam kandungan misalnya penyakit yang diderita oleh Ibunya 2. Masa persalinan, ini terjadinya kecelakaan yang mengenai bagian organ ataupun syaraf otak sehingga menimbulkan kecacatan, dan juga akibat penyakit gonozhoe yang diderita orang tuanya. d. Karakteristik Anak Tuna Grahita Beberapa karakteristik yang nampak bagi bermacam-macam jenis anak berkebutuhan khusus anak tuna grahita,
menurut Munzayanah
(1997: 23) adalah sebagai berikut : 1) Anak idiot a) Mereka tidak dapat diajak bercakap-cakap, karena kemampuan berfikir rendah. a) Tidak mampu mengerjakan atau mengurus diri sendiri. b) Hidupnya seperti bayi yang selalu membutuhkan perawatan dan pertolongan. c) Kadang-kadang tingkah lakunya dikuasai oleh gerakan-gerakan yang berlangsung dari luar kesadarannya, jadi bersifat otomatis. d) Jarang mencapai
umur
panjang,
karena
adanya proses
16
kemunduruan organ-organ di dalam tubuhnya. 2) Anak embisil a. Dapat mengucapkan kata-kata yang sederhana b. Dapat dilatih untuk merawat dirinya sendiri. c. Dapat dilatih untuk aktifitas hidup sehari-hari. d. Masih membutuhkan pengawasan orang lain. e. Sulit mengadakan sosialisasi. 3) Anak mongolism atau mongoloid Ciri-ciri anak ini adalah seperti tipe orang mongol. Ciri-ciri yang nampak adalah : a. Mata letaknya miring dan biasanya jarak antara mata lebih jauh bila dibandingkan dengan mata anak normal, seperti mata sipit. b. Muka datar, bundar dan lebar. c. Bibir tebal dan lebar. d. Lidah panjang dan lebar sampai biasanya menjulur keluar. e. Hidung pesek, pangkal hidung melebar. f. Tengkorak darimuka sampai kedaerah belakang kepala pendek. g. Leher belakang pendek. h. Tangan, jari kelima pendek dan
membengkak, jari pertama
tertanam lebih rendah, dan ada juga garis lurus di telapak tangan dibawah jari kedua sampai jari kelima. i. Kaki, antara jari kaki pertama dan kedua ada jarak yang lebar, dan ada garis pendek melurus ke bawah. Telapak kaki datar, tidak lengkungan. j. Jari-jari pendek, dan telapak tangan halus/lembut.
17
Sedangkan menurut Muhammad Amin (1995: 37) karakteristik anak tunagrahita ringan antara lain sebagai berikut: 1) Banyak yang lancar bericara tetapi kurang perbendaharaan kata. 2) Mengalami kesukaran berfikir abstrak 3) Dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun disekolah khusus. 4) Sebagian
pada umur 16 tahun baru dapat mencapai umur
Kecerdasan yang sama dengan anak normal umur 12 tahun Karakteristik anak tuna grahita menurut Browwn et al, 1991; Wolery & Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edion, p.485-486, 1996 menyatakan: 1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus. 2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru. 3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tuna grahita. 4.
Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak tuna grahita berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mengenadahkan kepala.
5.
Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak tuna grahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka
18
selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. 6.
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tuna grahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tuna grahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tuna grahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tuna grahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya menggigit diri sendiri, membentur-benturkan kepala, dan lain-lain. Gejala tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik (diagnosa), http//www,(kompas com 2 maret 2005, judul autis dan tunagrahita, tak sama dan memangbeda. Penulis nasrullah). Berdasarkan uraian tentang ciri-ciri diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan memiliki kecerdasan dibawah normal, sehingga perkembangan mental dan sosialnya terhambat. Hal ini disebabkan karena daya berfikir rendah, perhatian dan ingatannya lemah, kurang memiliki perbendaharaan kata yang cukup serta kurang mampu berfikir secara abstrak. Kapasitas belajar amat terbatas, dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus diri sendiri secara baik, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, berbicara tidak lancar, mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa maupun khusus, sikap yang ingin memisahkan diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil, sehingga rasa sosialnya terhadap teman sebaya yang mengalami perkembangan secara normal anak merasa tidak percaya diri dan Permulaan
minder
2. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca
Anak TunagrahitaPengertian Kemampuan Membaca Permulaan
19
Menurut Akhmad SH dan Yeti Mulyati (1996: 5), mengatakan ”membaca merupakan kemampuan yang komplek dan kesatuan berbagai proses psikologis, sensoris, motoris dan perkemangan ketrampilan”. Sedangkan Burhan dalam Suyatmi (1997: 4) mengemukakan bahwa, ”Membaca dalam arti sebenarnya adalah perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa ketrampilan, yaitu mengamati, memahami dan memikirkan”. Istilah
kemampuan
memiliki
banyak
makna,
menurut
Poerwadarminta (2001: 628), kemampuan mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam melakukan suatu tindakan atau kegiatan. Pendapat lain dikemukakan oleh Jhonson yang dikutip Cece Wijaya dan Rusyan A. Trabrahi (2002: 8) menjelaskan bahwa ”kemampuan merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Membaca adalah merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun akan berkembang kreativitas dan kecerdasanya. Dikutip dari: Temu Ilmiah Tumbuh Kembang jiwa Anak dan Remaja (Sumber. Iqiq wib.id) Anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru. Anak gemar membaca umumnya adalah anak yang mempunyai lingkungan dimana orang – orang di sekelilingnya juga mempunyai kebiasaan membaca dengan baik. Dengan demikian orang tua dan guru di tuntut untuk bisa membeikan contoh keteladanan yang nyata akan hal yang baik, termasuk perilaku bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru (Kak Seto Mulyadi 2008: 3). Berdasarkan beberapa pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa membaca adalah kemampuan yang dimiliki dalam melakukan suatu kegiatan yang komplek dan kesatuan berbagai proses psikologis, sensoris dan
20
perkembangan ketrampilan pada dasarnya anak hanya bisa meniru. Sedangkan membaca permulaan merupakan kegiatan membaca mula-mula diajarkan pada anak yang baru masuk sekolah dasar sebelum anak mengenal huruf atau bacaan. a. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Salah satu aspek kemampuan bahasa adalah membaca. Sedangkan bahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan dan banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa. Suharto dan Agung Hariono (1994: 115) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yang ringkasannya sebagai berikut: 1) Umur anak Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman dan meningkatkan kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertumbuhan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan mempengaruhi sehubungan dengan sempurnanya organbicara, kerja otot untuk gerak dan isyarat. 2) Kondisi lingkungan Lingkungan memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di perkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan, lingkungan di sini adalah lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang. 3) Kecerdasan anak Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda – tanda memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual. 4) Status sosial ekonomi keluarga Keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah dalam kemampuan bahasanya. Dengan demikian bagi anak yang hidup dalam keluarga terdidik juga berbeda perkembangan bahasanya dengan anak dalam lingkungan keluarga tidak terdidik.
21
5) Kondisi fisik Kondisi fisik yang dimaksud adalah kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat dan terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap akan mengganggu perkembangan bahasanya. Suyatmi (1996: 11) menjelaskan beberapa faktor penunjang kegiatan membaca, antara lain: 1) Faktor intern meliputi: kompetensi bahasa, minat, mpotivasi, kosentrasi, ketekunan, kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan menetralkan titik kelemahan, memiliki latar el;akang pengetahuan yang sesuai dan penguasaan kosa kata yang memadai serta kemampuan memahami maksud bacaan cepat dan cermat. 2) Faktor ekstern / dari luar meliputi: (a) Pengadaan buku – buku bacaan yang baiksesuai dengan kebutuhan, menarik, dan menimbulkan keasyikan dan harga yang terjangkau masyarakat luas, (b) Unsur – unsur dalam bacaan dan sifat – sifat lingkungan baca atau faktor keterbacaan, (c0 kondisi dan situasi lingkungan yang merangsang kegemaran membaca, termasuk didalamnya pengadaan tempat belajar, suasana keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, teman, guru, dan tokoh masyarakat. Lebih lanjut Suyatmi (1996: 21) agar dapat memiliki ketampilan membaca yang memadahi perlu memperhatikan hal – hal di bawah ini, yaitu: 1) Membaca secara berencana dan teratur 2) Membaca harus disertai dengan seluruh aktifitas jiwa yang berarti 3) melibatkan pikiran, perasaan, ingatan, daya khayal dan lain-lain. 4) Membaca dengan mengenal batas 5) Membaca dengan menggunakan perpustakaan. Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Bagi anak tuna grahita faktor instrinsik berupa kemampuan psikologis antara lain tingkat intelegensi yang rendah, kemampuan koordinasi motorik lambat, bicara lambat dan daya ingat yang
22
rendah perlu diperhatikan dengan merangsang kemampuannya berupa stimulus dari luar. c. Materi Pembelajaran Membaca Permulaan Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu siswa / guru dalam proses pembelajaran. Bahan terseut bisa tertulis dan tidak tertulis. (Depdiknas, 2004: 10) Materi pembelajaran membaca permulaan pada kelas II yang tertuang dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004 aspek membaca pada pelajaran Bahasa Indonesia adalah: 1) Menyebutkan huruf pada kata Siswa diharapkan dapat menyebutkan huruf dalam kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal siswa (menirukan guru) yang diperkenalkan siswa secara ertahap 14 huruf yaitu; a, b, c, d, e, i, j, k, l, m, p, s, t, dan u. 2) Menyebutkan kata dengan bantuan gambar Siswa ditunjukkan gambar untuk menyebutkan gamabar tersebut, lalu ditampilkan huruf sesuai gambar. Disampaikan kata-kata baru dengan menunjuk gambar, yang sesuai dengan huruf. Permendiknas No. 24 Tahun 2006, guru sebagai tenaga pengajar berkewajiban menentukan bahan ajar dalam rangka pengembangan materi. Tujuan menentukan materi pembelajaran adalah meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, dari bahan pembelajaran untuk membentuk kemampuan kognitif, sikap dan ketrampilan. (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2008: 1)
23
d. Evaluasi Pembelajaran Membaca Permulaan Evaluasi ini merupakan salah satu kompionen dalam kegiatan belajar mengajar, maka dari itu tidak dapat dipisahkan dari komponen – komponen yanglain. Menurut Asnawi dan Hamid, (1991: 10-13) Evaluasi merupakan salah satu komponen proses belajar mengajar yang menentukan keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Tanpa adanya evaluasi guru tidak mungkin mengetahui hasil belajar yang telah menjadi milik siswa. Evaluasi juga memegang peranan penting dalam komponen perencanaan dan komponen interaksi dari proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi antara lain : 1) Fungsi formatif artinya hasil evaluasi diguinakan untuk memperaiki hasil elajar dan kegiatan belajar mengajar. 2) Fungsi sumatif artinya evaluasi dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengajar. 3) Fungsi penerapan memberikan kemampuan kepada evaluator untuk mengelompokkan siswa berdasarkan kreteria tertentu. 4) Fungsi diagnostik artinya hasil evaluasi berguna sebagai bahan untuk membicarakan yang dihadapi siswa yang bersangkutan, dimana bersifat mendasar pada kelemahannya. Sedangkan Budiasih dan Zuchdi (2001: 139-141) mengatakan bahwa evaluasi membaca permulaan, artinya mengukur seberapa tinggi keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran maka alat pengukurannya atau alat evaluasinya harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Adapun butir-butir yang perlu di perhatikan dalam evaluasi membaca permulaan antara lain : 1) Ketetapan menyuarakan tulisan 2) Kewajaran lafal 3) Kewajaran intonasi
24
4) Kewajaran suara 5) Pemahaman isi atau makna
Dari beberapa pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa evaluasi membaca permulaan dilaksanakan untuk dapat mengetahui sejauhmana informasi tentang kemampuan siswa dalam mengenal dan membaca setiap huruf dan suku kata dengan benar dalam menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa dalam kalimat dengan intonasi yang benar, di dalam membaca permulaan ditekankan pada kemampuan siswa yang dimiliki. 3. Tinjauan Tentang Mata Pelajaran Bahasa Indionesia a. Pengertian Bahasa Indonesia Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dlam mempelajari semua bidang studi. Pelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya sendiri, budayanya dan budaya orang bain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan
bahasa
tersebut
dan
menemukan
serta
menggunakan
kemampuan analisis dan imajinasinya yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik, berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis, seta menumbuhkan apresiasi terhadap kesastraan manusia Indonesia. Peserta didik adalah makluk sosial, satu sama lain saling membutuhkan dan hubungan satu sama lain diungkapkan dengan bahasa. Bagaimana dengan anak tuna grahita? Pada umumnya mengalami kesulitan mengadakan kontrol dengan lingkungannya. Bahkan dalam bahasapun anak tuna grahita
sangat miskin pengalaman,
sehingga anak tuna grahita mengalami kesukaran /hambatan dalam menyampaikan pendapat/gagasan atau isi hati, pergaulan dan perkembangan
25
kemampuan pengetahuannya baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Berdasarkan Kurikulum Pendidikan Luar Biasa GBPP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (2001: 1) Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagai pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa Indonesia dan sastra Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, sehingga dengan bahasa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuannya.
b. Tujuan mata Pelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan standar Komptensi dan Kompetensi dasar Sekolah Dasar Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional (2006: 81) sebagai berikut : 1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. 2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara. 3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. 4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. 5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
26
Sedangkan menurut Kurikulum Pendidikan Luar Biasa, GBPP Mata pelajaran Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2001: 2) tujuan Mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : 1) Siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa Negara. 2) Siswa mampu memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk makna, dan fungsi, serta menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan. 3) Siswa mampu memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial. 4) Siswa mampu memiliki disiplin dalam berfikir dan berbahasa (berbicara dan menulis). 5) Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Berdasarkan uraian tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa : a) Siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman dan pesan secara lisan, tertulis. b) Siswa mampu mengungkapkan perasaan secara lisan dan tertulis dngan jelas. c) Siswa mampu berinteraksi dan menjalin hubungan dengan linkungan orang lain secara lisan. d) Siswa memiliki kepuasan dan kesenangan berbicara. e) Siswa mampu menyampaikan informasi secara lisan, tertulis, dan atau isyando sesuai dengan kontek dan keadaan. f) Siswa mampu memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dalam berbicara dan menulisia.
27
c. Fungsi mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sesuai dengan kedudukan Bahasa Nasional dan bahasa Negara, maka fungsi mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia yang terdapat pada Kurikulum Pendidikan Luar Biasa (2001: 1) adalah: 1) Sarana pembinaan kesatuan dan kesatuan bangsa. 2) Sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya. 3) Sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan pengetahuan, teknologi dan seni. 4) Sarana penyebarluaskan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah. 5) Sarana pengembangan penalaran.
4. Tinjauan Tentang Metode Eja Individual Metode eja individual adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf, siswa diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Metode eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad dari a, b, c, d, e, f, g, h, i, j ...... sampai z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem, metode kata lembaga didasarkan atas pendekatan kata yaitu cara memulai mengajarkan membaca
dan
menulis
permulaan
dengan
menggunakan
kata-kata.
Menurut Suyatmi (1996: 40-43), metode membaca permulaan meliputi: a. Metode Alfabet Metode ini sering disebut juga metode harfiah, metode ”letter by method” atau ”AC Method”. Metode ini merupakan metode yang paling tua usianya. Dalam metode ini sangat dominan dan sangat mekanis sifatnya. Adapun pelaksanaannya yaitu, mula-mula murid dikenalkan dengan abjad
28
a sampai z, setelah hafal beberapa huruf, huruf tersebut dirangkai menjadi kata, dan kata-kata dirangkai menjadi kalimat.
Penerapan
langkah-langkah
pembelajaran
membaca
permulaan
menggunakan metode alfabet, yaitu: a) Guru mengenalkan atau membaca beberapa mhuruf, misalnya b, u, d,i dan sebagainya. b) Merangkai suku kata yang sudah dihafal, misalnya: i-tu (dilafalkan i – te – u – tu – i – tu) bu – di (dilafalkan be – u – bu, de – i – bu – di) c) Menggabungkan suku kata yang sudah dilafalkan, misalnya: i – tu (dilafalkan i – te – u – tu – i – tu) bu – di (dilafalkan be – u – bu, de – i – bu – di) b. Metode suara Metode ini merupakan penyempurnaan metode alfaet. Metode suara diseut juga ”Phonic Method”. Pada metode ini bukan abjadnya yang diajarkan, melainkan bunyi bahasa sebagai pengganti huruf-huruf tersebut. Contoh: bunyi b tidak diucapkan e melainkan /b/ atau /bh/, d tidak dilafalkan /de/ melainkan /dh/. c. Metode suku kata Metode ini biasa diseut ”Syllabic Method”. Dalam metode ini suku kata merupakan kunci pokok dalam membuat kata. Jadi yang diajarkan mula – mula adalah suku kata. Suku kata digabungkan menjadi kata yang akhirnya kata – kata digabungkan menjadi kalimat. Misalnya: i – tu
29
dibaca itu, bu – di dibaca budi, kemudian dirangkai menjadi kalima ”itu budi”. d. Metode kata – kata Pelaksanaan metode ini selalu diawali dengan kata – kata tertulis, setelah kata – kata dikenalkan pada anak, lalu antar suku kata selanjutnya
menjadi suku kata lagi barulah huruf digabung kembali dalam bentuk kata semula. e. Metode struktural analik sintetik Sumber metode ini adalah ilmu jiwa Gestalt. Metode ini tidak hanya berlaku pada membaca permulaan saja, tetapi juga berlaku pada membaca lanjut, dan keseluruhan pengajaran bahasa. Menurut Sunardi (1997: 72) ada beberapa metode dalam pengajaran membaca permulaan, antara lain: a) metode membaca basal. b) metode eja, c) metode linguistik, d) metode pengalaman bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa anak tunagrahita dalam membaca permulaan diawali dari pengenalan
ajad
dengan
meniru
dari
guru,
mengingat
konsep
pemahamananak tuna grahita sangat terbatas, agar lebih dapat dipahami maka pengucapan per huruf (eja) secara individual lebih ditekankan.
30
B. Kerangka Berfikir Seperti yang telah penulis uraiakan diatas anak tuna graghita mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah serta kemampuan yang terbatas. Kecerdasan anak tuna grahita kelas II hampir sama dengan kecerdasan anak normal usia 5-6 tahun. Anak tuna grahita mengalami kesulitan dalam baca tulis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas guru harus dapat memilih metode yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang sesuai dengan aspek menulis berdasarkan kajian teori dan berfikir diatas dengan melalui Metode Eja Individual kemampuan baca tulis permulaan dapat meningkat, maka digambarkan skema kerangka berfikir seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
KONDISI AWAL
Guru belum menggunakan metode eja individual
Siswa Hasil belajar baca tulis Permulaan Bahasa Indonesia rendah
Siklus I
TINDAKAN
Guru Mengunakan metode Eja Individual Siklus II
KONDISI AHKIR
Diduga menggunakan metode Eja Individual dapat meningkatkan kemampuan baca tulis permulaan siswa SDLB - C Wantuwirawan Salatiga Tahun Pelajaran 2008/2009
31
Keterangan : 1. Kondisi Awal Proses kegiatan belajar mengajar baca tulis permulaan mata pelajaran Bahasa Indonesia tanpa menggunakan metode Eja Individual, hasil yang dicapai masih rendah. 2. Tindakan, Proses kegiatan belajar mengajar baca tulis permulaan, mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siklus I sudah menggunakan metode Eja Individual hasil yang dicapai belum sesuai dengan indikator kerja. 3. Tndakan, Proses kegiatan belajar mengajar baca tulis permulaan, mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siklus II menggunakan metode Eja Individual hasil yang dicapai sesuai dengan indikator kerja 4. Kondisi ahkir, menggunakan metode eja Individual dapat meningkatkan kemampauan baca tulis permulaan siswa SDLB – C Wantuwirawan Salatiga Tahun Pelajaran 2008/2009. C. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah suatu jawaban yang sifatnya masih lemah, harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis itu sendiri harus konsisten dengan teori yang telah penulis paparkan diatas, maka dalam penelitian tindakan kelas ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Melalui metode Eja Individual dapat meningkatkan kemampuan baca tulis permulaan Bahasa Indonesia Kelas II SDLB – C Wantuwirawan Salatiga Tahun Pelajaran 2008/2009.
BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di Sekolah Dasar Luar Biasa Bagian Tuna Grahita SDLB-C Wantuwirawan Salatiga Tahun Pelajaran 2008/2009. Dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sesuai dengan
32
tempat bertugas sehingga peneliti dapat melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tugas sehari – hari tanpa harus mengganggu proses pembelajaran sesuai dengan tugas pokok peneliti, bahkan penelitian ini merupakan hal yang sangat tepat dan menunjang proses kegiatan belajar mengajar, sehingga masalah – masalah yang timbul dalam proses pembelajaran diteliti mengapa timbul masalah, apa saja penyebabnya, kesulitan – kesulitan siswa, bagaimana mengatasinya sampai dengan ditemukan cara pemecahannya. Dengan demikian kualitas proses belajar mengajar dapat ditingkatkan sehingga nilai hasil belajar dapat meningkat pula. Hasil Penelitian Tindakan Kelas tersebut didokumentasikan melalui daftar nilai sehingga sewaktu – waktu dapat dibuka kembali dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi teman – teman guru Sekolah Dasar Luar Biasa bagian Tuna Grahita Wantuwirawan Salatiga sekaligus dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya
2. Waktu Penelitian Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan selama 4 bulan efektif. Penelitian dilaksanakan dengan mengambil waktu semester II dari bulan Maret 2009 sampai dengan Juni 2009. Adapum waktu pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
Bulan No
Uraian Kegiatan
Maret
1
Menyusun Proposal PTK
V
2
Persiapan
V
3
Pelaksanaan Penelitian
April
V
Mei
Juni
33
4
Penyusunan hasil Penelitian
5
Menyusun Laporan
V V
B. Subyek Penelitian Subyek penelitian tindakan kelas ini sejumlah siswa kelas DII Sekolah Dasar Luar Biasa Bagian Tuna Grahita Wantuwirawan Salatiga. Adapun jumlah siswa kelas D II SDLB-C Wantuwirawan Salatiga berjumlah 5 anak.
Tabel : 1 Daftar Nama Siswa NO
NAMA
Kelas/L/P
1
SL
II/P
2
PH
II/L
3
TU
II/P
4
SA
II/L
5
BN
II/L
C. Data dan Sumber Data Data penelitian yang dikumpulkan berupa hasil belajar siswa dan keaktifan siswa kelas DII C SDLB-C Watuwirawan Salatiga serta faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan baca tulis permulaan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
dan keaktifan siswa. Data penelitian dikumpulkan dalam
berbagai sumber yang meliputi :
1. Guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas DII C. 2. Siswa kelas DII
SDLB-C Wantuwirawan Salatiga: data yang diperoleh
berupa hasil penilaian terhadap kondisi pembelajaran Bahasa Indonesia, dengan menggunakan metode eja individual, baik dalam siklus I maupun siklus II.
34
3. Hasil pengamatan/observasi terhadap siswa waktu mengikuti kegiatan belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Tehnik Tes Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua cara yaitu teknik tes dan teknik non tes. Pengumpulan data melalui teknik tes terdiri dari tiga bentuk tes yaitu tes tertulis, lisan dan perbuatan. Sedangkan non tes berupa: dokumen, observasi. Menurut Budiyono yang dikutip oleh Sadjidan (2007: 54) berpendapat Metode Tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subyek penelitian. Dalam penelitian ini, metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai penggunaan metode eja individual siswa terhadap materi yang disampaikan. 2. Tehnik Dokumentasi Teknik dokumentasi digunakan untuk mengetahui jumlah siswa yang dijadikan subyek penelitian, dan untuk mendapatkan nilai kemampuan awal, berupa nilai baca tulis mata pelajaran bahasa Indonesia semester I bagi subyek penelitian. 3 Tehnik Observasi Menurut Sadjidan (2007:53) mengemukakan bahwa “Observasi adalah cara pengumpulan data dimana peneliti melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian, sehingga si subyek penelitian tidak tahu bahwa dia sedang diamati“. Sedangkan menurut Sugiyanto (2006:255) macam-macam observasi sebagai berikut : a. Obsevasi partisipatif, dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. b. Observasi terus terang atau bersamar, dalam hal ini peneliti dalam mengumpulkan data mengatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakuukan penelitian. c. Observasi tak berstruktur, observasi yang tidak dipersiapkan ecara sistematis.
35
Berdasarkan pengertian observasi dan macam-macam observasi tersebut ditas peneliti menggunakan denganobsevasi partisipatip karena peneliti terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung , dikelas DII SDLB-C Wantuwirawan Salatiga.
E.Validitasi Data Informasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan untuk validitasi data dalam penelitian ini adalah dengan Triangulasi data. Moleong yang dikutip Sadjidan (2007 : 11) mengemukakan bahwa “ Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu“. Teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi metode.
F . Tehnik Analisis Data Menurut Imam dkk yang dikutip Sarwiji Suwandi dan Madyo Ekosusilo (2007:
25)
Analisis
data
adalah
proses
menyeleksi,
menyederhanaan,
memfokuskan, mengorganisasikan data secara sistematik dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban terhadap PTK. Dengan demikian analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data (Analisis Proses dan Produk), sesuai dengan hipotesis yang penulis ajukan adalah ada peningkatan kemampuan baca tulis permulaan pelajaran Bahasa Indonesia melalui metode eja individual siswa kelas D II SDLB C Wantuwirawan Kota Salatiga.
G. Indikator kinerja a. Bagi siswa
36
Dengan menggunakan metode eja individual dapat meningkatkan hasil belajar yang ditandai dengan siswa memperoleh nilai tes 7,0 dan secara klasikal siswa harus mencapai batas nilai minimal tersebut. b. Pada Aspek Proses Perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode eja individual dapat meningkat, termasuk keaktifan mengikuti pelajaran
H. Prosedur Penelitian Secara umum, langkah-langkah operasionl yang akan dilakukan peneliti meliputi tahap persiapan, tahap analis, dan tahap refleksi serta tahap tindak lanjut.
1. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan meliputi tiga langkah yaitu : a. Apersepsi Guru menyusun beberapa instrument penelitian yang digunakan dalam tindakan dengan menggunakan metode eja individual, Instrument penelitian tersebut terdiri dari skenario pembelajaran, silabus, tugas, soal tes formatif, lembar observasi keaktifan siswa, dan lembar observasi kinerja guru. b. Inti Proses pembelajaran baca tulis permulaan mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode eja individual. c. Penutup Diakhir pembelajaran baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia
diadakan tes. Dalam pembelajaran ini menggunakan
bentuk tes tertulis. 2. Pelaksanaan a. Apersepsi Siswa bersama guru melakukan berdoa sebagai awal pelajaran, Guru memberikan pertanyaan - pertanyaan pelajaran yang lalu, secara bergantian.
37
b Inti Pelaksanaan pembelajaran baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode eja individual . c. Penutup Diakhir pembelajaran baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode eja individual diadakan tes. Dalam pembelajaran ini menggunakan bentuk tes tertulis. 3. Observasi Pengamatan dilakukan dengan melihat data nilai hasil ulangan harian sebagai kondisi awal kemudian nilai rata pada pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia tidak menggunakan metode eja individual. Serta proses pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode eja individual, terhadap kualitas kegiatan belajar mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia secara menyeluruh meliputi hasil dan proses belajar siswa, yang dibantu oleh guru kolaborasi. 4. Tahap Refleksi Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap pelaksanaan proses Kegiatan Belajar Mengajar,
dan penguasaan materi ( nilai tes ). Berdasarkan
pelaksanaan tahap observasi dan evaluasi sebelumnya, data yang diperoleh selanjutnya menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk perbaikan penggunaan metode eja individual dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Melakukan perbaikan dalam Kegiatan Belajar Mengajar dan pengelolaan kelas serta dalam penggunaan metode eja individual . Guru perlu memberikan penguatan-penguatan serta dorongan kepada siswa agar siswa lebih bersemangat dan aktif melakukan latihan-latihan untuk mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas terutama baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Tindakan siklus II 1. Tahap Perencanaan (Planing) a. Identifikasi masalah setelah pelaksanaan Siklus I b. Melaksanakan alternatif tindakan dengan pembelajaran individual.
38
c. Menyiapkan perangkat mengajar (silabus, RPP, buku sumber, lembar obsevasi, lembar kerja). 2. Tindakan a. Untuk mengawali kegiatan guru melakukan apersepsi. b. Memasuki kegiatan inti yaitu proses pembelajaran Guru menerangkan dan menunjukkan huruf serta menuliskan kepada siswa, agar siswa dapat membaca dan menulis, dengan metode eja individual c. Setelah kegiatan inti guru mengadakan pos test berupa soal berjumlah 10 dengan cara siswa mengeja dan menulis. d. Setelah siswa menyelesaikan tugas, guru menganalisis hasil pekerjaan siswa untuk dibandingkan dengan hasil pada siklus I untuk mengetahui peningkatan kemampuan baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia. 3. Observasi Melakukan pengamatan terhadap pelakanaan tindakan kelas dengan lembar observasi yang telah disiapkan. Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh guru lain sebagai kolaborator, hal-hal yang diamati antara lain sebagai berikut: a. Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. b. Guru selama melakukan kegiatan pembelajaran. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan tindakan. 4. Refleksi a. Mengulas secara kritis tentang perubahan pada siswa, suasana kelas dan guru saat proses pembelajaran. b. Mendiskusikan hasil Siklus I dan siklus II dengan teman sejawat Guruguru di SDLB-C Wantuwirawan Salatiga. c.
Merumuskan hasil baik keberhasilan maupun kekurangannya untuk ditindaklanjuti pada langkah-langkah penyempurnaan dan pengembangan.
I. Data dan Sumber Data
39
Data penelitian yang dikumpulkan berupa hasil kegiatan belajar mengajar baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia, dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di Kelas D2 SDLB-C Wantuwirawan Salatiga., serta faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi dan keaktifan siswa. Data penelitian dikumpulkan dalam berbagai sumber yang meliputi : 1. Nilai baca tulis permulaan mata pelajaran bahasa Indonesia Kelas D2 SDLBC Wantuwirawan Salatiga., data yang diambil dari nilai raport semester I tahun pelajaran 2008/2009. 2. Siswa kelas Kelas D2 SDLB-C Wantuwirawan Salatiga.: data yang diperoleh berupa penilaian terhadap kondisi pembelajaran baca tulis permulaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia, baik pada kondisi awal maupun pada siklus I dan siklusII 3. Hasil pengamatan/observasi terhadap siswa waktu mengikuti kegiatan belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
40
A. Diskripsi Kondisi Awal Berdasarkan nilai baca tulis dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia sebelum metode eja individual (pre test) siswa kelas II SDLB Wantuwirawan Salatiga dapat disajikan nilai baca tulis permulaan yang terkait dengan kondisi awal. Tabel : 2 Nilai baca tulis permulaan Siswa kelas II C pada Kondisi Awal NO
NAMA
NILAI
1
SL
6
2
PH
5
3
TU
6
4
SA
4
5
BN
5
B. Deskripsi Siklus I SIKLUS I a. Perencanaan pada tahap ini penelitian membuat : 1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) 2) Membuat instrumen pembelajaran 3) Membuat lembar penilaian ( kisi-kisi ), lembar pengamatan lembar kerja siswa b. Tindakan pada tahab ini penelitian mengadakan tindakan sebagai berikut: 1) Pertemuan Pertama a) Penyampaian materi pengenalan huruf ( konsonan dan vokal ) b) Guru menyiapkan sebuah gambar ayam, dan menulisnya dengan jelas huruf depannya a di papan tulis, ataupun mengambil kartu huruf a. c) Kemudian ditunjukkan gambar-gambar lainnya dengan huruf b, c, dst
41
d) Guru menyuruh siswa untuk menirukan dan
mengucapkan
penjelasan guru e) Guru mempersiapkan lembar evaluasi dan mencatat pengamatan terhadap
permasalahan
ataupun
kesulitan
siswa
dalam
pembelajaran 2) Pertemuan kedua a) Mengulang materi pada pertemuan pertama b) Menambah materi pembelajaran c) Menyuruh sswa untuk menunjukkan gambar dan membacanya d) Mengadakan evaluasi dan mencatat pengamatan c. Pengamatan Pada tahab ini peneliti mengadakan: 1) Pengamatan terhadap minat siswa pada pembelajaran 2) Kemampuan siswa dalam memahami, mengerti dan mengenal tentang huruf 3) Kesulitan yang di alami siswa dalam pembelajaran 4) Mencatat hasil pengamatan d. Refleksi setelah dilaksanakan serangkaian tindakan pada setiap siklus dan bedasarkan hasil pengamatan serta catatan guru mengadakan refleksi. Hasil pengamatan dari 5 siswa kelas II ternyata masih ada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengenal huruf, maupun membedakan huruf, dan membacanya.
C. Deskripsi Siklus II Siklus II a. Perencanaan pada tahab ini penelitian mengadakan penyempurnaan perencanaan pada siklus I, dan penambahan materi.
b. Tindakan Pada tahap ini peneliti mengadakan tindakan:
42
1) Pertemuan pertama a) Menyiapkan gambar-gambar yang lebih banyak b) Menyuruh siswa untuk menunjukan, membaca, mengambil kartu huruf c) Menyuruh siswa untuk memasangkan gambar dengan kata, ataupun sebaliknya d) Menyuruh siswa untuk memasangkan ataupun menyusun kartu huruf dan membacanya. 2) Pertemuan kedua a) Mengulang materi pada pertemuan pertama b) Menambah materi pembelajaran c) Menyuruh siswa untuk menyusun kartu huruf dan membaca d) Menyuruh siswa untuk menyusun kartu huruf sesuai gambar yan ada e) Mengadakan evaluasi c. Pengamatan Pada tahab ini peneliti memantau, mencatat hasil tindakan yang meliputi: 1) Kemampuan siswa dalam memahami, mengerti, mengenal tentang huruf 2) Ketrampilan siswa dalam mengenal dan
membedakan huruf
dalam gambar 3) Ketrampilan siswa dalam menyusun kartu huruf dan membacanya 4) Ketrampilan siswa dalam menebalkan huruf sesuai titik-titik atau garis yang ada 5) Ketrampilan siswa dalam mengucapkan huruf-huruf atau kata-kata yang benar d. Refleksi Setelah dilaksanakan serangkaian tindakan pada setiap siklus dan bedasarkan hasil pengamatan serta catatan guru mengadakan refleksi. Hasil pengamatan dari 5 siswa kelas II SDLB-C Wantuwirawan Salatiga ada siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menyusun huruf dan membacanya. Misalnya menyusun kata “buku” yang terdiri dari dua
43
potongan gambar bertuliskan bu- dan –ku, siswa masih menyusun secara terbalik sehingga menjadi kata kubu, ada yang menyusun kata “guru” yang terdiri dua potongan gambar bertuliskan gu dan ru, anak menyusun terbalik sehingga menjadi rugu.
D. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan baca tulis dengan menggunakan metode eja individual mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas II SDLB-C Wantuwirawan Salatiga Tahun 2008/2009, dari data subyek sebanyak 5 orang siswa.
Tabel 3. Daftar Identitas siswa kelas II SDLB Wantuwirawan Salatiga
No
Kode Siswa
Kelas
Jenis Kelamin
1
SL
II
Perempuan
2
JP
II
Laki-laki
3
TU
II
Perempuan
4
SA
II
Laki-laki
5
BN
II
Laki-laki
Penelitian ini termasuk penelitian Tindakan kelas karena dalam penelitian ini penulis selaku guru melakukan treatment terhadap pengetahuan siswa yang dijadikan responden peneliti. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes awal kepada siswauntuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum tretment ( kondisi awal ), baru setelah tretment dilakukan siswa di test lagi untuk mengetahui peningkatan hasil kemampuan siswa setelah tretment ( kemampuan
44
setelah diadakan tindakan ). Dari hasil kemampuan awal yang penulis jadikan dasar untuk mengetahui kemampuan siswa setelah adanya tretment dalam pembelajaran membaca menyusun menulis yang dilaksanakan mulai bulan April minggu ke IV sampai bulan Mei minggu ke III 2009 sebanyak 8 kali pertemuan. Diberikan pada jam pelajaran pertama dan kedua, dan dilakukan oleh penulis dibantu seorang pendamping. Adapun hasinya sebagai berikut :
Table 4. Daftar nilai kemampuan awal Membaca Menyusun dan Menulis
Kode Siswa
Nilai
1
SL
6
2
JP
5
3
TU
6
4
SA
4
5
BN
5
No
JUMLAH
26
45
Ternyata SL dan TU mendapatkan hasil nilai 6dengan skala 10 bearti anak tersebut ada diatas rata-rata, JP dan BN nilai 5 berarti di bawah rata-rata sedangkan SA nilai paling rendah 4 berarti dibawah rata-rata. Dari tabel diatas nilai kemampuan awal sebelum dilakukan tindakan tentang membaca menyusun menulis permulaan siswa kelas II SDLB Wantuwirawan Salatiga dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
2 1.5 MB 1
MY MN
0.5 0 SA
SP
TU
SA
BN
Keterangan : Hijau = Membaca.
Kuning = Menyusun.
3.Jambon = Menulis.
Grafik 1. Daftar Nilai Kemampuan Membaca, menulis Sebelum Tindakan Berdasarkan nilai yang diperoleh dalam pre test, nilai terendah adalah 4 dan nilai tertinggi adalah 6, jadi nilai rerata = 4 + 6 : 2 = 5 ( 4 adalah nilai terendah, 6 adalah nilai tertinggi, 2 adalah responden ). Jadi N adalah dibawah rata-rata. N belum tuntas. Table 5. Daftar nilai kemampuan siklus I pada pertemuan ke 1 dan 2 No
Kode Siswa
Nilai Membaca
Menyusun
Jumlah Menulis
Rata-rata
46
Ptm 1 Ptm 2
Ptm 1 Ptm 2
Ptm 1 Ptm 2
1
SL
2
2
3
2
2
3
7
2
JP
1
2
2
2
2
2
5,5
3
TU
2
3
2
2
1
2
6
4
SA
2
2
3
2
2
2
6,5
5
BN
2
2
1
2
2
2
5,5
9
11
11
10
9
11
Jumlah
Dari tabel diatas nilai kemampuan pada siklus I tentang membaca menulis permulaan siswa kelas II SDLB Wantuwirawan Salatiga dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
Grafik 2. Nilai Kemampuan Membaca Setelah Tindakan pada Siklus I Pertemuan Ke-1 dan 2 Keterangan : 1. Rerata Membaca Pertemuan 1 dan 2 2. Rerata Menyusun Pertemuan 1 dan 2 3. Rerara Menulis Pertemuan 1 dan 2 4. Rerata Jumlah Pertemuan 1 dan 2 Berdasarkan pos test yang diperoleh pada siklus I pertemuan pertama nilai terendah adalah 5, dan tertinggi adalah 7. Nilai rerata 5,5 + 7 : 2 = 6,25. Jadi yang belum tuntas adalah TP nilai 5, TU nilai 5 dan BN nilai 5. pada pertemuan kedua nilai terendah adalah 6 dan tertinggi 7. Nilai rerata 6 + 7 : 2 = 6,5. Semua sudah tuntas, namun sesuai dengan Nilai Ketuntasan Minimal 6, bagi peneliti masih harus ditingkatkan. Table 6. Daftar nilai kemampuan membaca setelah perlakuan tindakan siklus II pada pertemuan ke 1 dan 2
No
Kode Siswa
Nilai Membaca
Menyusun
Jumlah Menulis
Rata-rata
47
Ptm 1
Ptm 2
Ptm 1 Ptm 2
Ptm 1 Ptm 2
1
SL
2
3
3
2
3
3
8
2
JP
2
3
2
2
3
3
7,5
3
TU
2
3
2
3
2
4
8
4
SA
3
2
3
2
2
2
7
5
BN
3
2
3
2
3
3
8
12
13
13
11
13
14
Jumlah
80 70 60 50
MB MY MN J.RT
40 30 20 10 0 SL
JP
TU
SA
BN
Grafik 3. Daftar Nilai Kemampuan Membaca Setelah Perlakuan Tindakan pada Siklus II pertemuan Ke-1 dan 2
Keterangan : 1. Membaca Pertemuan 1 dan 2 2. Menyusun Pertemuan 1 dan 2 3. Menulis Pertemuan 1 dan 2 4. Jumlah Pertemuan 1 dan 2
48
Analisa diskripsi yang penulis gunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan membaca siswa adalah dengan diskripsi data pre tes dan pos tes dari siklus I dan siklus II, berserta grafik histogramnya. Berdasarkan nilai yang diperoleh pada siklus II pertemuan 1 nilai terendah adalah 7 dan nilai tertinggi 8. Nilai rerata = 7,5. Melihat nilai terendah 7 maka untuk siklus II semua siswa dinyatakan sudah tuntas melebihi nilai KKM yang telah ditentukan 6. Dari penelitian tindakan tersebut diperoleh data nilai sebagai berikut:
Table 7. Rekapitulasi nilai ulangan harian siklus I dan II
No
Kode Siswa
Nilai Pre test
Post test Siklus I
Post test Siklus II
Ptm 1
Ptm 2
Ptm 1
Ptm 2
1
SL
6
7
7
8
8
2
JP
5
5
6
8
8
3
TU
6
5
7
6
10
4
SA
4
7
6
8
6
5
BN
5
5
6
9
7
Dari tabel diatas nilai rekapitulasi pada siklus I dan siklus II tentang membaca menulis permulaan siswa kelas II SDLB Wantuwirawan Salatiga dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
49
10 8 SL JP TU SA BN
6 4 2 0 1
2
3
4
5
Grafik 5. Rekapitulasi Nilai Ulangan Harian Siklus I dan II Keterangan : 1. Pre test 2. Post test Ptm 1 Siklus 1 3. Post test Ptm 2 Siklus 1 4. Kemampuan setelah diadakan tindakan Ptm 1 Siklus 2 5. Pre test Ptm 2 Siklus 2 Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I dan II serta berdasarkan hasil observasi serta cacatan penulis, hasil pengumpulan data dari 5 siswa kelas II SDLB - C Wantuwirawan Salatiga setelah dilaksanakan pembelajaran dengan metode eja individual dapat meningkatkan kemampuan baca tulis permulaan anak kelas II SDLB - C Wantuwirawan, Salatiga.
50
Ini terbukti pada setiap siklus tingkat kesulitan membaca anak semakin serkurang. Dan permasalahan anak untuk pengenalan huruf dapat berkurang, dalam arti anak dapat mengenal huruf, menyusun huuruf dan membacanya. Berdasarkan hasil penelitian analisis yang penulis gunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan membaca anak dengan membandingkan data pre test dan pos test pada setiap siklus, maka dapat diperoleh hasil: 1. Pada kondisi awal nilai terendah adalah 4, dan nilai tertinggi adalah 6, nilai rerata 5. 2. Pada siklus I pertemuan 1 nilai terendah adalah 5 dan tertinggi adalah 7, nilai rerata 6. Pertemuan 2, nilai terendah 6, nilai tertinggi 7, nilai rerata 6,5. 3. Pada siklus II pertemuan 1 nilai terendah adalah 6 dan tertinggi 8, nilai rerata7. Pertemuan 2, nilai terendah 6, nilai tertinggi 10, nilai rerata 8. Berdasarkan perolehan nilai setiap siklus ada peningkatan skor, berarti tingkat kesulitan membaca anak berkurang, (anak dapat membaca).
E. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan kenyataan yang ada dilapangan maka dapat dikaji pembahasan sebagai berikut. Anak Tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan dibawah ratarata anak normal, sehingga anak sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya mengalami hambatan, dari berbagai macam hambatan yang di alami oleh anak Tunagrahita di antaranya hambatan dalam kemampuan bahasa. Kemampuan bahasa yang dimaksud adalah kemampuan dalam membaca kata atau menyusun kata, atau menyusun kata menjadi kalimat sederhana. Dengan kondisi demikian, maka anak Tunagrahita perlu di berikan suatu latihan yang teratur dan terarah sehingga membantu kemampuan untuk membaca. Salah satu usaha untuk mengatasi kesulitan membaca anak Tunagrahita adalah dengan memberikan suatu metode pembelajaran. Metode yang digunakan
51
penulis adalah metode SAS (structural Analitik Sintetik ), yang merupakan paduan antara metode fonik dengan metode linguistic. Metode ini berdasarkan atas asumsi bahwa pengamatan anak dimulai dari keseluruhan ( gestalt ) dan kemudian ke bagian-bagian. Dengan metode fonik yang berkaitan dengan hurufhuruf dengan gambar atau benda, disini penulis menggunakan metode eja untuk pengenalan huruf dalam mengatasi kesulitan membaca anak kelas II SDLB - C Wantuwirawan Salatiga. Penggunaan metode eja individual dalam pembelajaran pengenalan huruf untuk mengatasi kesulitan baca tulis anak kelas II SDLB - C Wantuwirawan Salatiga sangat cocok, karena dengan menggunakan metode eja individual ini tidak kesulitan dalam baca tulis dan permasalahan
pengenalan huruf dapat
berkurang. Penggunaan metode eja individual media dalam pembelajaran pengenalan huruf untuk meningkatkan kemampuan baca tulis siswa kelas II SDLB-C sangat membantu siswa dalam kemampuan verbal, seperti yang dialami siswa SDLB-C mempunyai kekurangan dalam kemampuan verbalnya, dan dapat mengurangi kesulitan membaca, apabila didukung dengan media atau metode pembelajaran yang menyenangkan, serta sesuai dengan mata pelajaran
52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode eja individual dapat meningkatkan kemampuan baca tulis permulaan dalam mata pelajaran Indonesia siswa kelas II SDLB-C Wantuwirawan Salatiga tahun 2008/2009.
Hal ini dapat dipahami
dengan memperhatikan nilai kondisi awal prestasi belajar tentang membaca menulis permulaan pada mata pelajaran Bahasa Indoesia 5,2.
Pada siklus I,
diketahui rerata nilai membaca menulis pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sebesar 6,1. Pada siklus II rerata nilai membaca menulis pada mata Pelajaran Bahasa Indonesia 7,61, seluruh siswa mendapat nilai 6,0 atau lebih, sehingga ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kenyataan yang ada dilapangan, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1.
Bagi Guru, penggunaan metode eja individual dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan baca tulis serta mengembangkan latihan-latihan lain secara terus menerus yang dapat menunjang tercapainya peningkatan kemampuan membaca dan menulis bagi SDLB-C.
2. Bagi siswa diharapkan rajin belajar dengan menggunakan metode eja individual dalam membaca menyusun dan menulis mata pelajaran Bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
53
Akhmad SH dan Yeti Mulyati. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud. A. Salim Choiri, Munawir Yusuf, 2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, Rayon 13 Surakarta. Asnawi dan Hamid. 1991. Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: Depdikbud. B. Suryobroto. 1985 Mengenal Metode Pengajaran di Sekolah dan pendekatan Baru dalam Proses Belajar Mengajar. Yogyakarta : Amarta. Budiasih dan Zuchdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Rendah, Yogyakarta : PAS. Cece Wijaya dan Rusyan ATabrani. 2002. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Karya. Depdiknas. 2008. Model Bahan Ajar SDLB Tuna Gragita Ringan. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa 1995.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta 2001. Standar Kompetensi dan Kompetensi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Dasar
SDLBr
2004. Kurikulum Pendidikan Luar Biasa. GBPP Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 2001. Standar Kompetensi Indonesia Jakarta
dan
Kompetensi
Dasar,
Bahasa
Emi Dasiemi. 1997. Psikiatri. Surakarta; UNS. http://www (Kompas com 2 Maret 2005, Autis & Tunagrahita Tak Sama dan Memang Beda. Iqeq.Web.id, Temu Ilmiah Tumbuh Kembang Jiwa Anak & Remaja. Mohammad Amin. 1995. Orthopedagogik Anak Tuna Depdikbud.
Grahita. Bandung.
.Mohammad Efendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara. Munzayanah. 2000. Tuna Grahita. Surakarta. FKIP. Mujito. 2005. Anak Terbelakang Mental. Jakarta: Kompas Amanat Hati Nurani Rakyat.
54
Poerwodarminto. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Sadjidan. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta. Sarwiji Suwandi dan Madya Eko Susilo. 2007. Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, Rayon 13 Surakarta. Seto Mulyadi. 2008. Seminar Nasional ”Hari Pendidikan Nasional” Surakrta: UNS. Slamet Ananto Putro, 1999. Identifikasi Anak Luar Biasa. Surakarta: Tiga Serangkai. Sugiyana. 2006. Metode Penelitian Kuantittif. Kualitatif Dan R&D. Bandung CV. Alfabeta. Suharto dan Agung Hariono. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Depdikbud. Sunardi. 1997. Menangani Kesulitan Belajar Membaca. Jakarta: Depdikbud. Suyatmi. 1996. Membaca I. Surakarta: UNS Pres. Tjatju Sutjihati Somantri. 1993. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta Depdikbud
LAMPIRAN I KISI – KISI SOAL TES MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN 2008/2009
55
Variabel Membaca
Indikator 1. Membaca kata
permulaan
Parameter
No. Item
Jumlah
a. Membaca kata
1,3,5,9,17
5
2,4,7,8,19
5
6,10,12,14
4
11,13,15
3
16,18,20
3
yang
terdiri dari dua
berhubungan
suku kata tanpa
dengan metode
huruf mati.
eja individual.
b. Membaca kata
2. Anak mampu
terdiri dari dua
membedakan
suku kata
antara huruf
dengan huruf
vokal dan
mati.
konsonan.
c. Membaca kata
2. Anak mampu
terdiri dari dua
mengucapkan /
suku kata yang
melafalkan
diawali dengan
huruf dengan
huruf vokal.
benar.
d. Membaca kata yang terdiri dari tiga suku kata tanpa huruf mati. e. Membaca kata yang terdiri dari tiga suku kata dan mengandung huruf mati.
LAMPIRAN II KRETERIA PENILAIAN
56
Nilai
1
: Anak tidak dapat membaca sama sekali.
Nilai
2
: Anak dapat membaca dengan bantuan guru dan ada kesalahan.
Nilai
3
: Anak dapat membaca dengan bantuan guru, dan tidak ada Kesalahan.
Nilai
4
Nilaiu 5
: Anak dapat membaca sendiri tetapi masih ada kesalahan. : Anak dapat membaca sendiri tanpa kesalahan.
LAMPIRAN III
SOAL PRE TEST/POST TEST KEMAMPUAN MEMBACA/MENULIS
57
ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009 Bacalah kata-kata dibawah ini dengan benar!
Nomor
Ejaan
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
8
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – re – ta
LAMPIRAN IV
JADWAL TREATMEN
58
Pertemuan
1
Hari / Tanggal
Selasa, 28 April 2009
Materi /kegiatan
-
Menyampaikan materi pengenalan huruf (Vokal dan Konsonan)
-
Membaca kata sesuai dengan ejaan,
2
Rabu, 29 Mei 2009
-
Mengulang materi pada pertemuan I.
3
Senin, 4 Mei 2009
-
Tes Uji coba.
-
Memasangkan kartu huruf, membentuk kata.
4
Selasa, 5 Mei 2009
- Mengulang materi pada pertemuan ke 3. - Tes uji coba.
Keterangan
:
1. Siklus I Pertemuan 1 dan 2 yaitu tanggal 28 – 29 April 2009 3. Siklus II Pertemuan 3 dan 4 yaitu tanggal 4 – 5 Mei 2009.
LAMPIRAN V LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA
59
TAHUN 2008/2009
Nama
: Siti Lestari
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
4
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
4
Ba – lon
V
5
Bu – ku
V
6
Da – un
V
7
Bo – tol
V
8
Da – si
V
9
A – pel
V
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
V
13
O – bat
V
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
V
18
Na – nas
V
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 60
16
5
V V V
V V
V
V V
V
12
32
Prosentasi nilai perolehan 60 : 10 = 6 LAMPIRAN VI LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA
60
TAHUN 2008/2009
Nama
: Jaka Panggih
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
4
1
A – pi
V
2
A – yam
V
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
V
7
Bo – tol
V
8
Da – si
V
9
A – pel
V
10
Ce – la – na
V
11
U – dang
V
12
Se – pa – tu
V
13
O – bat
V
14
Ka – me – ra
V
15
Je – ra – pah
V
16
To – pi
V
17
Pe – sa – wat
V
18
Na – nas
V
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
Jumlah 50
5
V V V
V V
1
22
15
12
Prosentasi nilai perolehan 50 : 10 = 5 LAMPIRAN VII LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA
61
TAHUN 2008/2009
Nama
: Tri Utami
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
V
4
Ba – lon
V
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 60
16
3
4
5
V V
V V V V V V V V V V V V V V V
18
16
10
Prosentasi nilai perolehan 60 : 10 = 6
LAMPIRAN VIII LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA
62
TAHUN 2008/2009
Nama
: Suryo Agung
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
V
17
Pe – sa – wat
V
18
Na – nas
19
Jen – de – la
V
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 40
10
Prosentasi nilai perolehan 40 : 10 = LAMPIRAN IX
2
3
4
V V V V V V V
V
V V V V
V V V
V
10
12
8
5
63
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Nama
: Bayu Nugroho
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
1
A – pi
V
2
A – yam
V
3
Bo – la
V
4
Ba – lon
V
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
V
15
Je – ra – pah
V
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta Jumlah 50
Prosentasi nilai perolehan 50 : 10 = 5
LAMPIRAN X
4
V V V V V V V V V
V V
V
V V
2
18
18
12
5
64
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1 Nama
: Siti Lestari
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 70
10
Prosentasi nilai perolehan 70 : 10 = 7 LAMPIRAN XI
3
4
5
V V V V V V V V V V V V
V
V
V V V V V
21
24
15
65
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1 Nama
: Jaka Panggih
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
V
15
Je – ra – pah
V
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta Jumlah 55
Prosentasi nilai perolehan 55 : 10 = 5,5 LAMPIRAN XII
3
4
5
V V V V V V V V V V V V V
V V
V
V V
2
14
18
16
5
66
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1 Nama
: Tri Utami
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
1
A – pi
V
2
A – yam
V
3
Bo – la
V
4
Ba – lon
V
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 60
16
Prosentasi nilai perolehan 60 : 10 = 6 LAMPIRAN XIII
4
5
V V V V V V V
V
V V
V V V V V
18
16
10
67
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1 Nama
: Suryo Agung
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
V
11
U – dang
V
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
V
15
Je – ra – pah
V
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
V
18
Na – nas
V
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 65
14
Prosentasi nilai perolehan 65 : 10 = 6,5 LAMPIRAN XIV
4
5 V
V V V V V V V V
V V
V
V
24
12
15
68
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1 Nama
: Bayu Nugroho
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
V
7
Bo – tol
V
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
V
15
Je – ra – pah
V
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
Jumlah 55 Prosentasi nilai perolehan 55 : 10 = 55 LAMPIRAN XV
3
4
5
V V V V V
V V V V
V V
V
V
V
V
1
18
V
15
16
5
69
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus II Nama
: Siti Lestari
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
4
5
1
A – pi
V
2
A – yam
V
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
V
7
Bo – tol
V
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 80
2
Prosentasi nilai perolehan 80 : 10 = 8 LAMPIRAN XVI
V V V
V V V
V V V V V V V V
6
32
40
70
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1I Nama
: Jaka Panggih
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
4
5
1
A – pi
V
2
A – yam
V
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
V
6
Da – un
V
7
Bo – tol
8
Da – si
V
9
A – pel
V
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta Jumlah 75
Prosentasi nilai perolehan 75 : 10 = 7,5 LAMPIRAN XVII
V V
V
V V V V V V V V V V V 6
12
32
25
71
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1I Nama
: Tri Utami
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
4
5
1
A – pi
2
A – yam
3
Bo – la
V
4
Ba – lon
V
5
Bu – ku
V
6
Da – un
V
7
Bo – tol
V
8
Da – si
V
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
V
15
Je – ra – pah
V
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 80
2
Prosentasi nilai perolehan 80 : 10 = 8
V V
V V V
V
V
V V V V
12
36
30
72
LAMPIRAN XVIII LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1I Nama
: Suryo Agung
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
4
1
A – pi
2
A – yam
V
3
Bo – la
V
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
7
Bo – tol
8
Da – si
9
A – pel
10
Ce – la – na
11
U – dang
V
12
Se – pa – tu
V
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
V
19
Jen – de – la
V
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 70
8
Prosentasi nilai perolehan 70 : 10 = 7 LAMPIRAN XIX
5 V
V V V V V V V
V V V V V
27
20
15
73
LEMBAR PENILAIAN KEMAMPUAN BACA TULIS ANAK TUNAGRAHITA KELAS II SDLB-C WANTUWIRAWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2008/2009
Post Test Siklus 1I Nama
: Bayu Nugroho
Kelas
: II-C
No
Kemampuan baca tulis
Nilai 1
2
3
4
5 V
1
A – pi
V
2
A – yam
V
3
Bo – la
4
Ba – lon
5
Bu – ku
6
Da – un
V
7
Bo – tol
V
8
Da – si
9
A – pel
V
10
Ce – la – na
V
11
U – dang
12
Se – pa – tu
13
O – bat
14
Ka – me – ra
15
Je – ra – pah
16
To – pi
17
Pe – sa – wat
18
Na – nas
19
Jen – de – la
V
20
Ke – r e – ta
V
Jumlah 80 Prosentasi nilai perolehan 80 : 10 = 8
V V V
V
V V V V V V V V
2
18
40
20
74
FORM OBSERVASI UNTUK SISWA SIKLUS I
NO
Kode
KONSENTRASI
KEAKTIFAN
PRESTASI
Siswa T
S
R
T
S
R
T
S
1
SL
V
V
V
2
JP
V
V
V
3
TU
V
V
4
SA
V
V
5
BN
V
R
V V V
V
SIKLUS II
NO
Kode
KONSENTRASI
KEAKTIFAN
PRESTASI
Siswa T
S
R
T
S
1
SL
V
V
2
JP
V
V
3
TU
V
4
SA
V
5
BN
V
R
T
S
R
V V V
V
V
V V
V
Berdasarkan hasil pengamatan tentangkonsentrasi, keaktifan dan prestasi siswa, masing-masing anak mengalami kenaikan ini terbukti pada perolehan nilai tiaptiap siklus. 1.
Nilai konsentrasi
SL
: Siklus I konsentrasi rendah, siklus II menjadi sedang.
JP
: Siklus I konsentrasi rendah, siklus II menjadi sedang.
TU
: Siklus I konsentrasi rendah, siklus II menjadi sedang.
SA
: Siklus I konsentrasi rendah, siklus II menjadi sedang.
75
BN
: Siklus I konsentrasi rendah, siklus II menjadi sedang.
2. Keaktifan SL
: Siklus I keaktifan tinggi, siklus II menjadi tinggi.
JP
: Siklus I keaktifan tinggi, siklus II menjadi tinggi.
TU
: Siklus I keaktifan sedang, siklus II menjadi sedang.
SA
: Siklus I keaktifan sedang, siklus II menjadi tinggi.
BN
: Siklus I keaktifan rendah, siklus II menjadi sedang.
3.Prestasi SL
: Siklus I prestasi sedang, siklus II menjadi tinggi.
JP
: Siklus I prestasi sedang, siklus II menjadi sedang.
TU
: Siklus I prestasi sedang, siklus II menjadi sedang.
SA
: Siklus I prestasi rendah, siklus II menjadi sedang.
BN
: Siklus I prestasi sedang, siklus II menjadi tinggi.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
76
(RPP)
I.
Nama Sekolah
: SDLB-C Wantuwirawan Salatigo
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia.
Pokok Bhasan
: Membaca
Sub Pokok Bahasan
: MembacaPermulaan
Kelas/Semester
: II/II
Waktu
: 2 x Pertemuan
Standar Kompetensi : 5. Membaca nyaring suku kata, kata dan kalimat Sederhana.
II. Kompetensi Dasar : 5.1. Membaca nyaring suku kata dn kata III. Indikator : 1. Mengucapkan/melafalkan huruf dengan benar. 2. Memasangkan kartu huruf dengan benar. 3. Menyusun kata dengan kartu huruf dengan benar. 4. Membaca kartu huruf dengan benar. 5. Menebalkan huruf sesuai garis-garis atau titik-titik yang ada. 6. Menulis huruf dengan benar. 7. Membedakan antara huruf satu dengan yang lainnya. IV.
Matreri : 1. Membaca permulaan 2. Pengenalan huruf ( vokal dn konsonan)
V. Metode : 1. Demontrasi. 2. Tanya jawab. 3. Pemberian tugas. VI. Media/bahan dan sumber bahan. 1. Kartu huruf a, b, c, ………z. 2. Buku Bahasa Indonesia kelas II 3. Buku Pandaimenulis huruf.
77
VII.
Langkah-langkah Pembelajaran. A.Kegiatan Awal. Salam, apersepsi, persiapan alat, mengkondisikan kelas. B. Kegiatan Inti . Pertemuan ke I 1. Anak diperlihatkan kartu huruf satu persatu. 2. Anak disuruh menirukan ucapan guru tentang kartu huruf yang ditunjukkan. 3. Anak disuruh menulis sesuai kartyu huruf yang diucapkan. 4. Anak disuruh maju satu persatu dengan menunjukkan kartu huruf yang dipegangnya. 5. Anak disuruh menulis dengan per suku kata. 6. Anak disuruh menirukan bacaan per suku kata dari guru. 7. Anak disuruh membaca sendiri per suku kata. Pertemuan ke II 1.Guru menerangkan materi melanjutkan dari pertemuan pertama. 2. Anak memperhatikan penjelasan guru. 3.Guru memberi contoh tentang kata dengan kartu huruf. 4. Anak menirukan menyusun kata dengan kartu huruf. 5. Anak mengucapkan kata-kata yang disusun dengan kartu huruf. 6. Guru menyusun kata membentuk kalimat sederhana dengan kartu huruf. 7. Anak mencoba menirukan menyusun kata membentuk kaimat sederhana dengan kartu huruf. 8. Anak membaca kalimat sederhana. 9. Anak menulis kalimat sederhana C. Kegiatan Akhir. Pos tes a. Tes lisan b. Tes Tertulis.
78
Soal tes lisan : 1. Anak disuruh menghafalkan huruf a, b, c, d ………….z. 2. Anak disuru mengambil kartu huruf satu persatu sesuai perintah guru. 4. Guru mengambil kartu huruf, anak disuruh membacanya. 5. Guru mengambil kartu huruf, anak disusuh meragkaikan membentuk suku kata. 6. Guru mengambil sejumlah kartu huruf, anak disuruh mrangkaikan membentuk kalimat sederhana.
Salatiga, Guru kelas II
Sumarsih.
79
LEMBAR OBSERVASI KEGIATAN GURU DALAM PEMBELAJARAN SIKLUS I
No
ASPEK YANG DIAMATI
PENILAIAN Kurang
Cukup
Baaik
Baik sekali
1
Persiapan dan apersepsi
2
Penguasaan materi
3
Penggunaan media
4
Alokasi waktu
5
Perhatian terhadap siswa
6
Motivasi terhadap siswa
7
Penggunaan metode
8
Melaksanakan penilaian
9
Penilaian hasil belajar
10
Tindak lanjut
Observer
Rosid Rowyanto
LEMBAR OBSERVASI
80
KEGIATAN GURU DALAM PEMBELAJARAN SIKLUS II
No
ASPEK YANG DIAMATI
PENILAIAN Kurang
Cukup
Baaik
Baik sekali
1
Persiapan dan apersepsi
2
Penguasaan materi
3
Penggunaan media
4
Alokasi waktu
5
Perhatian terhadap siswa
6
Motivasi terhadap siswa
7
Penggunaan metode
8
Melaksanakan penilaian
9
Penilaian hasil belajar
10
Tindak lanjut
Observer
Rosid Rowiyanto
