BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kejahatan di bidang keuangan telah menjadi perhatian dunia dalam
beberapa tahun terakhir. Setelah serangkaian kejahatan korporasi yang mulai muncul ke permukaan sejak akhir 2001-2003, dunia keuangan mengalami beberapa skandal keuangan tingkat tinggi, kesalahan manajemen, penipuan, penggelapan, serta banyak kasus kecurangan pelaporan keuangan dan kegagalan audit pada perusahaan-perusahaan multinasional besar di seluruh dunia (Soltani, 2013). Pengalaman akan bencana keuangan besar yang disebabkan oleh skandal seperti Enron dan WorldCom telah menimbulkan banyak pertanyaan mengenai bagaimana hal ini bisa terjadi dan siapa melakukannya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pelaku fraud secara konsisten paling banyak berasal dari mereka yang bekerja pada bagian akuntansi perusahaan. Fraud yang dilakukan oleh para eksekutif dan manajemen tingkat atas menyebabkan paling banyak jumlah kerugian, dimana 66% dari mereka memiliki gelar sarjana atau pascasarjana (Association of Certified Fraud Examiners, 2014). Hal ini menarik karena orangorang
yang
berpendidikan
tinggi
seharusnya
menunjukkan
kepribadian
kesarjanaan. Kepribadian kesarjanaan merupakan daya, kerangka pikir, sikap mental, dan kearifan tertentu yang dimiliki mereka yang belajar di perguruan tinggi (Suwardjono, 2005). Banyak penelitian yang dilakukan untuk menemukan hubungan antara perilaku tidak etis dalam dunia kerja dengan kecurangan mahasiswa di perguruan tinggi. Beberapa penelitian telah menemukan hubungan yang kuat antara kecurangan mahasiswa dengan perilaku tidak etis dalam pekerjaan. Nonis dan Smith (2001) menemukan bahwa kecenderungan untuk berbuat curang di tempat kerja berkorelasi secara tinggi dengan frekuensi kecurangan di perguruan tinggi, demikian pula dengan hasil penelitian oleh Crown dan Spiller (1998), Lawson (2004), dan Ma (2013) yang menemukan hubungan signifikan mengenai
1
perbuatan curang di tempat kerja dengan kecurangan mahasiswa. Penelitianpenelitian tersebut membuktikan adanya hubungan antara perilaku tidak etis dalam dunia kerja dengan kecurangan mahasiswa di perguruan tinggi. Kecurangan yang dilakukan oleh mahasiswa dikenal dengan istilah ketidakjujuran akademik. Secara umum, ketidakjujuran akademik diartikan sebagai jenis ketidakjujuran apapun yang terjadi dalam kaitannya dengan latihan akademik formal. Menurut Jensen et. al (2002) ketidakjujuran akademik mengacu kepada upaya mahasiswa untuk menyajikan karya akademik orang lain sebagai miliknya. Ketidakjujuran akademik juga dapat berarti sebagai setiap tindakan atau upaya curang yang dilakukan oleh mahasiswa untuk menggunakan cara yang tidak sah atau tidak dapat diterima pada karya akademik apapun (Lambert, Hogan, dan Barton, 2003). Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mahasiswa untuk melakukan ketidakjujuran akademik. Ford dan
Richardson
(1994)
mengkategorikan
dua
kelompok
faktor
terkait
pengambilan keputusan etis yaitu faktor individual dan faktor situasional. Faktor individual adalah karakteristik individu sedangkan faktor situasional adalah faktor-faktor yang membentuk dan mendefinisikan situasi dimana individu mengambil keputusan. Kedua faktor ini penting untuk diteliti karena adanya kemungkinan perubahan situasi akan mendorong atau mencegah mahasiswa dalam melakukan ketidakjujuran akademik terlepas dari karakteristik individu mahasiswa tersebut. Faktor-faktor individual banyak dijelaskan menggunakan Teori Perilaku Terencana yang dikemukakan oleh Ajzen pada tahun 1985.
Teori Perilaku
Terencana mendalilkan bahwa intensi merupakan prediktor yang paling kuat terhadap perilaku. Tiga faktor utama yang menentukan intensi menurut Teori Perilaku Terencana adalah sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Penelitian-penelitian yang menggunakan teori tersebut dilakukan antara lain oleh Ajzen dan Beck (1991), Whitley (1998), Harding et al. (2007), Stone, Jawahar, dan Kisamore (2010), dan Cronan, Mullins, dan Douglas (2015). Penelitian-penelitian tersebut telah membuktikan bahwa sikap, norma subjektif,
2
dan kontrol perilaku yang dirasakan merupakan faktor penentu terhadap intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik. Terdapat berbagai macam faktor situasional yang pernah diteliti untuk menjelaskan ketidakjujuran akademik. Beberapa dari faktor-faktor situasional tersebut adalah budaya integritas akademik, ambiguitas definisional, dan tekanan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara budaya integritas akademik, ambiguitas definisional, dan tekanan terhadap ketidakjujuran akademik. Penelitian tersebut dilakukan antara lain oleh Kisamore, Stone, dan Jawahar (2007), Smith et al. (2007), dan Ellahi, Mushtaq, dan Khan. (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Ameen, Guffey, dan McMillan (1996) terhadap 285 mahasiswa akuntansi di empat universitas negeri di Amerika Serikat menemukan bahwa 56% mahasiswa akuntansi mengakui melakukan kecurangan pada saat ujian dan tugas tertulis. Sebuah tinjauan yang dilakukan terhadap 107 penelitian berbeda mengenai kecurangan mahasiswa di Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan bahwa rata-rata 70% mahasiswa pernah melakukan kecurangan di perguruan tinggi (Whitley, 1998). Hasil survei yang dilakukan peneliti terhadap 102 mahasiswa aktif program sarjana akuntansi di sebuah universitas di Yogyakarta, Indonesia menunjukkan bahwa 74% responden mengaku pernah melakukan ketidakjujuran akuntansi. Hasil survei ditunjukkan pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Hasil Survei Ketidakjujuran Akademik Tahun Masuk
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Laki-laki 2013 Perempuan Laki-laki 2014 Perempuan Laki-laki 2015 Perempuan Total Keseluruhan Persentase (%) 2012
Jumlah Responden 12 41 7 9 4 9 8 12 102 100
Pernah Melakukan Ketidakjujuran Akademik? Ya Tidak 11 1 34 7 6 1 7 2 3 1 5 4 4 4 5 7 75 27 74 26
3
Hal tersebut cukup mengkhawatirkan untuk pendidikan akuntansi. Dalam pendidikan akuntansi, ketidakjujuran akademik menggambarkan pelanggaran etika akademik oleh mahasiswa akuntansi, dimana banyak diantara mereka pada akhirnya akan menjadi akuntan profesional dan pemimpin bisnis di masa depan (Guo, 2011). Oleh karena itu, penting untuk mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakjujuran akademik sehingga pendidikan akuntansi dapat menentukan pendidikan etika yang tepat. Dalam ilmu psikologi, supaya manusia memiliki pola pikir yang etis maka perlu melibatkan latihan yang konsisten mengenai prinsip-prinsip etika (Gardner, 2007). Kohlberg mengusulkan sebuah model pendidikan etika yang menunjukkan bahwa pertumbuhan etika dan moral dapat dikembangkan dari waktu ke waktu melalui pendidikan. Tujuan dari pendidikan ini adalah untuk memajukan tingkat tertinggi pemikiran etis, yang akan menyebabkan perilaku etis yang konsisten (O’leary, 2008). Melihat hal tersebut, sudah selayaknya pendidikan akuntansi memberikan pendidikan yang memadai mengenai etika dan memberantas aktivitas tidak etis yang dilakukan mahasiswa akuntansi seperti ketidakjujuran akademik. The Association to Advance Collegiate Schools of Business telah mewajibkan sekolah-sekolah bisnis anggotanya untuk memasukkan pendidikan etika ke dalam kurikulumnya. Hal ini bertujuan untuk memajukan kesadaran akan etika, kemampuan penalaran etika, dan prinsip-prinsip inti etika yang nantinya akan membantu mahasiswa dalam menghadapi lingkungan yang rumit dan berubahubah (The Association to Advance Collegiate Schools of Business, 2004). Sejalan dengan hal tersebut, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Univeristas Gadjah Mada juga memiliki tujuan pembelajaran terkait etika yaitu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa untuk mengidentifikasi masalah etika dan moral yang berkaitan dengan etika bisnis dan profesi akuntansi, meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengidentifikasi etika dan standar moral, serta meningkatkan kesadaran etis dalam pengambilan keputusan. Universitas Gadjah Mada juga memiliki larangan mengenai kecurangan akademik bagi mahasiswa yang tertuang dalam Peraturan Rektor Universitas Gadjah Mada
4
Nomor 711/P/SK/HT/2013 tentang Tata Perilaku Mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Kesenjangan penelitian terhadap ketidakjujuran akademik di kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa akuntansi, masih terjadi meskipun penelitian telah banyak dilakukan. Penelitian mengenai ketidakjujuran akademik lebih banyak dilakukan di Amerika. Belum banyak penelitian yang dilakukan di Indonesia. Penelitian sebelumnya yang sudah ada di Indonesia belum mampu menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi mahasiswa akuntansi untuk melakukan ketidakjujuran akademik. Penelitian tersebut mengukur perilaku dan bukan intensi. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, penelitian ini ingin mengukur faktor-faktor
individual dan situasional apa sajakah yang
mempengaruhi intensi mahasiswa akuntansi di Indonesia untuk melakukan ketidakjujuran akademik. Selain karena adanya kesenjangan penelitian, penelitian ini penting dilakukan di Indonesia karena Indonesia merupakan negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. Dalam Corruption Perception Index 2015 yang memeringkat negara berdasarkan seberapa besar sektor publik negara tersebut dianggap korup, Indonesia menempati peringkat ke 88 dari 168 negara dengan skor 36 dalam skala 0-100 dimana 0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih (Transparency International, 2016). Berkaitan dengan korupsi di sektor publik tersebut, pihak swasta terus memainkan peran yang sangat besar sebagai pemasok pembayaran korup kepada pegawai negeri, anggota pemerintahan, dan anggota partai politik (Transparency International, 2009). Hal ini berarti pemberantasan terhadap korupsi harus dilakukan tidak hanya melalui sektor publik namun juga sektor swasta. Perguruan tinggi dipilih karena merupakan tempat belajar bagi mereka yang nantinya akan bekerja baik di sektor publik dan sektor swasta. Program sarjana akuntansi secara khusus dipilih dalam penelitian ini karena sebagian besar lulusannya akan bekerja di bagian keuangan, yang sangat berkaitan dengan terjadinya fraud khususnya korupsi.
5
Atas dasar latar belakang itulah penelitian ini dilakukan dengan mengambil judul “Pengaruh Faktor-faktor Individual dan Situasional terhadap Intensi Mahasiswa Akuntansi untuk Melakukan Ketidakjujuran Akademik”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi institusi pendidikan akuntansi di Indonesia dalam menyusun kebijakan dan prosedur untuk memberantas ketidakjujuran akademik.
1.2.
Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa pelaku fraud secara
konsisten paling banyak berasal dari mereka yang bekerja pada bagian akuntansi perusahaan. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan tingkat korupsi yang tinggi dan pihak swasta merupakan pemasok terbesar dalam transaksi korup di Indonesia. Hasil penelitian terdahulu menemukan adanya hubungan antara perilaku tidak etis dalam dunia kerja dengan perilaku tidak etis di perguruan tinggi, yaitu ketidakjujuran akademik mahasiswa. Dengan menegakkan perilaku etis di perguruan tinggi, maka perilaku tidak etis di dunia kerja akan berkurang. Dengan demikian, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mahasiswa melakukan perbuatan tidak etis di perguruan tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini ingin meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi intensi mahasiswa untuk melakukan ketidakjujuran akademik. Faktor-faktor tersebut berupa faktor individual dan faktor situasional. Faktor-faktor individual yang diteliti terdiri dari sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Faktor-faktor situasional yang diteliti terdiri dari budaya integritas akademik, ambiguitas definisional, dan tekanan. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intensi mahasiswa akuntansi untuk melakukan ketidakjujuran akademik maka dapat dirancang kebijakan untuk menekan perilaku tidak etis tersebut.
6
1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, pertanyaan pada penelitian ini adalah:
1.3.1. Faktor-faktor individual: a. Apakah sikap terhadap ketidakjujuran akademik akan mempengaruhi intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik secara positif? b. Apakah norma subjektif terhadap ketidakjujuran akademik akan mempengaruhi intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik secara positif? c. Apakah kontrol perilaku yang dirasakan akan mempengaruhi intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik secara positif? 1.3.2. Faktor-faktor situasional: a. Apakah budaya integritas akademik akan mempengaruhi intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik secara negatif? b. Apakah ambiguitas definisional akan mmpengaruhi intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik secara positif? c. Apakah
tekanan
akan
mempengaruhi
intensi
untuk
melakukan
ketidakjujuran akademik secara positif?
1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris bahwa faktor
individual seperti sikap, norma subjektif, serta kontrol perilaku yang dirasakan dan faktor situasional seperti budaya integritas akademik, ambiguitas definisional, serta tekanan berpengaruh terhadap intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik pada mahasiswa akuntansi.
1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara empiris maupun praktis, yaitu:
a.
Memberikan tambahan bukti empiris terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi untuk melakukan ketidakjujuran akademik.
7
b.
Menjadi bahan pertimbangan bagi institusi pendidikan akuntansi dalam menyusun kebijakan dan prosedur untuk memberantas ketidakjujuran akademik.
1.6. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut: a.
Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
b.
Bab 2 Landasan Teori Bab ini berisi teori-teori yang melandasi penelitian, kerangka konseptual, pembentukan hipotesis, dan penelitian terdahulu.
c.
Bab 3 Metode Penelitian Bab ini menjabarkan desain penelitian, responden, ukuran operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, pengukuran instrumen, dan pengukuran hipotesis yang digunakan.
d.
Bab 4 Hasil dan Pembahasan Pada bab ini disajikan hasil pengujian hipotesis dan analisis hasil penelitian.
e.
Bab 5 Keterbatasan, Saran, Kesimpulan, dan Kontribusi Penelitian Bab ini berisikan keterbatasan penelitian, saran untuk penelitian di masa depan, kesimpulan hasil penelitian, dan kontribusi hasil penelitian.
8