BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Sekolah dasar merupakan pondasi awal pendidikan yang
sangat menentukan dalam suatu pendidikan. SD Kutowinangun 11 Salatiga ini merupakan SD imbas. Kelas di SD Kutowinangun 11 berjumlah enam kelas terdiri dari kelas satu hingga kelas enam. Setiap SD pasti memiliki sebuah kurikulum yang dipakai. “Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”1 Kurikulum yang dipakai di SD Kutowinangun 11 adalah Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP).
Struktur
Kurikulum berisi pola susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik pada satuan pendidikan dalam kegiatan
1
Afifudin, Ahmad. 2010. Kurikulum SD Kutowinangun 11 Salatiga. (Dokumen I: Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD Kutowinangun 11 Salatiga). Hal.6.
1
2
pembelajaran. Struktur Kurikulum SD memuat delapan Mata Pelajaran, Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Pencapaian tujuan Mata Pelajaran dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru dan dirumuskan dalam bentuk Indikator pencapaian kompetensi. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di kelas V sesuai dengan struktur muatan kurikulum adalah mata pelajaran Matematika. Matematika adalah mata pelajaran yang sangat membutuhkan ketelitian dan pemahaman dalam pengerjaannya. Sesuai dengan kurikulum, jumlah jam pada mata pelajaran Metematika sebanyak 6 jam pelajaran dalam seminggu. Bahan ajar
3
matematika kelas V semester II, salah satunya meliputi bangun ruang. Metode yang diterapkan guru kelas V SD Kutowinangun 11 selama ini adalah metode ceramah dan sedikit tanya jawab. Pembelajaran lebih terfokus kepada guru bukan siswa. Model pembelajaran
yang seperti ini menyebabkan hasil belajar
matematika semester 2 tahun 2010/2011 dan semester 1 tahun 2011/2012 masih rendah. Hal ini terbukti dari 17 siswa kelas V, 13 siswa mendapat nilai kurang dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70. Hasil belajar ini masih kurang, karena itu peneliti perlu mengadakan perbaikan agar KKM tercapai.
1.2
Identifikasi Masalah Pembelajaran matematika pada hari Rabu terdapat pada jam
pertama dan kedua. Peneliti mengikuti proses belajar mengajar mulai awal pembelajaran. Pembelajaran dimulai dengan berdoa yang dipimpin oleh ketua kelasnya. Guru membuka dengan apersepsi berupa pertanyaan untuk mengingat kembali macam-
4
macam bangun datar. Pertanyaan yang dilontarkan guru hanya dijawab oleh lima orang siswa dan yang lain hanya diam, inilah gejala pertama. Guru meminta siswa untuk mengeluarkan buku catatan, buku paket serta LKS (Lembar Kerja Siswa) terdapat dua orang siswa yang tidak membawa buku paket dan satu orang siswa tidak membawa LKS, merupakan gejala kedua. Gejala ketiga, siswa yang duduk di dekat jendela asik memperhatikan keadaan di luar kelas sambil tertawa-tertawa dengan teman sebangkunya. Ketika guru mengetahui hal ini siswa diberi pertanyaan tentang apa yang di maksud dengan sisi dan siswa ini tidak bisa menjawab. Kemudian pertannyaan ini dilontarkan ke siswa yang lain dan yang terjadi siswa hanya diam dan tidak mau menjawab. Gejala keempat yang dilihat peneliti saat proses pembelajaran yaitu ketika guru menjelaskan materi yang akan dibahas pada hari itu, dua orang siswa yang duduk di baris belakang sibuk bermain dengan alat tulis mereka masing-masing dan tidak memperhatikan penjelasan guru. Ketika mereka ditanya oleh guru, kedua siswa ini
5
hanya diam dan menundukkan kepalanya karena takut. Kemudian guru menyuruh salah satu siswa untuk maju ke depan untuk menunjukkan rusuk pada kubus dan siswa ini salah menunjukkan dengan titik sudutnya. Guru dalam mengajar cenderung menghadap kepapan tulis untuk menuliskan materi. Keadaan yang seperti ini memicu siswa untuk gaduh. Terdapat dua orang siswa lempar-lemparan dengan penghapus mereka. Ada satu siswa yang duduk di pojok kanan belakang menyandarkan kepalanya di meja. Bahkan dua siswa yang duduk di baris depan juga terlihat mengobrol. Inilah gejala kelima yang dilihat oleh peneliti. Gejala yang timbul dari guru yaitu guru terkadang dalam menjelaskan sambil duduk tidak berdiri, hal ini membuat pandangan guru tidak bisa memandang peserta didik seluruhnya tetapi hanya pada baris depan dan kedua saja. Mengapa demikian, karena guru tidak mengetahui empat siswa yang duduk di pojok belakang kiri tepat didepan peneliti sibuk berdiskusi tentang sepak bola bukan pelajaran. Hal yang seharusnya dilakukan guru yaitu
6
pandangan guru harus keseluruhan siswa baik itu yang di depan, tengah maupun yang di belakang sekalipun. Kegiatan pembelajaran guru tidak membawa alat peraga bangun ruang untuk menjelaskan hanya melalui gambar dari papan tulis dan buku paket. Proses pembelajaran Matematika cenderung berpusat pada guru, karena guru menggunaka metode konvensional ceramah. Tanya jawab yang dilakukan pun hanya beberapa kali, itupun untuk mengalihkan perhatian siswa ketika siswanya tidak memperhatikan penjelasan guru. Siswa dalam pembelajaran juga terlihat kurang aktif karena hanya mendengarkan penjelasan guru. Selama proses pembelajaran berlangsungpun
tidak
terlihat
satu
siswapun
mengajukan
pertanyaan kepada guru. Siswa cenderung diam dan melamun walaupun pandangan mereka menghadap kedepan tetapi ketika diberi pertannyan oleh guru siswa tidak bisa menjawab. Pembelajaran yang diterapkan gurupun juga tidak ada interaksi siswa seperti diskusi, siswa hanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan guru, itupun dari 17 siswa hanya tiga siswa yang menjawab. Seharusnya dalam proses pembelajaran harus terjadi
7
hubungan timbal-balik dari siswa ke guru seperti tanggapan atas pertanyaan. Hal ini tidak sesuai dengan ciri pembelajaran kooperatif yaitu terjadi hubungan interaksi langsung antar siswa. Proses pembelajaran seharusnya berpusat kepada siswa agar terjadi interaksi yang sebanding antara guru dan siswa, karena semakin sering
interaksi
dengan
siswa
hal
ini
akan
mengurangi
kecenderungan negatif pada siswa. Seharusnya proses pembelajaran, guru memilih metode yang tepat dalam mengajarkan materi sifat-sifat bangun ruang serta menggunakan media atau alat peraga yang dapat mendorong siswa aktif dalam belajar dan dapat memotivasi siswa dalam mengikuti pelajaran dengan senang sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil yang baik. Misalnya dengan membagi siswa dalam beberapa kelompok dan diberikan bangun yang berbeda-beda. Kelompok akan
mengidentifikasi
beberapa
bangun
ruang
dan
mempresentasikan hasilnya ke depan kemudian kelompok lain menanggapi hasil dari kelompok yang maju mempresentasikan. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD seperti ini akan membuat siswa aktif karena akan terjadi kerjasama dalam suatu
8
tim, dimana siswa yang mampu akan mengajari siswa yang kurang mampu. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi tiap kelompok. Tahap pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah “tahap penyajian materi, tahap kegiatan kelompok, tahap tes individual, tahap penghitungan skor perkembangan individu, tahap pemberian penghargaan kelompok.”2 Pembelajaran yang terjadi di kelas V SD Kutowinangun 11 belum menerapkan tahap kegiatan kelompok karena guru hanya menjelaskan siswa mendengarkan, memberi pertanyaan kepada siswa sebagai bentuk memperingatkan ketika siswa tidak memperhatikan penjelasan dan siswa mengerjakan soal secara individu.
1.3
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan
identifikasi masalah peneliti merumuskan masalah sebagai berikut Apakah penggunaan Dienes Games dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif terhadap peningkatan ketrampilan 2
Slavin dalam Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hal.74
9
sosial, minat dan perhatian dan hasil belajar bangun ruang semester II di SD Kutowinangun 11 Kecamatan Tingkir Salatiga ?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk
mendiskripsikan pembelajaran
penggunaan
kooperatif
tipe
Dienes STAD
Games
dalam
terhadap
model
peningkatan
ketrampilan sosial, minat, perhatian dan hasil belajar Matematika siswa kelas V semester II di SD Kutowinangun 11 Salatiga; Guru dapat
meningkatkan
ketrampilan
dalam
mengelola
proses
pembelajaran; Siswa dapat bekerja baik secara individu maupun kelompok.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat
meningkatkan aktivitas siswa yaitu pada ketrampilan sosial, minat dan perhatian, serta hasil belajar siswa. Bagi guru dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan desain pembelajaran Matematika yang kreatif dan menyenangkan. Dan bagi peneliti sendiri untuk
10
menambah ilmu pengetahuan yang telah dimiliki oleh peneliti dan wahana menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat di bangku kuliah.