BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pendirian Pabrik Sebagai suatu negara agraris, Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai salah
satu sektor pembangunan yang penting. Usaha untuk meningkatkan produksi pertanian tersebut, dapat dilakukan melalui upaya intensifikasi maupun ekstensifikasi pada sektor pertanian. Salah satu faktor penunjang dalam peningkatan produksi pertanian yaitu dengan menggunakan pupuk buatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan faktor kualitas atau kesuburan tanah. Untuk memenuhi kebutuhan akan pupuk bagi bagi para petani, maka pemerintah mulai mendirikan pabrik pupuk pada tanggal 24 Desember 1959, yaitu PT. Pupuk Sriwidjaja (PT. PUSRI) yang berlokasi di sekitar kawasan Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Pelaksanaan pendirian pabrik pupuk tersebut diserahkan pada Biro Perencanaan Negara pada tahun 1957. Proyeknya dilimpahkan ke Departemen Perindustrian dan Perdagangan dengan nama Proyek Pupuk Urea. 1.2
Sejarah Pendirian PT. PUSRI Rencana pendirian pabrik pupuk urea, tercantum di dalam REPELITA I (1956–1960)
yang pelaksanaannya diserahkan kepada Biro Perencanaan Negara (BPN). Proyek pendirian pabrik urea ini kemudian dilimpahkan kepada Departemen Perindustrian dan Pertambangan dengan nama Proyek Pupuk Urea I. PT. Pupuk Sriwidjaja didirikan pada tanggal 24 Desember 1959 dengan lokasi di Palembang. Akta pendiriannya bernomor 177 ditandatangani di depan notaries Eliza Pondaag dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI No. 46 tanggal 7 Juni 1960. Perusahaan ini semula merupakan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Perseroan Terbatas. Berdasar PP No. 20 tahun 1964 status hukumnya diubah menjadi Perusahaan Negara. Tetapi dengan PP No. 20 tahun 1969 dikembalikan lagi status hukumnya menjadi Perseroan Terbatas. Hingga saat ini merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk PT (Persero), dimana seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah melalui Departemen Keuangan Republik Indonesia dan dalam pelaksanaannya dilimpahkan pada Departemen Industri dan Pendayagunaan BUMN.
1.3.
Lokasi Pabrik Pabrik Pupuk Sriwidjaja didirikan kira-kira 7 km dari pusat kota Palembang, di tepi
Sungai Musi yang merupakan sungai terbesar di Palembang. Alasan pemilihan daerah tepi Sungai Musi sebagai lokasi pabrik antara lain : 1) Letaknya berdekatan dengan wilayah operasi pertambangan dan pengkilangan minyak Pertamina sehingga bahan baku gas alam mudah untuk diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang cukup besar. 2) Sungai Musi merupakan sumber air yang tidak pernah kering sepanjang tahun, yang menunjang bahan baku pembuatan steam dan keperluan utilitas lainnya, disamping sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil pabrik. 3) Di daerah ini memungkinkan adanya perluasan area pabrik.
Tata Letak Pabrik Luas tanah yang dipergunakan untuk lokasi pabrik adalah 20,4732 hektar sedangkan luas tanah untuk perumahan karyawan 26,5265 hektar. Disamping itu sebagai lokasi cadangan disiapkan 41,7965 hektar yang dimaksudkan untuk persdiaan perluasan kompleks pabrik dan perumahan karyawan bila diperlukan dikemudian hari. Tata letak PT. PUSRI dapat dilihat pada gambar 1.2.
.
JL Mayor Zen A
A
N
B W
C
Q
F E
D P
H 27
1
21
22
23
20
P
Q
A
L
K
15
16
L
19 17
R
18
N
III o
O
utilitas plant III P
-
Urea plant
V
Y
P
II -
P NH3 plant
III -
-
IV
M
P NH 3 plant P
II -
14
Urea plant
S T
utilitas plant Urea plant
U U
Gambar 1.2. Tata Letak PT. PUSRI
Keterangan : A. Pos satpam
1. Primary reformer
B. Kantor utama
2. Secondary reformer
C. Lapangan
3. Stripper
D. Perumahan
4. Absorber
E. Gedung serba guna
5. Metanator
F. Diklat
6. HTSC dan LTSC
G. Sekolah
7. ARU
H. Kolam
8. HRU, PGRU
I.
9. Molecular sieve
Masjid
Y
II -
13
P P
P
12
10
O
8 9
A
11
P
O
P IV NH 3 plant
24
J
4
5 7
25
2
6
P - IV utilitas plant
26
P
I
O
3
D
G
D
J. Rumah makan
10. Kompresor
K. Parkir
11. Refrijerasi
L. Tenik proses
12. Reaktor ammonia
M. Dinas K3
13. Seksi penjumputan (recovery)
N. Main Lab
14. Seksi purifikasi
O. Ammonia storage
15. Seksi kristalisasi dan pembutiran (prilling)
P. Kantor
16. Seksi sintesis urea
Q. Wisma
17. Sistem pembangkit listrik
R. Lapangan olahraga
18. Package boiler
S. Perluasan pabrik
19. Waste heat boiler
T. Gudang
20. Kantor dan pusat kontrol
U. Dermaga
21. Cooling tower
V. PPU
22. GMS
W. Rumah sakit
23. Unit penukar anion, katian dan penukar anion-kation 24. Filter water 25. Sand filter 26. Tangki klarifikasi 27. Kantor instrumentasi
1.4.
Distribusi dan Pemasaran Sejak tahun 1979 pemerintah telah menunjuk PT. PUSRI sebagai penanggungjawab
tunggal (Holding Company) dalam penyaluran dan pengadaan pupuk bersubsidi dari semua produsen pupuk produksi dalam negeri (urea, TSP, ZA) maupun pupuk impor (KCl). Untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk PT. PUSRI telah memiliki fasilitas jaringan distribusi yang tersebar di seluruh wilayah tanah air serta sarana antara lain : 1) Tujuh unit kapal curah dan satu kapal ammonia 2) Enam unit pengantongan pupuk (UPP) yang terletak di Belawan, Padang, Cilacap, Surabaya, Ujung Pandang dan Meneng. 3) 25 unit kantor pemasaran wilayah (KPW). 4) 97 unit gudang penyimpanan pupuk (GPP) milik PT.PUSRI, 249 unit gedung sewa yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia 5) 595 unit gerbong kereta api dengan daya angkut rata-rata 30 ton. 6) 184 unit kantor perwakilan kabupaten (KPK) 7) Lima pabrik pupuk lain selain PT.Pusri, yaitu : a) PT. Pupuk Kujang
b) PT. Pupuk Iskandar Muda c) PT. Aceh Asean Fertilizer d) PT. Petrokimia Gresik e) PT. Pupuk Kaltim Dalam melaksanakan penyaluran/pemasaran pupuk dibantu oleh badan usaha lain yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok penyalur yaitu : 1) KUD Penyalur untuk sektor pangan 2) BUMN untuk sektor perkebunan 3) Swasta untuk sektor perkebunan Pola distribusi pupuk yang dilakukan PT. PUSRI adalah dengan ‘pipe line distribution system’ yaitu distribusi pupuk mulai dari produsen/importir sampai ke tangan konsumen dalam jalur yang tidak terputus. Sehingga memungkinkan PT. PUSRI melaksanakan prinsip ‘distribution pattern’ yakni pendistribusian pupuk dengan pola yang dapat menekan biaya distribusi seminimal mungkin, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh pusat distribusi yang langsung berada di bawah pengawasan Direktur Komersial.
Gudang Lini II PRODUSEN PUPUK: PT PT PT PT PT
Pupuk Sriwidjaja Pupuk Kujang Pupuk Kaltim Petrokimia Gresik Pupuk Iskandar Muda
Gudang Lini III
KUD/Koperasi Penyalur
Pengecer
Petani
UPP Pupuk Kantong Pupuk Curah
Gambar 1.4. Jalur Pengadaan dan Distribusi Pupuk dalam Negeri
(Pipe Line Distribution Pattern)
1.5 Bahan Baku Bahan baku pembuatan urea adalah amonia cair dengan tekanan 18 kg/cm2 dan gas karbondioksida (CO2) dengan tekanan 0,7 kg/cm2 yang berasal dari pabrik amonia. Spesifikasi bahan baku sebagai berikut : 1) Karbondioksida (CO2) : a) Sifat-sifat kimia, antara lain :
Titik didih
: – 57,5 0C
Titik beku normal
: – 78,4 0C
Temperatur kritis
: 38 0C
Tekanan kritis
: 0,6 kg/cm2
Panas peleburan
: 1900 kal/mol
Panas penguapan
: 6030 kal/mol
b) Sifat-sifat fisika, antara lain : 1) Pada suhu kamar berupa gas yang tidak berwarna. 2) Mempunyai bau dan rasa yang lemah. 3) Tidak beracun, akan tetapi dapat menimbulkan efek sesak pada tubuh. 4) Larut dalam air pada temperatur 150C, tekanan 1 atm dengan perbandingan volume CO2 : H2O = 1 : 1. Tabel 2.3. Spesifikasi Karbon Dioksida PUSRI III Kualitas (Dry Basis) CO2
98 % –vol. (min.)
Sulfur
1 ppm (max.)
Air (moisture)
jenuh
Temperatur
38 oC
Tekanan
0.6 kg/cm2g
2) Ammonia (NH3) a) Sifat-sifat kimia, antara lain : Titik didih
: – 33 0C
Titik beku
: – 77,70 0C
Temperatur kritis
: 133,35 0C
Tekanan kritis
: 1657 psi
b) Sifat-sifat fisika, antara lain : 1) Rumus molekul NH3. 2) Berat molekul 17,03 gr/mol. 3) Pada tekanan atmosfer, NH3 berbentuk gas tidak berwarna, berbau menyengat dan sangat larut dalam air, alkohol dan eter. 4) Mudah meledak dan beracun serta menyebabkan iritasi bila dihirup.
5) Larutan ammonia dalam air pada temperatur –38 0C sampai – 41 0C, akan membeku membentuk kristal berbentuk jarum. Tabel 2.4. Spesifikasi Amonia PUSRI III Kualitas NH3
99.5 % –berat (min.)
H2O
0.5 % –berat (max.)
Minyak
5 ppm–berat (max.)
Temperatur di battery limit Menuju unit urea
25 – 30 oC
Menuju storage tank
– 33 oC (max.)
Tekanan di battery limit Menuju unit urea
18 kg/cm2g (min.)
Menuju storage tank
4.96 kg/cm2g (max.)
1.6 Produk Produk utama dari pabrik PUSRI III adalah butiran-butiran urea (urea prill), dimana memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1)
Berat molekul : 60.06 gr/mol
2)
Specific gravity : 1.335
3)
Indeks bias : 1.484
4)
Titik leleh : 132.7 oC
5)
Bentuk kristal : tetragonal
6)
Panas pembentukan : – 47.12 kkal/mol
7)
Panas pelarutan : 58 kal/gr
8)
Panas kristalisasi : – 110 kkal/mol
9)
Densitas curah : 0.74 gr/cm3
10) Panas spesifik : 0.397 kkal/gr oC 11) Kelarutan dalam air : 51.6 gr / 100 gr air (20oC) Tabel 3.5. Spesifikasi Produk Urea PUSRI III Kuantitas Kualitas
1.725 metrik ton urea/hari Agricultural grade, uncoated and without conditioning agent
Nitrogen
46 % –berat (min.)
Besi
1 ppm–berat (max.)
Amonia bebas
1.50 ppm–berat (max.)
Biuret
0.5 %–berat (max.)
Air (Moisture)
0.3 %–berat (max.)
Ukuran Partikel Lolos 6 – 18 US mesh
98 % (min.)
Lolos 18-25 US mesh
1 % (max.)
Temperatur Produk
42 oC
BAB II PEMBAHASAN Dalam suatu pabrik kimia, rangkaian proses kimia yang mengolah bahan baku menjadi produk diwujudkan dalam peralatan-peralatan yang terangkai secara sistematis yang disebut sistem proses. Sistem proses terbagi dua yaitu sistem proses utama dan sistem proses penunjang. Pada pabrik PT. PUSRI III, sistem proses utama dapat digolongkan menjadi sistem pemrosesan amoniak dan sistem pemrosesan urea sedangkan sistem proses penunjang yaitu sistem utilitas.
2.1.
Unit Utilitas Unit penunjang atau utilitas (offsite) merupakan unit pendukung yang bertugas
mempersiapkan kebutuhan operasional pabrik ammonia dan urea. Khususnya yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku dan bahan pembantu. Selain itu utilitas juga menerima sisa dari pabrik ammonia dan urea untuk diolah sehingga dapat dimanfaatkan lagi atau dibuang supaya tidak mengganggu lingkungan. Unit-unit yang dimiliki bagian utilitas pada PUSRI III untuk memenuhi kebutuhan pabrik ammonia dan urea meliputi : 2.1.1. Gas Metering Station Gas Metering Station berfungsi untuk : 1) Membersihkan gas alam dari kotoran berupa abu, padatan, liquid, hidrokarbon berat yang terbawa bersama-sama gas alam. 2) Mencatat jumlah pemakaian gas alam. 3) Mengatur tekanan gas alam yang di suplai ke Ammonia Plant dan Offsite sesuai kebutuhan. Pada pabrik ammonia, selain sebagai bahan baku, gas alam dipakai juga untuk pembakaran di Reforming dan Auxiliary Boiler Ammonia. Di offsite, gas alam dipakai pada Gas Turbin Generator (GTG), Waste Heat Boiler (WHB) dan Package Boiler (PB). Gas alam yang berasal dari Pertamina Pendopo Prambumulih masuk Knock Out (KO) Drum Central. Dengan mengatur tekanan di dalam KO Drum ini akan terjadi pemisahan liquid yang terkandung di dalam gas. KO Drum Central kemudian mendistribusikan gas alam ke masing-masing PUSRI IB, II, III, dan IV.
Pengotor-pengotor padat berupa debu serta uap air yang berhasil dipisahkan kemudian dilepaskan ke atmosfer karena tidak mengandung komponen-komponen yang berbahaya, sedangkan hidrokarbon berat yang berhasil dipisahkan akan dikirim ke tempat pembakaran (burning pit). Unit burning pit ini terdapat pada PUSRI IB. 2.1.2. Water Treatment Water Treatment merupakan unit pengolahan air untuk mendapatkan air bersih (filter water) dengan bahan baku air sungai Musi. Unit ini bertugas memenuhi kebutuhan pokok air bersih untuk perumahan maupun pabrik, dengan mengolah air dari sungai menjadi air bersih dengan proses kimia. Di pabrik air digunakan untuk keperluan sanitasi, air pendingin, dan bahan baku air demin. Dari sungai Musi, air dipompa menggunakan pompa sentrifugal (1 service dan 1 standby) dengan kapasitas desainnya 1000 m3/jam dan kapasitas normal opersinya 660-720 m3/jam. Adapun kodisi operasi dari air sungai musi yaitu: a) pH = 7 – 9 b) turbidity = 20 – 80 ppm c) silica (SiO2) = 10 – 25 ppm Peralatan utama dari proses Water Treatment ini adalah sebagai berikut: 1) Pompa sungai (2 buah) 2) Premix tank (flocculator) 3) Clarifier (floctreator) 4) Clearwell 5) Pompa transfer (3buah) 6) Sand filter (6 buah) 7) Filter water storage 8) Sistem injeksi bahan kimia 9) Pompa Make-up demin plant (2 buah) 10) Pompa make-up cooling water (2 buah) Bahan baku air sungai selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut : 1) Penyaringan zat padat terapung Air dari Sungai Musi sebelum dikirim ke Offsite dipisahkan dari kotoran yang berupa zat padat terapung dengan cara memasang penyaring disekitar suction pompa. Kualitas dari air sungai yang akan diolah dapat diketahui dengan analisa harian berdasarkan parameter pH, turbidity, dan SiO2.
2) Premix Tank Sebelum air sungai memasuki tangki ini, pada pipa inlet terlebih dahulu diinjeksikan beberapa bahan kimia, yaitu : a. Larutan Chlorine (Cl2), merupakan pembunuh bakteri, jamur dan mikroorganisme yang terdapat dalam air. b. Larutan Alum (Al2(SO4)3.xH2O), berfungsi untuk memperbesar ukuran partikel koloid sehingga akan lebih mudah membentuk floc dan akan mengendap. Larutan alum yang digunakan memiliki konsentrasi 10%-w. c. Coagulant aid (Separan), fungsinya memperbesar ukuran floc sehingga proses pengendapan dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna. d. Larutan Caustic Soda (NaOH), berfungsi untuk mengatur pH air sungai karena pada sistem pembentukan floc diperlukan kondisi optimum dengan pH 5,8–6,2. Sedangkan pH air sungai cenderung bersifat asam. Larutan NaOH yang diinjeksikan memiliki konsentrasi 10%-w. Bahan kimia tersebut di atas berupa padatan kecuali Chlorine. Untuk mempermudah penginjeksian, masing-masing bahan dilarutkan terlebih dahulu di tangki pelarut dengan konsentrasi tertentu. Sedangkan Chlorine-nya dipanaskan dulu dengan heater sehingga berubah fase menjadi gas. Bahan-bahan kimia di atas diinjeksikan secara bersamaan dengan dosis yang sesuai hasil jar test mengenai turbiditas air sungai. Pencampuran dilakukan dengan pemasangan alat pengaduk dalam Premix Tank. Untuk mengetahui terjadinya perubahan kondisi berkaitan dengan pemakaian bahan kimia, dilakukan kontrol pH dan kandungan Cl2. 3) Floctreater (Clarifier) Air yang telah diinjeksi bahan kimia siap diendapkan dengan cara flokulasi dan pengendapan dalam Floctreater. Floctreater berbentuk tangki beton silinder. Air masuk melalui pipa-pipa vertikal di bagian bawah bak. Kemudian air yang bersih dipisahkan melalui overflow di bibir Floctreater dan endapan yang terbentuk secara otomatis dibuang melalui sewer di bagian bawah. Zat-zat pengotor berada dalam bentuk senyawa kompleks bermuatan listrik statis negatif. Aluminium sulfat dalam air akan larut membentuk aluminium hidroksida serta menghasilkan asam sulfat sebagai berikut : Al2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3 + 3H2SO4
Ketika molekul aluminium hidroksida bermuatan listrik statis positif bertemu atau kontak dengan muatan listrik statis negatif tersebut pada kondisi pH tertentu maka akan terbentuk floc (butiran gelatin). Butiran partikel floc ini akan terus bertambah besar dan berat sehingga akan cenderung mengendap ke bawah. Pada proses pembentukan floc pH cenderung turun (asam) karena terbentuk juga H2SO4. Untuk mengetahui kualitas air, dilakukan kontrol di outlet Floctreater dengan parameter pH 5,8-6,2, kadar Cl2 max 0,5 ppm dan turbidity max 2 ppm. Pecahnya floc akan menyebabkan turbidity semakin besar, sehingga dapat terikut ke proses selanjutnya. Untuk menjaga rentang pH tersebut perlu diinjeksikan caustic (NaOH). 4) Clear Well Dari Floctreater, air mengalir ke Clear Well
yang berfungsi sebagai tempat
penyediaan air dalam jumlah cukup untuk menjamin suatu aliran normal ke unit Sand Filter (saringan pasir). Di Clear Well pH dijaga sekitar 7,0–7,5 dengan meninjeksikan NaOH ke dalam aliran air yang masuk Clear Well, selain itu dijaga turbiditynya < 2 ppm. 5) Sand Filter Dari Clear Well air dipompa untuk penyaringan di Sand Filter, dengan tujuan untuk memisahkan kotoran halus yang masih terdapat di dalam air bersih dan mengurangi ion nitrat/nitrit, yang tidak dapat diendapkan dengan flokulasi. Sand Filter berjumlah 6 buah dan dioperasikan secara paralel. Air keluar dari Sand Filter diharapkan memiliki turbidity maksimum 1 ppm. Enam buah bejana Sand Filter ini berisi dua macam pasir, yaitu: a)
Pasir halus (fine sand)
b)
Pasir kasar (coarse sand) Apabila kemampuan servis Sand Filter telah menurun, yang diindikasikan dengan
meningkatnya pressure drop, maka perlu dilakukan backwash. Backwash dilakukan dengan mengatur kerangan-kerangan secara manual. Fungsi dari backwash adalah mengeluarkan kotoran yang tertahan saat servis. 6) Filtered Water Storage Tank Hasil proses penyaringan ditampung di Filtered Water Storage Tank (kapasitas 4130 m3) yang berfungsi sebagai tempat penampung air bersih untuk selanjutnya dikirim ke unit yang memerlukan yaitu : a) Cooling tower, sebagai make- up cooling water b) Demineralized plant, sebagai bahan baku demin water
c) Potable/Housing Water yang dikirim ke perumahan dan perkantoran untuk memenuhi kebutuhan air. Untuk mengetahui kualitas filtered water dilakukan kontrol harian dengan parameter pH antara 7,0-7,5, turbidity maksimum 1 ppm, kandungan chlorine 0,2 ppm. 2.1.3. Demineralized Water Sistem demineralisasi disiapkan untuk mengolah filtered water menjadi air yang bebas dari kandungan mineral, baik ion positif (kation) maupun ion negatif (anion). Air tersebut akan digunakan sebagai umpan ketel atau Boiler Feed Water (BFW) pada pembangkit tenaga uap tekanan tinggi, sehingga terbentuknya kerak dan korosi logam dapat dihindari. Kation-kation dan anion-anion yang sering ditemui adalah : KATION
ANION
Calsium
Ca++
Bikarbonat
HCO3-
Magnesium
Mg++
Karbonat
CO3=
Sodium
Na+
Sulfat
SO4=
Potasium
K+
Klorida
Cl-
Iron
Fe++
Nitrat
NO3=
Mangan
Mn++
Silikat
SiO2-
Aluminium
Al3+
Peralatan yang digunakan pada unit Demineralizer Water Plant antara lain, yaitu : 1) Carbon Filter Operasi dalam carbon filter dapat dibagi ke dalam dua tahap yaitu tahap service (pelayanan) dan tahap pengaktifan kembali. Proses pengaktifan kembali perlu dilakukan apabila karbon telah kehilangan daya serapnya yang ditandai dengan nilai hilang tekan yang besar. Urutan operasi dalam unit carbon filter adalah sebagai berikut : a) Service (pelayanan). Pada tahap ini air dialirkan dari atas melewati karbon aktif. Proses adsorpsi terjadi saat terjadi kontak antara air dengan permukaan karbon aktif. b)
Backwash.
Backwash dilakukan untuk merenggangkan media filter dan melepaskan kotorankotoran yang tertahan di dalamnya. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan air dari bawah, berlawanan dengan tahap service. c) Rinse.
Rinse (pembilasan) dilakukan untuk mengendapkan dan menyusun kembali media filter. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan air dari atas. Air keluaran proses ini tidak ditampung melainkan dibuang. Selain itu dilakukan steaming yaitu pembersihan karbon aktif dengan menggunakan steam LS (Low Steam) pada temperatur 1000C–1400C, agar karbon aktif dapat bekerja lebih optimal kembali. Carbon Filter yang berisi karbon aktif berfungsi untuk menyaring kotoran yang terikut di filtered water juga mengurangi zat organik, seperti ion nitrat/nitrit dan chlorine. Zat-zat tersebut perlu dihilangkan karena dapat merusak resin Cation dan Anion Exchanger. Pada vessel ini terdapat pipa diatasnya untuk mengeluarkan kandungan minyak yang mungkin terdapat dalam air. 2) Cation Exchanger Dari Carbon Filter, air dipompakan ke Cation Exchanger. Di sini ion positif ditukar dengan ion H+ dari resin dengan rumus kimia HZ. Bila resin telah jenuh, sehingga tidak mampu lagi mengikat kation, dilakukan regenerasi dengan mengalirkan acid (asam sulfat) ke dalam Cation Exchanger. Larutan asam sulfat akan bereaksi dengan resin sehingga mengembalikan kapasitas normal kinerjanya. Dalam kondisi normal, dua Exchanger melakukan servis, satunya regenerasi lalu standby. Regenerasi dilakukan apabila total galon-nya mencapai 2.800 m3 dan atau uji air keluaran, yaitu pengujian electric conductivity > 25 µmhos/cm dan high silica > 0,05 ppm. Urutan operasi pada unit penukar kation adalah sebagai berikut : a) Service (pelayanan). Tahap service pada unit penukar kation merupakan reaksi pertukaran antara kation dalam air dengan ion hidrogen oleh resin. Reaksi yang terjadi dalam unit ini adalah sebagai berikut : Cation(aq) + Anion(aq) + H-Z(s) Cation-Z(s) + 2H+(aq) + Anion(aq) b) Backwash. Backwash dilakukan untuk merenggangkan resin dan reklasifikasi resin di dalamnya.. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan air dari bawah, berlawanan dengan tahap service.
c) Regenerasi resin. Regenerasi resin dilakukan untuk menaikkan kembali daya tukar resin yang berkurang selama proses pelayanan. Pada unit penukar kation ini, regenerasi resin
dilakukan menggunakan larutan asam sulfat.
Reaksi yang terjadi selama proses
regenerasi adalah sebagai berikut : Cation-Z(s) + H2SO4(aq) H-Z(s) + Cation-SO4(aq) d) Rinse (pembilasan). Proses pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa asam sulfat dan garam-garam sulfat yang terbentuk selama proses regenerasi resin. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan air dari atas seperti pada proses pelayanan. Air keluaran proses ini tidak ditampung. 3) Anion Exchanger Air dari Cation Exchanger masuk ke bagian atas Anion Exchanger yang berisi resin. Disini ion-ion negatif dihilangkan dengan anion resin yang memiliki rumus kimia ROH. Anion Exchanger harus diregenerasi dengan larutan caustic soda (NaOH) yang dipanaskan terlebih dahulu untuk mengikat ion-ion negatif yang terikat pada resin. Air keluaran dari penukar anion ini kemudian menuju tahap akhir dari rangkaian Demin Plant yaitu penukar ion gabungan. Urutan operasi pada unit penukar anion adalah sebagai berikut : a) Service (Pelayanan). Tahap pelayanan pada unit penukar anion merupakan reaksi pertukaran antara anion yang terdapat dalam air dengan ion hidroksil (OH-). Reaksi yang terjadi dalam proses ini adalah sebagai berikut : 2H+(aq) + Anion(aq) + R-OH(s) R-Anion(s) + H2O(l) b) Backwash Backwash dilakukan untuk merenggangkan resin dan reklasifikasi resin. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan air dari bawah, berlawanan dengan aliran air pada tahap service. c) Bed Warm U Proses ini dilakukan untuk menghangatkan resin sebelum dimasukkan caustic soda. Pemanasan diperlukan untuk mempermudah lepasnya anion-anion yang telah terikat pada resin yang akan diregenerasi, pemanasan dilakukan hingga resin memiliki temperatur 50 o
C (temperatur operasinya 30 oC), hal ini berfungsi untuk menghilangkan silica yang
terkandung. Pada unit penukar kation proses ini tidak perlu dilakukan karena asam sulfat telah memberikan panas ke dalam resin. d) Regenerasi Resin
Regenerasi resin dilakukan untuk menaikkan kembali daya tukar resin yang berkurang selama proses pelayanan. Pada unit penukar anion ini, regenerasi resin dilakukan menggunakan larutan soda kaustik.
Reaksi yang terjadi selama proses
regenerasi adalah sebagai berikut : R-Anion(s) + NaOH(aq) R-OH(s) + Na-Anion(aq) e) Rinse (Pembilasan). Proses pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa asam sulfat dan garam-garam sulfat yang terbentuk selama proses regenerasi resin. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan air dari atas seperti pada proses pelayanan. Air keluaran proses ini tidak ditampung. 4) Mixed-Bed Exchanger Air dari anion exchanger masuk ke Mixed-Bed Exchanger. Prosesnya sama seperti pada kation dan anion Exchanger, sehingga didapat demin yang lunak. Dalam Mixed-Bed terdapat resin kation dan anion yang berfungsi untuk menyempurnakan penghilangan ion-ion tersisa. Selama pelayanan, resin kation dan anion bercampur menjadi satu. Setelah jenuh, Mixed-Bed diregenerasi dengan backwash untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat di dalamnya. Kemudian pada saat iddle (didiamkan) secara alami resin kation akan tersusun di bagian bawah karena ukurannya lebih besar daripada resin anion. Baru kemudian diinjeksikan sulfat di bagian atas dan caustic di bagian bawah. Air yang keluar dari unit ini diharapkan mengandung SiO2 maksimum 0,05 ppm dan 0.1 ppm TDS (Total Dissolved Solid), kemudian ditampung di Demin Water Storage untuk didistribusikan lebih lanjut. Urutan operasi mixed bed exchanger adalah sebagai berikut : a. Service (Pelayanan) Tahap pelayanan pada mixed bed exchanger mempunyai prinsip yang sama dengan kation/anion exchanger. b. Backwash Tahap ini dilakukan untuk merenggangkan resin dan penyusunan ulang resin. Resin anion dan kation pada unit ini akan mengalami pemisahan karena perbedaan densitasnya.
c. Regenerasi Resin Regenerasi resin dilakukan untuk mengembalikan daya tukar resin yang berkurang selama tahap pelayanan. Regenerasi dilakukan dalam satu unit terpisah antara anion dan kation.
d. Pencampuran Resin Pencampuran resin dilakukan dengan mengalirkan udara dari bagian bawah kolom. Aliran udara dibuat sedemikian sehingga resin anion dan kation saling tercampur dengan baik. e. Rinse (Pembilasan). Tahap pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa asam sulfat dan soda caustic yang digunakan dalam tahap regenerasi. 5) Demineralized Storage Tank Tangki berkapasitas 1800 m3 ini merupakan penampung air dari proses demineralisasi. Air ini kemudian dipompa sebagai make-up di WHB, PB, deaerator, ammonia plant, dan sebagai air proses di urea.
2.1.4. Cooling Water Sistem Cooling Water di PUSRI III ini menggunakan sistem sirkulasi tertbuka. Air panas dari proses di ammonia dan utilitas didinginkan kembali dalam menara pendingin kemudian mengontakkannya dengan udara secara cross flow-mechanical draft. Pemakaian utama cooling water adalah untuk pendinginan di pabrik ammonia, yaitu untuk menyerap panas dari proses. Cooling water juga dipakai untuk pendinginan mesin-mesin dan bearing di pabrik Ammonia dan Utilitas. Sistem cooling water terdiri dari Cooling Tower, Basin, Induce Draft Fan (ID Fan), Side Filter, pompa distribusi cooling water, dan sistem injeksi bahan kimia. Cooling tower terletak di atas basin persegi empat yang terbagi dalam 5 cell yang dilengkapi dengan Induced Draft Fan yang berfungsi untuk menghisap udara segar dari luar Tower. Kapasitas Cooling Tower yaitu 15.000 m3/jam. Suhu air panas sekitar 420C dan diharapkan air dingin yang dihasilkan bersuhu sekitar 32 0C. Hot water yang kembali dari proses disaring kotorannya di Side Filter sebelum masuk Cooling Tower untuk mencegah fouling pada HE. Sebagian besar lainnya langsung dimasukkan dari atas Cooling Tower, mengalir secara bertahap melalui Drift Eliminator sehingga air tersebut bersentuhan dengan udara luar. Udara mengalir ke atas dihisap oleh Induce Draft Fan pada masing-masing cell. Hot water yang berkontak dengan udara dijatuhkan secara spray pada Cooling Tower. Air umpan yang jatuh, semakin ke bawah semakin dingin dan ditampung di dalam Basin. Aliran udara ke atas mendinginkan air yang turun ke bawah.
Make-up cooling water diperlukan untuk menggantikan air yang hilang akibat evaporation loss, drift loss, dan yang terpakai untuk side filter backwash. Make-up cooling water berasal dari filtered water dari utilitas dan kondensat dari urea plant. Cooling water biasanya melewati HE pada bagian tubes sehingga potensi pembentukan keraknya harus diminimalkan dengan penginjeksian bahan kimia, yaitu: a)
Corrosion inhibitor Korosi adalah suatu peristiwa perusakan logam oleh reaksi kimia atau elektrokimia.
Untuk menghindarinya perlu diinjeksikan bahan kimia untuk melapisi permukaan logam. Bahan kimia ini berupa orto fosfat, poli fosfat, dan zinc dengan perbandingan tertentu dan berfungsi untuk membentuk film pasive di permukaan logam dengan tujuan menghambat /mencegah terjaminnya oksidasi logam besi oleh oksigen yang menyebabkan terjadinya korosi. Pembentukan lapisan film pasive terdiri dari dua jenis yaitu : 1) Lapisan anodik Fe + O- PO4 γ Fe2O3 2) Lapisan katodik berupa endapan terkontrol dari : Ca + O- PO4 Ca- O- PO4 Ca + P- PO4 Ca- P - PO4 Ca + CO3 CaCO3 Zn + PO4 ZnPO4 b)
Scale inhibitor Kerak terjadi karena adanya endapan deposit di permukaan metal. Endapan dapat
berupa mineral scale (misal : garam, Ca, Mg, SiO2), suspended matter (misal : debu yang terbawa udara), atau corrosion product. Terbentuknya kerak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH yang tinggi, temperatur tinggi (sehingga kelarutan berkurang), atau flow-rate rendah. Kerak dalam permukaan pipa menyebabkan terganggunya perpindahan panas, penyumbatan pipa, dan korosi. Untuk itulah perlu ditambahkan scale inhibitor (dispersant) ke dalam cooling water, yaitu N-3DT190 yang berfungsi untuk mencegah pengendapan PO4 dan N-7348 yang berfungsi untuk membongkar slime atau lumut yang terbentuk dipermukaan logam. c)
Slime inhibitor. Slime adalah lendir berwarna coklat kehitaman yag menempel di permukaan pipa.
Slime dapat mengurangi efek pencegahan korosi dan menurunkan efisiensi cooling tower. Penyebab munculnya slime adalah bakteri yang terbentuk dalam cooling water. Untuk
membunuh bakteri tersebut diinjeksikan gas Chlorine (Oxidizing Biocide). Selain itu juga diinjeksikan Non Oxidizing Biocide yaitu N-1338 yang berfungsi untuk membunuh bakteri anaerob. Kualitas cooling water yang diinginkan yaitu : pH
: 6,8 - 7,3
Temperatur
: max 32 oC
Mg alkalinity, as CaCO3 : max 200 ppm Ca hardness, as CaCO3
: max 150 ppm
Mg hardness, as CaCO3 : max 100 ppm Silica, as SiO2
: max 200 ppm
Turbidity
: max 20 ppm
Cl- & SO4=
: max 1000 ppm
Conductivity
: 2160 mmhos
2.1.5. Steam System Unit ini berguna untuk memenuhi kebutuhan steam pabrik urea dan ammonia (saat start dan emergency saja karena pabrik ammonia mempunyai steam system sendiri) serta Offsite sendiri. Air yang menjadi bahan baku pembuatan steam agar memenuhi syarat sebagai boiler feed water (air umpan ketel) terlebih dahulu harus diolah di Deaerator. Fasilitas pembangkit steam terdiri dari perlengkapan utama sebagai berikut : a) Deaerator b) Waste Heat Boiler c) Package Boiler d) Boiler Blow Down Flash Drum e) Chemical Injection System Spesifikasi steam yang dihasilkan oleh pabrik utilitas adalah : a)
Steam tekanan menengah (MS), tekanannya 42 Kg/cm2, Temperaturnya 390 oC
dihasilkan dari WHB dan Packed Boiler b)
Steam tekanan rendah (LS), tekanannya 3,5 Kg/cm2, temperature 150
dihasilkan dari Let down MS ke LS, exhaust turbin, flash drum Langkah proses pembuatan steam tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Pembuatan Boiler Feed Water (Air Umpan Ketel)
o
C
Pembuatan BFW dilakukan di Deaerator. Kondensat dari sisa-sisa proses pabrik ditambah air demin (make-up deaerator) masuk dalam Deaerator. Sebelum masuk tangki bagian bawah Deaerator, cairan itu melewati trays di bagian atas dan mengalami pelucutan gas O2 dengan stripping menggunakan steam LS (Low Steam). Air tersebut ditampung di Storage Drum Deaerator lalu diinjeksi N2H4 (hydrazin) untuk mengikat O2 yang masih terlarut di dalamnya. Reaksi yang terjadi : N2H4 + O2
2 H2O + N2
Selain itu juga diinjeksikan larutan ammonia (NH4OH) untuk mengatur pH pada range 8,5 – 9,5 dalam kondisi basa. Air yang keluar dari Deaerator mengandung O2 yang terlarut 0,005 ppm. 2) Pembuatan Steam Steam dibuat di bagian Waste Heat Boiler dan Package Boiler. Perbedaan kedua sistem ini ada pada sistem burner-nya. WHB dan Package Boiler mampu memproduksi steam 90 ton/jam dan 102 ton/jam pada tekanan 42,2 kg/cm2g dan temperatur 399 oC. 3) Waste Heat Boiler Panas yang diperlukan pada WHB didapat dari gas buang dari gas turbine generator (GTG) dan sedikit pembakaran dari gas alam pada burner (additional burner). Udara pembakaran diambil dari kelebihan kandungan O2 dari gas buang GTG. Proses pembuatan dimulai dari pemanasan BFW pada economizer untuk mendapatkan temperatur pembangkit steam. Kemudian aliran air jenuh tersebut masuk ke dalam steam drum dan mengalami sirkulasi pemanasan secara kontinyu. Cairan dan uap yang tertampung dalam steam drum dan berada dalam kesetimbangan fasa, masuk ke boiler tubes yang berada di daerah Evaporator. Uap yang terbentuk kemudian naik ke atas secara alami dalam riser tube dan kembali ke dalam Steam Drum. Steam yang dihasilkan diambil dari bagian atas Steam Drum dan dipanaskan lebih lanjut pada alat pelewat saturated steam (superheater). Dari superheater, steam dikondisikan kembali di Desuperheater untuk memenuhi spesifikasi steam tekanan menengah (MS). Pada Steam Drum WHB, air boiler diinjeksi larutan phosfat sejumlah 12 – 17 ppm sebagai proteksi pembentukan scale dalam boiler serta menjaga pH. Steam pada Steam Drum diharapkan memiliki spesifikasi pH 9,6 – 10,2, konduktivitas < 60 µmhos/cm dan silika maksimum 0,02 ppm. Steam Drum dilengkapi dengan continous blow down dan intermittent blow down. Continous blow down dilakukan lebih kurang 1 % dari beban produksi steam untuk menjaga mutu dari air boiler. Intermittent blow down dilakukan lebih kurang 7 % dari
produksi steam jika air boiler melewati batasan mutu yang diijinkan. Hasil dari blow down dialirkan ke Flash Drum untuk menghasilkan low steam dan sisanya dibuang. 4) Package Boiler Proses pada pembangkit listrik ini sama dengan proses di WHB. Pada Package Boiler, panas yang diperlukan dihasilkan dari pembakaran gas alam pada burner yang berada di daerah Evaporator. Udara untuk pembakaran didapat dari udara atmosfir yang dihembuskan ke dalam Package Boiler oleh force draft fan dan gas keluarannya masih mengandung kelebihan O2 sebesar 2 – 3 %. 2.1.6. Gas Turbine Generator Untuk menggerakkan sebagian besar peralatan di pabrik diperlukan tenaga listrik yang harus disediakan menurut kebutuhan dan spesifikasi masing-masing alat. Sistem pembangkit tenaga listrik terdiri dari : 1) Sumber Tenaga Listrik Utama Sumber utama tenaga listrik untuk PUSRI III ini adalah Gas Turbine Generator (GTG) Hitachi. Udara disaring dengan Filter kemudian diumpankan ke kompresor yang menimbulkan pembakaran di combustion chamber. Bahan bakar yang digunakan berupa gas alam. Fluida gas panas yang ada diubah menjadi energi kinetik untuk memutar turbin dengan putaran 5100 rpm. Gas sisa ekspansi turbin dengan suhu 300–510 oC dimanfaatkan di WHB untuk bahan bakar. Turbin memutar Generator. Untuk mendapatkan frekuensi 50Hz putaran dari gas turbin melewati reducer gear untuk menurunkan putaran menjadi 3000 rpm. Generator menghasilkan energi listrik 3 fase dengan frekuensi 50 Hz serta tegangan 13,8 KV dan daya antara 10–15 MW (design 15 MW). GTG ini di-start dengan menggunakan tenaga gas (gas expander). Listrik yang dihasilkan kemudian didistribusikan menjadi 5 tegangan yang berbeda yaitu : a. Distribusi 13,8 KV digunakan di Utilitas PUSRI III. b. Distribusi 2,4 KV digunakan di utilitas, ammonia plant, urea plant, PPU, dan Bagor Plastik. c. Distribusi 440 V digunakan di perbengkelan. d. Distribusi 220/110 V digunakan untuk kebutuhan listrik normal pada kantor-kantor, laboratorium, perumahan, dan dermaga. 2) Sumber Tenaga Listrik Keadaan Darurat / Emergency Generator
Pembangkit listrik darurat direncanakan untuk men-supply tenaga listrik diluar kondisi normal untuk mengamankan plant jika terjadi shutdown. Beban-beban penting yang di-supply seperti pompa minyak pelumasan, susunan roda gigi turbin uap, pompa bahan bakar minyak, panel instrument dan lampu penerangan. Sumber listrik keadaan darurat didapat dari sebuah Diesel Engine Generator yang menghasilkan listrik dengan tegangan 480 V dan daya 630 KVA. Generator ini start secara otomatis dengan sinyal hilangnya tenaga listrik MCC Emergency dari salah satu MCC-510, MCC-513, MCC-514 / MCC-515. 2.1.7. Udara Pabrik dan Udara Instrumen Unit ini digunakan dalam sistem pengoperasian dan pengendalian pabrik. Sumber normal udara pabrik (plant air) dan udara instrument (instrument air) dari udara proses yang dihasilkan kompresor di Ammonia Plant dan dikirim ke Receiver udara pada pabrik utilitas. Tekanan di Receiver dikontrol oleh kompresor udara sebagai back-up udara jika tekanan turun di bawah harga yang ditetapkan. Sebuah Relief Valve membuang udara ke atmosfer bila tekanan udara naik di atas setting tekanan 9,7 kg/cm2G.’
1) Udara Pabrik (Plant Air) Udara pabrik digunakan untuk berbagai keperluan seperti aerasi, pengadukan, flushing, dan lain-lain. Penyediaan plant air dibantu oleh sebuah Kompresor Udara stand-by yang dihubungkan ke plant air header dan ke Receiver udara. 2) Udara Instrument (Instrument Air) Instrument Air adalah udara kering (dew point-nya - 40F) dan digunakan untuk dua macam kegiatan, yaitu sebagai penggerak valve pengendali yang bertipe pneumatic dan pengering peralatan laboratorium. Udara pabrik dari Receiver udara dialirkan ke Instrument Air Dryer di mana kandungan air diturunkan oleh bahan pengering (Alumina Ball/Silica Gel) sehingga memenuhi syarat dew point –40 oF dengan tekanan 7,0 kg/cm2G. 2.1.8 . Condensate Stripper Condensate stripper berfungsi untuk memisahkan air dari ammonia dan CO2. Umpan condensate stripper berasal dari kondensat ammonia masuk ke top condensate stripper. Proses stripping yang terjadi menggunakan low steam. Produk top condensate stripper
berupa gas-gas buangan, sedangkan produk bottomnya berupa air panas yang kemudian didinginkan dengan cooler dimana media pendinginnya berasal dari cooling tower. Keluaran cooler yang berupa air dingin di proses sebagai air ke demin plant, sedangkan air panas dari cooler dikembalikan ke cooling tower untuk didinginkan kembali. Dalam stripper ini terdapat ring-ring yang terbuat dari material stainless.
2.2.
Unit Ammonia Pabrik PUSRI III dioperasikan pada tahun 1976 yang dirancang oleh KELLOG
dengan produksi ammonia cair 1000 Metrik Ton/Day. Produk sampingnya adalah Carbon Dioksida (CO2) sebanyak 1380 Metrik Ton/Day. Pada tahun 1992, pabrik ammonia PUSRI III dioptimalisasi dengan tujuan meningkatkan produksi ammonia dan pemakaian bahan baku yang lebih efisien. Perancangan pabrik ammonia berdasarkan Metode Catalytic Reforming bertekanan tinggi dengan bahan baku natural gas, uap air (steam) dan udara. Dengan selesainya optimalisasi ammonia, maka diharapkan peningkatan produksi ammonia 200 metrik ton/hari dan CO2 sebesar 600 metrik ton/ hari. Bahan Baku Proses Pembuatan Ammonia Bahan baku utama yang digunakan Ammonia Plant adalah sebagai berikut : a)
Gas Alam Gas alam merupakan sumber hidrogen dalam pembuatan amonia, dan bahan bakar di
burner boiler dan primary reformer. Komponen utama gas alam yang dibutuhkan adalah gas metana (CH4). Gas alam ini dibeli dari Pertamina dari sumur-sumur gasnya di Prabumulih. Gas alam dikirim ke PT PUSRI melalui jaringan pipa bawah tanah. Tabel 2.1. Komposisi dan Karakteristik Gas Alam PERTAMINA Specific Gravity
Komponen
Jumlah ( % vol.)
CH4
86.79
0.248
911
CO2
0.2
0.815
-
C2H6
5.79
0.368
1631
C3H8
3.31
0.508
2352
n-C4H10
0.44
0.584
31013709
n-C5H12
0.05
0.631
3698
(relative to air)
Heat Value ( Btu/ft )
i-C5H12
0.08
0.625
4404
C6H14 plus
0.02
0.664
-
Ar
0.02
-
-
N2
1.57
0.808
-
H2
1.28
-
-
H2S
3.2 ppm
0.790
-
Gas alam mempunyai sifat fisik dan kimia sebagai berikut : 1)
gas yang mudah sekali terbakar
2)
tidak berwarna
3)
warna nyala api biru
4)
baunya mudah dikenali
b)
Air Air merupakan bahan baku pembuatan steam dan air pendingin di lingkungan proses
pabrik ini. Air juga dibutuhkan pula untuk keperluan domestik dan pemadam kebakaran. Sumber air baku diperoleh dari Sungai Musi. Sifat-sifat fisik air diantaranya adalah : 1)
temperatur kritis (Tc): 374.15 oC
2)
tekanan kritis (Pc)
3)
densitas kritis
4)
titik didih (pada 1 atm)
: 218.4 atm : 323 kg/cm2 : 10 oC
Tabel 2.2. Komposisi dan Karakteristik Air Sungai Musi Komponen yang Dianalisa
Satuan
Jumlah
Alkalinitas dalam CaCO3
ppm
24
Klorida dalam Cl-
ppm
5.9
2-
ppm
7.1
Natrium dalam Na+
ppm
8.0
Kalium dalam K+
ppm
1.7
Calsium Hardness dalam CaCO3
ppm
13.8
Magnesium Hardness dalam CaCO2
ppm
7.7
Nitrat dalam NO3
ppm
2.3
Nitrit dalam NO2
ppm
0.13
Sulfat dalam SO4
Bahan Organik dalam KMnO4
ppm
17.4
Besi dalam Fe
ppm
1.2
Komponen yang Dianalisa
Satuan
Jumlah
Silika dalam SiO2
ppm
22.1
Dissolved Oxygen dalam O2
ppm
6.3
Suspended Solids
ppm
42.5
Total Dissolved Solids
ppm
60.2
Temperatur
o
C
25
PH
-
7.1
Konduktivitas
μmhos
61.5
Turbiditas dalam SiO2
ppm
44.0
c) Udara Udara merupakan sumber oksigen dalam pembakaran, sumber nitrogen dalam pembuatan amonia, penggerak peralatan yang bekerja secara pneumatik, fluida untuk flushing, fluida untuk pengadukan, dan bahan untuk melakukan aerasi. Udara yang diambil dari atmosfer memilki komposisi 78 %-vol. nitrogen, 21 %-vol. oksigen dan 1 %-vol. argon dan komponen lainnya. Udara ini juga mengandung uap air yang dipisahkan dalam molecular sieve dryer yang berisi silica gel atau activated alumina. Proses pembuatan ammonia dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu : 2.2.1. Feed Treating Unit Gas alam yang diterima dari Pertamina dengan kondisi temperatur sekitar 210C dan tekanan 28 kg/cm2 yang mula-mula dibagi dua, sekitar 60 % untuk proses dan sisanya untuk fuel gas. Gas alam Pertamina masih mengandung unsur-unsur yang harus dihilangkan seperti partikel padat, sulfur organik dan anorganik, heavy hidrokarbon dan CO2. Semua unsur ini dipisahkan di area Feed Treating sehingga gas alam bersih dan siap untuk masuk pada tahap proses berikutnya. Proses pemisahannya adalah sebagai berikut : 1) Pemisahan Partikel Padat / Filtrasi Pemisahan partikel padat dilakukan secara fisik, yaitu dengan penyaringan (mechanical filter), dimana dalam filter separator (202–L) ini dipasangkan alat penunjuk pressure drop, sehingga tingkat kotoran bisa dengan mudah diamati. Dengan demikian dapat diketahui kapan filter harus dibersihkan.
2) Pemisahan Sulfur Anorganik Gas alam dari Pertamina masih mengandung sulfur sekitar 7 ppm. Sulfur anorganik dalam senyawa H2S dihilangkan dengan cara mereaksikannya senyawa ZnO. Kandungan sulfur anorganik dipisahkan dari gas alam karena meracuni larutan benfield dalam sistem penyerapan CO2, bersifat korosif, dan dapat meracuni katalis pada Ammonia Converter. Reaksi yang terjadi adalah : H2S + ZnO
H2O + ZnS
3) Dehidrasi Didalam sistem ini gas alam diolah untuk menghilangkan kandungan airnya. Gas alam masuk dari bottom absorber dan tri ethylen glycol masuk dari top absorber, berkontak secara counter current. Uap air akan diserap dan ikut ke dalam glycol. Glycol yang telah digunakan diregenerasi dengan jalan dipanaskan pada temperatur 204oC dalam tekanan atmosfer untuk menguapkan airnya. 4) Pemisahan Heavy Hydrocarbon Heavy Hydrocarbon (HHC) adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai berat molekul tinggi, yaitu C2H6, C3H8, C4H10, C5H12 dan C6+. Pemisahan HHC ini menggunakan prinsip perbedaan sifat fisis yaitu dengan pendinginan sampai temperatur –18 0C. Pendinginan ini terjadi di Chiller (203–C) dengan medium pendingin ammonia yang selanjutnya masuk ke fuel separator (206–F) di mana cairan HHC merupakan hasil kondensasi (206–F) yang selanjutnya dipanaskan kembali dan ditampung di fuel gas KO Drum (207–F) yang akan digunakan sebagai bahan bakar tambahan dalam Primary Reformer. Sedangkan cairan di (207–F) dibakar di burning pit (bila tidak digunakan). 5) Pemisahan CO2 Feed gas yang bebas air dan HHC dipanaskan dan masuk ke bawah CO2 Absorber (201– E). Feed gas yang masuk absorber kontak secara counter current dengan larutan Benfield sebagai absorbansi (Potassium Carbonate) yang mengalir ke atas, sehingga terjadi penyerapan CO2 yang ada di feed gas. Larutan Benfield merupakan campuran larutan yang mengandung zat-zat sebagai berikut : 1) Larutan Potassium Karbonat (K2CO3) sebanyak (25-30) % sebagai absorben. 2) DEA (Diethanol Amine) sebanyak (1,5–2,5) % untuk mempercepat penyerapan. 3) V2O5 (Vanadium Pentoxide) sebanyak (0,5–0,8) % untuk mencegah korosi. 4) Anti Foam Agent (UCON) untuk mencegah terjadinya pembusaan (foaming).
Reaksi yang terjadi pada absorber : CO2 + H2O H2CO3 H2CO3 + K2CO3 2KHCO3 Pada absorber mempunyai kondisi operasi tekanan tinggi dan suhu rendah, kondisi ini berlaku terbalik untuk Stripper. Larutan Benfield yang mengandung CO2 keluar dari dasar absorber dan masuk ke bagian atas Regenerator atau Stripper (202–E) untuk diuraikan menjadi larutan Benfield, air dan CO2. CO2 yang keluar dari stripper dapat dibuang langsung atau didinginkan di (208–C) dan ditampung di (209–F) sebagai make up CO2 produk yang digunakan di Urea Plant bila diperlukan. Reaksi yang terjadi di Stripper : 2KHCO3 K2CO3 + H2O + CO 6) Pemisahan Sulfur Organik Sulfur organik dalam bentuk senyawa Merkaptan (RSH) tidak dapat langsung dipisahkan, namun harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa H2S dengan bantuan H2. Reaksi yang terjadi di Cobalt Moly Hidrotreator (101–D) : RSH + H2 H2S + HR (Katalis CoMo) H2S diubah menjadi ZnS di Zine Oxide Guard Chamber (108–D), reaksi yang terjadi : H2S + ZnO ZnS + H2O
(Katalis ZnO)
Reaksi di atas berlangsung pada temperatur 350 – 380 0C. Senyawa sulfur ketika keluar dari Desulfurizer < 1,5 ppm. 2.2.2. Reforming Unit Gas proses yang telah diolah di Feed Treating Unit dengan komponen utama CH4 (hampir 90 %), selanjutnya akan diproses di Reforming Unit yang terdiri dari unit-unit : 1) Saturator Saturator berfungsi untuk menjenuhkan gas proses dengan Process Water. Design asli pabrik tidak mempunyai saturator, namun pada Ammonia Optimation Project (AOP), alat ini ditambahkan untuk mengurangi konsumsi steam di Primary Reformer. Gas proses setelah melalui Saturator diharapkan jenuh dengan uap air yang telah dicampur dengan medium steam yang bertekanan 42 kg/cm2. 2) Primary Reformer
Gas proses yang jenuh dengan air dimasukkan ke dalam Primary Reformer (101–B) yang terdiri atas tube-tube yang berisi katalis Nikel Oksida. Di dalam Primary Reformer terdapat 9 row yang setiap row terdiri dari 42 tube dan dilengkapi dengan 200 arch burner. Steam boleh masuk ke Primary Reformer dengan kondisi temperatur 3000C dan tekanan 42 kg/cm2. Primary reformer bertujuan untuk membentuk H2 dari CH4 pada temperatur sekitar (790800) 0C. Di dalam Primary Reformer dibutuhkan fuel yang berasal dari Natural Gas dan HHC. Panas Primary Reformer dimanfaatkan untuk memanaskan coil-coil udara dan steam. Sedangkan panas sisa dikeluarkan oleh ID fan dengan temperatur sekitar 2000C. Reaksi yang terjadi di Primary Reformer adalah sebagai berikut : CH4 + H2O CO + 3 H2
(reaksi endotermis)
CO + H2O CO2 + H2
(reaksi eksotermis)
Proses di Primary Reformer secara keseluruhan bersifat endotermis dengan tekanan 37 Kg/cm2. 3) Secondary Reformer Untuk menyempurnakan reaksi Reforming (pemecahan CH4 menjadi CO, CO2 dan H2). Gas proses yang telah bercampur dengan steam pada suhu kira-kira 800º C, melewati diffuser ring, masuk ke combustion zone. Udara yang telah dipanaskan dipertemukan dengan campuran gas dan steam proses melalui nozzel yang terletak dibawah diffuser ring. Hal ini akan memberikan pencampuran yang baik, sehingga terjadi pembakaran secara cepat ke seluruh permukaan katalis nikel. Reaksi Secondary Reformer berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi (900–1100) 0
C. Udara untuk Secondary Reformer dikompressi oleh kompressor udara (101–J). Maksud
penambahan udara adalah untuk memperoleh nitrogen bebas sebagai bahan baku pembuatan ammonia. Udara mengandung sekitar 20 % O2, 79 % N2, 1 % Ar. Reaksi yang terjadi adalah : 2 H2 + O2
2 H2O
(reaksi eksotermis)
2 CO + O2
2 CO2
(reaksi eksotermis)
2 CH4 + 3 O2 2 CO + 4 H2O
(reaksi eksotermis)
Panas yang dihasilkan di alat ini dimanfaatkan untuk menghasilkan steam di 101 CA / CB dan 102–C, yang merupakan pemasok steam terbesar untuk Ammonia Plant sekitar 85 % kebutuhaan steam. Secara keseluruhan reaksi bersifat eksotermis. 2.2.3. Purifikasi
Gas sintesa yang dihasilkan mengandung CO dan CO2 yang tidak baik untuk Ammonia Converter. Oleh karena itu pada tahap purifikasi CO dan CO2 dihilangkan. Tahapan purifikasi tersebut adalah sebagai berikut : 1) High Temperature Shift Converter (HTSC) Pada Shift Converter (104–D) akan terjadi konversi CO menjadi CO2, agar CO2 dapat diserap oleh larutan Benfield, selain itu untuk meringankan beban di Methanator agar katalis tidak mengalami overheating. Pada HTSC mengubah CO menjadi CO2 dengan katalis Besi Alumina dengan kecepatan reaksi tinggi pada temperatur tinggi (350–420) 0C. Reaksi yang terjadi adalah : CO + H2O H2 + CO2 2) Low Temperature Shift Converter (LTSC) Unit ini mengubah CO menjadi CO2 yang belum terkonversi di HTSC dengan bantuan katalis Tembaga Alumina. Reaksi yang terjadi adalah : CO + H2O CO2 + H2 Reaksi ini bersifat eksotermis sehingga pada suhu rendah (180–260) 0C, konversinya bisa tinggi. 3) Pemisahan CO2 Pemisahan CO2 pada unit ini secara prinsip sama dengan pemisahan CO2 di Feed Treating. Perbedaan yang ada terletak pada adanya Flash Tank yang dihubungkan dengan Stripper, sehingga pada unit ini tekanan di Stripper bisa lebih rendah, akibatnya pemisahan CO2 di Stripper lebih sempurna. CO2 dari Stripper merupakan pemasok utama CO2 untuk Urea Plant. Keluaran LTSC didinginkan ke 1153–C, 1105–C, 1113–C dan 1155–C sehingga temperatur sekitar 1060C dan masuk ke Raw Gas Separator 102–F. Gas yang keluar dari 102–F masuk ke 1101–E (CO2 Absorber). Kondensat dari 102–F dialirkan ke make up proses kondensat 301–E dan ke 4201–E Offsite. Proses CO2 Absorber (1101–E) dan CO2 stripper sama dengan proses absorber dan stripper pada reaksi feed treating. Keluaran top 1102–E yang berupa gas CO2 didinginkan di 1110–C dan masuk ke CO2 Stripper Reflux Drum (1103–F). Produk top 1103–F dengan temperatur sekitar 470C dikirim sebagai CO2 produk ke Urea Plant dan CO2 Dry Ice Plant.
Keluar dari Absorber 1101–E masuk ke 1113–F CO2 Absorber Knock Out Drum lalu masuk ke 136–C sebagai media pendingin selanjutnya ke 104–C yang menuju
ke
Methanator (106–D).
2.2.4. Methanator Kedua tahapan proses di atas masih menyisakan CO dan CO2 dalam jumlah kecil < 10 ppm. Untuk itu CO dan CO2 diubah menjadi CH4. Reaksi terjadi pada temperatur 285–325 0C dengan katalis Nikel Alumina. Reaksi yang terjadi adalah : CO + 3 H2 CH4 + H2O CO2 + 4 H2 CH4 + 2 H2O Keluar dari Methanator, aliran gas didinginkan dalam cooler 114–C dan 115–C untuk mengembunkan uap air yang terbawa, kemudian masuk ke Syn Gas Suction Drum (104–F). 2.2.5. Sintesa Ammonia Gas sintesa yang keluar dari Metanator dicampur dengan gas recycle, diharapkan mempunyai rasio komposisi H2 dan N2 sebagai inlet ammonia converter sebesar 3 : 1. Dalam ammonia Converter (105–D) terdapat katalis Promoted Iron dengan 4 buah bed katalis yang terpisah di dalam reaktor. Bed paling atas adalah bed yang paling kecil volumenya dari keempat bed, makin ke bawah volume bed katalis makin besar. Maksudnya untuk membatasi panas reaksi yang eksotermis fasa bed yang atas (dimana reaksi paling cepat), sehingga Converter dapat dijaga pada temperatur yang diinginkan. Kondisi operasi ammonia Converter sekitar 400–480 0C dan tekanan 130–150 kg/cm2. Konsentrasi ammonia keluar Converter sekitar 15%. Quench dan make up feed berfungsi untuk mengontrol temperatur sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Reaksi yang terjadi adalah : 3 H2 + N2 2 NH3
(reaksi eksotermis)
Keluaran 104 – F dibagi dua, sebagian dikompress oleh sintesis gas dan recycle kompressor (103–J). Temperatur naik 350C menjadi 1750C dan tekanan dari 23,7 kg/cm2 menjadi 64,5 kg/cm2. Discharge Compressor 103–J didinginkan sebanyak 3 tingkat : 1)
Melalui 136–C dari temperatur 1750C menjadi 1500C dengan media pendingin dari produk 1113–F.
2)
Melalui 116–C dari temperatur 1500C menjadi 360C dengan media pendingin cooling water.
3)
Melalui 129–C dari temperatur 360C menjadi 80C dengan media pendingin ammonia. Setelah keluar dari 129–C masuk ke 105–F (Syn Gas Com 2nd stage Separator) dan
bertemu dengan sebagian dari output 104–F. Dan dikompres di Header–Compressor (103–J) dengan perubahan kondisi temperatur 80C menjadi 70,60C dan tekanan dari 61,7 menjadi 141 kg/cm2. Dilanjutkan masuk ke 124–CA/CB dengan media pendingin cooling water sehingga temperatur menjadi 36,50C. Selanjutnya masuk ke 117–C, 118–C dan 119–C untuk didinginkan sehingga temperatur masuk Ammonia Separator sekitar –250C. Ammonia dari 106–F selanjutnya akan bertemu dengan produk bottom 108–F untuk selanjutnya menuju ke Secondary Ammonia Separator (107–F). Produk 106–F yang masih berupa Syn Gas dipanasi di 120–C dan 121–C sehingga temperatur menjadi 1500C, inlet ke Ammonia Converter (105–D) melalui bottom. Produk 105–D keluar melalui topnya masuk ke 123–C untuk didinginkan sehingga temperatur berubah dari 3440C menjadi 1790C dan masuk ke 121–C sebagai media pemanas. Keluaran dari 121–C masuk lagi di Recycle 103–J. Dan melalui proses sintesis loop seperti sebelumnya. 2.2.6. Pemurnian Produk Amonia harus terus-menerus dipisahkan dari recycle gas yang menuju converter amonia karena keberadaannya yang cepat menumpuk dalam reaktor sintesis akan mempengaruhi kesetimbangan reaksi. Hal ini dilakukan dengan jalan mendinginkan aliran recycle gas sintesis melalui beberapa pendingin atau chiller-chiller untuk mengembunkan produksi amonia yang dihasilkan. Pemurnian produk amonia dilakukan memanfaatkan sistem refrigrerasi mempunyai dua macam kegunaan, yaitu : a) Menguapkan cairan amonia secara terus-menerus pada batas tekanan rendah untuk melepaskan gas-gas yang terlarut dan kemudian dikirim ke sistem bahan bakar gas. b) Proses pendinginan akan mengambil panas dari gas sintesa dalam loop gas sintesa untuk mendinginkan sebagian gas recycle guna mendapatkan pemisahan dan pengambilan hasil amonia yang memuaskan dari loop sintesis. Secondary ammonia separator 106–F, menerima cairan amonia dari Primary Ammonia Separator dimana hasil amonia telah dipisahkan dari gas sintesa dengan tambahan sedikit aliran dari purge gas separator, tekanan pada Secondary Ammonia Separator diatur
pada 14,2 kg/cm2 dan membuang kelebihan tekanan ke sistem purge gas tekanan rendah. Aliran cairan dari Secondary Ammonia Separator diturunkan tekanannya (let down) menuju dua tempat dalam sistem refrigerasi. Satu aliran dikirim ke refrigerant flash drum tingkat 2 (111–F), refrigerant flash drum tingkat 3 (112–F), dan aliran kedua ke refrigerant flash drum tingkat 3 (112–F). Refrigerant flash drum tingkat 3 (112–F) ini memberikan pelayanan pada proses dengan tiga cara, yaitu : a) Dengan penguapan yang kuat dan semua gas inert akan terpisah dari amonia. b) Sebagai heat drum pada sirkulasi pendinginan karena mengambil panas dari loop gas sintesa melalui chiller. c) Menerima uap amonia dari chiller. Amonia yang telah menguap dalam sistem dihisap dan dimampatkan oleh kompresor amonia dan kemudian dihimpun di dalam refrigerant receiver dan tekanan dijaga kira-kira 10 % di atas tekanan uap amonia pada temperatur operasi. Amonia panas dari drum refrigerant receiver dipompakan dan bergabung dengan arus dingin dari refrigerant flash drum tingkat 3 yang dipompakan pada battery limits sehingga akan diperoleh temperatur amonia yang diinginkan, yaitu 30oC. Produk amonia panas ini akan dikirim ke pabrik diuapkan dengan penurunan tekanan secara bertahap, yaitu pada refrigerant flash drum tingkat pertama yang temperaturnya 14,6oC. Amonia yang tidak dikirim ke battery limits diuapkan kembali di Refrigerant Flash Drum Tingkat Pertama. Temperatur dari refrigerant flash drum tingkat pertama tidak berubah-ubah bertahan pada tekanan menengah dari case kedua kompresor amonia, tekanannya kira-kira 6,25 kg/cm2. Drum ini berfungsi sebagai head drum dan memberikan supply amonia pada chiller. Tekanan dari refrigerant flash drum tingkat kedua tidak berubah-ubah bertahan pada tekanan masuk dari case kedua kompresor amonia, tekanannya kira-kira 2,2 kg/cm2 dengan temperatur –7,8oC. Cairan amonia yang menguap dari flash drum tingkat pertama masuk ke refrigerant flash drum tingkat kedua dan disirkulasikan dengan pengaruh termosyphon melalui chiller tingkat dua. Hasil cairan dari refrigerant flash drum tingkat kedua diuapkan purge gas chiller dalam loop sintesa dalam chiller gas alam untuk memberikan pendinginan. Compressor Refrigerant beroperasi pada sistem pemurnian dengan dua cara : a) Untuk menjaga tekanan-tekanan yang dikehendaki dalam flash drum tingkat satu, dua dan tiga. b) Untuk menaikkan tekanan semua uap amonia sehingga amonia dapat diembunkan sampai temperatur sedikit di bawah titik embunnya dengan air pendingin dalam ammonia converter.
Penampungan Produksi Ammonia Penampung produk refrigerasi (refrigerant receiver) 109–F menampung semua hasil produksi amonia. Produk amonia terbagi atas dua jenis : a) Produk Amonia Panas (30oC) Produk ini diambil langsung dari penampung amonia 109–F dan dipompa oleh pompa amonia 125–J sebagai bahan baku pabrik urea. Suhunya dijaga dengan mengatur penginjeksian amonia dingin dari 112–F melalui pompa 118–F. Kelebihan amonia yang tidak terpompakan oleh 125–J, selanjutnya dikirim ke 110–F. b) Produk Amonia Dingin (–30oC) Untuk memproduksi jenis amonia ini, seluruh amonia dari penampung 109–F dikirim ke 110–F. Dari sini, amonia tersebut dikirim 111–F dan 112–F. Produk amonia dingin dari 112– F inilah yang nantinya dipompa oleh 124–J menuju ke amonia storage.
PGRU (Purge Gas Recovery Unit) Dengan berkembangnya isu lingkungan hidup, PT. PUSRI dituntut untuk memperhatikan aspek lingkungan dan polusi yang ditimbulkan akibat proses produksi, salah satunya adalah polusi udara. Oleh karena itulah dibangun unit-unit pengolahan limbah, salah satunya adalah PGRU (Purge Gas Recovery Unit). PGRU adalah unit tambahan dalam Ammonia Plant yang berfungsi untuk mengolah gas buangan yang berasal dari Ammonia Plant untuk dimanfaatkan kembali. Gas buang itu sendiri mengandung ammonia dan H2. PGRU pertama kali dibangun pada tahun 1985 di Ammonia Plant Pusri IV dengan kapasitas 180 Nm3/hr dengan sistem coldbox. Karena kapasitasnya kecil, maka pada tahun 2001 dibangun lagi PGRU Pusri III dengan teknologi PRISM untuk pemisahan H2 berkapasitas olahan total 2700 Nm3/hr. Dengan kapasitas itu cukup untuk mengolah gas buang dari Pusri II, Pusri III dan Pusri IV. Kelebihan teknologi pada PGRU Pusri III dibanding dengan PGRU Pusri IV adalah selain memiliki kapasitas olahan yang lebih besar, unit juga mampu mengolah gas buang bertekanan tinggi maupun yang bertekanan rendah. Selain itu pada teknologi Joule Thomson Effect Pusri IV sangat rentan terhadap perubahan temperatur operasi karena prinsip kerjanya yang memisahkan ammonia dan gas buang dengan cara mencairkannya. Hal ini tentu saja akan sangat tergantung pada keadaan temperatur operasinya. Bila temperatur lingkungan meningkat maka suhu operasi yang rendah akan sulit tercapai akibaatnya operasi berjalan tidak sempurna.
Prinsip kerja pemisahan PGRU Pusri III, didasarkan pada perbedaan tekanan parsial gas-gas dalam campuran. PGRU Pusri III didesain untuk merecovery 90 % H2 dengan kemurnian produk HP H2 sebesar 93 %, LP H2 sebesar 91 % dan ammonia cair 99 % dengan kemurnian 99,5 % berat. PGRU Pusri III memiliki 4 seksi : 1) Seksi High Pressure Scrubber Purge gas sebagai feed diolah dengan cara mengontakkannya dengan air masuk ke bottom High Pressure Scrubber (C–211). Ammonia cair yang dihasilkan dimurnikan pada suatu sistem destilasi untuk mendapatkan ammonia 99% dengan kemurnian 99,5% berat. Sedangkan bagian top High Pressure Scrubber berupa gas dengan temperatur 180C dijenuhkan dengan air. Untuk menghilangkan gas dari kejenuhan dan untuk memberikan keadaan pemisah-pemisah yang optimum, maka temperatur gas buang dinaikkan sampai 35 0
C oleh pemanas umpan E–216. Pemanasnya berupa air sirkulasi yang panas dari sistem
destilasi. 2) Seksi H2 Recovery Gas yang dihasilkan dibagian top High Pressure Scrubber dan telah dipanaskan akan melewati enam pemisah PRISM (M–203–01 s/d M–203–06) pada tekanan tinggi dan 12 pemisah PRISM (M–204–01 s/d M–204–12) pada tekanan rendah. Gas yang kaya H2 masuk melalui pori-pori melalui serat berpori dan keluar melalui saluran-saluran gas masuk dalam dasar tiap pemisah PRISM. Tekanan H2 produk pada PRISM bertekanan tinggi adalah 75 kg/cm2G sedangkan tekanan produk pada PRISM bertekanan rendah adalah 35 kg/cm2G. Sedangkan gas yang meninggalkan sisi dinding dari pemisah-pemisah PRISM merupakan aliran tidak jenuh yang mengalami penurunan jumlah hidrogen dan meninggalkan PGRU menuju sistem gas bahan bakar pabrik. 3) Seksi Low Pressure Scrubber Gas buang yang bertekanan rendah digabungkan dengan aliran sirkulasi ulang yang kecil dan tidak pekat dari sistem destilasi dan memasuki dasar Low Pressure Scrubber (C–231). Air dikontakkan ke bagian atas Low Pressure Scrubber dari aliran air sirkulasi sistem destilasi yang beroperasi pada tekanan yang lebih tinggi. Aliran gas atas mengandung sekitar 0,5 % ammonia. Aliran tersebut digabungkan dengan aliran tidak jenuh dari PRISM dan menuju sistem gas bahan bakar pabrik. Aliran ammonia cair dari Low Pressure Scrubber dinaikkan tekanannya dengan pompa Low Pressure Scrubber (P–232 A/B). Salah satu pompa ini beroperasi dan satunya stand by. 4) Seksi NH3 Destilasi
Aliran ammonia cair dari High Pressure Scrubber (C–211) maupun Low Pressure Scrubber (C–231) digabungkan dan mengalir menuju sistem destilasi ammonia. Pertama, cairan tersebut ditukar dengan aliran dasar sistem destilasi ammonia untuk memperoleh panas dalam Stripper Interchanger (E–222). Kemudian dimasukkan ke bagian tengah kolom destilasi Ammonia Stripper (C–221). Aliran yang bertekanan sedang mengalir ke bawah menuju Reboiler (E–224). Lalu aliran dasar kolom destilasi digunakan untuk memanaskan kembali membrane feed dalam Feed Heater (E–216) dan kemudian memanaskan kembali feed kolom destilasi dalam (E–222). Kemudian aliran dasar kolom destilasi didinginkan lebih lanjut melalui pertukaran dengan air pendingin dalam Condensate Cooler (E–234) sebelum dikembalikan ke Low Pressure Scrubber dan Tank Condensate (D–216). Sedangkan untuk make up adalah Demineralized Water. Ammonia yang berada dibagian atas dikondensasikan pada Condenser (E–223) melalui pertukaran dengan air pendingin. Produk ammonia dikembalikan pada tekanan sebesar 27 kg/cm2g. Dengan cara ini, kemudian produk ammonia sebesar 99,5 % berat dapat dipertahankan. Sejumlah gas yang terlarut yang berada dalam aliran feed ammonia cair keluar melalui atas Condenser dan dikembalikan ke tempat masuk di Low Pressure Scrubber untuk recovery Ammonia.
2.3.
Unit Urea Pupuk urea merupakan salah satu pupuk yang dipergunakan untuk meningkatkan hasil
pertanian, perkebunan dan sebagai bahan dasar industri. Pembuatan urea, yang menjadi dasar proses secara komersial yang pertama, dikembangkan oleh Bassarow pada tahun 1870 dengan cara dehidrasi ammonium carbamate. Cara ini baru dapat dibuat secara komersial tahun 1920, ketika I.G. Farben membuat pabrik di Jerman berdasarkan proses tersebut. Pabrik Urea Pusri III didirikan pada tahun 1976 menggunakan proses Total Recycle C Improve dari Toyo Engineering Corporation (TEC) Jepang, dengan karakteristik mudah dioperasikan, biaya rendah dan kualitas produksi tinggi. Bahan baku yang digunakan dalam proses ini adalah gas carbon dioksida (CO2) dan ammonia cair (NH3), sedangkan urea yang dihasilkan berbentuk prill. Kapasitas produksi urea Pusri III adalah 1725 metrik Ton/Day. Rumus kimia urea adalah : NH2CONH2
Proses Pembuatan Urea Sistem proses unit urea terdiri dari 4 seksi, yaitu :
2.3.1. Seksi Sintesis Urea Reaksi kimia yang terjadi di dalam reaktor urea DC–101 ada dua tahap, yaitu: Pembentukan karbamat : 2NH3 + CO2
NH2COONH4
H = -37,64 kcal/mol
Dehidrasi : NH2COONH4 NH2CONH2 + H2O (karbamat)
(urea)
H = +6,32 kcal/mol
(air)
Reaksi pertama adalah reaksi pembentukan ammonium karbamat. Reaksi ini berlangsung pada kecepatan tinggi pada rentang suhu 1920C. Konversi reaksi, selain dengan suhu, bergantung pula pada tekanan, yaitu 200 kg/cm2. Tekanan operasi pada suhu ini lebih besar daripada tekanan dekomposisi dikarenakan untuk memberikan konversi yang tinggi. Reaksi ini sangat eksotermis, oleh karena itu perpindahan panas perlu dilakukan terusmenerus agar suhunya tidak melebihi suhu dekomposisinya. Suhu juga tidak boleh dibawah titik leleh ammonium karbamat yang dapat membentuk lapisan di dinding reaktor. Reaksi kedua adalah reaksi pembentukkan urea. Reaksi ini merupakan reaksi endotermik. Kelebihan panas dari reaksi pembentukan karbamat dapat dimanfaatkan untuk menaikkan suhu reaksi dehidrasi untuk mempertinggi konversi. Akibat samping dari hal ini adalah pembentukan biuret yang tidak dikehendaki karena mengurangi produk urea dan menjadi racun tanaman. Kelebihan ammonia akan memperbesar konversi reaksi dehidrasi. Agar tercapai tekanan tinggi yang dikehendaki oleh operasi, umpan gas CO2 dari pabrik ammonia ditekan menggunakan kompressor CO2 booster compressor, GB–102 dan CO2 compressor GB–101 A dan B. Udara anti korosi diinjeksikan pada pipa CO2. Kandungan air dalam umpan CO2 dipisahkan sebelum memasuki bagian hisap kompressor GB–102. Pemisahan air dilakukan untuk memperkecil kandungan air dalam campuran reaksi sehingga diperoleh konversi dehidrasi ammonium karbamat yang lebih tinggi. Kompressor GB–102 menaikkan tekanan gas menjadi 25 kg/cm2. Kompressi dilanjutkan oleh kompressor GB–101 A dan B hingga tekanan menjadi 200 kg/cm2. Ammonia cair dari pabrik ammonia sebelum masuk ke reaktor dialirkan dahulu ke penampung ammonia FA–401 sebagai ammonia make–up. Pada penampung ammonia makeup, ammonia make-up ini dicampur dengan ammonia recovery yang berasal dari kondensat EZ–404–A–D. Campuran gas inert dengan ammonia cair dipompakan dengan ammonia booster up pump GA–404 hingga mencapai tekanan hisap pompa umpan ammonia GA–101, yaitu dengan tekanan 25 kg/cm2. Besarnya aliran ditentukan oleh besarnya umpan gas CO2
sehingga diperoleh perbandingan molar yang tepat. Kelebihan ammonia dialirkan dari aliran keluar pompa umpan ammonia GA–101 untuk dikembalikan lagi ke penampung ammonia FA–401. Sebelum masuk reaktor, ammonia dipanaskan dahulu dalam pemanas ammonia preheater EA–101 dan EA–102 yang disusun seri. Pemanas EA–101 menggunakan air panas sebagai media pemanas. Sedangkan pemanas EA–102 menggunakan steam kondensat. Pemanasan ini berguna untuk menjaga suhu top reaktor 1920C. Larutan karbamat recycle dipompa dari HPAC dengan bantuan pompa recycle solution booster up pump GA–401, yang sebelumnya dilewatkan melalui pompa GA-102 untuk menaikkan tekanan menjadi 200 kg/cm2 menuju ke bagian buttom reaktor, yang mempunyai 14 distributor Trays dengan maksud untuk menjaga kondisi operasi yang terjadi di Reaktor. Pengontrolan terhadap faktor suhu sangat penting. Suhu rendah menyebabkan rendahnya konversi larutan karbamat menjadi urea dan bertambahnya larutan recycle karbamat. Bertambahnya larutan karbamat ini akan membutuhkan lebih banyak dekomposisi dan penyerapan pada seksi recovery yang mengakibatkan turunnya konversi. Sebaliknya, bila suhu puncak reaktor melebihi 1920C, proses korosi pada dinding di dalam reaktor akan naik dengan cepat. Hasil reaksi yang keluar dari reaktor urea terdiri dari urea, air, ammonium karbamat dan kelebihan ammonia. Pada kondisi reaktor beroperasi normal, semua zat tersebut dalam fase cair. Zat-zat tersebut di flash untuk memasuki tahap purifikasi. 2.3.2. Seksi Purifikasi Seksi purifikasi bertujuan untuk memisahkan urea dari hasil reaksi lain (biuret, ammonium karbamat yang terkonversi dan ammonium berlebih). Proses ini dilakukan dalam empat tahap dekomposisi yaitu : a) High Pressure Decomposer, dengan tekanan 17 kg/cm2 dan temperatur 1650C. b) Low Pressure Decomposer, dengan tekanan 2,5 kg/cm2 dan temperatur 1170C. c) Gas Separator, dengan tekanan 0,3 atm dan temperatur 1060C. d) Oxidizing Column, dengan tekanan atmosfer dan temperatur 920C. Semua kelebihan ammonia dan ammonium karbamat dipisahkan dari larutan urea sebagai gas-gas dengan cara dekomposisi thermal (penguraian dan pemanasan) dan diikuti dengan proses pelucutan (stripping). Proses ini dilakukan dalam dekomposer tekanan tinggi (High Pressure Decomposer / HPD) DA–201, dekomposer tekanan rendah (Low Pressure
Decomposer / LPD) DA–202, dan gas separator (DA–203). Panas sensibel dari zat cair digunakan untuk menguapkan hampir semua kelebihan ammonium karbamat menjadi NH3 dan CO2. Pemanfaatan panas sensibel ini dapat mengurangi konsumsi steam sebagai media pemanas dan memungkinkan kandungan air tetap kecil dalam resirkulasi ammonium karbamat. Produk gas yang terbentuk dari hasil dekomposisi ini selanjutnya dikirim ke seksi recovery. Umpan berupa produk reaksi dari reaktor masuk ke bagian top HPD melalui pipa yang memiliki lubang-lubang kecil pada sisi sebelah bawah sehingga memungkinkan umpan yang bertekanan akan memancar menyebabkan gas terpisah dari cairan. Cairan akan terus mengalir ke bawah melalui empat buah sieve tray. Larutan ammonium karbamat terdekomposisi dan ammonia berlebih teruapkan karena kontak dengan gas panas dari reboiler dan falling film heater. Gas-gas yang dipisahkan dari HPD selanjutnya dialirkan ke absorber tekanan tinggi (High Pressure Absorber / HPA) DA–401 pada seksi recovery melalui HPAC EA–401 dengan tekanan dijaga tetap 16,5 kg/cm2 dan temperatur 1000C. Larutan dari bagian buttom HPD mengalir ke top LPD DA–202 setelah diturunkan suhunya di dalam penukar panas (heat exchanger) EA–203. Larutan ini akan mengalami flashing, gas dan cairan akan terpisah dengan cara yang sama seperti pada HPD. Untuk mengoptimumkan pemisahan tersebut, gas CO2 diinjeksikan melalui distributor dibagian bawah packed bed sebagai gas pelucut oleh kompressor GB–102. Tekanan operasi di LPD dijaga sebesar 2,5 kg/cm2. Adapun fungsi dari CO2 ini adalah untuk menstripping sisa – sisa gas Ammoniak & sedikit Ammonium Karbamat yang terkandung dalam larutan Urea . Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan gas CO2 sebagai stripping adalah : 1. Meningkatkan jumlah karbamat di LPA. 2. Meminimalkan kemungkinan hilangnya gas NH3 di LPA ke OGA system sebab diikat oleh CO2. 3. Mengurangi pemakaian steam untuk menguraikan Karbamat di LPD. Gas-gas terpisah dari LPD dialirkan masuk ke absorber tekanan rendah (Low Pressure Absorber / LPA) EA–402 pada seksi recovery, sedangkan larutannya dialirkan masuk ke bagian top gas separator (GS) DA–203. Hampir semua ammonia berlebih dan ammonium karbamat telah dipisahkan dari larutan yang masuk ke gas separator ini. Gas separator ini dioperasikan pada tekanan 0,3 kg/cm2 dan suhu 1070C. Larutan mengalir ke bagian buttom separator yang melalui packed column dan mengalami kontak dengan udara yang dihembuskan melalui distributor di bagian bawah kolom. Udara yang mengandung sedikit
sekali ammonia dan air dihembuskan oleh off gas circulation blower GB–401 untuk menghilangkan sisa-sisa ammonia dan gas CO2, sekaligus mengoksidasi logam-logam yang mungkin berada dalam larutan. Kekurangan udara dapat menyebabkan oksidasi senyawa besi menjadi tidak sempuna sehingga produk menjadi tidak jernih. Namun udara berlebih dapat menurunkan suhu gas separator sehingga menaikkan konsumsi steam. Gas-gas keluar dari separator gas DA–203 ini masuk ke dalam off gas condenser (OGC) EA–406 pada seksi recovery. Konsentrasi larutan urea yang didapat telah mencapai 73,5 %. Larutan urea ini dikirim ke bagian kristalisasi. 2.3.3. Seksi Recovery Teknik recovery yang dilakukan adalah memompakan campuran NH3 dan CO2 untuk dikembalikan ke reaktor. Gabungan gas NH3 dan CO2 dari seksi dekomposisi diserap dengan air dan larutan urea dengan penyerapan sempurna dan larutan dikembalikan lagi ke reaktor sintesis. Ammonia berlebih dimurnikan dalam absorber tekanan tinggi (HPA) DA–401 dan dikembalikan ke reaktor setelah melalui kondenser ammonia dan bergabung dengan ammonia make-up di penampungan ammonia. Gas-gas dari separator DA–203 masuk ke dalam kondenser off gas EA–406, kemudian mengalami kondensasi parsial pada suhu 60 0C. Gas yang tidak terkondensasi masuk ke dasar off gas absorber (OGA) DA–402, sedangkan gas yang terkondensasi ditampung dalam off gas absorber tank (OGA tank) FA–403 dan ditambah air untuk dikirim kembali ke top OGA DA–402 setelah sebelumnya didinginkan dalam off gas absorber final cooler EA–408 hingga 36 0C. Dalam absorber DA–402, ammonia dan karbondioksida diserap oleh : 1)
Larutan ammonia encer dari FA–403 yang diumpankan ke top absorber DA–402.
2)
Larutan sirkulasi ammonium karbamat yang diumpankan pada bagian bawah packed
column absorber DA–402 setelah sebelumnya didinginkan dalam off gas absorber cooler EA–407. Larutan dari absorber OGA dipompakan oleh pompa absorber tekanan rendah (LPA pump) GA–403 ke bagian atas unggun packing dari absorber tekanan rendah (LPA) EA–402. Gas yang keluar dari LPD (DA–202) dengan sempurna dikondensasi dan diserap dalam LPA. Media penyerapnya adalah : 1)
Larutan induk yang dikembalikan (recycle mother liquor) untuk mengurangi kandungan
biuret.
2)
Larutan karbamat encer dari sistem recovery OGA dengan air. Larutan ammonium karbamat dari LPA dipompakan ke HPA DA–401 melalui
pendingin pencampur (mixing cooler) dengan mencampur sebagian ammonia cair dari ammonia reservoir. Campuran larutan ini digunakan sebagai pendingin dalam absorber HPA. Semua karbondioksida diserap sebagai ammonium karbamat oleh larutan recycle dari LPA dan larutan ammonia cair (aqua ammonia) dari ammonia recycle abssorber EA–405 di dalam HPAC EA–401. Absorpsi tersebut dilakukan dalam tiga tahap : 1) Gas-gas dari HPA dimasukkan melalui pipa sparger dan terjadilah gelembung-gelembung gas dalam larutan HPAC. Pada tahap ini terjadi penyerapan 65% gas karbondioksida. 2) Gas-gas dari HPAC naik ke top HPA dan didinginkan oleh intercooler, terus naik ke atas melalui kolom packing. Sisa 35% karbondioksida diserap oleh campuran larutan dari LPA dan ammonia air. 3) Gas-gas ammonia dari kolom packing dicuci (scrubbed) oleh larutan ammonia air sambil mengalir ke atas melalui lima buble cap trays agar sisa-sisa karbondioksida dapat hilang dengan sempurna. Kabut air dalam gas ammonia dipisahkan oleh drain separator (bagian atas HPA). Gas ammonia dari puncak absorber sesuai dengan jumlah kelebihan ammonia yang akan dikembalikan (recycle) ke reaktor dan ammonia cair yang masuk ke HPA. Gas ammonia ini dikondensasi dalam kondensor EA–404 dan dikembalikan ke penampung FA–401 untuk dimasukkan kembali ke reaktor. Gas-gas yang tidak dapat dikondensasikan kebanyakan adalah gas inert yang ikut bersama gas CO2, ammonia cair dan udara yang diinjeksikan ke dalam reaktor DC–101 dan DA–201 guna mencegah korosi, akan dilepaskan dari kondensor ammonia EA–404 dan mengalir ke absorber recovery ammonia EA–405. Alat ini terdiri dari empat buah absorber yang tersusun seri. Gas inert dengan sedikit gas ammonia masuk melalui pipa sparger di bagian bawah absorber dan dikeluarkan ke atmosfer melalui puncak absorber. Gas ammonia yang keluar dari kondensor EA–404 diserap menjadi ammonia. Gas-gas yang tidak diserap keluar ke absorber berikutnya, dimana terjadi kontak dengan aliran air yang berlawanan arah untuk menyerap gas tersebut. Demikian sehingga terbentuk campuran ammonia air sekitar 75% berat dari absorber yang paling bawah. Kemudian larutan tersebut dipompa dengan pompa ammonia air GA–405 A, B ke atas HPA. 2.3.4. Seksi Kristalisasi dan Pembutiran
Larutan urea yang datang dari gas separator DA–203 dipompakan oleh urea solution pump GA–205 menuju ke bagian bawah crystallizer. Crystallizer ini terbagi atas dua bagian, bagian atas adalah pemekat hampa (vacuum concentrator) dengan vacuum generator EE– 201. Bagian bawahnya adalah tanki pengkristal (crystallizer) dengan pengaduk (agitator) dimana terbentuk kristal-kristal urea dalam larutannya (slurry). Larutan urea yang telah melewati HPD dan LPD akan masuk ke vacuum crystallizer FA–201 dan kristal urea yang terbentuk akan dipisahkan dalam centrifuge GF–201 A–E. Kristal urea dikeringkan hingga kadar airnya kurang dari 0,3% menggunakan udara panas lalu dikirim ke prilling tower IA–301. Dalam menara, kristal urea dilelehkan terlebih dahulu oleh melter EA–301 lalu lelehannya mengalir melalui distributor PF–301 A–L sehingga jatuh membentuk tetesan dan membeku karena hembusan udara dari bawah menara. Dalam pemekat hampa yang bekerja pada 72,5 mmHg absolut dan suhu 600C, air diuapkan dan larutan urea yang lewat jenuh (supersheated) turun ke bawah dan masuk ke tangki pengkristal. Kristal urea tumbuh membesar dalam kontaknya dengan larutan urea superheated ini. Kondisi operasi pemekat hampa dan crystallizer diatur sedemikian rupa sehingga slurry yang keluar mengandung kristal urea 30 – 35 % (densitas kristal). Slurry urea dari dasar crystallizer dipompa ke centrifuge GF–201 setelah sebelumnya melalui prethickener FD–201, untuk memisahkan kristal urea dengan larutan induk. Sebagian slurry disirkulasikan kembali ke crystallizer. Kristal urea yang terpisahkan kemudian dijatuhkan di fluidizing dryer FF–301 untuk mengurangi kandungan airnya dari 2,4% menjadi 0,3%. Udara panas untuk pengering tersebut diperoleh dari hembusan fan GB–301 setelah melewati pemanas udara EC–301. Suhunya dijaga pada 1200C dan tidak boleh melebihi 1300C karena titik leleh urea adalah 1320C. Udara yang mengandung debu urea dari cyclone dialirkan ke dust separator FD–304 melalui induced fan GB–302 dan didalamnya dicuci (scrubbed) oleh air. Udara kemudian dikirim ke dust chamber PF–302 dan debunya ditangkap dengan debusting system yang terdiri dari spray nozzle PF–303 dan filter FD–305. Udara yang sudah bersih dikeluarkan ke atmosfer oleh induced fan GB–304.