BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perang Dunia II merupakan perang yang didominasi oleh penggunaan taktik perang modern menyangkut strategi, senjata dan peralatan tempur lainnya. Selain itu, pada Perang Dunia II kekuatan politik suatu negara dalam sistem internasional berperan penting dalam memenangkan perang. Perang Dunia I dan Perang Dunia II menjadi bukti bahwa kemenangan perang tidak semata-mata diperoleh dari angkat senjata, tetapi juga dari kekuatan diplomasi suatu negara. Pada Perang Dunia I (1914-1918) kekalahan Jerman terhadap Perancis tidak hanya karena masalah militer yang lemah, tetapi juga karena ketidakmampuan Jerman dalam memainkan kekuatan diplomatiknya. Perang Dunia I dimenangkan oleh Perancis dan Sekutu melalui Perjanijian Versailles yang dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 1919. Isi Perjanjian Versailles yaitu Jerman dilarang memiliki tank dan tentara lebih dari 100,000 orang.1 Jerman kalah secara armistice (gencatan senjata) sehingga kekuatan militer Jerman tetap utuh meskipun kalah perang. Kekuatan ini digunakan Hitler untuk melakukan serangan ke negara-negara Eropa pada Perang Dunia II. Perang Dunia II di bagian Eropa meletus karena Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler melakukan penyerangan ke Polandia. Sebelumnya, Jerman menyerang Austria dan Cekoslovakia. Melalui Blitzkrieg (serangan kilat) berbasis tank, Jerman menginvansi Polandia bagian barat. Invansi Jerman ke Polandia tentu di luar dugaan Inggris. Meskipun Inggris telah memberikan jaminan kedaulatan untuk Polandia dari agresi militer negara lain, Inggris tidak berkutik saat Jerman mulai melakukan serangan.
1
Ojong, P.K. Perang Eropa Jilid I. (Jakarta: Kompas, 2005), hlm. 2.
1
2
Pada tanggal 1 September 1939 pukul 04.45 pagi, kapal-kapal latih Jerman Schleswig Holstein menyerang Westerplatte. Kemudian di bawah pimpinan Jenderal Heinz Guderian, tank-tank Jerman menerobos masuk ke Polandia melewati Sungai Narew hingga sampai di benteng Brest Litowsk. Pasukan Polandia yang masih mengutamakan pasukan kavaleri berkuda tidak mampu membendung kekuatan tank-tank Guderian (Lihat Gambar)2. Gambar 1. Arah Blitzkrieg Jerman ke Polandia
Taktik perang menggunakan tank ini sebenarnya dipopulerkan oleh penulis militer Inggris yaitu Fuller dan Liddell Hart. Namun, teori-teori divisi Panser ini tidak dipakai oleh militer-militer Sekutu. Liddell Hart di Inggris dan Jenderal Charles de Gaulle di Perancis tidak memperoleh dukungan untuk membuktikan teorinya.3
2 3
Ibid., hlm.7. Ibid., hlm. 3.
3
Sementara itu, Guderian menemukan kebenaran teori Liddell Hart dan mulai mengembangkannya saat Hitler menyetujui taktiknya. Saat Guderian menawarkan taktik ini kepada Hitler, Hitler menyetujui lalu memerintahkan penyerangan ke Polandia. Hitler memberikan kesempatan kepada Guderian untuk membuktikan kebenaran teorinya. Perancis dan Inggris yang memiliki tank 4,000 buah mampu dikalahkan Jerman dengan jumlah tank 2,800 buah saja. Kemudian, pada tanggal 3 September, Perdana Menteri Inggris Neville Chamberlain disusul oleh negara Perancis menyatakan perang kepada Jerman. Setelah Polandia sukses dikuasai dalam 17 hari, Perancis belum melakukan persiapan jika terjadi serangan oleh Jerman. Pada tanggal 10 Mei 1940,
Jerman menyerang Belgia dan Perancis. Perancis yang memiliki
kekuatan tank lebih besar tidak mampu melumpuhkan strategi perang jenderal-jenderal Jerman. Pada akhirnya, pada tanggal 17 Juni 1940, setelah Paris jatuh, Perancis mengajukan gencatan senjata kepada Jerman. Perancis yang mengalami kekalahan mendapatkan simpati dari Inggris dan Amerika Serikat secara politis dan militer. Hal ini menyebabkan Inggris dan Amerika Serikat membantu Perancis untuk menghancurkan Jerman. Pada suatu perang pembentukan aliansi tidak dapat dihindarkan karena dari segi politik maupun militer akan lebih menguntungkan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, aliansi merupakan “ikatan antara dua negara atau lebih dengan tujuan politik’.4 Pada sistem internasional, aliansi berkaitan erat dengan sistem militer maupun struktur politik suatu negara. Aliansi ini tercipta karena adanya ketakutan negara-negara yang beraliansi terhadap kekuatan pihak ketiga. Sebuah masalah yang potensial memicu konflik menjadi fokus dari adanya aliansi tersebut. Bentuk aliansi dapat berupa aliansi formal dan informal. Ciri khusus dari aliansi informal yaitu adanya kesepahaman sikap 4
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 4. (Jakarta: Balai Pustaka, 2012), hlm. 40.
4
antaranggota aliansi terhadap sebuah masalah, tetapi tidak disertai dengan adanya perjanjian tertulis. Sementara itu, aliansi formal pada umumnya berupa kesepakatan dalam bidang militer maupun keamanan yang disertai perjanjian tertulis atau resmi. Hal ini berdasarkan sebuah buku dengan judul World Politics The Menu for Choice yang menyatakan bahwa setelah adanya aliansi, anggota akan dikenai
hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut berupa
keuntungan yang diperoleh dari adanya koalisi dan biaya yang harus ditanggung, khususnya dalam perjanjian militer.5 Kesimpulannya, aliansi merupakan kolaborasi formal antar negara dalam waktu tertentu sesuai kesepakatan dalam mengantisipasi adanya negara yang akan menimbulkan masalah keamanan. Demikian pula yang dilakukan oleh Jepang membentuk aliansi dengan Jerman dan Italia pada Perang Dunia II. Jepang berusaha memainkan kekuatan diplomatiknya untuk memenangkan peperangan khususnya di AsiaPasifik. Pada saat Perang Pasifik, Jepang berhadapan dengan Amerika Serikat dan aliansinya yang berusaha mempertahankan daerah koloni. Sementara di utara, Jepang harus menghadapi kekuatan Uni Soviet dan pemberontakan Cina. Berdasarkan hal tersebut aliansi dengan Jerman dibutuhkan dengan harapan Inggris dan Sekutu akan menghentikan perang di Asia-Pasifik jika Jerman mampu menguasai Eropa. Namun, pada pertengahan tahun 1942 Jerman dipukul mundur oleh kekuatan militer Sekutu dan Uni Soviet. Hal ini membuat posisi Jepang semakin sulit karena dalam kubu Jepang sendiri khususnya Angkatan Darat dan Angkatan Laut terjadi perpecahan. Angkatan Darat Jepang yang terbiasa menjaga teritorial bagian utara dan menghadapi Cina dan Uni Soviet memandang sebelah mata kekuatan Amerika Serikat. Angkatan Darat Jepang yang memegang kendali terhadap 5
Russett, Bruce and Starr, Havey. World Politics the Menu for Choice. ( New York: W. H. Freeman and Company, 1989), hlm. 91.
5
pengawasan Uni Soviet dan Cina, tanpa mengetahui basis kekuatan Amerika Serikat membiarkan Angkatan Laut Jepang berperang sendirian. Selama Perang Pasifik, Angkatan Darat Jepang tidak memberikan bantuan yang berarti bahkan melemparkan tanggung jawab kepada Angkatan Lautnya. Menurut Angkatan Darat Jepang, kekuatan militer Amerika Serikat Serikat tidak perlu dipertimbangkan karena penguasaan Cina lebih menguntungkan untuk Jepang. Hal ini sesuai dengan teori Hokushin-ron (perpindahan ke arah utara) yaitu sebuah pemikiran mengenai perpindahan penduduk Jepang ke arah utara meliputi Cina dan Uni Soviet. Sementara itu Angkatan Laut Jepang berpegang pada teori Nanshin-ron (perpindahan ke arah selatan). Nanshin-ron yaitu “pemikiran mengenai perpindahan atau migrasi penduduk Jepang ke arah selatan”.6 Daerah tujuan Nanshin-ron yaitu daerah Indo-Cina. Nanshin-ron dan Hokushin-ron merupakan buah pemikiran dari para cendekiawan Jepang pada awal abad 19 (akhir Zaman Edo). Teori ini tercipta karena adanya keterbatasan sumber daya alam di Jepang, sehingga ekspansi ke utara maupun ke selatan dibutuhkan untuk memenuhi kepentingan negara. Kedua teori ini memiliki dua misi yang berbeda. Hokushin-ron cenderung untuk menjaga keamanan nasional, sementara Nanshin-ron cenderung bermuatan misi politik dan ekonomi. Beberapa petinggi Angkatan Darat Jepang berdasarkan teori Hokushin-ron tersebut menilai Cina merupakan timbunan emas yang perlu dipertahankan dan Uni Soviet harus dijaga karena dapat menyerang sewaktuwaktu sehingga basis militer Jepang harus diperkuat pada kedua negara tersebut. Perseteruan ini ditindaklanjuti dengan adanya persetujuan ide teori Nanshin-ron (perpindahan ke arah selatan) yang dianut oleh Angkatan Laut Jepang. Menurut mereka, satu-satunya solusi adalah melakukan ekspansi ke selatan untuk mendapatkan minyak. Selama perang, 6
minyak merupakan
Astuti, Meta Sekar Puji. Apakah Mereka Mata-mata? Orang-orang Jepang di Indonesia. (Yogyakarta: Ombak, 2008), hlm. 61.
6
kebutuhan vital untuk menggerakkan senjata maupun kebutuhan militer lainnya. Selain untuk mendapatkan minyak, ekspansi ini juga mengemban tujuan pembangunan imperium Jepang di seluruh Asia dengan berlandaskan konsepsi hakko ichiu (menguasai dunia di bawah kekuasaan Jepang). Setelah mereka mengetahui bahwa kekuatan militer Amerika Serikat merupakan militer terbesar dalam sejarah, aliansi merupakan sebuah solusi. Sementara itu, Inggris dan Amerika Serikat Serikat semakin memperkuat kekuatan militer dan politiknya. Jerman memperkuat kekuatan diplomatiknya dengan membuat perjanjian dengan Uni Soviet pada Agustus 1939. Keputusan Jerman untuk bekerjasama dengan Uni Soviet ini membuat beberapa tokoh Jepang semakin khawatir dengan status politik negaranya. Hal ini sesuai dengan isi Konferensi Kekaisaran pada 19 Sepetember 1940
7
yang menyatakan: Jerman, Italia, dan Jepang menandatangani Pakta Tripartite pada 27 September 1940. Pakta ini merupakan fakta langsung melawan United States, ini tidak mengejutkan bahwa kemudian terbukti menjadi rintangan besar untuk kesepakatan antara Jepang dan United States. Berdasarkan cuplikan konferensi di atas, pemerintahan Jepang menaruh harapan besar terhadap aliansi bersama Jerman dan Italia, meskipun dalam perjalanannya Jerman menyepakati kerja sama dengan Uni Soviet yang merupakan musuh Jepang. Dengan kondisi politik dunia yang tidak stabil, beragam kemungkinan dapat terjadi, salah satunya yaitu terjalinnya hubungan rahasia antara Jepang dan Polandia. Jepang yang beraliansi dengan Jerman membantu Polandia yang berstatus jajahan Jerman pada masa Perang Dunia II. Bantuan tersebut berupa pemberian visa bagi tokoh-tokoh politik Polandia yang mencoba melarikan diri dari kekejaman rezim Nazi. Seharusnya Inggris memberikan garansi kemerdekaan kepada Polandia, namun saat Polandia diserang, Inggris di 7
Ike, Nobutaka. Japan’s Decision for War Records of the 1941 Policy Conference. (California: Stanford University Press, 1967), hlm. 56.
7
bawah pimpinan Chamberlain tidak mampu melakukan tindakan ofensif melalui senjata8. Inggris yang merupakan sekutu Amerika Serikat tidak berkutik. Jepang pun berusaha memperbaiki hubungan diplomatiknya dengan Amerika Serikat melalui pemberian visa dan bantuan militer kepada Polandia. Berikut salah satu potongan isi surat untuk intelejen Polandia yaitu Michal Rybikowski yang dikirimkan untuk Onodera Makoto, konsultan Jepang di Stockholm pada 20 Juli 1979.9 Dear Makoto I am very grateful to you for what you did for me and for Japan during the war. By helping me you were also helping Poland....I always thought highly of you as an officer: well organized, wise, with great experience in war matters. And that is how I wrote about you to London... Yang terhormat Makoto, saya sangat bersyukur atas apa yang kamu lakukan untuk saya dan Jepang selama perang. Dengan membantu saya berarti Anda juga membantu Polandia...saya selalu berpikir bahwa Anda adalah seorang perwira, terorganisir, bijaksana dengan pengalaman perang yang baik. Dan inilah bagaimana saya menulis tentang Anda untuk London... Surat di atas merupakan salah satu bukti adanya hubungan rahasia antara Jepang dan Polandia. Fakta ini terkuak setelah perang berakhir dan masing-masing negara merasa saling membutuhkan dan merasa memiliki hutang budi. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis meneliti latar belakang Jepang menjalin kerja sama dengan Jerman di satu pihak dan membantu Polandia di lain pihak. Meskipun cara ini berisiko jika menilik hubungan kedua negara yaitu Jerman dan Polandia yang merupakan penjajah dan daerah jajahan, tetapi kondisi politik dunia yang tidak stabil membuat Jepang mengambil jalur belakang. Selain itu, penulis juga akan menjelaskan 8
Ojong, Op.cit., hlm.13. Palasz-Rutkowska, Ewa and T.Romer, Andrzej. Polish-Japanese Co-operation during World War II. (Japan: Japan Forum, 1995), Vol. 7, No. 2, hlm.313. 9
8
dampak positif dan negatif dari adanya hubungan rahasia tersebut. Sampai saat ini pembaca sejarah hanya menemukan fakta bahwa Jepang beraliansi dengan Jerman dan Italia tanpa menjelaskan fakta kedekatan politik dan militer antara Jepang dan Polandia. Tema ini menjadi menarik untuk dikaji karena dapat memberikan khasanah pengetahuan sejarah dunia dan juga mengajak pembaca untuk lebih kritis dalam membaca sejarah dan tidak menerimanya begitu saja tanpa meninjau ulang sumbernya. 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengapa Jepang yang beraliansi dengan Jerman pada masa Perang Dunia II memberikan bantuan politik dan militer kepada Polandia dan bagaimana caranya? 2. Apa dampak positif dan negatif hubungan rahasia tersebut bagi Jepang? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memaparkan kronologi hubungan rahasia secara politik dan militer antara Jepang dan Polandia pada Perang Dunia II serta dampaknya untuk kekuatan politik dan militer Jepang di Asia dan Eropa. Melalui penelitian ini diharapkan pembaca memperoleh khasanah baru berkaitan adanya strategi politik dan militer dalam suatu perang
untuk memperoleh
keuntungan dari negara lain. Jepang yang beraliansi dengan Jerman, secara rahasia membantu Polandia meskipun Polandia adalah jajahan Jerman. Melalui penelitian ini diharapkan pembaca akan lebih kritis dalam menerima sebuah fakta sejarah.
9
1.4. TINJAUAN PUSTAKA Sudah
ada penelitian dalam bentuk jurnal maupun buku yang
membahas hubungan dalam bidang politik dan militer antara Jepang dan Polandia pada masa Perang Dunia II. Jurnal yang berjudul Japan in Poland’s Secret Neighbourhood War karya J.W.M. Chapman berisi tentang usaha Jepang menjadi penengah dalam perselisihan antara Jerman dan Polandia. Chapman mengungkapkan fakta-fakta keterlibatan Jepang dalam menyelesaikan permasalahan kedua negara ini dan melalui negosiasi dan bantuan secara politik, Jepang berusaha untuk memperoleh simpati dari tiap-tiap negara. Penelitian yang kedua berasal dari jurnal yang berjudul PolishJapanese Co-operation during World War II karya Ewa Palasz-Rutkowska dan Andrzej T.Romer, berisi tentang hubungan baik antara konsultan, intelejen, dan tokoh militer Jepang dan Polandia. Bantuan politik dan militer ini mengindikasikan bahwa Jepang membantu orang Polandia di daerah Kaunas untuk melarikan diri dari kekejaman rezim Nazi. Pada jurnal ini juga terdapat pengakuan dan surat-menyurat antara konsultan Jepang pada masa Perang Dunia II dan tokoh Polandia. Buku yang akan dijadikan referensi merupakan buku edisi bahasa Jepang dengan judul Nihon-Poorando Kankeishi [Tankoubon]. Tinjauan pustaka yang ketiga merupakan buku yang berjudul Japan and Mankind at the Crossroads berisi tentang pemikiran-pemikiran Jepang dalam setiap keputusannya untuk berperang. Chapter lima yang berjudul Public Relations for World War and World Peace berisi kekuatan diplomasi propaganda atau propaganda diplomacy negara-negara di dunia pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II, khususnya Jepang. Jurnal dan buku ini akan menjadi tinjauan pustaka dalam penelitian. Pembedanya adalah dalam penelitian ini dijelaskan adanya indikasi perpecahan antara pejabat militer dan pejabat politik Jepang yang berselisih paham pada masa perang. Selain itu penulis juga akan memaparkan kronologi hubungan Jepang dan Polandia secara rahasia
10
untuk memperoleh kemenangan dan ada atau tidaknya sanksi internasional bagi Jepang.
1.5. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode historis yang meliputi pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah), interpretasi serta penulisan penelitian. Selain metode ini, penulis juga menggunakan studi pustaka sebagai salah satu metode pengumpulan sumber. Sumber primer berasal dari jurnal Japan Forum dan buku NihonPoorando Kankeishi [Tankoubon] yang telah disebutkan di atas. Sumber ini dipilih karena berisi kesaksian dari beberapa pelaku sejarah. Salah satunya berisi pengakuan dari Sugihara Yuriko, istri Konsultan Jepang di Kaunas selama Perang Dunia II. Ia juga memberikan beberapa foto yang menjadi bukti dari pengakuannya. Foto, arsip dan data lainnya juga penulis gunakan sebagai sumber sekunder dalam penelitian ini. 1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Historiografi dari kerja sama politik Jepang dengan negara-negara yang terlibat Perang Dunia II. Bab III berupa penjelasan mengenai kondisi politik dan militer Jepang, Jerman dan Polandia. Bab IV berupa analisis usaha Jepang untuk membantu Polandia secara rahasia beserta dampak positif dan negatifnya. Bab V berupa kesimpulan.