7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Pemasaran Kebanyakan orang beranggapan bahwa pemasaran hanyalah menjual dan mengiklankan. Sesungguhnya penjualan dan iklan hanyalah puncak dari pemasaran. Saat ini pemasaran harus dipahami tidak dalam pemahaman kuno sebagai membuat penjualan, tetapi dalam pemahaman modern
yaitu
memuaskan
kebutuhan
pelanggan.
Bila
pemasar
memahami kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk dan jasa yang menyediakan nilai yang unggul bagi pelanggan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan produk dan jasa itu secara efektif, maka produk dan jasa itu akan mudah untuk dijual. Drucker (dalam Kotler dan Armstrong, 2008 : 6) “tujuan pemasaran adalah membuat penjualan tidak diperlukan lagi”. Penjualan dan iklan hanyalah bagian dari bauran pemasaran yang lebih besar seperangkat sarana pemasaran yang bekerjasama untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dan menciptakan hubungan dengan pelanggan. Di sebagian besar masyarakat, pemasaran sering diartikan sebagai proses penjualan barang dan jasa, tetapi apabila dilihat lebih mendalam pengertian pemasaran mempunyai aspek yang lebih luas daripada pengertian tersebut. Di definisikan secara luas, pemasaran adalah proses
7
8 sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Dalam konteks bisnis yang lebih sempit, pemasaran mencakup menciptakan hubungan pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan. Berikut ini adalah pendapat ahli tentang pengertian pemasaran yaitu : Pemasaran (marketing) menurut (Kotler dan Armstrong, 2008 : 6) yaitu “Sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya”. Pemasaran, menurut (Daryanto, 2011:1) adalah “Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain”. Pemasaran, menurut Tjiptono (2008:5) adalah “Fungsi yang memiliki kontak yang paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal”. Oleh karena itu, pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan strategi. Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang
9 dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Defenisi pemasaran yang dikemukakan oleh ahli tersebut dapat diketahui bahwa pemasaran merupakan suatu system dari kegiatan bisnis yang
saling
berhubungan
dan
ditujukan
untuk
merencanakan,
mendistribusikan dan berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Sedangkan
menurut (Andrian Payne, 2000:28), pemasaran
merupakan proses mempersepsikan, memahami, menstimulasi, dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang dipilih khusus dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhankebutuhan tersebut. Berdasarkan
pengertian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa,
pemasaran adalah suatu usaha yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan volume penjualan serta meningkatkan laba perusahaan dengan cara mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, menetapkan harga yang tepat, mendistribusikan dan mempromosikan secara efektif.
10 2.1.2. Relationship marketing 2.1.2.1.
Konsep Relationship marketing Pada mulanya para pelaku bisnis melakukan bisnis dengan orientasi
transaksi yang bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan. Namun saat ini pelanggan sangat banyak bahkan mendunia, para pelanggan lebih cenderung untuk memilih badan usaha yang mampu memberikan layanan yang berkualitas dan di beberapa lokasi yang berbeda, mampu dengan cepat mengatasi perbedaan lokasi, serta mampu bekerja labih dekat dengan pelanggan. Upaya memperkuat retensi pelanggan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain memberikan rintangan agar tidak beralih pada produk lain dan yang kedua memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada pelanggan. Pentingnya menelaah keterhubungan pelanggan terlihat dari semakin banyaknya perusahaan yang menerapkan strategi relationship marketing dalam memasarkan produknya. Akan tetapi ternyata dalam penerapannya tidak semua perusahaan dengan pendekatan relationship marketing berhasil dengan baik. Bahkan beberapa
diantaranya
mengalami
kegagalan
karena
tidak
mempertimbangkan secara matang dalam perencanaan atau tidak mampu dalam mengoptimalkan upaya yang telah dilakukan dengan baik. Akibatnya biaya yang relatif besar menjadi sia – sia dan hubungan yang terbina serta terjalin baik dengan pelanggan berakhir tanpa mencapai tujuan yang diinginkan.
11 Untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat, perusahaan dapat menggunakan suatu paradigma yang melihat ketepatan strategi dari sisi kesesuaian antara tipe industri dan gaya pemasaran yang digunakan. Bila perusahaan menghasilkan barang – barang consumer packadge, maka lebih cocok menggunakan strategi transaksi, akan tetapi bila perusahaan cenderung bergerak di bidang jasa lebih cocok menggunakan relationship marketing. Pada penerapan pendekatan relationship marketing tidak hanya sekedar mendasarkan pada produk yang
ditawarkan
tapi
juga
perlu
mempertimbangkan
perilaku
konsumennya. Jika perilaku konsumennya berpola orientasi pada transaksi maka pendekatan relationship marketing kurang cocok. Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan apakah perusahaan akan menggunakan pendekatan relationship marketing atau tidak, adalah proses pengambilan keputuasan strategik yang harus dilalui dalam mempertimbangkan hal tersebut, yaitu tetap perlu mendasarkan pada proses analisis situasional baik yang menyangkut lingkungan pelanggan, pesaing, dan potensi serta kapabilitas perusahaan. Menurut Peppers, Rogers dan Darft (1999) terdapat empat langkah strategi yang perlu dilalui perusahaan untuk dapat menerapkan relationship marketing, yaitu : 1. Mengidentifikasi pelanggan Hal ini bisa dilakukan dengan baik jika perusahaan mampu menghimpun pelanggannya dalam suatu data base yang meliputi
12 identitas, kebiasaan, ataupun preferensi pelanggan. Aktivitas terakhir dari tahap ini adalah melakukan veivikasi data yang telah terkumpul sehingga gambaran tentang identitas ataupun karakteristik pelanggan dari data yang terkumpul benar – benar merupakan data yang valid. 2. Mengelompokkan pelanggan Berdasar identifikasi, dapat dilakukan pengelompokkan atas dasar psikografi, niali ataupun kebutuhannya, sehingga akan mempermudah bagi perusahaan untuk menyesuaikan strategi yang tepat bagi masing – masing kelompok tersebut. Perusahaan harus mampu menganalisis masing – masing kelompok berdasarkan kontribusi yang diberikan pada perusahaan. 3. Interaksi dengan pelanggan Ini merupakan hal terpenting dalam komponen relationship marketing. Yang perlu diperhatikan adalah masalah efisiensi biaya dan efektifitas dari interaksi yang dilakukan. Efisiensi biaya dapat diperbaiki melalui upaya mengarahkan interaksi dengan pelanggan, sedangkan efektifitas diperbaiki melalui penyediaan informasi yang relevan dan melakukan upaya yang lebih baik untuk untuk memahami kebutuhan pelanggan. Dalam interaksi ini tidak harus melalui tatap muka langsung namun dapat juga memanfaatkan teknologi informasi yang dimiliki perusahaaan
13 4. Menyesuaikan perilaku perusahaan Perusahaan harus melakukan upaya memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk kontak dengan perusahaan secara hemat waktu dan tenaga, mendokumentasikan secara baik surat – surat atau mendata keluhan pelanggan, sering menanyakan kepada pelanggan tentang harapan dan keinginannya dan melibatkan manajemen puncak dalam hubungan dengan pelanggan. Interaksi dengan pelanggan memiliki peranan dan menentukan kunci keberhasilan relationship marketing. Interaksi yang optimal dapat diwujudkan apabila perusahaan memupuk hubungan yang telah terbentuk dengan pelanggan. Kepentingan dan persepsi perusahaan dengan pelanggan sering berturan, bahkan pelanggan sering menganggap perusahaan sebagai musuh bukan sebagai kawan. Akibatnya apa yang diberikan perusahaan yang dianggap bernilai serta upaya yang dilakukan perusahaan sering dianggap sebagai hal yang biasa. Dengan memandang bahwa pelanggan
sebagai mitra, maka
hubungan antara perusahaan dengan pelanggan merupakan hubungan persahabatan. Menurut psikolog Argyle dan Anderson, hubungan dalam persahabatan
akan
kuat
apabila
terdapat
dukungan
emosional,
penghargaan terhadap privacy, kepercayaan dan toleransi. Liking and closed with customer sebagaimana yang dinyatakan (Day, 1994) merupakan prinsip yang harus menjadi dasar agar kemitraan dapat terjalin dan bertahan lama.
14 Persabahatan atau partnering akan berlangsung berkelanjutan apabila hubungan dibangun atau dasar nilai – nilai bersama, pelanggan mengetahui dengan jelas tujuan dari partnering yang berlangsung dan ada dukungan dari pihak perusahaan (Maning dan Reece, 1998). Untuk membangun dasar – dasar hubungan bagian pemasaran saja tetapi juga seluruh karyawan yang ada termasuk jajaran manajemen puncak. Memang tidak mudah menerapkan relationship marketing, belum lagi hasil yang diperoleh tidak segera dapat dilihat dan dinikmati. Namun bila perusahaan memandang relationship marketing sebagai pendekatan yang tepat dan upaya yang optimal akan dilakukan untuk itu, sebenarnya terdapat sejumlah manfaat yang secara ekonomis sangat menguntungkan bagi perusahaan. Definisi relationship marketing telah dikemukakan oleh berbagai pihak dengan penekanan dan konteks yang berbeda – beda. Maksud dan arti Relationship marketing dalam area pemasaran jasa menurut Berry dalam Sutarso (2002) diartikan sebagai menarik, memelihara dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan. Yang terpenting dari definisi ini adalah bahwa menarik pelanggan baru harus dipandang sebagai “langkah antara” dalam proses pemasaran. Sedangkan menguatkan hubungan, merubah konsumen yang acuh menjadi loyal. (Chan, 2003:6), mendefinisikan relationship marketing sebagai pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling
15 menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan. Hal tersebut diperkuat oleh Kotler (1998:194) menyatakan bahwa relationship marketing adalah proses menciptakan, mempertahankan dan meningkatkan hubungan yang kuat,
bernilai
tinggi
dengan
pelanggan
atau
organisasi
harus
memfokuskan pada mengelola pelanggan disamping produk relationship marketing sendiri mendorong para marketer untuk selalu berfikir dalam waktu yang panjang. Dalam penelitian (Yau et al., ; 1999) dinyatakan bahwa filosofi pemasaran saat ini beralih dari pemasaran transaksional menjadi relationship marketing, yang sering disebut sebagai Relationship marketing orientation (RMO). Dalam penelitian ini (Yau et al. ; 1999) menetapkan empat dimensi relationship marketing yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Keempat dimensi tersebut antara lain : pertalian, empati, timbal balik dan kepercayaan. 2. Pertalian Pertalian adalah dimensi dari Relationship marketing yang membagi dua pihak (konsumen dan supplier) untuk bertindak dalam suatu aktivitas/ cara yang sama dalam mencapai tujuan yang diinginkan (Callaghan, 1995 dalam Yau, et al.,1999). Berbagai cara yang mengindikasikan
terdapat
tingkatan
berbeda
dalam
Relationship
marketing. Pertalian dapat menjadi kontrol sosial yang efektif di masyarakat, sekaligus memberikan kontribusi untuk menghilangkan keraguan, menciptakan kepercayaan dan membentuk hubungan yang erat
16 (Hinde,1997 dalam You et al.,1999) dimensi pertalian diterapkan pada relationship
marketing
orientation
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan loyalitas konsumen (Levitt, 1993) jadi pertalian dapat diartikan dengan usaha yang dilakukan perusahaan atau organisasi untuk menciptakan kepercayaan konsumen dan usaha untuk membangun hubungan yang erat dengan pelanggan. Didalam konsep bauran pemasaran, konsep tentang pertalian dikenal dengan sebutan costumer pertalian yaitu sebuah system yang dapat diciptakan perusahaan dalam rangka mempertahankan hubungan dengan pelanggan atau calon pelanggan. Menurut didefinisikan
Cross
dalam
sebagai
suatu
Umar
(2001),
system
yang
pertalian
pelanggan
berinisiatif
untuk
mempertahankan hubungan dengan pelanggan atau calon pelanggan. Proses pertalian pelanggan dimulai dari proses penciptaan kesadaran konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan yang kemudian tumbuh menjadi ikatan yang berkelanjutan sebagai dasar dari hubungan antara perusahaan dengan konsumen, bahkan dapat diperluas oleh pelanggan lainnya. Pada dasarnya pertalian pelanggan merupakan suatu proses dimana pemasar berusaha membangun atau mempertahankan kepercayaan pelanggan sehingga satu sama lain saling menguntungkan dalam hubungan tersebut.
17 Menurut Callaghan, 1995 dalam (Yau et al., ; 1999) indikator pembentuk pertalian meliputi : membangun hubungan, menciptakan kepercayaan, menjaga hubungan dan kerja sama dengan pelanggan. 3. Empati (Golis, 1999:3) menyatakan, “Didalam membangun komunikasi pada saat berhadapan dengan pelanggan yang paling efektif dan manusiawi adalah mengembangkan “empati”. Dengan memahami pelanggan secara baik melalui kemampuan untuk menangkap atau memahami sudut pandang orang lain. Singkatnya adalah mengenal kepribadian orang lain (pelanggan) untuk menemukan keinginan yang diharapkan agar memudahkan komunikasi dalam menghadapi pelanggan. Berarti dalam hal ini empati adalah sebuah kondisi yang diperlukan untuk menekankan hubungan positif antara kedua belah pihak. Empati adalah suatu dimensi dari relationship marketing yang digunakan untuk melihat situasi dari perspektif atau sudut pandang lain. Hal ini diartikan dengan memahami berbagai keinginan dan tujuan orang lain. Ini termasuk kemampuan masing – masing individu untuk melihat situasi dari sudut pandang yang lain dalam artian kognitif (Hwang, 1987 : Yau, et al.,1999). Pengertian kognitif sendiri menurut (Peter dan Olson, 1999:42) adalah proses mental yang lebih tinggi adalah pengertian, penilaian, perencanaan, penetapan dan berfikir. Pengertian dalam hal ini berarti menginterpretasikan atau menetapkan arti aspek khusus lingkungan seseorang. Penilaian yaitu menetapkan apakah suatu aspek
18 lingkungan atau perilaku pribadi seseorang adalah baik atau buruk, positif
atau
Perencanaan permasalahan
negatif, yaitu atau
menyenagkan
menetapkan mencapai
atau
tidak
bagaimana suatu
menyenangkan.
memecahkan
suatu
Penetapan
yaitu
tujuan.
membandingkan alternatif pemecahan suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan, dan mencari alternatif terbaik. Berfikir yaitu aktivitas kognitif yang muncul di sepanjang aktivitas, dapat diartikan deangan kemampuan seseorang untuk menginterpretasikan, memberi makna, dan memahami aspek utama pengalaman pribadi mereka.. 4. Timbal Balik Timbal balik merupakan dimensi dari relationship marketing yang menyebabkan salah satu pihak memberikan timbal balik atau mengembalikan atas apa yang telah didapat atau sepadan dengan apa yang diterimanya. (Callaghan, 1995 dalam Yau, et al.,1999). Hal ini untuk melindungi kedua belah pihak (customer dan supplier) agar mendapatkan keuntungan yang sama dan salah satu pihak tidak merasa dirugikan. (Lebra, 1976 dalam Yau, et al., 1999). Timbal balik mengindikasikan adanya suatu kerjasama atau hubungan dengan pihak lain, yang mencerminkan bahwa antara perusahaan dan konsumen memilki kewajiban yang sama. Perusahaan berkewajiban memberikan pelayanan yang sesuai dengan apa yang ditawarkan dan kesesuaian antara harga dan pelayanan. Sebaliknya konsumen wajib membayar atas apa yang telah diterimanya. Dimensi timbal balik meliputi kesesuaian
19 harga dengan kualitas, usaha memberikan kompensasi atas kerusakan atau pelayanan yang buruk, dan kesesuaian produk dengan apa yang ditawarkan. Menurut (Callaghan, 1995; Yau, et al., 1999) indikator yang berhubungan
dengan
timbal
balik
meliputi:
kesesuaian
harga,
kompensasi atas kerusakan, kesesuaian produk dengan penawaran. 5. Kepercayaan Menurut Garbarino dan Johnson (1999) pengertian kepercayaan dalam pemasaran jasa lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu pada keyakinan konsumen atas kualitas dan keandalan jasa yang diterimanya. Secara operasional, kepercayaan mengacu pada pendapat Gwinner (1998) yang lebih menekankan pada “keuntungan” psikologi dari pada perlakuan istimewa terhadap pelanggan atau manfaat sosial” dalam hubungan pelanggan dengan perusahaan jasa.sedangkan (Mowen dan Minor, 2002:312) kepercayaan konsumen adalah semua pengetahuan yang dimilki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut, sesuatu dimana seseorang memilki kepercayaan dan sikap marketing terhadap atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki. Dalam konteks relationship marketing, kepercayaan merupakan salah satu dimensi dari relationship marketing untuk menentukan sejauh mana apa yang dirasakan suatu pihak atas integritas dan janji yang ditawarkan pihak lain (Callgan 1995 dalam Yau, et al. 1999).
20 Kepercayaan didefinisikan oleh (Moorman, et al., 1993:82) sebagai keinginan untuk menggantungkan diri pada mitra bertukar yang dipercayai. Dalam penelitian ini, kepercayaan diasumsikan sebagai kepercayaan terhadap orang atau pihak tertentu. Penelitian yang sejalan dengan (Moorman, 1993) di atas adalah penelitian (Morgan dan Hunt., 1994). Mereka berhasil mengungkapkan bahwa perilaku hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan mitra-mitranya banyak ditentukan oleh kepercayaan dan komitmen sehingga dapat diperkirakan bahwa kepercayaan akan mempunyai hubungan yang positif. Menurut (Callaghan, 1995 dalam yau, et al. 1999) indikator yang berhubungan dengan kepercayaan meliputi: kepercayaan terhadap perusahaan, pengetahuan pelanggan akan produk, keyakinan atas manfaat produk. 2.1.2.2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Relationship Marketing (Robinette, 2000:125), menjelaskan bahwa untuk membangun dan
mengembangkan relationship marketing yang baik dan bertahan untuk jangka
waktu
yang
lama,
maka
perusahaan
selayaknya
juga
memperhatikan faktor-faktor berikut ini, yaitu : a. Mutual benefit (keuntungan bersama) Maksudnya adalah dalam strategi ini pihak perusahaan dan pelanggan harus sama-sama diuntungkan. Sedapat mungkin menumbuhkan “winwin situation” yang mana manfaat yang dirasakan satu orang, orang lain juga harus merasakan manfaat tersebut. Pelanggan merasa puas
21 dan senang dengan produk maupun pelayanan yang diberikan perusahaan, sedangkan perusahaan mendapatkan keuntungan dengan adanya transaksi tersebut. Hal ini meliputi tentang kenyamanan dalam bertransaksi dan juga keuntungan lain seperti pemberian hadiah. Sehingga dengan adanya faktor-faktor tersebut semakin banyak orang yang tertarik yang datang dan keuntungan perusahaan juga semakin meningkat. b. Commitment (kesetiaan atau kepastian) Suatu janji yang diungkapkan baik secara eksplisit maupun implisit dari kontinyuitas pertukaran hubungan dengan mitranya. Dalam hal ini komitmen dapat berupa kesinambungan hubungan baik perusahaan dengan pelanggan, menjaga mutu pelayanan dan kualitas produk, sehingga semakin besar komitmen perusahaan untuk melakukan hal tersebut maka loyalitas pelanggan akan semakin tinggi. c. Communication (komunikasi atau hubungan) Komunikasi merupakan hubungan antara dua orang atau lebih, baik secara lisan maupun tertulis. Disini kedua belah pihak harus dapat saling mengekspresikan keinginan dan merasa bahwa mereka dapat saling mendengar dan mengerti. Komunikasi antara perusahaan dengan tidak hanya bertatap muka, namun juga melalui surat, kartukartu ucapan, telepon yang berupa sales call serta e-mail.
22 d. Authenticity Perusahaan harus menanggapi kebutuhan ataupun keluhan (complain) dari pelanggan, dengan sungguh-sungguh. Dalam menjalin hubungan dengan pelanggan harus berdasarkan kebenaran, kejujuran, sehingga akan mempercepat perkembangan dari hubungan antara perusahaan dengan pelanggan, sehingga setelah itu akan timbul loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Menurut (Gronross, et al., 1996), mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi relationship marketing, yaitu : 1. Mengukur nilai relasi dan program relationship marketing, ini harus menjelaskan laporan relationship, tujuan, tanggung jawab, criteria evaluasi, kalau perlu menempatkan satu manajer atau lebih untuk melayani satu pelanggan utama dan potensial yang melayani segala kepentingan pelanggan itu. 2. Memanajemeni
dan
memotivasi
organisasi
bagi
relationship
marketing, membangkitkan dan mengkomunikasikan organisasi akan kekuatan pelanggan jangka panjang. Dukungan organisasi dalam mendukung relationship marketing menjadikan organisasi lebih sebagai organisasi lebih sebagai kumpulan pikiran, dibandingkan dengan fungsi organisasi. 3. Marketing sebagai himpunan pikiran terhadap fungsi, perpaduan dan kerjasama antar bagian dalam organisasi dalam mendukung
23 relationship marketing menjadikan organisasi lebih sebagai kumpulan pikiran, dibandingkan dengan fungsi organisasi. 4. Meningkatkan dan memantapkan keterkaitan dengan pelanggan, meliputi perencanaan dan penetapan tujuan, strategi, tindakan spesifik, dan sumber daya yang dibutuhkan. 2.1.2.3.
Prinsip-prinsip Relationship marketing Menurut (Mc Kenna, 1991), ada lima prinsip yang berkaitan
dengan penerapan relationship marketing, yaitu : 1. Pemasaran adalah bagaikan perjalanan ke bulan. 2. Pemasaran berkenaan dengan penciptaan pasar (market creation), bukan market sharing. 3. Pemasaran adalah masalah proses, bukan taktik-taktik promosional. 4. Pemasaran adalah kualitatif, bukan kuantitatif. 5. Pemasaran adalah tugas atau pekerjaan setiap orang. Pertama, pemasaran adalah bagaikan perjalanan ke bulan. Analogi pemasaran hubungan dengan perjalanan ke bulan memberikan penegasan tentang perlunya menempatkan pasar sebagai kiblat dari pemasaran dan organisasi, dan bagaimana keberhasilan pemasaran dapat dijelaskan oleh interaksi diantara keduanya. Keberhasilan pemasaran ditentukan oleh kekuatan-kekuatan “gravitasonal” dari pasar (bulan) dan organisasi (bumi). Kedua, pemasaran adalah penciptaan pasar (market creation) bukan market sharing. Dikatakan bahwa pemasaran adalah menciptakan pasar,
24 bukan market sharing karena hubungan baik dalam jangka panjang dapat memberikan peluang bagi diciptakannya produk-produk baru yang diminta oleh pelanggan atau menciptakan permintaan akan produkproduk lain dari organisasi. Ini berbeda dengan perusahaan yang berorientasi transaksi dimana perusahaan hanya berjuang untuk mengisi sebagian proporsi dari pasar dengan produknya yang sudah ada. Ketiga,
pemasaran
adalah
masalah
proses
bukan
taktik
promosional. Pemasaran adalah pada proses, bukan pada taktik-taktik promosi. Moral dari konsep ini adalah bahwa periklanan dan promosi adalah bahwa periklanan dan promosi hanyalah sebagian kecil dari strategi pemasaran. Keempat, pemasaran adalah kualitatif bukan kuantitatif. Angka-angka dapat memberi keamanan bagi pemasar di dalam pengambilan keputusan. Ada tiga prinsip mendasar yang perlu dipahami sebelum perusahaan/organisasi mengembangkan strategi relationship marketing, yaitu loyalitas/retensi pelanggan dan kepuasan, profitabilitas, dan customer retention (Mcllrony & Barnnett, 2000). Dalam konteks bisnis, loyalitas menggambarkan suatu komitmen pelanggan untuk melakukan bisnis dengan organisasi, dengan membeli barang dan jasa secara berulang, dan merekomendasikan jasa dan produknya kepada teman. 2.1.2.4.
Tujuan dan Manfaat Relationship marketing Menurut Christoper, Payne & Ballantyne, dikutip dalam (Tjiptono,
2006:419) mengemukakan bahwa tujuan utama dari relationship
25 marketing adalah membangun dan mempertahankan basis pelanggan yang memiliki relationship commitment kuat dan profitable bagi perusahaan. Profitabilitas dan pertumbuhan bisa dicapai melalui model ACURA (Acquisition, Cross-Sell, Up-Sell, Retention). 2.1.2.5.
Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Relationship marketing Menurut (Marshal dan Simon, 1999:73), ada tujuh langkah yang
perlu dilakukan dalam pelaksanaan relationship marketing, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini : MANAGING CUSTOMER RELATIONSHIP 1 IDENTIFYING KEY REQUIREMENT 5 IMPROVING RELATIONSHIP
2
3
4
SETTING SERVICE STANDARD
CUSTOMER ACCESBILITY
CUSTOMER ACCESBILITY
6
7
COMMITMENT
EVALUATING AND IMPROVING
Gambar 1 Langkah-Langkah Relationship marketing
Sumber : Marshal (1964 : 3)
Secara singkat, dalam (Simon, 1999:74) dijabarkan tindakan konkrit yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan tiap langkah tersebut, yaitu :
26 1. Mengidentifikasi kebutuhan utama, yaitu adanya kontak dengan pelanggan eksternal dan internal. 2. Menetapkan standar pelayanan, yaitu dengan cara mengembangkan strategi dan standar produk untuk mendukung kontak yang telah dilakukan. 3. Kemudahan akses bagi pelanggan, yaitu dengan menetapkan suatu prosedur yang mudah bagi konsumen yang membutuhkan bantuan atau pun dalam rangka memberikan masukan atau komentar. 4. Mencari umpan balik, yaitu dengan cara perusahaan menentukan tingkat kepuasan melalui transaksi yang dilakukan dan mengatur tingkat kepuasan tersebut untuk memperbaiki hubungan menjadi lebih baik. 5. Memperbaiki hubungan, yaitu dengan mengevaluasi segala informasi yang berasal dari pelanggan dalam rangka untuk memperbaiki strategi manajemen relationship dan penerapannya. 6. Komitmen merupakan langkah yang paling penting karena pada tahap ini pelanggan sangat menginginkan kepercayaan, keyakinan dan kepuasan. 7. Melakukan evaluasi dan perbaikan, sehingga dapat menutup gap antara harapan pelanggan dengan penyampaian jasa. Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa suksesnya pelaksanaan strategi relationship marketing dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam perusahaan (faktor internal) maupun dari luar perusahaan (faktor
27 eksternal). Namun yang terpenting adalah faktor internal. Sesuai dengan pendapat (Simon, 1999: 78), perlu adanya suatu kepemimpinan yang kuat dalam perusahaan yang tidak hanya mendorong karyawan untuk memfasilitasi loyalitas, tetapi juga turut memproses empati, visi dan mampu menyelesaikan konflik yang timbul antara perusahaan dengan pelanggan.
2.1.3. Pelanggan 2.1.3.1. Definisi Pelanggan (Kotler , 2003: 85) mengemukakan bahwa, pelanggan adalah orang yang menyampaikan keinginannya kepada kita. Tugas kita adalah menanganinya supaya mendatangkan keuntungan baik bagi perusahaan maupun bagi pelanggan itu sendiri. Sedangkan menurut (Tjiptono, 2001 : 128), pelanggan merupakan orang yang selalu membeli barang atau jasa perusahaan. Istilah “Pelanggan” ditafsirkan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, pelanggan diartikan semua pihak yang mempunyai hubungan kerja dengan bisnis kita, atau semua pihak yang terkait dalam proses produksi seperti, supplier bahan baku, penyandang dana (pemilik perusahaan, kreditor, investor, perbankan, dll), distributor/agen pemasar/penyalur, sebagai jembatan atau perantara agar produk tiba di tangan end-user, para pekerja dan orang-orang
lain
yang
terlibat
dalam
proses
produksi,
para
28 pesaing/competitor, dan pembeli produk/jasa (konsumen, end-user). Dalam arti sempit pelanggan merupakan pembeli produk/jasa, tanpa memperhitungkan apakah sering, jarang atau hanya sesekali saja membeli produk/jasa kita. Ini disebut juga pelanggan riil. Pelanggan dalam pengertian ini juga disebut semua orang atau pihak yang menaruh perhatian atau tertarik pada produk/jasa kita atau hanya sekedar ingin tahu saja. Pelanggan yang seperti ini disebut juga pelanggan potensial (http://www.customer.com) Sedangkan menurut (Wright, 2006:19) menyatakan bahwa, pelanggan adalah manajer produksi yang terbaik, evangelist dan mungkin merupakan satu-satunya orang di dunia yang memberitahukan secara jujur tentang perusahaan. Pelanggan dikelompokkan menjadi lima oleh (Wright, 2006:2126), yaitu : a. Pelanggan setia, yaitu pelanggan yang memperoleh banyak sekali pengalaman positif dari perusahaan atau produk, sehingga setiap ada kesempatan yang berkaitan dengan perusahaan, produk, dan atau pelayanan, mereka harus menceritakan pengalamannya kepada setiap orang. b. Pelanggan tetap, yaitu pelanggan yang menikmati produk atau pelayanan. Mereka mungkin mengakuinya tetapi bukan sebagai yang terbaik di dunia dan mereka membeli dikarenakan nilainya, mungkin karena termurah atau belum menemukan yang lebih baik.
29 c. Pelanggan yang enggan, yaitu pelanggan yang pernah mendapat pengalaman negatif dari perusahaan, namun terkadang mereka juga senang dan puas ketika mendapatkan pengalaman yang sebaliknya dengan produknya. Pelanggan jenis ini sering terombang ambing antara puas dan tidak puas. d. Pelanggan yang terpaksa, yaitu pelanggan yang sama sekali tidak menikmati produk atau pelayanan, tetapi mereka akan membelinya jika terpaksa dan hanya benar-benar terpaksa. e. Pelaku sabotase, yaitu pelanggan yang memiliki banyak sekali pengalaman buruk, yang mana membuat mereka berusaha sekuat tenaga untuk melakukan apa pun yang dapat menjatuhkan atau merusak bisnis perusahaan. 2.1.3.2.
Nilai Pelanggan Definisi nilai pelanggan beraneka ragam, antara lain: Menurut
(Kotler, 2003:68), nilai pelanggan yaitu selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta semua biaya tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan. Nilai pelanggan merupakan emotional bond yang ada antara konsumen dan produsen setelah konsumen menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan produsen dan memperoleh nilai tambah atas produk atau jasa tersebut (Ellitan, 1999:237). Sedangkan menurut (Nonaka Kano dalam Ellitan, 1999:238) membedakan nilai pelanggan menjadi tiga tingkatan :
30 a. Expected value, adalah nilai yang diharapkan pelanggan. Pada tingkatan ini perusahaan memberikan barang atau jasa tanpa sesuatu yang dapat diingat oleh konsumen dan tidak ada hal-hal istimewa yang membedakannya dengan perusahaan-perusahaan pesaing. b. Desired value, merupakan suatu usaha meningkatkan value added bagi pelanggan tetapi pada dasarnya hal ini tidak diinginkan oleh pelanggan. Pada level ini organisasi dapat menentukan cara meningkatkan nilai pelanggan yang memungkinkan perubahan perusahaan ke arah yang lebih baik, dan akhirnya membangun customer bonding. c. Unanticipated value, merupakan tingkatan customer value yang terakhir. Pada level ini perusahaan menemukan cara menambah nilai diluar harapan-harapan pelanggan bahkan diluar yang diinginkan pelanggan. Tingkatan ini meliputi pelayanan segera atas kebutuhankebutuhan mendesak, terus-menerus berusaha untuk menemukan cara pemecahan masalah-masalah konsumen, memberikan pelayanan tambahan tanpa harus membayar biaya ekstra atau memberikan segala sesuatu lebih dari apa yang dibutuhkan pelanggan. Nilai pelanggan (customer value) harus mendapat perhatian perusahaan,
karena
dengan
customer
value
perusahaan
dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan dan pada akhirnya perusahaan akan mendapat kepuasan dari pelanggan. Nilai-nilai yang diharapkan
31 pelanggan harus terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjaga loyalitas.
2.1.4. Kepuasan Pelanggan 2.1.4.1. Definisi Kepuasan Pelanggan Menurut Howard dan Sheth (1969) dalam Tjiptono (2006 : 349) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan situasi kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara hasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan.
(Swan
et
al.,
(1980)
dalam
(Tjiptono,
2006:349)
mendifinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk yang bersangkutan cocok atau tidak dengan tujuan/pemakaiannya. Menurut (Cadotte et al., 1987) dalam (Tjiptono 2006:349) mengkonseptualisasikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan yang timbul sebagai hasil evaluasi terhadap pengalaman pemakaian produk atau jasa. Sedangkan menurut (Mowen, 1995) dalam (Tjiptono, 2006:349), merumuskan kepuasan pelanggan sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (acquisition) dan pemakaiannya. Berdasarkan paradigma tersebut, kepuasan pelanggan dirumuskan sebagai evaluasi purnabeli, di mana persepsi terhadap kinerja alternatif produk/jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum
32 pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak bisa memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Dengan demikian ketidakpuasan dinilai sebagai bipolar opposite dari kepuasan. Menurut (Giese dan Cote, 2000) dalam (Tjiptono, 2006:350) mengidentifikasikan tiga komponen utama dalam definisi kepuasan pelanggan sebagai berikut : a. Tipe respon (baik respon emosional/afektif maupun kognitif) dan intensitas respon kuat hingga lemah, biasanya dicerminkan lewat istilah-istilah seperti “sangat puas”, “netral”, “sangat senang”, “frustasi” dan sebagainya. b. Fokus respon, berupa produk, konsumsi, keputusan pembelian, wiraniaga, toko, dan sebagainya. c. Timing respons, yaitu setelah konsumsi, setelah pilihan pembelian, berdasarkan pengalaman akumulatif, dan seterusnya. 2.1.4.2.
Faktor-Faktor Yang Menentukan Kepuasan Pelanggan Faktor-faktor yang menentukan pelanggan merasa puas atau tidak
terhadap suatu produk yang dikonsumsinya tergantung pada bagaimana hubungan antara harapan dan kinerja produk yang diterimanya ketika mengkonsumsi
produk
tersebut.
Umumnya,
harapan
pelanggan
merupakan perkiraan atau keyakinan tentang apa yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi suatu produk. Sehubungan dengan hal ini maka
33 pelanggan mendasarkan harapannya pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan kinerja produk baru dapat dirasakan setelah terjadi proses pembelian. Pemuasan konsumen harus terus selalu disertai dengan pemantauan terhadap kebutuhan dan keinginan mereka. Dalam hal ini tugas manajemen adalah mengidentifikasi atribut produk dan dukungan pelayanan yang dianggap penting oleh para pembeli pada saat mereka membeli dan menggunakan produk tersebut. (Tjiptono, 2000 : 68-69) menyatakan bahwa faktor-faktor yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa atau dimensi, dimana faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi produk manufaktur adalah melalui dimensi-dimensi kualitas atau mutu barang yaitu : 1) Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli. 2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. 3) Keandalan (realibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. 4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standarstandar yang telah ditetapkan sebelumnya.
34 5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dari penggunaan produk tersebut. 6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan serta penanganan keluhan yang memuaskan. 7) Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. 8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut (Parasuraman et al., 1985) : 1) Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 2) Keandalan (realibility), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
35 5) Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. Mewujudkan
kepuasan
pelanggan
secara
keseluruhan
dan
berkesinambungan merupakan hal yang ingin dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan karena pelanggan yang dihadapi saat ini berbeda dengan pelanggan pada beberapa dasawarsa yang lalu makan perusahaan harus benar jeli menstrategi kebijakan pemasaran yang akan dilakukan. Saat ini pasar berada pada suatu tingkat yang dewasa sehingga pelanggan semakin terdidik dan menyadari hak-haknya. Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu perusahaan tertentu, faktor-faktor penentu yang digunakan bisa berupa kombinasi dari faktor penentu kepuasan terhadap produk dan jasa. Umumnya yang sering digunakan konsumen adalah aspek pelayanan dan kualitas barang atau jasa yang dibeli. 2.1.4.3.
Jenis Strategi Kepuasan Pelanggan Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus
berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia (Schnaars, 1991). Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, yaitu :
36 1) Strategi pemasaran berupa Relationship marketing (McKenna, 1991), yaitu strategi dimana transaksi pertukaran antar pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat business). Betapa pentingnya hubungan ini ditunjukkan dengan pernyataan Levitt (dalam jurnal Schnaars, 1991) bahwa “semakin banyak kegiatan ekonomi dunia yang dilakukan melalui hubungan jangka panjang antara pembeli dengan penjual”. Agar relationship marketing dapat diimplementasikan, perlu dibentuk customers database (Goni, 1992), yaitu daftar nama pelanggan yang oleh perusahaan dianggap perlu dibina hubungan jangka panjang dengan mereka. Database tersebut tidak hanya berisi nama pelanggan, tetapi juga mencakup beberapa hal penting lainnya, misalnya frekuensi dan jumlah pembelian, preferensi, dan lain sebagainya. Dengan tersedianya informasi semacam itu, maka diharapkan perusahaan dapat memuaskan para pelanggannya secara lebih baik, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan sehingga terjadi pembelian ulang. Selain itu, informasi tersebut memungkinkan perusahaan untuk merancang produk khusus yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan tertentu. Supaya bisa memberikan hasil yang lebih efektif, hubungan yang baik
37 tidak hanya dibina dengan pelanggan akhir saja, tetapi juga dengan pemasok, bahkan dengan perusahaan pesaing. 2) Strategi superior customer service (Schaars, 1991), yaitu menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing. Bentuk-bentuk layanan pelanggan yang mungkin dikembangkan oleh sebuah perusahaan meliputi garansi, jaminan, pelatihan menggunakan produk, konsultasi teknikal, saran-saran untuk pemakaian produk alternatif, peluang mengembalikan/menukar produk yang tidak memuaskan, reparasi komponen-komponen yang rusak/cacat, penyediaan suku cadang pengganti, penindak – lanjutan kontak dengan pelanggan, informasi berkala dari perusahaan, klub/organisasi pemakai produk, pemantauan dan penyesuaian produk untuk memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan, dll (Katz, 1994). Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan yang superior. 3) Strategi unconditional guarantees (Hart, 1988) atau extraordinary guarantess (Hart dalam Supiyo, 1993). Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan.
38 2.1.5. Hubungan antara Relationship marketing dengan Kepuasan Pelanggan Menurut (Yasin, 2001:75), mengungkapkan bahwa relationship marketing akan sangat efektif pada pelanggan yang tepat, yaitu pelanggan yang sangat memperhatikan dan mengharapkan pelayanan yang konsisten dan tepat waktu. Dari pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa dalam menjalankan strategi relationship marketing, perusahaan juga harus memperhatikan mengenai kualitas pelayanan. Karena dengan memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan, dalam hal ini pihak-pihak yang langsung berhubungan dan berinteraksi dengan pelanggan seperti operator, recepsionist, teller, ataupun customer service, maka akan terjalin hubungan yang erat antara perusahaan dan pelanggan. Sedangkan menurut (Chan, 2003: 6), relationship marketing adalah pelayanan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah sehingga membentuk suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan. Melalui relationship marketing, perusahaan dapat memberikan nilai lebih pada pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan dengan memahami keinginan serta kebutuhan mereka, dan mengadakan usaha-usaha untuk lebih mengenal pelanggan dengan baik. Dengan memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan, dalam hal ini pihak-pihak yang langsung berhubungan dan berinteraksi dengan pelanggan akan tercipta jalinan hubungan yang erat antara perusahaan dan pelanggan.
39 Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas karyawan. Karena pentingnya kepuasan pelanggan terhadap kelangsungan hidup perusahaan, maka perusahaan harus secara kontinyu menjaga dan meningkatkan kepuasan dari pelanggannya. Untuk membangun kepuasan pelanggan, perusahaan harus memiliki hubungan yang baik dengan pelanggan. Karena dengan menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan, maka perusahaan dapat lebih memahami akan kebutuhan, keinginan dan harapan-harapan mereka. Pelanggan dengan kepuasan yang tinggi, selain akan membawa keuntungan dalam jangka panjang, mereka berfungsi sebagai penasehat bagi orang lain untuk menjadi pelanggan dari perusahaan, dan juga mereka selalu mendukung programprogram perusahaan, baik berupa pengembangan produk baru maupun pelayanan yang sudah ada. 2.2. Penelitian Terdahulu (Prasasti et al., 2003) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Relationship marketing Terhadap Kepuasan Pelanggan Dalam Industri Jasa Asuransi Jiwa. Populasinya adalah seluruh nasabah asuransi jiwa yang berasal dari 22 perusahaan asuransi jiwa di Surabaya. Teknik
40 penentuan sampel yang digunakan adalah non random sampling, dengan metode accidental sampling dan jumlah sampelnya sebanyak 175 orang responden.
Metode
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
cara
mengajukan daftar pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk angket. Metode analisis data yang digunakan adalah metode regresi linear berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa relationship marketing yang meliputi pertalian, empati, timbal balik dan kepercayaan secara bersama-sama berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan nasabah asuransi jiwa di Surabaya. Secara parsial variabel timbal balik dan kepercayaan berpengaruh terhadap kepuasan nasabah asuransi jiwa di Surabaya, sedangkan untuk variabel pertalian dan empati secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepuasan nasabah asuransi jiwa di Surabaya. Selain itu hasil analisis terhadap koefisien determinasi (R Square) menunjukkan bahwa relationship marketing yang meliputi pertalian, empati, timbal balik dan kepercayaan mampu menjelaskan 9,1% terhadap kepuasan nasabah asuransi jiwa di Surabaya, sedangkan sisanya sebesar 90,9% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian tersebut.
41 2.3. Rerangka Pemikiran Berdasarkan atas tinjauan teoritis di atas maka dapat digambarkan konsep kerangka pemikiran sebagai berikut : Pertalian (X1) Empati (X2)
Kepuasan Konsumen (Y)
Timbal Balik (X3) Kepercayaan (X4) Gambar 2 Kerangka Pemikiran
2.4. Hipotesis Perumusan hipotesis merupakan bagian dari langkah dalam suatu penelitian. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap penelitian harus merumuskan hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan (Sugiyono, 2008:64) seperti dibawah ini yaitu : 1.
Pertalian memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan PT. Hartono Elektronika Cabang Kertajaya Surabaya.
2.
Empati memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan PT. Hartono Elektronika Cabang Kertajaya Surabaya.
42 3.
Timbal balik memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan PT. Hartono Elektronika Cabang Kertajaya Surabaya.
4.
Kepercayaan memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan PT. Hartono Elektronika Cabang Kertajaya Surabaya.