BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan yang dinamis dan penuh persaingan pada saat ini, membuat organisasi pendidikan khususnya perguruan tinggi melakukan perubahan orientasi mengenai bagaimana cara mereka dalam melayani konsumennya dan bagaimana mengatasi pesaing. Tingginya tingkat persaingan yang terjadi menyebabkan organisasi pendidikan harus memiliki strategi yang efisien dan tepat dalam mencapai tujuannya dan lebih memacu organisasi pendidikan tersebut untuk semakin inovatif dalam menghadapi perkembangan tersebut. Ditengah-tengah persaingan antar perguruan tinggi, terutama antar perguruan tinggi swasta (PTS) yang semakin meningkat tersebut, perguruan tinggi seharusnya menjadi organisasi yang berorientasi pada pasar (market-oriented) agar dapat menghasilkan nilai atau mutu yang lebih baik bagi konsumen. Universitas Widyatama adalah salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) yang terkenal di kota Bandung, yang dalam beberapa tahun ini sedang berada ditengah persaingan antara para perguruan tinggi swasta yang memperebutkan mahasiswa baru yang jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. Untuk tahun 2012 sendiri Universitas Widyatama menerima mahasiswa baru sebanyak 1.214 orang saja, hanya meningkat sedikit dibandingkan dengan jumlah penerimaan mahasiswa baru pada tahun 2011 yang mencapai sebanyak 1.069 orang. Sedangkan pada tahun 2012 penerimaan mahasiswa baru di UNISBA saja bisa mencapai sebanyak 2.387 orang. Besarnya jumlah mahasiswa yang diterima oleh UNISBA
pada
tahun
2012
tersebut
meningkat
sebesar
20%
(http://jabar.tribunnews.com/2012/08/02/pendaftar-ke-unisba-meningkat-20persen diakses pada tanggal 27 Juni 2013 pada pukul 21.07). Jumlah penerimaan mahasiswa baru di Universitas Widyatama pada tahun 2012 juga masih lebih kecil daripada jumlah penerimaan mahasiswa baru di UNPAS yang pada tahun 2012 mencapai 4.300 orang. UNPAS mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebanyak 800 orang dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencapai 3.500 orang
saja
(http://www.tribunnews.com/2012/09/11/universitas-pasundan-gelar-opmb
diakses pada tanggal 27 Juni 2013
pada pukul 21.10). Penurunan jumlah
mahasiswa baru yang mendaftar di Universitas Widyatama pada tahun 2012 tersebut bisa dilihat sebagai salah satu indikator yang menunjukan berkurangnya kinerja organisasi Universitas Widyatama. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Brahmana & Sofyandi (2006) mengenai Learning Orientation dan Performa Universitas Widyatama Dilihat dari Persepsi Dosen dan Karyawan Administrasi menemukan bahwa di lingkungan Universitas Widyatama belum terlihat adanya usaha yang konkrit untuk mengimplementasikan konsep budaya belajar (learning orientation). Secara formal memang belum ada gerakan terstruktur dan sistematis yang diarahkan untuk menjadikan Universitas Widyatama menjadi sebuah organisasi belajar (learning organization). Lalu penelitian lainnya dari Brahmana & Christina (2007) mengenai Level Implementasi Market Orientation dan Hubungannya Dengan Performa Pada Universitas Widyatama menemukan bahwa menurut persepsi dosen tetap dan karyawan administrasi baik yang struktural maupun nonstruktural, market orientation sebagai budaya belum terimplementasi dengan baik di lingkungan kampus Universitas Widyatama. Demikian pula dengan overall performance Universitas Widyatama yang dipersepsikan belum baik oleh dosen tetap dan karyawan administrasi, baik struktural maupun non-struktural. Dilihat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Brahmana & Sofyandi (2006) mengenai learning orientation tersebut menunjukkan bahwa pimpinan Universitas Widyatama belum mampu mengimplementasikan learning orientation nya dengan baik di lingkungan Universitas Widyatama. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan menurunnya kinerja Universitas Widyatama itu sendiri sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa orientasi belajar berhubungan positif dengan performa organisasi (Baker & Sinkula, 1999; Sinkula et al., 1997; Liu et al., 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Brahmana & Christina (2007) mengenai market orientation tersebut menunjukkan bahwa menurut persepsi dosen dan karyawan, pimpinan Universitas Widyatama belum mengimplementasikan market
orientation nya dengan baik di lingkungan kampus Universitas Widyatama. Yang menunjukkan bahwa Universitas Widyatama masih kurang baik dalam memposisikan market orientation nya yang mengakibatkan kurang jelasnya kemana arah orientasi pasar Universitas Widyatama yang tentunya akan menurunkan kinerja Universitas Widyatama itu sendiri Ditengah-tengah persaingan antar perguruan tinggi yang sekarang ini terjadi, terutama antar perguruan tinggi swasta (PTS) yang semakin meningkat, Universitas Widyatama seharusnya menjadi organisasi yang berorientasi pada pasar (market-oriented) agar dapat menghasilkan nilai atau mutu yang lebih baik bagi konsumen. Organisasi-organisasi yang market-oriented pada umumnya memfokuskan diri pada usaha merespons kebutuhan-kebutuhan konsumen saat ini dan mengantisipasi kebutuhan masa yang akan datang (Kohli & Jaworski, 1990). Hal ini berarti bahwa fokus sentral dari keseluruhan usaha yang dilakukan oleh organisasi adalah konsumen (Mohr-Jackson, 1992). Organisasi yang market-driven adalah organisasi yang menetapkan prioritas yang tinggi pada penciptaan nilai bagi konsumen yang ada maupun konsumen potensial (Day, 1994). Organisasi yang memiliki budaya market oriented mengembangkan kapabilitas dalam market intelligence, dan strategi nya responsif pada informasi yang diperoleh dari konsumen dan stakeholder organisasi lain. Organisasi yang memiliki budaya market oriented juga mampu mengembangkan kemampuan untuk melakukan koordinasi
pada
proses
internalnya, dengan demikian organisasi akan mampu bereaksi dengan cepat dan efektif (Day 1994; Narver & Slater, 1990). Ada banyak cara untuk memperbaiki performa organisasi. Pada bidang pemasaran, sebuah organisasi diwajibkan untuk memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, dan berusaha menawarkan produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut lebih baik dibandingkan dengan pesaing yang ada. Usaha untuk memahami dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen ini sangat bergantung pada aktivitas manusia yang ada dalam organisasi (Tsai & Tang, 2008). Hal tersebut dikarenakan manusia itu sendiri adalah frontline yang berhubungan dengan pelanggan. Dengan demikian
sebelum organisasi dapat memuaskan kebutuhan pelanggannya, maka terlebih dulu organisasi harus mempersiapkan orang-orang dalam organisasi menjadi infrastruktur yang customer oriented (Walls & Schrest, 1994). Pada organisasi perguruan tinggi swasta, dosen dan karyawan administrasi merupakan sumber daya manusia yang sangat penting, karena dosen dan karyawan administrasi tersebut merupakan frontline yang berhubungan langsung dengan konsumen (mahasiswa) pada saat proses penyampaian jasa dilakukan. Salah satu pendekatan dalam disiplin manajemen pemasaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan orang-orang dalam organisasi yang mengarah
pada
customer
oriented
adalah
dengan
menggunakan
dan
mengimplementasikan konsep internal marketing. Internal marketing dapat menjadikan orang-orang dalam organisasi menjadi lebih peka, lebih mampu, dan lebih bersedia untuk memahami dan memuaskan kebutuhan pelanggan (Gronroos, 1990). Internal marketing memandang karyawan sebagai pelanggan internal, dan memandang organisasi sebagai sebuah pasar yang terdiri dari pemasok dan peminta jasa, yang secara bersamaan akan membentuk jaringan supply chain secara internal (Berry & Parasuraman, 1991). Melalui interaksi antara karyawan dan pelanggan, organisasi menyampaikan janji dan keyakinan kepada pelanggan eksternal, dan kemudian mempengaruhi persepsi pelanggan eksternal akan kualitas jasa yang diberikan (Tsai & Tang, 2008). Dilihat dari penjelasan para ahli tersebut, bisa dilihat bahwa internal marketing adalah hal yang sangat penting bagi sebuah organisasi dan harus diimplementasikan dengan baik untuk meningkatkan performa organisasi itu sendiri. Kegagalan sebuah organisasi dalam menjalankan kegiatan internal marketing nya bisa menjadi sebuah kesalahan yang fatal bagi organisasi tersebut. Karena jika internal marketing tidak dijalankan dengan baik, maka manajemen sebuah organisasi akan kesulitan dalam memasarkan keinginan para manajer dan tujuan organisasi kepada para karyawan atau pekerja didalam organisasi tersebut. Dengan kesulitan tersebut maka tidak lah mengherankan jika kinerja karyawan yang bekerja didalam organisasi tersebut menjadi tidak produktif dan efisien
dalam melakukan pekerjaannya atau bahkan tidak sesuai dengan tujuan organisasi tersebut. Selain penjelasan diatas, bisa dilihat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hadriana (2011) mengenai “Pengaruh Internal Marketing Terhadap Marketing Performance Universitas Widyatama menemukan bahwa dari hasil penelitian bahwa internal marketing itu sendiri cukup berpengaruh pada marketing performance Universitas Widyatama itu sendiri. Maka menurut penulis dengan adanya internal marketing yang baik, tentunya akan meningkatkan marketing performance Universitas Widyatama yang tentunya akan meningkatkan daya saing Universitas Widyatama dalam menghadapi persaingan antara perguruan tinggi swasta di kota Bandung dan akan meningkatkan jumlah penerimaan mahasiswa baru di Universitas Widyatama. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Internal Marketing Terhadap Kinerja Dosen dan Karyawan Administrasi Universitas Widyatama Bandung”
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu : 1. Bagaimana internal marketing Universitas Widyatama 2. Bagaimana kinerja karyawan Universitas Widyatama 3. Bagaimana pengaruh internal marketing terhadap kinerja karyawan Universitas Widyatama
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari informasi yang diperlukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai seberapa besar pengaruh internal marketing terhadap kinerja karyawan pada Universitas Widyatama sehingga data-data, informasi, dan gambaran hasil penelitian dapat digunakan oleh penulis untuk penyusunan skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk menempuh ujian sarjana Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana Universitas Widyatama menjalankan kegiatan internal marketing. 2. Mengetahui bagaimana kinerja karyawan Universitas Widyatama. 3. Mengetahui bagaimana pengaruh internal marketing terhadap kinerja karyawan Universitas Widyatama.
1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Praktis
Bagi Universitas Widyatama, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh manajemen sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan.
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai bidang ilmu marketing, khususnya pada masalah yang dijadikan penelitian
2. Kegunaan Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi yang akan melakukan penelitian yang lebih jauh dan sebagai bahan bacaan yang diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi yang membacanya.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Konsep internal marketing berawal dari tulisan mengenai service management dan service quality improvement yang telah berkembang semenjak pertengahan dekade 1970-an. Pada saat ini, konsep tentang internal marketing telah diaplikasikan secara lebih luas sesuai dengan kebutuhan organisasi atau perusahaan untuk meraih konsistensi kualitas pelayanan yang merupakan masalah utama dalam bidang pelayanan. Alasan dasarnya adalah untuk memiliki konsumen yang puas, perusahaan harus memiliki karyawan yang puas, dan ini
bisa tercapai dengan hasil yang baik dengan memperlakukan karyawan sebagai konsumen, atau lebih spesifik lagi adalah dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip pemasaran untuk desain pekerjaan dan motivasi karyawan (Ahmed & Rafiq, 2002). Namun demikian Fisk, Brown, & Bitner (1993 mengatakan bahwa konsep ini belum cukup ekstensif diteliti secara empiris. Cukup banyak perdebatan menyangkut argument tentang apakah IM merupakan bagian dari pemasaran ataukah bagian dari manajemen sumber daya manusia (Foreman & Money, 1995). Menurut Kotler (1991) organisasi harus mampu mengimplementasi IM sama baiknya dengan external marketing. Kotler (1991) mendefinisikan IM sebagai keberhasilan organisasi dalam mendapatkan, melatih, dan memotivasi karyawan untuk melayani pelanggan eksternal dengan baik. Logika yang digunakan oleh Kotler (1991) cukup jelas, yaitu, keberhasilan organisasi memasarkan produk atau organisasinya kepada pelanggannya, sangat bergantung pada sejauh mana organisasi tersebut mampu memasarkan dirinya kepada pelanggan internalnya. Pelanggan internal yang dimaksudkan oleh Kotler ini adalah seluruh karyawan atau orang yang ada dalam organisasi. Jadi, keberhasilan IM akan mendahului seluruh kegiatan yang menuju pada keberhasilan external marketing. Internal marketing (IM) didefinisikan secara berbeda-beda, baik dalam literatur
marketing
maupun
organizational
behavior.
Gronroos
(1981)
mendefinisikannya sebagai: “menjual organisasi kepada para pekerja”. George & Gronroos (1991) menyarankan bahwa “internal market pekerja paling baik dimotivasi untuk menghasilkan perilaku yang service-mindedness dan customeroriented dengan cara yang aktif, melalui pendekatan seperti marketing, yaitu dengan cara menggunakan aktivitas-aktivitas marketing secara internal. Joseph (1996) menawarkan definisi yang lebih luas, yaitu: “aplikasi marketing, human resource management, dan gabungan teori-teori, tehnik-tehnik, dan prinsipprinsip, untuk memotivasi, memobilisasi, co-opt, dan mengelola pekerja pada setiap tingkatan organisasi untuk secara kontinu memperbaiki cara melayani antar satu sama lainnya, dan konsumen eksternal.
Dalam literatur perilaku organisasi, para pakar sesungguhnya telah menyinggung praktik IM dan memberi label “high involvement practices”, “high commitment systems”, dan “high performance work systems (HPWS)”. HPWS ditandai dengan adanya keterlibatan yang tinggi dari pekerja dari berbagai level dalam pengambilan keputusan manajerial, pelatihan dalam problem solving kelompok, tingkat sosialisasi yang lebih tinggi, komitmen yang lebih tinggi dalam program pengembangan pekerja, upah/gaji yang lebih tinggi, dan berkurangnya pekerja yang diberhentikan (Ledford & Mohrman, 1993; Mohrman & Lawler, 1997; Pfeffer, 1995, 1998; Turner, 1996). Pada organisasi seperti ini, pekerja dipandang bukan sebagai beban atau biaya yang harus dikendalikan, melainkan dianggap sebagai asset investasi yang harus dipelihara dan ditingkatkan nilainya. Untuk meningkatkan nilai asset tersebut, perlu dilakukan training yang ekstensif serta pengembangan karir yang baik. Tujuannya jelas adalah untuk meningkatkan performa organisasi melalui jaminan adanya pekerja yang memiliki loyalitas dan komitmen pada organisasi beserta tujuannya. Definisi di atas secara jelas menunjukkan bahwa praktik IM ditujukan untuk menarik dan mempertahankan pekerja yang paling memiliki kualifikasi dan komitmen terhadap organisasi. Pada organisasi jasa, hal ini dapat diterjemahkan kedalam usaha menciptakan dan memunculkan perilaku yang service-oriented yang ditujukan pada pencapaian kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan yang tinggi (Barnes & Morris, 2000; Morrison, 1996). Pertanyaan yang sering muncul adalah: darimana sesungguhnya konsep ini berasal? Menurut Joseph (1996), marketing tidak dapat secara eksklusif mengklaim konsep ini sebagai fungsi penting marketing, tetapi konsep ini membutuhkan pendekatan yang integrative, bukan saja hanya dari marketing, melainkan juga dari perilaku organisasi, manajemen sumber daya manusia (HRM), dan juga bidang-bidang lain. Pada dasarnya bidang service marketing secara fundamental berhubungan dengan cara bagaimana menarik dan mempertahankan konsumen. Bidang perilaku organisasi dan HRM mungkin dapat membantu menjawab “bagaimana” hal tersebut dapat dicapai.
Walaupun banyak pakar dalam bidang marketing yang menyatakan bahwa sikap dan perilaku pekerja berhubungan dengan kepuasan konsumen dan performa organisasi (Bansal & Sharma, 2000; Hartline & Ferrell, 1996; Hunt, Chonko, & Wood, 1985; Siguaw, Brown, & Widing, 1994; Sujan, Weitz, & Kumar, 1994), tetapi masih sangat sedikit yang menekankan pentingnya mengintegrasikan perilaku organisasi dan HRM dengan marketing (Wood, 1999b). Disisi lain, walaupun sudah mulai bermunculan bukti empiris yang mengkonfirmasi adanya peningkatan ekonomis dan produktif yang signifikan dari adopsi praktik-praktik IM yang employee-friendly ini (Arthur, 1994; Bansal et al., 2001; Hartline & Ferrell, 1996), kenyataannya trend manajemen masih menunjukkan arah yang berbeda. Pemutusan hubungan kerja yang terus berlanjut dan penggunaan pekerja-pekerja kontrak, bahkan pada saat kondisi ekonomi yang baik, mengindikasikan masih banyaknya para manajer senior yang memandang tenaga kerja hanya sebagai biaya organisasi yang perlu direduksi, bukan sebagai asset yang merupakan investasi (Pfeffer, 1996). Fokus ini jelas merefleksikan rendahnya komitmen pada internal customers, dan hal ini seringkali mengakibatkan rendahnya involvement dan affective commitment pekerja (Greller & Dory, 1991; Wood, 1999a, 1999b). Tidaklah mengherankan jika banyak organisasi yang berusaha keras untuk menjadi organisasi yang market-oriented mengalami kegagalan karena internal customers tidak terbangun dengan baik (Hartline & Ferrell, 1996; Lichtenthal & Wilson, 1992).
1.6 Metode Penelitian Dalam
penelitian
ini
penulis
menggunakan
metode
descriptive
explanatory. Penelitian ini bertujuan menggali informasi aktual secara rinci, komprehensif, dan melukiskan gejala yang ada (Purwaningrum & Kuntjoro, 2006). Penelitian ini juga bertujuan menjelaskan atau membuktikan hubungan antar variabel tersebut, sehingga pengaruh antara variabel tersebut dapat diketahui dengan baik dan benar (Zulganef, 2008). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan survey dengan cara menyebarkan kuesioner.
1.7 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian untuk penyusunan skripsi ini dilakukan di Universitas Widyatama yang beralamat di Jalan Cikutra No. 204A Bandung 40125, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai.