BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air sebagai salah satu dari empat unsur dasar (api, bumi, udara, dan air) bagi pandangan para ahli filsafat (Seyhan, 1977). Sebagai unsur dasar terkait dengan pentingnya air dalam menunjang kehidupan manusia dan lingkungan. Berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memanfaatkan air, mulai dari minum, memasak, mandi, mencuci, menyiram tanaman, hingga kegiatan industri, pertanian, peternakan dan berbagai kegiatan lainnya. Keberadaan
air
yang essential
tersebut
memacu
berkembangnya
ilmu
pengetahuan yang disebut dengan hidrologi. Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan lingkungannya termasuk hubungannya dengan makhluk hidup (International Glossary of Hydrology, 1974 dalam Seyhan, 1977). Salah satu bagian dari hidrologi yakni hidrologi kualitas air yang secara khusus mengkaji mengenai kondisi alami air yang ditinjau dari sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi. Adanya sifat fisik, kimia dan biologi tersebut, maka dapat diketahui karakteristik air yang digunakan, apakah sesuai dengan syarat baku mutu air yang telah ditentukan. Terlebih air yang digunakan untuk air minum, akan berdampak negatif bagi kesehatan apabila parameter-parameter kualitas air yang terkandung di dalamnya melebihi dari baku mutu yang telah ditentukan. Oleh karena itu penting untuk diteliti air yang digunakan sebagai sumber air minum. Salah satu objek kajian yang perlu diteliti yakni airtanah berupa sungai bawah tanah Seropan yang telah dimanfaatkan sebagai air baku untuk air minum sebagian wilayah Kabupaten Gunungkidul. Sungai bawah tanah Seropan memiliki kondisi hidrologi yang khas sebagai airtanah. Kondisi yang khas ini dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi termasuk litologi dan iklim yang ada di wilayah tersebut. Yaitu merupakan wilayah yang berkembang dengan geomorfologi karst
1
berbatuan gamping dengan iklim yang sangat mendukung proses karstifikasi dalam perkembangan bentuk lahan karst yang semakin intensif. Salah satu keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan airtanah sebagai air minum dijelaskan dalam Sudarmadji (1997) yang dikemukakan oleh Clearly (1977, dalam Travis dan Etnier, 1984) yakni variasi kualitas airtanah dari waktu ke waktu relatif stabil. Hal ini mengandung arti bahwa baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau variasi kualitas airtanah relatif hampir sama dan airtanah mempunyai kualitas yang baik yang menyebabkan biaya pengolahannya murah. Hal itu berlaku untuk kondisi airtanah pada umumnya. Sedangkan air sungai bawah tanah yang merupakan airtanah di kawasan karst terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara musim kemarau dan musim penghujan, mengenai kondisi fisik air terutama kekeruhannya yang tinggi pada musim penghujan. Kondisi ini terlihat secara langsung melalui kran-kran pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sistem jaringan air baku dikembangkan untuk menanggulangi keperluan air bagi keperluan hidup sehari-hari masyarakat, pertanian serta industri diperkotaan dan pedesaaan, juga untuk menjamin kelangsungan operasional sistem-sistem yang telah ada. Pengembangan sistem jaringan air baku dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sistem yang telah ada dengan cara mengembangkan jaringan perpipaan serta penambahan debit pemompaan tanpa mengabaikan pelestarian sumber-sumber air yang diambil, serta membangun sarana penyediaan air bersih baru terhadap sumber air yang belum dimanfaatkan. Beberapa sistem penyediaan air bersih yang sudah ada dan potensial untuk dioptimalkan pemanfaatannya antara lain sistem jaringan (Marwanta dan Prawiradisastra, 2002). Di dalam pengembangan persediaan air bagi masyarakat, jumlah dan mutu air merupakan hal yang penting (Linsley dan Franzini, 1986). Hal ini mengandung arti bahwa selain jumlah air yang mencukupi kebutuhan, juga perlu diperhatikan mengenai kualitas air yang berdampak lebih lanjut pada aspek kesehatan jika dikonsumsi sebagai air minum. Dijelaskan juga bahwa ada atau tidaknya pencemar tergantung pada sumber airnya. Sebagai contoh, bahan-bahan terapung
2
biasa dijumpai pada air permukaan, tetapi tidak diharapkan ada pada airtanah, karena terjadinya penyaringan oleh akuifer. Akan tetapi tidak untuk daerah karst karena sistem akuifer di dominasi oleh diaklas sehingga air yang terinfiltrasi tidak mengalami penyaringan. Pemanfaatan air sungai bawah tanah Seropan dilakukan oleh PDAM dengan
mempertimbangkan
kuantitas,
kontinyuitas,
dan
kualitas
air.
Berdasarkan hasil dari pengukuran yang telah dilakukan oleh pihak PDAM bahwa kuantitas dan kontuinyuitas air sungai bawah tanah Seropan cukup untuk dimanfaatkan dengan didisribusikan ke berbagai wilayah. Wilayah distribusi meliputi Kecamatan Semanu, Rongkop, Ngawen, Semin, Ponjong, dan Karangmojo. Pemanfaatan air sungai bawah tanah Seropan oleh PDAM yang disalurkan kepada penduduk sekitar digunakan untuk kebutuhan domestik terutama untuk air minum. Akan tetapi perlu dikaji mengenai kualitas airnya. Hal ini sesuai dengan fakta yang ada bahwa air kotor dan pekat pada musim penghujan. Oleh karena itu penduduk sebagai pelanggan merasa keberatan jika dengan tarif air yang diberlakukan oleh PDAM tidak sesuai dengan kualitas air yang didistribusikan. (Kedaulatan Rakyat, November 2009). Baku mutu air sebagai batas toleransi untuk bahan baku air minum mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Dalam rangka memenuhi persyaratan kualitas air minum maka perlu dilaksanakan kegiatan pengawasan kualitas air minum yang diselenggarakan secara terus menerus dan berkesinambungan agar air yang digunakan oleh penduduk dari penyediaan air minum yang ada terjamin kualitasnya sesuai dengan persyaratan kualitas air minum. Persyaratan kualitas air minum yang dimaksud tersebut meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik dengan nilai ambang batas masing-masing yang telah ditentukan.
1.2. Perumusan Masalah Sistem penyediaan air untuk kebutuhan air minum menggambarkan kondisi sumberdaya air dalam hal kemelimpahan, tingkat kesulitan, kondisi
3
sumber air maupun tingkat pengambilan air dan pemanfaatannya serta berhubungan dengan biaya dan tenaga. Sistem penyediaan air yang baik mampu menyediakan air yang cukup bagi masyarakat secara adil dan merata dengan kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan dan terjamin keberlanjutannya (Mislan, 1998 dalam Rahmat, 1999). Kebijakan pemerintah daerah dalam pelayanan air bersih di wilayah Kabupaten Gunungkidul salah satunya yaitu dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan sumber air berupa airtanah. PDAM sebagai perusahaan yang dibentuk sebagai pengelola program pengelolaan air bersih tersebut merupakan langkah nyata dari pemerintah untuk mengatasi dan memperbaiki masalah-masalah kualitas lingkungan. Dengan adanya perusahaan daerah tersebut tentunya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang menerimanya. Akan tetapi hal tersebut belum bisa mengatasi secara penuh terhadap masalah air bersih yang dihadapi setiap tahunnya terutama pada musim penghujan yakni air yang keruh dari sub sistem Seropan. Untuk itu perlu dikaji mengenai kualitas air yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai sumber air minum terutama pada musim penghujan. Disamping itu perlu diingat pula bahwa penggunaan air tentunya akan cenderung semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan jumlah pnduduk yang semakin meningkat. Air sungai bawah tanah Seropan yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk air minum dikelola oleh PDAM Sub Sistem Seropan Kabupaten Gunungkidul. Dari sumber utama yaitu sungai bawah tanah, air diambil dengan diangkat melalui pipa-pipa yang kemudian disalurkan pada reservoir induk. Dari reservoir induk ini selanjutnya sebagian disalurkan secara langsung pada pelanggan melalui pipa dan sebagian disalurkan melalui beberapa reservoir, baru kemudian disalurkan kepada pelanggan melalui pipa. Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yaitu: 1. Apakah air minum yang didistribusikan oleh PDAM Gunungkidul sesuai dengan baku mutu air minum terutama pada musim penghujan? 2. Bagaimana kualitas air dari sungai bawah tanah Seropan sebagai sumber utama hingga kran pelanggan PDAM pada musim penghujan?
4
Berdasarkan latar belakang
dabn perumusan masalah tersebut, maka
penelitian ini diberi judul Evalusi Kualitas Air Sungai Bawah Tanah Seropan sebagai Sumber Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sub Sistem Seropan Kabupaten Gunungkidul
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah: 1. Mengetahui kesesuaian kualitas air minum yang didistribusikan oleh PDAM Sub Sistem Seropan dengan baku mutu air minum berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 907/ MENKES/ SK/ VII/2002 terutama pada musim penghujan. 2. Mengetahui kualitas air dari sungai bawah tanah Seropan sebagai sumber utama hingga pipa-pipa pelanggan PDAM terutama pada musim penghujan.
1.4. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai upaya pembelajaran mengenai bidang hidrologi terutama kualitas air. 2. Untuk mengetahui kualitas air minum di Kabupaten Gunungkidul yang selama ini dikelola oleh PDAM terkait terutama pada musim penghujan. 3. Sebagai salah satu rekomendasi bagi pemerintah daerah khusunya PDAM Unit Distribusi Seropan Kabupaten Gunungkidul dalam melaksanakan program penyediaan air bersih untuk air minum di Kabupaten Gunungkidul.
1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Telaah Pustaka 1.5.1.1. Hidrologi Karst Ford dan Williams (1989, dalam Haryono dan Adji, 2004) mendefinisikan karst sebagai medan dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang
5
baik. Karst sebagai bentuklahan dengan penyusun utama batugamping. Karst dicirikan terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, langkanya atau tidak terdapatnya drainase/ sungai permukaan dan terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah. Karst juga dikenal sebagai kawasan yang unik dan dicirikan oleh topografi eksokarst seperti lembah karst, doline, uvala, polje, karren, kerucut karst, dan berkembangnya sistem drainase bawah permukaan yang jauh lebih dominan dibandingkan dengan sistem aliran permukaannya (Adji, dkk., 1999, dalam Haryono dan Adji, 2004). Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa hidrologi karst fokus pada air yang tersimpan di bawah tanah pada sistem-sistem drainase bawah permukaan karst, bukan pada air permukaan. Sistem darinase bawah permukaan karst berupa sungai bawah tanah. Sungai bawah tanah termasuk di dalamnya air bawah tanah yang terdiri dari air karst dan airtanah, merupakan salah satu kenampakan pada ekosistem karst telah mengalami perkembangan lanjut dengan berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain: curah hujan yang tinggi, batuan kapur yang tebal, dan elevasi yang cukup tinggi (Martopo, 1988). Air pada sungai bawah tanah di daerah karst dapat disebut sebagai airtanah merujuk definisi airtanah oleh Todd (1980) bahwa airtanah merupakan air yang mengisi celah atau pori-pori antar batuan dan bersifat dinamis. Sedangkan, air bawah tanah karst juga merupakan air yang mengisi batuan atau percelahan yang banyak terdapat pada kawasan tersebut, walaupun karakteristiknya sangat berbeda dibandingkan dengan karakteristik airtanah pada kawasan lain (Haryono dan Adji, 2004). Istilah yang terkait dengan perlapisan geologi dan mempunyai peranan penting bagi keterdapatan airtanah adalah akuifer. Ada berbagai formasi geologi yang dapat berfungsi sebagai akuifer, salah satunya batugamping. Batugamping mempunyai variasi yang besar dalam densitas, kesarangan, dan kelulusan. Lubang-lubang di batuan gamping dapat terbentuk dalam ukuran mikroskopis hingga gua-gua dan sungai bawah tanah. (Purnama, 2000). Akuifer karst di perbukitan Pegunungan Sewu membentuk akuifer bebas karena bagian atasnya tidak tertutupi lapisan kedap (Marwanta dan
6
Prawiradisastra, 2002). Berikut ini disajikan gambaran kondisi hidrologi wilayah karst.
Gambar 1.1. Hidrologi karst (Sumber: http://www.esi.utexas.edu/outreach/caves/images/karst/karst_fig1.jpg)
Berdasarkan laporan mengenai Studi Perkembangan Keserasian Kualitas Kependudukan dan Lingkungan di Kabupaten Gunungkidul (1986) dijelaskan bahwa daerah Kabupaten Gunungkidul yang mempunyai topografi karst pada umumnya mempunyai keadaan hidrologi yang relatif buruk. Keadaan ini dipengaruhi oleh struktur yang berkembang di daerah kapur terutama oleh banyaknya kekar dan sesar (fault). Air hujan yang jatuh di daerah ini sebagian diresapkan dan menjadi aliran di bawah permukaaan tanah. Sebenarnya persediaan air di daerah Kabupaten Gunungkidul cukup tinggi, akan tetapi kemudahan mendapatkannya kecil karena berupa sungai-sungai bawah tanah yang pola alirannya sulit untuk dilacak. Namun demikian daerah karst diharapkan sebagai sumber penyediaan air bersih. Sumber air bawah tanah karst merupakan daerah yang permeabel. Permeabilitas daerah ini terutama disebabkan oleh sistem dan banyaknya kekar yang didaerah karst sering disebut sebagai diaklas. Lewat sistem diaklas tersebut air hujan masuk kedalam tanah. Sistem diaklas atau aktivitas pelarutan terbentuklah gua-gua. Gua-gua ini merupakan lorong-lorong saluran air yang kadang-kadang membentuk atau dilalui sungai di bawah tanah. Air yang masuk melalui diaklas tersebut menjadi air karst dibawah permukaan tanah yang sesungguhnya berbeda dengan airtanah pada akuifer dengan permeabilitas primer 7
Oleh karena permeabilitas pada daerah kapur disebabkan adanya struktur diaklas maka disebut sebagai permeabilitas sekunder. Pada dasarnya batu kapur merupakan akuifer yang kurang baik. Karena batu kapur merupakan batuan yang kompak dengan porositas dan permeabilitas primer yang rendah. Tetapi dengan adanya retakan-retakan maka batuan kapur dapat juga menjadi akuifer yang biasa disebut akuifer sekunder. Sungai bawah tanah tersebut merupakan tempat sumberdaya air yang potensial dan relatif permanen di daerah karst dan diharapkan sebagai sumber penyediaan air bersih (Martopo, 1988). Salah satu sungai bawah tanah yang berada di Kabupaten Gunungkidul yaitu Seropan. Sungai bawah tanah Seropan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum (Kedaulatan Rakyat, Januari 2010).
1.5.1.2. Penyediaan Air Minum Air baku di Kabupaten Gunungkidul berupa sumber air bawah tanah. Sistem jaringan air baku dikembangkan untuk menanggulangi keperluan air bagi keperluan hidup sehari-hari masyarakat. Pengembangan sistem jaringan air baku dilakukan dengan mangoptimalkan pemanfaatan sistem yang telah ada dengan cara mengembangkan jaringan perpipaan serta penambahan debit pemompaan tanpa mengabaikan pelestarian sumber-sumber air yang diambil, serta membangun sarana penyediaan air bersih baru terhadap sumber air yang belum dimanfaatkan ( Marwanta dan Prawiradisastra, 2002). Penyediaan air merupakan salah satu contoh dari pemanfaatan air (utilization of water) untuk tujuan-tujuan yang berguna dan pengelolaan mutu air (water quality management) telah menjadi tahapan yang penting dalam teknik pengembangan sumberdaya air (Linsley dan Franzini, 1985). Dijelaskan pula oleh Nurasiah (2004)
bahwa prinsip penyediaan air minum harus memenuhi
persyaratan yaitu kuantitas, tekanan, kontinuitas, serta kualitas. Kuantitas yaitu jumlah sumber air baku yang ada harus dapat memenuhi kebutuhan berdasarkan jumlah penduduk yang memanfaatkan. Berdasarkan hal tersebut jumlah sumber air baku dalam hal ini yaitu debit air sungai bawah tanah Seropan. Saat ini Sub Sistem Seropan yang disedot dengan 6 pompa memiliki kapasitas 240 liter/detik.
8
Ini untuk mencukupi kebutuhan air bagi wilayah Semanu, Karangmojo, Ponjong, Semin, Ngawen, dan Wonosari sebelah Timur ( Kedaulatan Rakyat, 22 Januari 2010). Sistem distribusi yang ekstensif diperlukan untuk menyalurkan air ke masing-masing pelanggan dalam jumlah yang dibutuhkan dengan tekanan yang memuaskan (Linsley dan Franzini, 1986). Air dari sungai bawah tanah Seropan tersebut didistribusikan kepada pelanggan dengan sistem gravitasi melalui reservoir-reservoir dan pipa-pipa. Kendala dari PDAM terjadi saat musim penghujan tiba. Sebab air yang mengalir ke pelanggan menjadi keruh. Dalam upaya menangani hal itu, juga telah di bangun satu unit tempat penyaringan air yang baru bisa mengatasi masalah di Kecamatan Semanu (www.wonosari.com, 13 September 2008). Akan tetapi hal tersebut masih tetap menjadi kendala karena air dari sub sitem Seropan yang masih keruh sering diprotes warga. (Kedaulatan Rakyat; November 2009). Secara umum pengelolaan dan proses infrastruktur untuk sistem penyediaan air bersih terdiri dari lima bagian ( Kodoatie dan Sjarief, 2005): a. Pendayagunaan sumberdaya air, meliputi sumberdaya air permukaan dan sumberdaya air tanah. b. Pengolahan (Water Treatment Plant/ WTP). WTP untuk memenuhi suatu kualitas air tertentu dan dalam rangka meningkatkan nilai tambah dari air, maka air dari sumber pada umumnya harus melalui proses pengolahan berupa penjernihan
(sedimentation,
coagulation,
flocculatiuon,
filtration),
pengontrolan bakteri air (disinfection, ultraviolet ray, ozon treatment), komposisi kimia air (aeration, iron and manganese removal, carbon activated) c. Penampungan (storage), meliputi penampungan air bnaku dan penampungan air bersih sesudah treatment. d. Transmisi, meliputi: truk tangki, kapal tanker, dan moda lain(ada resiko kehilangan dan tidak dapat menjamin ketepatan waktu serta debity konstan ataupun kualitas air baik); jaringan pompa trnsmisi, bak pelepas tekan untuk daerah dengan perbedaan topografi yang besar, pompa untuk menaikkan
9
tekanan dari wilayah rendah ke tinggi, pipa (minimum kehilangan, lebih dapat menjamin ketepatan waktu serta debit konstan ataupun kualitas air baik). e. Jaringan distribusi ke pelanggan, meliputi: sistem jaringan pipa, sistem tampungan, fittings, kontrol, valve, pompa. Jaringan pipa transmisi menghubungkan tampungan air bersih ke jaringan distribusi. Di wilayah dengan topografi curam (daerah pegunungan) air dalam jaringan transmisi mengalir secara gravitasi dengan kecepatan tergantung dengan kemiringan tanah. Di wilayah yang landai jaringan transmisi dilengkapi dengan pompa yang disebut sebagai pompa booster yang berfungsi untuk meningkatkan kecepatan dan tekanan sehingga air bisa mengalir sampai di daerah pengguna air. Sedangkan jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang langsung tersambung kepada para pelanggan.
1.5.1.3. Kualitas Air Menurut Effendi (2003) kualitas air merupakan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air yang dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Menurut Hem (1970, dalam Widyastuti, dkk., 2006) banyak faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air baik alami maupun non alami (anthropogenic factor). Faktor alami yang berpengaruh terhadap kualitas air adalah iklim, geologi, vegetasi, dan waktu. Sedangkan faktor non alami adalah manusia. Sudadi (2003) menjelaskan faktor alami artinya bahwa unsur-unsur kimia yang ada dalam air tanah terjadi karena adanya interaksi antara airtanah yang bersifat pelarut unsur kimia yang ada dalam batuan penyimpan airtanah (akuifer). Besarnya kandungan unsur kimia sangat tergantung dengan lamanya interaksi serta bentuk dan ukuran besarnya butir akuifer. Faktor alami yang lain adalah keadaan lingkungan terbentuknya akuifer. Faktor lain berupa unsur-unsur kimia sejak awal ketika berupa air hujan, air hujan banyak menangkap terutama unsur oksigen, karbon, hidrogen, nitrogen, klorida, dan sulfat
10
Faktor non alami artinya bahwa masuknya unsur kimia tertentu ke dalam air tanah disebabkan karena ada kaitannya dengan kegiatan manusia, misalnya pada daerah-daerah pertanian yang sering menggunakan pupuk atau pestisida dengan kadar tinggi kemungkinan dapat mencemari airtanahnya. Pertambahan penduduk membawa konsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan air. Selain itu pertambahan penduduk juga menuntut sarana dan prasarana untuk mendukung segala aktivitasnya. Kodoatie dan Sugiyanto (2002) menjelaskan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kualitas air mutlak perlu diperhatikan, terutama kualitas air untuk air minum yang memiliki dampak pada kesehatan. Sehingga kualitas air minum ditentukan dengan persyaratan baku mutu air untuk air minum. Kodoatie dan Sjarief (2005) menjelaskan bahwa fungsi Water Treatment Plant (WTP) adalah untuk mengolah air baku dari sungai atau sumber lainnya menjadi air bersih yang layak untuk didistribusikan kepada para pelanggan, sehingga secara kualitatif layak untuk dikonsumsi.
1.5.1.4. Air Minum Air baku merupakan air yang digunakan sebagai bahan baku untuk diolah menjadi air bersih atau air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan maupun airtanah. Air bersih berbeda dengan air minum. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/ MENKES/ PER/ IX/ 1990 air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Menurut Darsono (1995, dalam Wulandari, 2002) air bersih adalah air yang digunakan untuk berbagai kepentingan rumah tangga seperti: mandi, mencuci piring, mencuci pakaian, tetapi tidak dapat langsung diminum, karena mungkin masih mengandung bakteri patogen. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
11
Minum disebutkan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyartan kesehatan air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa air bersih belum tentu dapat digunakan untuk air minum. Sehingga perlu diuji kualitasnya baik dari segi fisik, kimia, maupun biologis dari air tersebut. Jadi air baku yang berasal dari airtanah termasuk sungai bawah tanah dapat dimanfaatkan menjadi air bersih atau air minum apabila dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air baku menjadi air bersih dilakukan untuk menghindari kemungkinan air tersebut terkontaminasi oleh bakteri atau kontaminan lainnya.
1.5.1.5. Baku Mutu Air Di dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber air harus disesuaikan dengan baku mutu air yang telah ada. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air sebagai batas toleransi untuk bahan baku air minum mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 907/ MENKES/ SK/ VII/2002 yang dapat dilihat pada Lampiran 01.
1.5.1.6. Parameter Kualitas Air Minum Parameter kualitas air bersih ataupun air minum yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 terdiri dari parameter fisik, parameter kimia, parameter radioaktif dan parameter mikrobiologi. Parameter tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Parameter Fisik Parameter fisik yang harus dipenuhi pada air minum adalah tidak berbau, jernih, tidak berasa, suhu sebaiknya sejuk, tidak panas dan tidak berwarna. Apabila kondisi air tidak sesuai dengan ciri tersebut, menunjukkan bahwa air tersebut telah terkontaminasi oleh bahan lain yang
12
mungkin berbahaya bagi kesehatan manusia (Achmadi, 2001 dalam Nurasiah 2004). 1) Suhu Suhu air merupakan hal penting jika dikaitkan dengan tujuan penggunaan, pengolahan untuk membuang bahan-bahan pencemar. Suhu yang diinginkan adalah 10°C-15°C, iklim, kedalaman pipa-pipa saluran air, dan jenis dari sumber air memepengaruhi suhu air. Suhu air akan mempengaruhi secara langsung toksisitas banyak bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme, dan virus. Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar (i) tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/ pipa, yang dapat mebahayakan kesehatan, (ii) menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/ pipa, (iii) mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan (iv) bila diminum air dapat menghilangkan dahaga. 2) Warna Air yang berwarna dapat ditimbulkan akibat adanya jenis-jenis tertentu bahan organik yang terlarut dan koloid yang terbilas dari tanah atau tumbuhan yang membusuk. Sedangkan kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. 3) Rasa dan bau Air minum yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Air minum sebaiknya tidak berasa dan tidak berbau. Rasa dari air disebabkan oleh adanya garam-garam atau unsur-unsur kimia dalam air yang terdapat secara berlebihan. Sedangkan bau pada air disebabkan oleh gas-gas tertentu didalam air dalam jumlah yang cukup tinggi. 4) Kekeruhan Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir
13
halus) maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991, dalam Effendi, 2003). Air hujan sebagai agent merupakan faktor yang sangat penting dalam pelarutan. Tanah yang berada di permukaaan akan masuk melewati ponor-ponor, sehingga dapat memberi kontribusi terhadap bahan tersuspensi maupun terlarut relatif lebih tinggi (Wijayanti, 2001 dalam Haryono,2004). Kekeruhan dalam air dihubungkan dengan kemungkinan pencemaran dengan air buangan. Air yang mengandung pencemaran tinggi akan sukar disaring dan mengakibatkan biaya pengolahan menjadi tinggi. Selain itu kekeruhan air dapat menyebabkan hambatan bagi proses disinfeksi. Oleh sebab itu kekeruhan air harus dihilangkan dari air yang akan digunakan untuk air minum. Bahan-bahan yang mudah diendapkan dapat dihilangkan dengan proses pengendapan (sedimentasi) dan filtrasi, sedangkan bahanbahan yang sulit dihilangkan (koloidal) hanya dapat dihilangkan dengan proses flokulasi dan koagulasi yang diikuti dengan proses sedimentasi dan filtrasi, dimana diperlukan penambahan bahan kimia (koagulan) kedalam air dan dilakukan proses secara mikrobiologis. 5) Jumlah zat padat terlarut (Total Dissolve Solid atau TDS) TDS biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula. Selanjutnya, efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut (Slamet, 2002). Analisis zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan, serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan (Alaerts dan Santika, 1987).
14
b. Parameter Kimia Wijayanti, dkk (dalam Haryono, dkk., 2004) dijelaskan bahwa respon debit, zat terlarut serta tersuspensi yang berbeda setiap bulannya sangat tergantung pada curah hujan. Pada pemunculan air dengan saluran rongga maka kontak air dengan batuan relatif cepat sehingga menyebabkan ionion yang terlarut dalam batuan menjadi kecil. Sehingga dalam penelitian ini tidak semua sifat kimia dianalisis, melainkan hanya unsur-unsur tertentu, yakni pH, kesadahan,Khlorida (Cl-), Sulfat (SO 4 2-), dan Nitrat (NO 3 -), dan Besi (Fe). Secara lebih jelasnya sebagai berikut: 1) Derajat Keasaman (pH) Menurut Sutrisno (1987, dalam Nurasiah 2004) pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaaan asam atau basa sesuatu larutan. pH merupakan faktor yang harus dipertimbangkan karena derajat keasaman air mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya koagulasi kimiawi, disinfeksi, pelunakan air dan dalam pencegahan korosi. Tinggi rendahnya pH pada air tidak berpengaruh pada kesehatan, akan tetapi untuk air dengan pH lebih kecil dari 6,5 akan menyebabkan korosi pada metal (misalnya pipa saluran air minum) yang melarutkan unsur-unsur timbal, tembaga, kadmium yang bersifat beracun. Demikian pula jika pH lebih besar pdari 8,5 dapat membentuk endapan (kerak) pada pipa air yang terbuat dari metal (Sudadi, 2003). 2) Kesadahan Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan. Kesadahan (hardness) merupakan gambaran kation divalen (valensi dua). Kation-kation tersebut dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat dalam air membentuk endapan atau karat dalam peralatan logam.
15
3) Clorida (Cl-) Konsentrasi 250 mg/l unsur tersebut dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin dan dapat merusak pipa-pipa air, dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfeksi. 4) Sulfat (SO 4 2-) Sulfur merupakan salah satu elemen yang esensial bagi makhluk hidup karena merupakan elemen penting dalam protoplasma. Sulfat merupakan salah satu bentuk sulfur anorganik yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan tanah. Sulfat bersifat iritan bagi saluran gastro-intestinal, bila dicampur dengan magnesium atau natrium. Jumlah MgSO 4 yang tidak terlalu besar sudah dapat menimbulkan diare. Adanya sulfat dalam perairan merupakan indikator pencemar yang sumbernya berasal dari limbah. 5) Nitrat (NO 3 -) Adanya nitrat dan nitrit dalam air berkaitan dengan siklus Nitrogen. Jumlah nitrat yang besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi nitrit, yang dapat berekasi langsung dengan hemoglobin dalam darah membentuk methaemoglobin yang dapat menghalangi perjalanan oksigen di dalam tubuh 6) Besi (Fe) Konsentrasi unsur ini dalam air yang melebihi ± 2mg/l akan menimbulkan noda-noda pada peralatan dan bahan-bahan yang berwarna putih. Adanya unsur ini dapat pula menimbulkan bau dan warna pada air minum dan warna koloid pada air. Selain itu, konsentrasi yang lebih besar dari 1 mg/l dapat menyebabkan warna air menjadi kemerah-merahan, memberi rasa yang tidak enak pada minuman, serta dapat membentuk endapan pada pipa-pipa logam dan bahan cucian.
16
c. Parameter Biologi Parameter biologi yang digunakan dalam penentuan kualitas air terutama untuk air minum ditentukan oleh Coli tinja dan Coliforms. Air yang mengandung coli tinja berarti air tersebut tercemar tinja. Tinja dari penderita sangat potensial menularkan penyakit yang berhubungan dengan air. Sutrisno (1987 dalam Nurasiah 2004) menyebutkan bahwa air minum tidak boleh mengandung bakteri-bekteri penyakit (patogen) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli melebihi batasbatas yang telah ditentukan yaitu 1 Coli/100 ml air. Dalam pemeriksaan bakteriologis, tidak langsung diperiksa apakah air itu mengandung bakteri patogen, tetapi diperiksa dengan indikator bakteri Coli.
1.5.2. Penelitian Sebelumnya Wulandari (2002) telah melakukan penelitian tentang kualitas air bersih dengan judul Kajian Penyediaaan Air Bersih Oleh Perusahaan Pengelola Air Swasta di Kota Surabaya. Tujuan penelitian tersebut yaitu mengetahui keberhasilan proses pengolahan air bersih produksi perusahaan swasta yang digunakan untuk industri dan rumah tangga dalam menurunkan parameter fisik, kimia, dan biologi. Penelitian yang dilakukan di dua perusahaan yaitu CV Karya Luhur dan CV Wildan Jaya dengan pengujian sampel air untuk parameter fisik, kimia, dan biologi, setelah melalui proses pengolahan air. Sampel diambil secara purposive sampling pada Sungai Surabaya, outlet, dan kolam pengendapan. Hasil dari penelitiaannya menunjukkan bahwa proses pengolahan air oleh kedua perusahaaan swasta berhasil menurunkan seluruh parameter yang diteliti berdasarkan syarat untuk industri, namun bila untuk rumah tangga parameter bakteri coli perlu diturunkan dengan persyaratan. Perbandingan antara dua perusahaan pengolah air dengan proses pengolahan masing-masing terbukti bahwa cara pengolahan CV Wildan Jaya lebih baik dan efisien daripada CV Karya Luhur.
17
Kusno (2003) telah melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui kualitas air pada tingkat pelanggan, perbedaan kualitas air pada tingkat pelanggan dengan kualitas air setelah melalui proses pengolahan, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan menyebabkan turunnya kualitas air pada jringan distribusi air PDAM Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut meliputi data kuantitatif kualitas air secara fisik, kimia, dan bakteriologis yang mecakup jenis dan besarnya bahan pencemar, debit air, dan persepsi masyarakat terhadap air bersih yang diperoleh dari hasil wawancara. Lokasi sampel air antaralain pada reservoir dan pada tingkat pelanggan. Pada tingkat pelanggan dilakukan sampling pada 3 area yaitu area yang mewakili jarak dekat, sedang dan jauh. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis grafik dan analisis deskriptif. Penelitian tersebut menggunakan standar baku mutu air minum menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
416/MENKES/PER/IX/1990. Hasil dari penelitian tersebut yaitu kualitas air pada jaringan distribusi air minum PDAM Manna Kabupaten Bengkulu Selatan belum memenuhi standar sebagai air bersih yang sehat karena pada beberapa pelanggan didapatkan parameter tertentu yang melebihi ambang batas, yaitu parameter seperti: bau, kekeruhan, warna, dan pH. Selain itu hasil menunjukkan bahwa sistem pengolahan air pada WTP. PDAM Manna Kabupatem Bengkulu Selatan belum maksimal dalam mereduksi parameter tertentu yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Turunnya kualitas air minum PDAM Manna tidak terlepas dari adanya kebiasaan manusia di sekitar lokasi jaringan distribusi air minum PDAM Manna yang kurang baik berupa rendahnya higiene perseorangan dengan cara membuang limbah domestik, membuang tinja, tempat pembuangan tinja jenis pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Nurasiah (2004) telah melakukan penelitian mengenai kuantitas berupa debit PDAM, kualitas air PDAM untuk air minum, dan efektifitas IPA, persepsi masyarakat terhadap kuatitas dan kualitas air PDAM, serta keterkaitan antara kondisi lingkungan sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan kuantitas dan
18
kualitas air PDAM. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified proporsional random sampling. Populasi berupa air sungai Persemaian yang diambil diintake, air yangsudah diolah oleh PDAM yang berasal dari outlet Instalasi Pengolahan Air dan air di rumah penduduk pelanggan PDAM. Hasil penelitian Nurasiah menunjukkan bahwa kebutuhan air minum untuk pelanggan PDAM (220,55 lt/det) dan penduduk Kota Tarakan (356,71 lt/det) belum terpenuhi. Hasil analisa kualitas air PDAM masih ada yang melewati baku mutu air minum yaitu kekeruhan, pH, warna, besi, dan rasa dan Instalasi Pengolahan Air (IPA) belum efektif untuk menurunkan kekeruhan. Persepsi pelanggan PDAM terhadap kuantitas dan kualitas air PDAM tergantung pada tingkat sosial ekonomi, semakin tinggi tingkat sosial ekonomi maka semakin rendah (jelek) persepsinya tentang kuantitas dan kualitas air PDAM yang dihasilkan dan sebaliknya. Terjadinya perubahan kuantitas dan kualitas air PDAM akibat rusaknya lingkungan fisik, biologi, dan sosial ekonomi yang tidak memperhatikan ekosistem/ lingkungan. Tarigan (2007) juga telah melakukan penelitian mengenai kualitas airtanah di Kota Kebumen dengan judul Studi Kualitas Airtanah untuk Kebutuhan Air Minum di Kota Kebumen, Jawa Tengah. Tujuan penelitian tersebut antara lain untuk mengetahui perbedaan sifat fisik, kimia, dan biologi airtanah yang berada dalam airtanah didaerah penelitian dan menganalisis serta mengevaluasi kualitas fisik, kimia, dan biologi airtanah untuk kebutuhan air minum bagi penduduk di daerah penelitian berdasarkan baku mutu air minum. Pengambilam sampel dalam penelitian tersebut dilakukan dengan metode purposive sampling dengan bahan pertimbangan penentuan sampel adalah penggunaan lahan dan arah aliran airtanah. Penentuan sampel dilakukan berdasarkan asumsi bahwa tiap-tiap penggunaan lahan yang berbeda akan menyebabkan perbedaaan kualitas airtanah yang berbeda juga. Hasil dari penelitian Tarigan menunjukkan bahwa penggunaan lahan pada Kota Kebumen memepengaruhi kualitas airtanah bebas, bahwa persebaran sifat fisik, kimia, dan biologi berbeda-beda antara penggunaan lahan yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan sifat fisik airtanah pada umumnya airtanah Kota Kebumen masih layak untuk dikonsumsi sebagai air minum, akan
19
tetapi didaerah Indrakila dan Panjer tidak layak karena tingginya unsur nitrit pada airtanah tersebut. Sedangkan berdasarkan sifat biologi airtanah Kota Kebumen tidak layak konsumsi karena kandungan bakteri coli yang melebihi ambang batas baku mutu air yaitu sebesar >2400 MPN/100ml, sehingga pemanfaatan airtanahnya perlu dimasak terlebih dahulu. Secara umum airtanah pada Kota Kebumen termasuk dalam Kelas dua berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001. Berdasarkan keempat penelitian tersebut, memiliki persaman yang penulis lakukan yaitu meneliti mengenai kualitas air untuk air minum. Namun dari keempat penelitian tersebut juga memiliki beberapa perbedaan. Adapun perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tarigan (2007) yakni objek kajian airtanah berupa air sumur penduduk yang dimanfaatkan untuk air minum, sedangkan objek kajian penulis berupa sungai bawah tanah sebagai airtanah dengan sistem distribusi yang telah dilakukan oleh PDAM. Adapun persamaannya yakni metode pengambilan sampel dengan purposive sampling. Metode ini juga digunakan dalam penelitian Kusno (2003). Mengenai analisis yang digunakan oleh penulis terdapat persamaan dan perbedaan dengan keempat penelitian penelitian yang telah dilakukan tersebut. Penulis menggunakan analisis grafik, analisis laboratorium, analisis deskriptif komparatif dan analisis keruangan. Semua penelitian menggunakan analisis laboratorium. Analisis grafik digunakan penulis juga digunakan oleh Kusno (2003), Nurasiah (2004), dan Tarigan (2007). Mengenai analisis deskriptif komparatif terdapat persamaan dengan analisis dalam penelitian yang dlakukan oleh Wulandari (2002). Analisis deskriptif komparatif ini dilakukan dengan mendeskripsikan beberapa parameter kualitas air dari hasil uji laboratorium pada lokasi penelitian dengan baku mutu air yang telah ditentukan. Perbedaan lainnya dengan penelitian yang dilakukan Wulandari antara lain bahwa objek kajian penelitian tersebut air permukaan berupa sungai sebagai sumber utama. Selain itu ditekankan pada kesesuaian untuk industri. Sedangkan objek kajian penelitian yang dilakukan penulis berupa sungai bawah tanah sebagai airtanah yang difokuskan keperluan untuk air minum.
20
Bersamaan dengan penelitian yang telah dilakukan Kusno (2003) terdapat persamaan dengan penelitian penulis yaitu penelitian pada sistem distribusi PDAM meskipun dengan lokasi penelitian yang berbeda. Selain itu salah satu analisis yang digunakan terdapat persamaan yakni analisis grafik dengan membuat grafik hasil analisis laboratorium terhadap parameter kualitas air minum. Perbedaan dengan penelitian ini yakni faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya
kualitas
air
tidak
dilakukan
penelitian.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi rendahnya kualitas air sebagai analisis oleh penulis. Mengenai penentuan lokasi sampel air terdapat perbedaan. Kusno melakukan pengambilan sampel pada reservoir dan pada tingkat pelanggan dengan tiga area yang mewakili jarak dekat (belum memasuki areal permukiman), jarak sedang (telah melalui daerah permukiman padat) dan jarak terjauh. Sedangkan penentuan lokasi sampel yang dilakukan penulis yaitu intake berupa sungai bawah tanah, reservoir, dan tingkat pelanggan. Persamaan lain yaitu lokasi sampel pada tingkat pelanggan yang dibagi menjadi tiga kategori (dekat, sedang, dan jauh). Sedangkan dalam penelitian penulis, sampel pada tingkat pelanggan tidak dibagi dalam beberapa kategori jarak dengan asumsi bahwa dari reservoir akhir yang menuju pelanggan tidak ada treatment pengolahan air. Hal yang membedakan antara penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian yang dilakukan Nurasiah (2004) yakni metode pengambilan sampel berupa purposive sampling dan persepsi masyarkat serta keterkaitan kondisi lingkungan sekitar DAS tidak diteliti. Penelitian terdahulu dengan yang penulis lakukan dapat diketahui perbedaan dan persamaannya melalui Tabel 1.1 berikut.
21
Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya Nama, Tahun
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Yang diperoleh
Meikha
Kajian Penyediaan Kualitas Air
Mengkaji keberhasilan proses
1. Pengambilan sampel dilakukan dengan
1.Proses pengolahan air bersih berhasil menurunkan parameter
Astuti
Bersih Oleh Perusahaan
pengolahan air bersih produksi
Wulandari,
Pengolahan Air Swasta Di Kota
perusahaan swasta yang digunakan
2002
Surabaya
untuk industri dan rumah tangga dalam
metode purposive sampling 2. Analisis deskriptif komparatif
fisik dan kimia 2.Proses pengolahan air bersih belum dapat menurunkan parameter biologi
menurunkan parameter fisik, kimia,
3.Cara pengolahan air bersih efektif untuk penurunan parameter
dan biologi
fisik dan kimia 4.Air bersih yang diproduksi layak untuk memenuhi kebutuhan air bagi industri dan rumah tannga
Hadi Kusno,
Faktor-Faktor Penyebab
2003
Degradasi Kualitas Air Pada Jaringan Distribusi Air Minum
1. Untuk mengetahui kualityas Air pada tingkat pelanggan PDAM Manna 2. Untuk mengetahui perbedaan kualitas
PDAM Manna Kabupaten
air pada tingkat pelanggan dengan
Bengkulu Selatan
kualitas air setelah melalui proses
1. Dokumentasi, observasi, survey, dan wawancara
1.Kualitas air pada jaringan distribusi air minum PDAM Mannna Bengkulu Selatan belum memenuhi standar sebagai
2. Pemeriksaan sampel air di Laboratorium
air bersih yang sehat, karena pada beberapa pelanggan
3. Analisa peta dan analisa statistik
didapatkan parameter tertentu yang melebihi dari ambang batas.
pengolahan
2.Sistem pengolahan air pada water treatment (WTP) PDAM
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa
Manna Kabupaten Bengkulu Selatan belum maksimal dalam
saja yang berpengaruh dan
mereduksi parameter tertentu yang dapat mebahaykan
menyebabkan turunnya kualitas air
kesehatan masyarakat.
pada jaringan distribusi PDAM
3.Turunnya kualitas air minum PDAM Manna tidak terlepas
Manna
dari adnya kebiasaan manusia di sekitar lokasi jaringan distribusi air minum PDAM Manna
22
Lanjutan Tabel 1. Penelitian Sebelumnya Nurasiah,
Kajian Kuantitas dan Kualitas
2004
Air Perusahaan Daerah Air
PDAM memenuhi kebutuhan air
stratified proporsional
Minum (PDAM) Kota
pelanggan dan penduduk kota Tarakan
random sampling
Tarakan Kalimantan Timur
1.Mengetahui apakah debit yang dimiliki
2. Mengetahui kualitas air PDAM apakah
1. Pengambilan sampel dengan
2. Analisis data secara deskriptif
memenuhi syarta baku mutu sesuai
kualitatif, kuantitatif, analisis
dengan peruntukannya sebagai air
grafik, tabel, persentase.
minum dan efektifitas IPA
1.Jumlah kebutuhan air penduduk Kota Tarakan belum terpenuhi dari PDAM 2.Kualitas air masih ada yang belum memenuhi baku mutu dan belum efektif menurunkan kekeruhan 3.Persepsi pelanggan PDAM terhadap kuantitas dan kualitas air PDAM rendah 4.Terjadinya perubahan kuantitas dan kaulitas air PDAM akibat rusaknya lingkungan fisik, biologi, dan sosial ekonomi yang tidak
3. Mengetahui persepsi masyarakt terhadap kuantitas dan kualitas air
memperhatikan ekosistem/ lingkungan.
4. Mengethaui keterkaitan antara kondisi lingkungan sumber air baku dan kuantitas dan kualitas air. Veri, A.
Studi Kualitas Airtanah
Tarigan, 2007
Untuk Kebutuhan Air Minum
kimia, da biologi airtanah yang berada
di kota Kebumen, Jawa
dalam airtanah didaerah penelitian.
Tengah
1. Mengetahui persebaran sifat fisik,
2. Menganalisis dan mengevaluasi
1. Metode pengambilan sampel
1.Penggunaan lahan pada Kota Kebumen memepengaruhi kualitas
dengan purposive sampling.
airtanah bebas, bahwa persebaran sifat fisik, kimia, dan biologi
2. Analisis yang digunakan antara lain: analisis DHL, analisis
kualitas fisik, kimia, dan biologi
laboratorium, analisis grafik,
airtanah untuk kebutuhan air minum
dan analisis spasial.
berbeda-beda antara penggunaan lahan yang satu dengan yang lainnya. 2.Berdasarkan sifat fisik airtanah pada umumnya airtanah Kota Kebumen masih layak untuk dikonsumsi sebagai air minum, akan
bagi penduduk di daerah penelitian
tetapi didaerah Indrakila dan Panjer tidak layak karena tingginya
berdasarkan baku mutu air minum.
unsure nitrit pada airtanah tersebut. 3.Berdasarkan sifat biologi airtanah Kota Kebumen tidak layak konsumsi karena kandungan bakteri coli yang melebihi ambang batas baku mutu air yaitu sebesar >2400 MPN/100ml. sehingga pemanfaatan airtanahnya perlu dimasak terlebih dahulu. 4.Airtanah pada Kota Kebumen termasuk dalam Klas dua berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001.
23
Lanjutan Tabel 1. Penelitian Sebelumnya Titis
Kajian Kualitas Air dalam
Wisnuwati, 2010
1.
Mengetahui kesesuaian kualitas air
1.Pengambilan sampel dilakukan
Sistem Distribusi PDAM Unit
minum yang didistribusikan oleh
dengan purposive sampling.
907/MENKES/SK/VII/2002 air baku dari Sungai Bawah Tanah
Distribusi Seropan,
PDAM Sub Sistem Seropan dengan
Pengambilan sampel air
Seropan yang di kelola PDAM Sub Sistem Seropan saat musim
Kabupaten Gunungkidul
baku mutu air minum berdasarkan
dilakukan pada sumber utama
penghujan tidak memenuhi persyaratan sebagai air minum, dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No
sungai bawah tanah Seropan,
faktor pembatas parameter fisika berupa kekeruhan dan parameter
907/
pada bak penampung pertama,
biologi berupa bakteri E. colli
2.
MENKES/
SK/
VII/2002
1. Berdasarkan
2.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No
terutama pada musim penghujan.
bak penampung kedua, dan
Mengetahui perubahan kualitas air
beberapa dari pipa pelanggan
saat musim penghujan mengalami perubahan yang bervariasi.
dari sungai bawah tanah Seropan
PDAM.
Secara fisik kualitas air yang berubah secara signifikan adalah
Kualitas air mulai dari sumber utama Sungai bawah tanah Seropan
sebagai sumber utama hingga pipa-
2. Analisis yang digunkan adalah
parameter warna dan kekeruhan yang mengalami penurunan pada
pipa pelanggan PDAM terutama pada
analisis laboratorium, analisis
2 jalur distribusi yang termasuk jalur distribusi terpanjang.
musim penghujan.
grafik, deskriptif kualitatif, dan
Perubahan kualitas air berdasarkan parameter kimia mulai dari
keruangan.
sumber utama hingga sambungan rumah mengalami kenaikan dan penurunan namun masih di bawah ambang batas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 907/MENKES/SK/VII/2002. Demikian halnya dengan nilai total baketeri Coliform yang mengalami kenaikan dan penurunan mulai dari sumber utama hingga sambungan rumah. Akan tetapi parameter biologi ini telah melebihi ambang batas.
24
1.5.3. Kerangka Pemikiran Hidrologi karst fokus pada air yang tersimpan di bawah tanah pada sistemsistem drainase bawah permukaan karst. Sistem darinase bawah permukaan karst ini berupa sungai bawah tanah. Sungai bawah tanah merupakan sistem aliran berupa sungai yang berkembang pada bawah permukaan di kawasan karst sebagai airtanah. Sungai bawah tanah juga merupakan salah satu kenampakan pada ekosistem karst telah mengalami perkembangan lanjut dengan berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain: curah hujan yang tinggi, batuan kapur yang tebal, elevasi yang cukup tinggi, dan vegetasi yang lebat. Karst di Pegunungan Sewu tersusun atas batugamping dengan sifat mudah larut yang selanjutnya mengalami proses karstifikasi dengan didukung oleh faktor lainnya seperti curah hujan yang tinggi, elevasi yang cukup, serta vegetasi yang lebat. Batugamping merupakan salah satu material batuan dalam formasi geologi pembentuk akuifer. Akuifer tersebut sebagai akuifer bebas. Air pada sungai bawah tanah di daerah karst dapat disebut sebagai airtanah yaitu air yang mengisi celah atau pori-pori antar batuan dan bersifat dinamis. Struktur yang berkembang di daerah karst terutama oleh banyaknya kekar dan sesar (fault). Air hujan yang jatuh di daerah ini sebagian diresapkan dan menjadi aliran di bawah permukaaan tanah. Batugamping mempunyai variasi yang besar dalam densitas, kesarangan, dan kelulusan. Lubang-lubang di batuan gamping dapat terbentuk dalam ukuran mikroskopis hingga gua-gua dan sungai bawah tanah. Sebenarnya persediaan air di daerah Kabupaten Gunungkidul cukup tinggi, akan tetapi kemudahan mendapatkannya kecil karena berupa sungai-sungai bawah tanah yang pola alirannya sulit untuk dilacak. Berdasarkan hal tersebut, secara kuantitas air sungai bawah tanah cukup potensial untuk dimanfaatkan. Hal ini juga telah dilakukan oleh PDAM setempat. Sumber air bawah tanah karst merupakan daerah yang permeabel. Permeabilitas daerah ini terutama disebabkan oleh sistem dan banyaknya kekar yang di daerah karst sering disebut sebagai diaklas. Lewat sistem diaklas tersebut air hujan masuk kedalam tanah. Sistem diaklas atau aktivitas pelarutan terbentuklah gua-gua yang merupakan saluran air dan kadang-kadang membentuk
25
atau dilalui sungai di bawah tanah. Air yang masuk melalui diaklas menjadi air karst di bawah permukaan tanah yang sesungguhnya berbeda dengan airtanah pada akuifer dengan permeabilitas primer. Oleh karena permeabilitas pada daerah kapur disebabkan adanya struktur diaklas maka disebut sebagai permeabilitas sekunder. Potensi air sungai bawah tanah Seropan dari segi kuantitas telah dimanfaatkan
PDAM
dengan
mendistribusikan
ke
Kecamatan
Semanu,
Kecamatan Rongkop, Kecamatan Ponjong, Kecamatan, Karangmojo, Kecamatan Semin, dan Kecamatan Ngawen. Penyediaan air minum untuk pelanggan dilakukan oleh PDAM melalui sistem jaringan perpipaan. Jaringan perpipaan yang digunakan antara lain jaringan pipa transmisi dan jaringan pipa distribusi. Berdasarkan kondisi topografi dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, maka digunakan sistem gravitasi dan ditampung pada reservoir. Apabila dari reservoir masih kurang dapat mengalirkan pada pelanggan, maka digunakan bak pelepas tekan dengan adanya pompa booster. Ditinjau dari segi kualitas perlu dikaji. Hal ini terkait dengan pemanfaatan air sungai bawah tanah tersebut digunakan untuk air minum penduduk. Kualitas air minum memiliki dampak terhadap kesehatan manusia. Berdasarkan kondisi fisik daerah karst dengan lapisan tanah yang tipis, sehingga peka terhadap erosi terutama pada musim penghujan. Tanah mudah terbawa aliran air melewati diaklas dan menuju aliran sungai bawah tanah. Batuan gamping sebagai sistem akuifer berbeda dengan sistem akuifer lainnya. Aliran permukaan yang meresap atau mengalir ke bawah permukaan tidak melalui tahap penyaringan oleh material pembentuk akuifer tersebut, melainkan langsung masuk melalui rongga diaklas. Hal tersebut mengandung arti bahwa kondisi di atas permukaan wilayah karst sangat mempengaruhi kondisi di bawah permukaan. Selain itu juga aktivitas penduduk yang menghasilkan limbah memberikan kemungkinan terhadap pencemaran pada air tanah. Hal ini terkait dengan kualitas air tanah terutama air sungai bawah tanah Seropan yang telah dimanfaatkan sebagai air minum. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2002 bahwa terdapat beberapa persyaratan untuk air minum dengan baku mutu yang telah ditentukan, sehingga
26
kualitas air yang telah dimanfaatkan oleh penduduk perlu dievalusi. Secara skematis kerangka pemikiran dapat di lihat pada Gambar 1.2. Hidrologi Karst
Karakteristik
Sungai bawah tanah Seropan
Potensi
PDAM
Air baku
Penduduk
Kebutuhan air minum
Air minum Hasil uji kualitas air
Kualitas air
Keputusan Menteri Kesehatan No.907/MENKES/SK/VII/2002 Evaluasi kualitas air sebagai air minum
Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
27
1.6. Batasan Operasional Air Baku adalah air yang digunakan sebagai bahan baku untuk diolah menjadi air bersih atau air minum. Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyaratan kesehatan air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang SyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum) Bak Penangkap (Broncaptering) biasa disingkat dengan BPT adalah sarana dalam jaringan distribusi PDAM berupa bak yang berfungsi sebagai penangkap air untuk dikumpulkan sebelum dipergunakan untuk pelayanan air minum kepada pelanggan. Baku Mutu Air adalah batas kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan perubahannya. Evaluasi adalah proses penilaian terhadap sesuatu hal yang telah ada atau telah berlangsung. Ibu Kota Kecamatan (IKK) adalah unit kerja PDAM Gunungkidul dalam pelayanan air bersih pada setiap wilayah kecamatan. Kualitas Air adalah kualitas air merupakan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air yang dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003) Kualitas Air Minum adalah mutu air dari air minum yang keluar dari outlet Instalasi Pengolahan Air dan air dari rumah pelanggan, diperiksa di laboratorium secara fisika, kimia, dan biologi serta dibandingkan dengan nilai ambang batas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Anonim, 1990) PDAM atau Perusahaan Daerah Air Minum yang dimaksud dalam hal ini yaitu PDAM Kabupaten Gunungkidul.
28
Reservoir
adalah
tempat
penampungan
air untuk
sementara,
sebelum
didistribusikan kepada pelanggan.biasanya dibangun pada wilayah dengan kondisi yang langka air, berlebihan, atau karena untuk tujuan pertanian atau teknologi sebagai fasilitas untuk mengontrol air (Chapman, 1996). Sambungan Rumah adalah bagian dari jaringan distribusi dalam Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Gunungkidul pada rumah penduduk atau konsumen setelah melalui instalasi jaringan dari sumber air yang digunakan. Sungai bawah tanah adalah sistem aliran berupa sungai yang berkembang pada bawah permukaan di kawasan karst sebagai airtanah. Unit Distribusi adalah satu sistem pelayanan yang merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum dalam suatu sistem pelayanan air minum. Water Treatment Plant (WTP) adalah instalasi dalam pengolahan air baku yang dikelola oleh PDAM untuk mengolah air baku dari sungai atau sumber lainnya menjadi air bersih yang layak untuk didistribusikan kepada para pelanggan, sehingga secara kualitatif layak untuk dikonsumsi. Biasa disebut dengan Instalasi Pengolahan Air (IPA).
29