BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang sedang menurun dan kurang
optimalnya dampak dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia saat ini, menjadikan kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh oknumoknum dalam suatu instansi, baik sektor swasta maupun sektor pemerintah sendiri sudah menjadi hal yang sering terjadi. Tidak ketatnya pengawasan dari pihak yang lebih berwenang dan niatan atau dorongan untuk melakukan kecurangan, menjadikan faktor utama dalam terjadinya fraud. Fraud biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tingkat intelektual tinggi, tetapi minimnya tingkat spiritual menjadikan ilmu, kedudukan, kekuasaan dijadikan fasilitas untuk melancarkan fraud. Fraud seperti KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) berdampak penegakan hukum dan pelayanan masyarakat menjadi kian buruk, pembangunan fisik menjadi terbengkalai, prestasi menjadi tidak berarti, aspek demokrasi menjadi tidak dapat berjalan dan hancurnya perekonomian. Fraud bisa dilakukan oleh pihak yang berada di dalam maupun di luar lingkungan pemerintah. Namun pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan pemerintah, karena biasanya orang-orang tersebut memahami mengenai pengendalian internal (Internal control) yang ada di dalam instansinya. Sehingga suatu kecurangan bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Internal control yang lemah bisa dikatakan sebagai kunci permasalahan dimana bisa terjadinya kecurangan di samping orang tersebut mempunyai kesempatan dan mempunyai dorongan untuk melakukan kecurangan tersebut. Terungkapnya kasus-kasus korupsi saat ini oleh komisi pemberantasan tindak pidana korupsi yang dibuat oleh pemerintah maupun tim penyidik aparat pemerintah, maka dapat dikatakan bahwa dalam negara kita praktik fraud bukanlah hal yang tidak mungkin tidak terjadi. Dari informasi yang ada, terbukti bahwa praktik korupsi di Indonesia sudah melampaui batas dan termasuk tertinggi pada peringkat korupsi Negara-negara di Asia, khususnya di Asia tenggara.
Sejak reformasi bergulir tuntutan masyarakat terhadap aparatur Negara untuk mewujudkan good governance dalam meminimalisasi tindakan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) merupakan agenda tuntutan yang sering mengemuka. Untuk mewujudkan hal ini masyarakat menuntut pemerintah agar menjalankan roda pemerintahan secara transparan, partisipatif dan akuntabel. Dengan kondisi ini unsur pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah akan menghadapi tantangan yang semakin berat, sebab untuk melakukan pemberantasan KKN dan mewujudkan pemerintahan yang transparan, partisipatif dan akuntabel peran pengawasan benar-benar sangat menentukan. Tetapi hampir nyatanya di semua lini pemerintahan terjadi perilaku KKN. Bahkan orang sudah menganggap KKN sebagai hal yang wajar di setiap instansi pemerintah dan tanpa disadari KKN telah menyebabkan keterpurukan bangsa yang membuat rakyat menjadi menderita. Tidak mudah menangkap seorang koruptor, ketika tertangkap kasusnya menjadi perkara yang lambat padahal tersangka terbukti melakukan tindak pidana korupsi, tetapi putusan hukum menyatakan tidak bersalah atau bebas murni karena tidak cukup bukti begitu pula berdasarkan hasil audit investigatif seseorang bisa diduga melakukan korupsi, sehingga dapat segera ditindaklanjuti. Salah satu contohnya korupsi sangat banyak terjadi dalam realisasi anggaran yang ditunjukan untuk kesejahteraan masyarakat. Setiap tahun BPK maupun BPKP melaporkan kasus selisih jumlah realisasi anggaran yang mengandung unsur tindak pidana korupsi. Namun tidak banyak yang masuk ke persidangan pengadilan. Tetapi beberapa kasusnya ada yang berhasil diselesaikan di pengadilan Bantuan dana yang diajukan oleh pemohon bantuan, khususnya masyarakat melalui Dewan perwakilan Provinsi masing-masing sudah diatur sesuai dengan prosedur maupun kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Namun sejauh ini kebijakan-kebijakan tersebut masih dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum baik dari luar maupun pemerintah sendiri untuk melakukan tindakan penyelewengan (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang merugikan masyarakat.
Telah diketahui bahwa saat ini banyak masyarakat yang telah mengajukan permohonan dana kepada pemerintah dengan tujuan membangun sarana dan prasarana yang akan dibangun untuk kesejahteraan masyarakat, dengan cara menyampaikan aspirasi mereka kepada dewan perwakilan provinsi masingmasing, yang dikenal dengan istilah “dana revitalisasi”. Ketika rancangan anggaran dibuat dan akan direalisasikan, disinilah sebagian besar penyalahgunaan yang menjurus pada tindak pidana korupsi dilakukan, oleh karena itu tindak pidana korupsi dalam dana revitalisasi yang sering terjadi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pembangunan di Indonesia tidak berjalan sebagaimana mestinya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Peranan Audit Investigatif untuk Mengungkap Kecurangan (Fraud) Dana Revitalisasi pada Lembaga Pendidikan” ( Studi kasus di POLWILTABES BANDUNG Jl. Merdeka No.18-20. Bandung )
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, permasalahan yang diangkat adalah
apakah audit investigatif dapat berperan dalam pengungkapan kecurangan yang terjadi dalam dana bantuan sosial pada lembaga pendidikan.
1.3
Tujuan Penelitian Sehubungan dengan latar belakang dan identifikasi masalah, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peranan audit investigatif dalam mengungkapkan kecurangan yang terjadi dalam dana revitaisasi pada lembaga pendidikan.
1.4
Kegunaan Penelitian
1. Bagi
POLWILTABES
(Kepolisian
Wilayah
Kota
Besar),
dengan
dilakukannya penelitian ini dapat meningkatkan kerja sama dengan auditor investigatif khususnya dalam rangka pemberantasan korupsi 2. Bagi Penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam hal auditing, khususnya audit investigatif untuk membandingkan dengan teori yang pernah diperoleh di bangku kuliah serta sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi S1 di Fakultas Ekonomi Widyatama 3. Bagi Pemerintah dan Negara, diharapkan dapat membuat aturan yang lebih ketat terhadap prosedur dan wewenang dalam penyaluran dana bantuan sosial. 4. Bagi masyarakat akademik umumnya dan mahasiswa khususnya yang tertarik untuk meneruskan penelitian ini. 1.5
Kerangka Pemikiran Saat ini tindak kejahatan seperti bukan hal yang tabu lagi bagi pelaku
kejahatan, terutama kejahatan berjenis kerah putih (White collar crime). Salah satu kejahatan kerah putih yang paling banyak terjadi adalah kejahatan dibidang ekonomi itu sendiri lebih dikenal dengan sebutan kecurangan (fraud). Korupsi termasuk dalam kelompok kecurangan (fraud). Dalam buku ajar yang ditulis Jones dan Bates (1990:213) dinyatakan bahwa menurut Theft Act 1968 yang termasuk dalam fraud adalah penggelapan yang mencakup berbagai jenis kecurangan, antara lain yang disengaja, pemalsuan rekening, praktik korupsi, dan lain-lain. Fraud terjadi dimana seorang memperoleh kekayaan atau keuangan melaliu kecurangan atau penipuan. Menurut Theodorus M Tuanakotta (2006: 96), Fraud menyangkut kesalahan disengaja yang dapat diklasifikasi kedalam tiga tipe: 1. Fraudulent financial reporting yang meliputi: manipulasi, pemalsuan, atau alteration catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disusun, tidak menyajikan dalam atau sengaja menghilangkan kejadian, transaksi, dan informasi penting dari laporan keuangan, dan sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang salah, dan
2. Misappropriation of assets yang meliputi; penggelapan penerimaan kas, pencurian aktiva, dan hal-hal yang menyebabkan suatu entitas membayar untuk barang atau jasa yang diterimanya. 3. Corruption, yang meliputi Conflict of interest, bribery, illegal gratuities dan economic extortion. Menurut Djankov, et all, yang dialihbahasakan oleh Theodorus M. Tuanakotta (2003: 117) mengatakan bahwa korupsi adalah outcome, cerminan dari lembaga-lembaga hukum, ekonomi, budaya, dan politik suatu negara. Korupsi dapat berupa tanggapan atas peraturan yang berguna atau peraturan yang merugikan. Menurut the Institute of Internal Auditor di Amerika kecurangan mencakup ketidakberesan dan tindakan ilegal yang berartikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi atau orang di luar organisasi. Berdasarkan pengertian di atas kecurangan mengarah kepada 4 unsur penting yaitu: 1. Ketidakberesan dan tindakan illegal 2. Penipuan yang disengaja 3. Dilakukan untuk manfaat atau kerugian organisasi 4. Dilakukan orang dalam atau luar organisasi Audit investigatif adalah audit yang menyangkut review dan pemeriksaan investigasi atas dokumentasi keuangan untuk suatu tujuan yang spesifik, yang bisa berhubungan dengan dukungan proses pengadilan dan klaim asuransi, seperti juga hal-hal kriminal. Dalam audit investigatif, auditor bekerja atas nama penyidik. Prosedur audit yang digunakan di samping Standar Auditing, juga menggunakan wewenang penyidik yang sangat luas. Ruang lingkup audit lebih luas sesuai kewenangan penyidik. Laporan audit yang sering dilakukan berupa keterangan ahli dan di samping itu auditor juga di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai saksi ahli dan selanjutnya menjadi saksi ahli di sidang pengadilan.
Garis besar proses pemeriksaan investigatif secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir, dapat dipilah-pilah sebagai berikut: 1. Penelaahan informasi awal Pada proses ini pemeriksa melakukan: pengumpulan informasi tambahan, penyusunan fakta dan proses kejadian, penetapan dan penghitungan tentatif kerugian keuangan, penetapan tentatif penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal. 2. Perencanaan pemeriksaan investigatif Pada tahapan perencanaan dilakukan: pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti, menentukan tempat/sumber bukti, analisa hubungan bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan program pemeriksaan investigatif. 3. Pelaksanaan Pada tahapan pelaksanaan dilakukan: pengumpulan bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisis dan pengujian dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa, dan review kertas kerja. 4. Pelaporan Fase terakhir, dengan isi laporan hasil pemeriksaan Investigatif kurang lebih memuat: unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat penyimpangan/tindakan melawan hukum, sebabsebab terjadinya tindakan melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi, dan bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum. Khusus untuk lembaga BPK di Indonesia, proses penyusunan laporan ini terdiri dari beberapa kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya sbb: penyusunan konsep awal laporan, presentasi hasil pemeriksaan investigatif di BPK, melengkapi bukti-bukti terakhir, finalisasi laporan, dan penggandaan laporan.
5. Tindak lanjut Pada tahapan tindak lanjut ini, proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil audit investigatif kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pada tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim audit investigatif dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan. Sistem penyaluran dana revitalisasi yang kurang transparan diyakini merupakan sumber utama bagi kebocoran anggaran, yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan sumbangan besar terhadap kemunduran pelayanan bagi rakyat kurang mampu di Indonesia. Besarnya dana revitalisasi mengesankan skala potensial masalah tersebut.
1.5.1
Review Penelitian Terdahulu Penelitian
terdahulu
dilakukan
oleh
Medhi
Ahadian
mahasiswa
Universitas Widyatama pada tahun 2009 dengan objek penelitian pada kecurangan (fraud) dana bantuan sosial pada lembaga pemerintahan, dengan judul “Peranan Audit Investigatif dalam Pengungkapan Kecurangan (fraud) Dana Bantuan Sosial pada Lembaga Pemerintah”. Di dalam penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa audit investigatif itu ikut berperan dalam mengungkap kecurangan (fraud). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis yaitu dari objek yang diteliti, dimana objek yang diteliti dalam penelitian sebelumnya adalah penelitian pada kecurangan (fraud) dana bantuan sosial sedangkan objek yang diteliti oleh penulis adalah penelitian pada kecurangan (fraud) Dana Revitalisasi, dengan judul “Peranan Audit Investigatif untuk Mengungkap Kecurangan (Fraud) Dana Revitalisasi pada Lembaga Pendidikan”.
1.6
Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini menggunakan
metode eksploratif yaitu penelitian dengan tujuan menemukan masalah-masalah baru. Menurut Husein Umar (2003:62) penelitian eksploratif merupakan penelitian yang sifatnya hanya melakukan eksplorasi yaitu berusaha mencari ideide atau hubungan-hubungan yang baru sehingga dapat dikatakan penelitian ini bertitik tolak dari variabel bukan dari fakta. Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah : 1.
Penelitian Kepustakaan (Library Research), dengan cara mempelajari bukubuku yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti.
2.
Penelitian Lapangan (Field Research), dengan cara melakukan penelitian langsung ke kantor untuk memperoleh data melalui wawancara (interview), observasi atau pengamatan dan memeriksa angket berupa pertanyaan tertulis kepada responden.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah
Kota Besar Bandung (POLWILTABES BANDUNG) yang berlokasi di Jl. Merdeka No.18-20 Bandung, waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2010 sampai dengan selesai.