BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan ini, negara harus melakukan pembangunan di segala bidang. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum material/sosial, Indonesia menganut prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, ketersediaan dana yang cukup untuk melakukan pembangunan merupakan faktor yang sangat penting. Dalam menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan ini, salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan pemungutan pajak. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung yang dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk
membayar
pengeluaran
umum.”
Menurut Soemitro (2003) menyebutkan pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara meningkatkan pelayanan publik. Di Indonesia, pajak merupakan salah satu penerimaan pendapatan negara yang memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pendapatan nasional. Pajak dalam pengelolaannya, ada beberapa pajak yang masuk ke pemerintah pusat dan ada yang masuk ke daerah-daerah. Pajak yang pengelolaannya masuk ke dalam pemerintah pusat antara lain: Pajak
1
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea
Materai, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak pusat yang dialihkan menjadi pajak daerah adalah BPHTB. Kebijakan pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dilakukan melalui suatu proses pembahasan rancangan undang-undang yang cukup panjang antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor strategis serta kondisi daerah yang berbeda-beda, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat akhirnya menyepakati pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dengan beberapa kondisi, antara lain: (1) pemungutan BPHTB dapat dilakukan oleh daerah secara optimal, dan (2) pelayanan kepada masyarakat tidak mengalami penurunan. Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai pajak Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam hal efektivitas dan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di
Kota
Palembang sebagai pajak daerah serta faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban BPHTB di kotamadya Palembang.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan topik dari makalah kami yaitu “faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban BPHTB di kotamadya Palembang” maka perumusan masalahnya yaitu :
Bagaimana realisasi pembayaran BPHTB di kotamadya Palembang?
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban membayar BPHTB di kotamadya Palembang?
2
Bagaimana solusi dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Palembang untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban membayar BPHTB?
1.3
Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban membayar BPHTB di kotamadya Palembang
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban membayar BPHTB di kotamadya Palembang
Untuk mengetahui solusi dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Palembang untuk mengatasi permasalahan tingkat kepatuhan wajib pajak
1.3.2 Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bagi Pemungut Pajak (Dispenda) Untuk menjadi referensi dalam menentukan solusi terbaik untuk
meningkatkan
kepatuhan
dan
kesadaran
masyarakat/wajib pajak dalam membayar pajak
Bagi Penulis Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis dalam penerapan mata kuliah perpajakan khususnya mengenai BPHTB
1.4
Metodologi Penelitian 1.4.1 Metode Pengumpulan Data Dalam hal ini pengumpulan data yang perlu dilakukan menurut Prof.DR.Sugiono (2007:129) adalah dengan menggunakan metode sebagai berikut 3
Metode Observasi Yaitu
teknik
pengumpulan
data
dengan
mengadakan
pengamatan secara langsung atas pelaksanaan operasional perusahaan sehubungan dengan penelitian agar mendapatkan data yang sistematis dan objektif.
Metode Literatur Yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh dari pendapatpendapat pengamat perpajakan baik melalui koran atau internet dan juga pendapat-pendapat dari para ahli yang terdapat dari buku-buku perpajakan
1.4.2 Jenis Data Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam mendukung analisa terhadap permasalahan yang dibahas maka diperlukan metodemetode tertentu agar didapatkan data-data yang objektif dan mempunyai korelasi dengan masalah yang akan di bahas. Menurut Prof.DR.Sugiono (2007:129) jenis-jenis data itu adalah sebagai berikut :
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi, buku, dan literatur-literatur (buku yang digunakan oleh penulis)
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar Hukum dan Pengertian Bea Perolehan Hak Aatas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 2.1.1 Dasar Hukum 1.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Undang-undang ini menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.
2.
Peraturan Pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah
3.
Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan
4.
Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB
5.
KMK Nomor : 630/KMK.04/1997 Tentang Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
6.
BPHTB No. 1 Tahun 2011 Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
2.1.2 Pengertian BPHTB Berbicara mengenai BPHTB sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.” Sedangkan “Perolehan
5
hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan”. DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB. BPHTB yaitu pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.
2.2
Objek, Subjek dan Wajib Pajak BPHTB 2.2.1 Objek BPHTB Dalam Pasal 2 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut, meliputi : 1. Pemindahan Hak, karena: a. Jual Beli; b. Tukar Menukar; c. Hibah; d. Hibah Wasiat; e. Waris; f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya; g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan; h. Penunjukan pembeli dalam Lelang; i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap; j. Penggabungan Usaha; k. Peleburan Usaha;
6
l. Pemekaran Usaha; dan m. Hadiah.
2. Pemberian Hak Baru karena : a. Kelanjutan Pelepasan Hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak; b. Diluar Pelepasan Hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000;
Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi : a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai;
7
e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun; dan f. Hak Pengelolaan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu : a.
Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik;
b.
Objek
yang
diperoleh
negara
untuk
penyelenggaraan
pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c.
Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya;
d.
Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
e.
Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF; dan
f.
Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan ibadah.
g.
Objek pajak tertentu.
2.2.2 Subjek BPHTB Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.
2.2.3 Wajib Pajak BPHTB Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.
8
Cara Menghitung BPHTB BPHTB = Tarif Pajak x NPOPKP =
2.3
5%
x (NPOP – NPOPTKP)
Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) a.
Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
b.
Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.
c.
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.
d.
Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).
2.4
Tata Cara Pemungutan Pajak
Pajak terutang dipungut diwilayah dalam daerah
Pemungutan pajak dilarang diborongkan
Wajib pajak yang memenuhi kewajiban Pajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), SKPDKB dan / atau SKPDKBT
9
Membayar sendiri pajak terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Penyampaian SPTPD sekurang-kurangnya dilampiri sebagai berikut :
Fotokopi Identitas (KTP/SIM/PASPOR/KK)
SPPT PBB Tahun berjalan
Fotocopy sertifikat / SK BPN
Surat kuasa (apabila dikuasakan dan bermaterai Rp 6.000)
Fotocopy identitas orang yang dikuasakan
Dokumen pendukung lainnya
Namun untuk saat ini kata Sandra, layanan pembayaran pajak melalui ATM baru bisa dilakukan lewat ATM Bank SumselBabel, belum merambah ke bank lain. Namun Sandra berjanji dalam waktu dekat melebarkan ekspansi pelayanan pembayaran pajak ke bank mandiri. "Kita tinggal tunggu proses administrasinya saja di keuangan Pemkot palembang, kalau ini sudah rampung, layanananya bisa segera dibuka, Bank Mandiri juga telah menyiapkan perangkat dan sistemnya," katanya. Sementara cara pembayaranya pun sangat mudah. Sandra merinci, konsumen atau wajib pajak tinggal mengikuti prosedur yang tertera di mesin, tapi memang harus mencantumkan nomor wajib pajak. ((Kutipan: Palembang.Tribunews.com/2012/11/02/sekarang-bayar-pajak-bisa-24-jam)
10
2.5
Sistem pemungutan pajak di Indonesia Sistem pemungutan pajak di Indonesia baik Pajak Pusat maupun Pajak Daerah menganut beberapa sistem antara lain :
a.
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : 1.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Fiskus 2.
Wajib Pajak bersifat pasif
3. Utang Pajak timbul setelah dikeluarkanya Surat Ketetapan Pajak oleh Fiskus.
b.
Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : 1.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri
2.
Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang 3.
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.
Witholding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan Fiskus dan bukan Wajib Pajak ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang da pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak
11
2.6
Prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang BPHTB a.
Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkar sistem Self Assessment
b.
Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
c.
Adanya sanksi bagi Wajib Pajak maupun pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksnakan kewajibannya menurut Undang-undang yang berlaku.
d.
Hasil Penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah.
e.
Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan.
Berdasarkan prinsip di atas, pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah menggunakan sistem Self Assesment yaitu sistem
pemungutan
di
mana
Wajib
Pajak
harus
menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat Pajak (fiskus) hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak 2.7
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak Kepatuhan perpajakan diartikan sebagai suatu keadaan yang mana wajib pajak patuh dan mempunyai kewajiban perpajakan. Devano, 2006 dalam Ni Luh, 2006, mengemukakan kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi sebagai berikut : 1.
Wajib pajak memahami dan berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajkan
2.
Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
3.
Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
4.
Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya 12
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak : 1.
Pemahaman terhadap sistem Self Assessment Sistem self assissment yang diterapkan dalam perpajakan di Indonesia memberikan
kepercayaan
penuh
kepada
wajib
pajak
untuk
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang wajib pajak. Sistem ini akan lebih efektif apabila wajib pajak memiliki kesadaran pajak, kejujuran, dan kedisiplinan dalam menjalankan/melaksanakan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. 2.
Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan yang baik kepada wajib pajak akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, demikian juga sebaliknya.
3.
Tingkat Pendidikan Tingkat
pendidikan
masyarakat
yang
semakin
tinggi
akan
menyebabkan masyarakat lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. 4.
Tingkat Penghasilan Penghasilan wajib pajak sabagai objek pajak dalam pajak penghasilan sangat terkait dengan besarnya pajak terutang.
5.
Persepsi Wajib Pajak Terhadap Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan diberikan kepada wajib pajak agar wajib pajak mempunyai kesadaran dan patuh terhadap kewajiban pajak. Sanksi perpajakan berupa sanksi administrasi (dapat berupa denda dan bunga) dan sanksi pidana. Adannya sanksi perpajakan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
13
BAB III PEMBAHASAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak pusat yang dialihkan menjadi pajak daerah adalah BPHTB. Kebijakan pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dilakukan melalui suatu proses pembahasan rancangan undang-undang yang cukup panjang antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor strategis serta kondisi daerah yang berbedabeda, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat akhirnya menyepakati pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah dengan beberapa kondisi, antara lain: (1) pemungutan BPHTB dapat dilakukan oleh daerah secara optimal, dan (2) pelayanan kepada masyarakat tidak mengalami penurunan. Dengan Masa transisi pengalihan BPHTB ditetapkan selama 1 (satu) tahun sejak berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 dan mulai efektif menjadi pajak daerah pada tanggal 1 Januari 2011. Selama masa transisi, Pemerintah melakukan berbagai kegiatan untuk mempersiapkan daerah menerima pengalihan BPHTB dari pemerintah pusat. Dalam pelaksanaan pengalihan suatu jenis pajak, akan terdapat sejumlah kendala dan hambatan, terlebih-lebih apabila jenis pajak tersebut merupakan jenis pajak baru bagi daerah seperti BPHTB. Dalam proses pengalihan BPHTB, akan terdapat beberapa kendala, baik yang bersumber dari kekurangsiapan pemerintah pusat, kekurangsiapan pemerintah daerah, kondisi di lapangan, dan lain-lain. Kendala yang timbul perlu mendapat penanganan segera dan dicarikan pemecahannya untuk kelancaran pemungutan pajak daerah. Hampir seluruh instansi terkait, utamanya jajaran Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, memberikan kontribusi yang signifi kan dalam memperlancar pemungutan BPHTB oleh daerah. Namun demikian, persiapan yang matang dan partisipasi aktif dari pemerintah daerah dalam mengimplementasikan UU Nomor 28 Tahun 2009 merupakan faktor penentu kelancaran pengalihan BPHTB menjadi pajak
14
daerah. Tinjauan pelaksanaan pengalihan BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai proses pengaliihan BPHTB yang dilakukan oleh Indonesia dengan melihat kelemahan dan kebaikan dalam implementasiya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan survai dan analisis berdasarkan fakta dan informasi serta data yang objektif sehingga dapat dilihat keberhasilan dan kekurangan dalam proses pengalihan BPHTB. Dari gambaran yang diperoleh dalam implementasi pengalihan BPHTB yang telah dilakukan, dapat diambil langkah-langkah lanjutan untuk lebih mengoptimalkan pemungutan BPHTB. Pelajaran yang diperoleh dari proses tersebut akan merupakan
bahan
masukan
yang
penting
dalam
mempersiapkan
dan
memperlancar pengalihan jenis pajak lainnya, seperti pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
3.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Kewajibannya Membayar BPHTB 1.
Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Daerah Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya, maka semakin tinggi kesadaran membayar pajaknya namun tidak hanya berhenti sampai di situ justru mereka semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, terutama terhadap materi kebijakan di bidang perpajakannya, misalnya penerapan tarifnya, mekanisme pengenaan pajaknya, regulasinya, benturan praktek di lapangan dan perluasan subjek dan objeknya. Masyarakat di negara maju memang telah merasakan manfaat pajak yang mereka bayar. Bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun sarana dan prasarana transportasi yang cukup maju maupun biaya operasional aparat negara berasal dari pajak mereka. Pelayanan medis gratis, sekolah murah, jaminan sosial maupun alat-alat transportasi modern menjadi bukti pemerintah mengelola dana pajak dengan baik.
15
Dengan digalakannya kesadaran akan pajak ini diharapkan Indonesia akan menuju kesejahteraan yang selama ini diharapkan. Slogan “LUNASI PAJAKNYA AWASI PENGGUNAANNYA” tidak hanya suara dan gaungnya semata yang nyaring namun bisa benar-benar terwujudkan bahwa pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan dan dikelola dengan transparan dan akuntabel bagi kepentingan masyarakatnya sendiri. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010). Kesadaran adalah keadaan seseorang mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Dilihat dari penerimaan pajak yang ada di Kotamadya Palembang, tingkat kesadaran Wajib Pajak terhadap pembayaran BPHTB telah menjukkan kesadarannya. Karena terlihat dari realisasi BPHTB di Kotamadya Palembang setiap minggunya mengalami peningkatan dari target APBD. Dan bahakan bisa dikatakan penerimaan BPHTB di Kotamadya Palembang telah melebihi target. Hal ini disebabkab karena wajib pajak kotamadya Palembang pada saat perolehan hak atas tanah dan bangunan harus membayar terlebih dahulu pajak BPHTB lalu wajib pajak bisa memperoleh akta perolehan atas tanah dan bangunan tersebut. 2.
Pemberian Informasi / penyuluhan mengenai BPHTB secara menyeluruh. Kurangnya pengetahuan tentang pajak dapat menjadi salah satu kendala patuhnya WP dalam memenuhi kewjiban perpajakannya. Ketidaktahuan ini membuat WP tidak tahu mengenai prosedurprosedur yang harus dijalankan sehingga pelaksanaan perpajakan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan pemerintah. Pemberian
16
informasi ini dapat melalui penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagaimana yang kita ketahui penyululan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengarahan kepada WP tentang hak dan kewajiban WP. Apalagi pada awal tahun 2011 pajak BPHTB baru dialihkan dari pajak pusat menjadi pajak daerah.Masih banyak wajib pajak yang belum mengetahui prosedur-prosedur yang harus mereka lakukan saat pembayaran BPHTB yang telah dialihkan sebagai pajak daerah. Itu sebabnya dibutuhkan Penyuluhan/ sosialisasi
yang khususnya
diarahkan pada pihak-pihak yang menghadapi permasalahan dalam pelaksanaan BPHTB sebagai pajak daerah, baik wajib pajak, Notaris, PPAT, Kantor Lelang, perbankan, maupun aparaturpemerintah daerah.
3.
Pelayanan dari Pemerintah Daerah Pelayanan yang dimaksud dari makalah ini adalah pelayanan yang baik dari pemerintah . Pelayanan ini diberikan sebagai imbalan terhadap rakyat yang telah membayar pajak. Rakyat yang telah membayar pajak pasti ingin bahwa uang yang mereka berikan dipergunakan dengan baik dan tepat. Apakah sarana-sarana yang terkait dengan kepentingan umum semakin baik dan diperhatikan oleh pemerintah. Dalam proses pengalihan BPHTB, akan terdapat beberapa kendala, baik yang bersumber dari kekurangsiapan pemerintah pusat, kekurangsiapan pemerintah daerah, kondisi di lapangan, dan lain-lain. Kendala yang timbul perlu mendapat penanganan segera dan dicarikan pemecahannya
untuk
kelancaran
pemungutan
pajak
daerah.
Pemerintah harus lebih siap melayani wajib pajak yang dalam pelaksanaan pembayaran BPHTB. Apabila pemerintah tidak siap, wajib pajak akan beranggapan masih kurangnya tingkat peraturan yang ada di pemerintahan dan wajib pajak nantinya akan malas untuk
17
membayar kewajiban BPHTB nya. Dan juga Wajib Pajak butuh perealisasian atas apa yang mereka berikan kepada pemerintah berupa kelengkapan sarana prasarana kepentingan umum yang ada di Kotamadya Palembang.
4.
Pemahaman terhadap sistem Self Assessment Ada beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu : a.
Official Assessment System Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang mana besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh fiskus/ pemerintah daerah.
b.
Self Assessment System Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang mana besarnya pajak yang terutang ditentukan Wajib Pajak.
c.
Withholding System System pemungutan/ pemotongan pajak yang sama besarnya pajak terutang/ yang harus dibayar ditentukkan oleh pihak ketiga.
Sistem Self Assessment yang diterapkan dalam perpajakan di Indonesia memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang wajib pajak. Sistem ini akan efektif apabila wajib pajak memiliki kesadaran
pajak,
kejujuran,
dan
kedisiplinan
dalam
menjalankan/
melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hasil penelitian Chusnul Chotmah, 2007 yang dilakukan terhadap wajib pajak orang pribadi menunjukan bahwa pemahaman terhadap sistem Self Assessment berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakan. Jadi, semakin tinggi tingkat pemahaman wajib pajak terhadap Self Assessment System akan semakin meningkat pula
18
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan sehingga akan meningkat pula penerimaan pajak. Pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kotamadya Palembang adalah menggunakan sistem Self Assesment yaitu sistem pemungutan di mana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak harus paham mengenai sistem pemungutan tersebut, apabila Wajib Pajak itu sendiri tidak paham, maka prosedur pembayaran BPHTB pun akan terhambat dan ketitakpahaman ini pun mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib pajak dalam kewajibannya membayar BPHTB di Kotamadya Palembang.
5.
Pemberlakuan Sanksi Hukum Pajak Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan, dan denda adalah hukuman dengan cara membayar uang karena melanggar peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi denda adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang. Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undangundang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak (Suyatmin, 2004). Deden Saefudin (2003) mengemukakan bahwa undang-undang pajak dan peraturan pelaksanaannya tidak memuat jenis penghargaan bagi WP yang taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan baik berupa prioritas untuk mendapatkan pelayanan publik ataupun piagam penghargaan. Walaupun WP
tidak
mendapatkan
penghargaan
atas
kepatuhannya
dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan, WP akan dikenakan banyak hukuman apabila alfa atau sengaja tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. WP akan mematuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi denda akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan pajak yang harus
19
dibayar WP, maka akan semakin berat bagi WP untuk melunasinya. Oleh sebab itu, sikap atau pandangan WP terhadap sanksi denda diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WP dalam membayar pajak.
3.2
Langkah-langkah yang telah dilakukan Dispenda Kota Palembang s.d sekarang : 1.
Melakukan
pertemuan
dan
rapat
koordiansi
dengan
badan/Dinas/Instansi terkait yang berhubungan dengan pajak daerah. 2.
Bekerjasama Aparat pemerintah untuk menindak para WP yang membandel untuk membayar pajak setelah surat peringatan ke-3 tidak digubris.
3.
Memberikan pelatihan yang berhubungan dengan pajak terhadap para SDM yang berada Dilingkungan Dispenda Kota palembang
4.
Memberikan sosialisasi tentang BPHTB supaya masyarakat lebih memahami ketentuan-ketentuan perpajakan khususnya BPHTB sehingga bisa menghitung sendiri besarnyaBPHTB yang harus dibayarnya.
20
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan Yang menjadi faktor-faktor tingkat kepatuhan wajib pajak dalam kewajibannya membayar BPHTB adalah sebagai berikut : 1.
Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Daerah
2.
Pemberian Informasi / penyuluhan mengenai BPHTB secara menyeluruh
3.
Pelayanan dari Pemerintah Daerah
4.
Pemahaman terhadap sistem Self Assessment
5.
Pemberlakuan Sanksi Hukum Pajak
Upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak terhadap BPHTB adalah sebagai berikut : 1.
Melakukan
pertemuan
dan
rapat
koordiansi
dengan
badan/Dinas/Instansi terkait yang berhubungan dengan pajak daerah. 2.
Bekerjasama Aparat pemerintah untuk menindak para WP yang membandel untuk membayar pajak setelah surat peringatan ke-3 tidak digubris.
3.
Memberikan pelatihan yang berhubungan dengan pajak terhadap para SDM yang berada Dilingkungan Dispenda Kota palembang
4.
Memberikan sosialisasi tentang BPHTB supaya masyarakat lebih memahami ketentuan-ketentuan perpajakan khususnya BPHTB sehingga bisa menghitung sendiri besarnyaBPHTB yang harus dibayarnya.
21
4.2
Saran Dari hasil pengamatan kami, sebaiknya pemerintah memberikan penyuluhan secara menyeluruh kepada wajib pajak di kotamadya Palembang khususnya mengenai pengalihan BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah. Dan juga bagaimana prosedur pelaksanaan/pembayaran BPHTB yang ada di kota Palembang agar setiap wajib pajak mengetahui prosedur tersebut. Tidak lupa juga pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah dilakukan dengan sebaik-baiknya berupa perealisasian pendapatan pajak daerah dari BPHTB digunakan untuk melengkapi sarana dan prasarana kepentingan umum di kota Palembang.
22
LAMPIRAN
23
REALISASI PENERIMAAN BPHTB TAHUN 2011
Bulan :
Januari Jumlah
Target
Transaksi
APBD
III
99
IV
308
Bulan :
Februari
Minggu
Realisasi
Prosentase
Rp 29.400.000.000, 00
Rp 739.966.452,50
2.52%
Rp 29.400.000.000, 00
Rp 2.075.150.477,50
7.06%
Realisasi
Prosentase
Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
412
Rp 29.400.000.000, 00
Rp 4.880.667.502.50
16,60%
II
520
Rp 29.400.000.000, 00
Rp
5.463.527.103
18.58%
III
591
Rp
29.400.000.000
Rp
5.885.034.750
20,20%
IV
733
Rp
29.400.000.000
Rp
7.088.974.878
24,11%
Bulan :
Maret Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
863
II
993
III
1101
Rp
29.400.000.000
Rp
9.857.965.361
33,53%
IV
1221
Rp
29.400.000.000
Rp
11.026.487.061
37,51%
V
1305
Rp
29.400.000.000
Rp
11.894.728
40,46%
Rp
29.400.000.000
Rp 29.400.000.000 00
Realisasi Rp Rp
7.829.279.128 8.868.941.111
Prosentase 26,63% 30,17%
24
Bulan :
April Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
1431
Rp
29.400.000.000
Rp
13.080.506.450
44,49%
II
1516
Rp
29.400.000.000
Rp
14.147.901.546
48,12%
III
1614
Rp
29.400.000.000
Rp
14.830.593.146
50,44 %
IV
1722
Rp
29.400.000.000
Rp 15.530.694.845,90
52,83%
Realisasi
Prosentase
Bulan :
Realisasi
Prosentase
Mei Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
1852
Rp
29.400.000.000
Rp
19.620.203.696
66,74%
II
2026
Rp
29.400.000.000
Rp
20.942.332.846
71,23%
III
2118
Rp
29.400.000.000
Rp
21.948.354.927
74,65%
IV
2292
Rp
29.400.000.000
Rp
23.240.487.927
79,05%
V
2342
Rp
29.400.000.000
Rp
23.791.134.527
80.92%
Bulan :
Juni Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
2515
Rp
29.400.000.000
Rp
25.783.930.652
87,70%
II
2634
Rp
29.400.000.000
Rp
26.872.413.552
91,40 %
III
2754
Rp
29.400.000.000
Rp
28.003.853.552
95,25%
IV
2837
Rp
29.400.000.000
Rp
Realisasi
30.486.939.000
Prosentase
103,70%
25
Bulan :
Juli Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
3000
Rp
29.400.000.000
II
3150
Rp
III
3000
IV
3408
Bulan :
Realisasi
Prosentase
Rp
32.158.993.752
109,38%
29.400.000.000
Rp
33.223.039.690
114,02%
Rp
29.400.000.000
Rp
34.859.395.138
118,57%
Rp
29.400.000.000
Rp
36.193.428.738
123,11%
Realisasi
Prosentase
Agustus Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
3574
Rp
29.400.000.000
Rp
38.102.623.303
129,60%
II
3574
Rp
29.400.000.000
Rp
39.821.403.826
135,45%
III
3574
Rp
29.400.000.000
Rp
39.821.403.826
135,45%
Bulan :
September Realisasi
Prosentase
Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
4036
Rp
29.400.000.000
Rp
43.882.586.403
149,26%
II
4146
Rp
29.400.000.000
Rp
44.803.070.703
152,39%
III
4254
Rp
29.400.000.000
Rp
46.047.854.979
156.63%
IV
4381
Rp
29.400.000.000
Rp
47.308.050.688
160,91%
26
Bulan :
Oktober Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
5152
Rp
53.697.321.300
II
4694
Rp
III
4828
IV
4995
Bulan :
Nopember
Realisasi
Prosentase
Rp
56.482.591.365
105,19%
29.400.000.000
Rp
50.279.065.215
171,02%
Rp
29.400.000.000
Rp
51.772.077.415
176,10%
Rp
29.400.000.000
Rp
53.751.982.715
182,83%
Realisasi
Prosentase
Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
5152
Rp
53.697.321.300
Rp
56.482.591.365
105,19%
II
5240
Rp
53.697.321.300
Rp
59.296.817.115
110,43%
III
5361
Rp
53.697.321.300
Rp
60.748.492.294
113,13%
IV
5361
Rp
53.697.321.300
Rp
62.494.974.228
116,38%
Bulan :
Desember Realisasi
Prosentase
Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
5685
Rp
53.697.321.300
Rp
65.412.153.995
121,82%
II
5881
Rp
53.697.321.300
Rp
68.096.930.118
126,82%
27
REALISASI PENERIMAAN BPHTB TAHUN 2012 Bulan :
Januari Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
25
II
Realisasi
Prosentase
Rp 63.000.000.000,-
Rp 227.900.000.000,-
0,36%
164
Rp 63.000.000.000,-
Rp 1.613.222.156,-
2,56%
III
311
Rp 63.000.000.000,-
Rp 2.994.059.156,-
4,75%
IV
425
Rp 63.000.000.000,-
Rp 3.957.158.219,-
6,28%
V
475
Rp 63.000.000.000,-
Rp 4.407.373.219,-
7,00%
Realisasi
Prosentase
Bulan :
Februari Jumlah
Target
Minggu
Transaksi
APBD
I
554
Rp 63.000.000.000,-
Rp 5.093.309.657,-
8,08%
II
691
Rp 63.000.000.000,-
Rp 6.385.530.657,-
10,14%
III
839
Rp 63.000.000.000,-
Rp 7.561.736.201,-
12,00%
IV
998
Rp 63.000.000.000,-
Rp 10.637.855.682,-
16,89%
V
554
Rp 63.000.000.000,-
Rp 16.414.055.931,-
26,05%
28
Bulan :
Jumlah
Target
Transaksi
APBD
I
1167
II
Minggu
*
Maret Realisasi
Prosentase
Rp 63.000.000.000,-
Rp 17.622.046.931,-
27,97%
1292
Rp 63.000.000.000,-
Rp 19.206.831.366,-
30,49%
III
1479
Rp 63.000.000.000,-
Rp 22.237.700.867,-
35,30%
IV
1582
Rp 63.000.000.000,-
Rp 23.374.799.630,-
37,10%
V
1738
Rp 63.000.000.000,-
Rp 24.978.949.630,-
39,65%
Target BPHTB 2012 Realisasi Prosentase
: RP. 63.000.000.000 : RP. 81.760.881.430,00 : 129,78 % (S.D 08-11-2012)
29
Penerimaan BPHTB Overtarget Harian Seputar Indonesia, 10 Oktober 2012 PALEMBANG – Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Palembang mencatat, penerimaan dari sektor biaya perolehan hak tanah bangunan (BPHTB) semakin tumbuh hingga melampaui target Rp68 miliar.
Kabid BPHTB dan PBB Dispenda Kota Palembang Sandra Ariane menjelaskan, tahun ini kesempatan untuk meningkatkan penerimaan BPHTB bisa sampai Rp80 miliar.Apalagi, berdasarkan data, penerimaan BPHTB hingga Oktober ini sudah mencapai Rp70 miliar. “Sudah bisa kita pastikan, tahun ini penerimaan BPHTB Palembang melebihi target Rp68 miliar.Tahun lalu penerimaan BPHTB mencapai Rp74 miliar,”ungkapnya kemarin.
Menurut Sandra, besarnya penerimaan BPHTB lantaran tingginya transaksi jual beli perumahan, rumah toko (ruko), dan tanah di Kota Palembang. Kondisi ini juga dipicu kesadaran masyarakat untuk membuat BPHTB sudah cukup baik. Apalagi, sekarang untuk pengurusan sertifikat harus membuat BPHTB. “Saat ini dalam satu hari bisa ada 30 berkas yang masuk, dengan nilai transaksi mencapai sekitar Rp500 juta. Padahal, tahun sebelumnya tidak sampai sebanyak itu,”katanya. Adapun transaksi yang paling mendominasi adalah transaksi jual beli ruko,khususnya di kawasan Kecamatan Alang Alang Lebar (AAL). Mengingat, kecamatan ini masuk dalam kawasan pengembangan kota. Sementara, kawasan lain belum ada geliat yang meningkat. “Untuk Jakabaring, misalnya, tidak terlalu banyak transaksinya,”ujar dia.
Sementara itu,Kepala Dispenda Kota Palembang Sumaiyah MZ mengatakan, pencapaian target pajak dan BPHTB untuk tahun ini sudah mencapai 89% dari target Rp287 miliar. Rinciannya, pajak hotel dari target Rp20 miliar sudah terealisasi Rp14 miliar, pajak restoran dari target Rp27,5 miliar terealisasi 30
Rp24,084 miliar,pajak hiburan dari Rp6,5 miliar tercapai Rp5,7 miliar,pajak reklame dari Rp9 miliar terealisasi Rp5,6 miliar, dan pajak penerangan jalan PLN dari Rp65 miliar terealisasi Rp56 miliar. “Untuk pajak penerangan jalan non-PLN juga overtarget, dari Rp2 miliar terealisasi Rp2,7 miliar. Lalu, pajak mineral bukan logam dan batuan dari target Rp1 miliar terealisasi Rp1,2 miliar,”paparnya. Untuk pajak parkir, sambung dia,tahun ini juga dipastikan ada peningkatan. Ini dipicu dengan banyaknya sejumlah objek pajak yang menggunakan sistem pajak progresif. “Dari target Rp4,2 miliar, saat ini sudah tercapai Rp3,5 miliar,”sebut Sumaiyah. Sumaiyah melanjutkan, adapun sektor pajak yang masih rendah nilai pendapatannya adalah pajak air tanah,yakni dari target Rp7,3 juta baru terealisasi Rp5,7 juta. Angka ini sama dengan pajak sarang burung walet dari target Rp100 juta baru terealisasi Rp31,96 juta. “Dua sektor ini akan kita dongkrak lagi pendapatannya,” tukas dia. (http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=12581&q=&hlm=8#)
31
Realisasi BPHTB Melampaui Target 22/12/2011 09:18:12 WIB
Oleh : Susila Moralia Realisasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) Kota Palembang pada 2011 melampaui target, yakni terealisasi Rp. 70 dari target Rp. 53 miliar atau mencapai 130,38%. Dalam acara launching Pengalihan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan-Pedesaan (PBB-P2) di Hotel Aryaduta, Palembang, kemarin (21/12), Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)
Pemerintah Kota Palembang.
Kota Palembang Sumaiyah MZ mengatakan atas
prestasi ini, Palembang mendapat penilaian terbaik kedua setelah Surabaya, dari Kementerian Keuangan RI. Sumaiyah menjelaskan, pencapaian target tersebut merupakan salah satu hasil kerja keras petugas pajak, setelah pengalihan pengelolaan BPHTB dari pemerintah pusat ke daerah. Selain itu,hal ini tercapai berkat adanya partisipasi aktif masyarakat dalam memenuhi kewajibannya. Adapun untuk PBB Palembang pada 2011, realisasinya mencapai Rp. 61,3 miliar, yang berarti mencapai 64,8% dari Rp. 52,5 miliar dengan sistem bagi hasil. Sementara, untuk 2012 ditargetkan PBB sebesar Rp. 53 miliar. Perwakilan dari Kementerian Keuangan RI, Resti Indrawati menyatakan, Palembang merupakan kota kedua di Indonesia setelah Surabaya yang telah melaunching pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah. Sementara itu, Wali Kota Palembang, Ir. H. Eddy Santana Putra MT menyambut baik keberhasilan pencapaian target BPHTB 2011. Dia berharap warga Palembang bisa taat membayar pajak demi keberhasilan pembangunan ke depan.
Eddy juga menambahkan, PBB sektor perkotaan dan pedesaan yang tidak lagi
32
menjadi objek pajak pemerintah pusat dan kini menjadi hak kabupaten/ kota, bisa menjadi
peluang
untuk
meningkatkan
pencapaian
pendapatan.
Semoga
(pendapatan PBB) bisa lebih baik, sehingga PAD kita bisa turut meningkat.
Sumber beritan : http://www.seputar-indonesia.com http://www.palembang.go.id/?nmodul=berita&bhsnyo=id&bid=561
33
Sekarang, Bayar Pajak Bisa 24 Jam Jumat, 2 November 2012 20:40 WIB
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Sejak awal Oktober lalu, pembayaran pajak bisa dilakukan secara online 24 jam melalui jaringan anjungan tunai mandiri (ATM). Selain Pajak Bumi dan Bangunan, pajak lain seperti BPHTB pun bisa dibayar lewat ATM. Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Dispenda Kota Palembang, Sandra Ariane, Jumat (2/11/2012) di ruang kerjanya. Menurut Sandra, pembayaran secara online tersebut bakal memudahkan wajib pajak untuk menyetorkan pajaknya. Selama ini pembayaran via ATM hanya dibatasi hingga pukul 15.00 setiap hari, padahal kondisinya jam tersebut wajib pajak banyak yang belum pulang kantor. "Kita berharap dengan perubahan ini, makin mempermudah pelayanan masyarakat. Mereka tidak perlu antre lagi di bank maupun di kantor pajak untuk membayar pajak," katanya. Namun untuk saat ini kata Sandra, layanan pembayaran pajak melalui ATM baru bisa dilakukan lewat ATM Bank SumselBabel, belum merambah ke bank lain. Namun Sandra berjanji dalam waktu dekat melebarkan ekspansi pelayanan pembayaran pajak ke bank mandiri. "Kita tinggal tunggu proses administrasinya saja di keuangan Pemkot palembang, kalau ini sudah rampung, layanananya bisa segera dibuka, Bank Mandiri juga telah menyiapkan perangkat dan sistemnya," katanya. Sementara cara pembayaranya pun sangat mudah. Sandra merinci, konsumen atau wajib pajak tinggal mengikuti prosedur yang tertera di mesin, tapi memang harus mencantumkan nomor wajib pajak. "Enambelas digit wajib pajak harus ditulis dalam pengisian aplikasi,ini yang harus teliti dan wajib dihapalkan. Karena bila salah berakibat fatal," jelas Sandra.
34
Namun meski telah dipermudah, namun pembayaran pajak via ATM masih rendah. Kebanyakan masih mendatangi bank atau ke Sekretariat Dispenda. "Mungkin masih banyak yang belum tahu, padahal jika bayar di ATM tidak perlu antre lama," katanya. Lalu berapa besaran pajak yang akan dibayarkan, menurut Sandra semua data sudah tersedia semua dalam aplikasi di mesin ATM. wajib pajak tinggal melakukan penyesuaian saja, sesuai kriteria dalam sistem. Penulis : dewi_sripoku Editor : eko_adiasaputro Share on Facebook (Kutipan: Palembang.Tribunews.com/2012/11/02/sekarang-bayar-pajak-bisa-24jam)
35
Bimbingan Teknis Pengalihan PBB dan BPHTB menjadi Pajak Daerah 06/12/2010 09:18:53 WIB Oleh : budi laksana Dispenda
Kota
Palembang,Dalam
rangka
pengalihan PBB dan BPHTB menjadi Pajak Daerah, Dispenda kota Palembang bersama Kantor Pelayanan Pajak Pratama dari 3 wilayah yaitu KPP Palembang Ilir Barat,KPP Palembang Ilir Timur dan KPP Palembang Seberang Ulu mengadakan Bimbingan Teknis tentang Pengalihan PBB dan BPHTB menjadi Pajak Daerah.Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang,Drs.Hj.Sumaiyah.MZ,MM menyampaikan kepada seluruh peserta yaitu pegawai dalam lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang agar dapat mengikuti kegiatan tersebut dengan baik dan serius.Dan dalam rangka persiapan pengalihan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) menjadi Pajak Daerah pada bulan Januari 2011. Dalam kegiatan ini peserta mendapat pengetahuan serta materi yang difokuskan tentang BPHTB dari para tenaga pengajar dari KPP Pratama Palembang.Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari yaitu pada tanggal 24 dan 25 Nopember 2010. http://www.dispenda.palembang.go.id/index.php?modul=berita&bhsnyo=id&bid=40
36
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta : Salemba Empat. http://eprints.undip.ac.id/15261/1/Agus_Nugroho_Jatmiko.pdf Susanto,Herry,.2012.Artikel Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak.Tanggerang,Jawa Barat http://dispenda.palembang.go.id/?nmodul=dokumen&id=26 http://dispenda.palembang.go.id/?nmodul=halaman&judul=bphtb-januariminggu-ke-3 http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=12581&q=&hlm=8#
http://www.palembang.go.id/?nmodul=berita&bhsnyo=id&bid=561 http://www.Palembang.Tribunews.com/2012/11/02/sekarang-bayar-pajak-bisa24-jam http://www.dispenda.palembang.go.id/index.php?modul=berita&bhsnyo=id&bid=40 http://organisasi.org/pengertian-bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-bphtbpenjelasan-arti-definisi-pembayaran-sanksi-perhitungan-dsb http://iprotax.wordpress.com/2012/03/07/definisi-pbb-bphtb/
37