BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1
Analisis Makroekonomi
Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis kegiatan suatu perekonomian dengan melihat bagianbagian kecil dari keseluruhan ekonomi, tetapi jika makroekonomi dapat diartikan sebagai melihat kegiatan ekonomi dengan memperhatikan gambaran kegiatan ekonomi secara menyeluruh (Sukirno, 2004:26). Analisis makroekonomi pada hakikatnya menjelaskan mengenai tentang bagaimana kegiatan ekonomi ditentukan dan faktor- faktor penentunya, masalahmasalah yang dhiadapi setiap perekonomian dan tujuan-tujuan kebijakan pemerintah dan bentuk kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi. Dalam analisis makroekonomi yang perlu diperhatikan adalah: pendapatan nasional (PDB dan PNB), tingkat pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan tingkat pengangguran, inflasi dan neraca pembayaran. 2.1.2
Teori permintaan dan Penawaran Valas
Di pasar terdapat dua kekuatan utama yang saling berinteraksi, yaitu permintaan dan penawaran, sehingga terbentuk keseimba ngan yang dicerminkan pada level harga dan kuantitas dimana kurva permintaan dan penawaran bertemu. Hukum penawaran menghubungkan berbagai titik kombinasi antara jumlah barang dan jasa dan tingkat harga yang ditawarkan. Semakin tinggi harga, akan
semakin tinggi kuantitas yang ditawarkan atau sebaliknya jika harga turun dengan asumsi cateris paribus sehingga terdapat hubungan yang positif antara harga dan penawaran. Teori mekanisme pasar juga menjelaskan bahwa perubahan penawaran dan permintaan yang terjadi di pasar menyebabkan perubahan terhadap nilai suatu barang. Dengan pendekatan yang sama maka kurs mata uag asing akan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran terhadap suatu mata uang yang menyebabkan perubahan kurs mata uang tersebut. Kurs yang terbentuk merupakan cerminan dari keinginan para pelaku pasar. Pada akhirnya kurs mempresentasikan kemampuan para pelaku pasar dalam menggeser atau mempertahankan kurva permintaan dan penawaran. Melalui mekanisme permintaan dan penawaran akan dicapai suatu kesepakatan dan terbentuknya keseimbangan kurs. Apabila permintaan terhadap suatu mata uang, misalnya permintaan terhadap rupiah lebih besar dari penawarannya, maka nilai rupiah akan naik. Sebaliknya apabila permintaan terhadap rupiah lebih kecil dari penawarannya maka nilai rupiah akan turun. Kurs terbentuk ketika jumlah kurs yang diminta sama dengan jumlah kurs yang ditawarkan. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan kurs (Sugeng dkk, 2010: 18). 2.1.3 Produk Domestik Bruto Di dalam suatu perekonomian, di negara- negara maju maupun di negaranegara berkembang, brang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Perusahaan
multinasional beroperasi di berbagai negara dan membantu menaikkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oelh negara- negar tersebut. Perusahaan multinasional tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara dimana perusahaan itu beroperasi. Operasinya menambah barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara, menambah penggunaan tenaga kerja dan pendapatan dan sering sekali juga membantu menambah ekspor (Sukirno, 2004:35). 2.1.4 Inflasi Menurut Sadono Sukirno (2004:14) inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu preoses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi (persentasi pertambahan kenaikan harga) berbeda dari suatu period e ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Adakalanya tingkat inflasi adalah rendah yaitu mencapai di bawah 2 atau 3 persen. Tingkat inflasi yang moderat mencapai di antara 4 – 10 persen. Inflasi yang sangat serius dapat mencapai tingkat beberapa puluh atau beberapa ratus persen dalam setahun. Masalah kenaikan harga-harga yang berlaku di berbagai negara diakibatkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah: 1. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaanperusahaan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa 2. Pekerja-pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah 3. Kenaikan barang-barang yang diimpor 4. Penambahan penawaran uang tanpa diikuti oleh pertambahan produksi dan penawaran barang
5. Kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggung jawab. Kenaikan harga-harga menimbulkan efek buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang negara itu tidak dapat bersaing di pasaran internasional. Maka ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor menjadi relatif murah. Maka lebih banyak impor akan dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikuti pula oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk (Sukirno, 2004:339). 2.1.4.1 Sebab-sebab terjadinya Inflasi Kondisi yang memungkinkan terjadinya inflasi, yaitu terjadi kelebihan permintaan terhadap barang dan jasa disektor riil atau bila dilihat dari sektor moneter, inflasi terjadi karena adanya kelebihan jumlah uang yang beredar. Hal ini menyebabkan masyarakat akan melakukan pengeluaran (spending) lebih besar, padahal output riil sudah mencapai keadaan full employment a. Teori kuantitas Uang sederhana Secara sederhana, sebab terjadinya inflasi dapat diterangkan dengan menggunakan persamaan irving fischer, yaitu MV=PT, dimana MV mencerminkan total pengeluaran uang untuk barang dan jasa (total money expenditures on goods and services), dan PT mencerminkan total penerimaan uang hasil penjualan barang dan jasa (total money receipts from the sale of goods and service). Seandainya tidak ada perubahan
dalam faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya transaction velocity of money (V), maupun transaction (T), maka hubungan yang ada dalam persamaan pertukaran itu hanya antara money supply (M) dan price (P): MV=PT. Dengan demikian, berarti adanya perubahan jumlah uang beredar akan menyebabkan terjadinya perubahan tingkat bunga. Bila pemerintah menambah jumlah uang beredar secara terus menerus, maka tingkat harga pun akan naik terus yang berarti timbul inflasi. b. Analisis Ortodoks tentang Inflasi a. Demand pull theories of inflation Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh adanya faktor- faktor yang menggeser aggregate demand, sehingga tercipta keadaan excess demand yang merupakan inflationary gap sehingga menekan harga untuk naik. Peningkatan aggregate demand pada situasi output full-employment akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan pada pasar barang dan jasa, sehingga harga barang dan jasa pun meningkat. Sementara itu peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan terhadap faktor produksi, sehingga harga faktor produksi pun naik. Kenaikan harga barang dan jasa serta kenaikan harga faktor produksi inilah yang merupakan inflasi bagi perekonomian.
b. Supply-side Theories of inflation Teori ini menekankan pada terjadinya pergeseran kurva aggregate supply sebagai penyebab utama inflasi, disebut juga cost push inflation dan supply shock inflation. Factor yang menyebabkan terjadinya pergeseran aggregate supply ini ditafsirkan bermacam- macam mulai dari tingkat upah, harga barang dalam negeri, harga barang impor, ataupun kekakuan struktural. c. Demand Supply Theories of inflation Adanya peningkatan aggregate demand menyebabkan kanaikan harga, yang kemudian diikuti oleh peningkatan aggregate supply, sehingga harga naik lebih tinggi lagi. Interaksi antara aggregate demand dan aggregate supply yang menekan harga untuk meningkat ini dikatakan sebagai akibat adanya harapan atau perkiraan (expectation). Bahwa tingkat harga dan tingkat upah akan meningkat, ataupun karena adanya kelembaman (inertia) dari inflasi masa lalu. 2.1.4.2 Pengukuran Tingkat Inflasi Menurut Khalwaty Tajul (2000:35) Pengukuran tingkat inflasi dapat di lakukan dengan beberapa pendekatan yaitu: 1. Indeks Biaya Hidup (IBH/ Cost of Living Index) Yaitu menghitung perubahan harga barang dan jasa pada waktu pencatatan terhadap harga pada tahun dasar dengan mengobservasi 62 macam barang dan jasa yang tersedia di pasar dengan ketentuan barang tersebut dapat
diganti dengan barang yang dianggap bisa menjadi substitusi bila tidak terdapat pangsa pasar. 3. Indeks Harga Konsumen (IHK/ consumen price index) Yaitu menghitung perubahan harga barang dan jasa pada waktu pencatatan terhadap harga pada tahun dasar. IHK di hitung dari 45 kota, IHK dimaksudkan sebagai pengukur perkembangan daya beli rupiah yang dibelanjakan oleh setiap rumah tangga untuk membe li paket barang dan jasa dari bulan ke bulan. Dalam perhitungan laju inflasi tahunan yang menggunakan IHK dilakukan dengan menjumlahkan laju inflasi bulanan selama satu tahun, dan bukan memakai dasar perubahan point to point (Desember ke Desember tahun berikutnya). Diharapkan dengan menggunakan cara kumulatif bulan perbulan ini akan diperoleh hasil yang lebih baik secara statistik karena perkembangan dari masing- masing harga dan adanya faktor musiman telah diperhitungkan. 4. Indeks Harga Sembilan Bahan Pokok (IBP) Yaitu perhitungan berdasarkan sembilan bahan pokok. Dalam IBP yang baru jenis barang diwakili oleh lebih dari satu kualitas. 5. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHBP/ whole sale price index) Yaitu dengan menggunakan data harga perdagangan besar tiap bulan oleh BPS dari beberapa kota yang mewakili kegiatan perdagangan besar. Indeks ini mencakup 5 sektor, yaitu pertanian, pertambangan, penggalian, industri ekspor dan impor.
Pada penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan tingkat inflasi yang menggunakan IHK. 2.1.5 Tingkat Suku Bunga Dalam teori keuangan modern yang dikembangkan oleh Keynes, suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Bank sentral dan sistem perbankan adalah institusi yang akan menentukan besarnya penawaran uang pada suatu waktu tertentu. Sedangkan permintaan uang ditentukan oleh keinginan masyarakat untuk memegang uang, dimana kedua faktor tersebut (penawaran dan permintaan uang) akan menentukan suku bunga (Sukirno, 2004:83). 2.1.6 Nilai Tukar Kurs atau nilai tukar adalah jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Menurut Sawaldjo Puspopranoto (2004:212) definisi kurs adalah: “Harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar (kurs).” Menurut Krugman (2005: 98), adalah harga mata uang satu negara terhadap negara lain atau mata uang suatu negara dinyatakan dalam mata uang negara lain. Dari definisi-definisi tersebut diatas dapatlah disimpulkan secara singkat bahwa kurs adalah nilai suatu mata uang dibandingkan degan mata uang lainnya. Misalnya nilai mata uang rupiah terhadap Dollar AS. Pemerintah Indonesia biasanya berperan dalam penentuan kurs agar sampai pada tingkat yang kondusif bagi dunia usaha. Kurs khususnya kurs rupiah per
Dollar sangat berkaitan erat dan mempengaruhi arus barang dan jasa serta modal dari dalam dan keluar Indonesia. Perubahan nilai tukar yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan atau menurunkan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing yang diistilahkan sebagai berikut: 1. Depresiasi adalah peningkatan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau menurunnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing, yang disebabkan karena mekanisme pasar. Istilah lain yang menunjukkan penurunan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing adalah devaluasi. Devaluasi adalah peningkatan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau menurunnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing, yang dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah melalui kebijakan moneter. 2. Apresiasi adalah penurunan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau meningkatnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing. Istilah lain yang menunjukkan peningkatan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing adalah revaluasi. Revaluasi adalah penurunan harga mata uang asing di dalam negeri. Atau meningkatnya nilai mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing yang dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah melalui kebijakkan moneter. Beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar atau kurs valuta asing yaitu: 1) Pendekatan Perdagangan atau Elastisitas
Menurut pendekatan ini, keseimbangan nilai tukar mata uang domestik suatu negara terhadap mata uang asing ditentukan oleh keseimbangan nilai ekspor dan impor negara tersebut. Misalnya jika nilai impor suatu negara melebihi nilai ekspornya atau negara tersebut mengalami defisit neraca perdagangan, maka nilai tukar atau harga valas akan naik sehingga mata uang domestik mengalami depresiasi. Pendekatan ini sangat tergantung pada seberapa responsive (elastis) ekspor dan impor terhadap perubahan harganya. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut dengan pendekatan elastisitas. Semakin elastis ekspor dan impor suatu negara terhadap perubahan harganya, maka akan semakin cepat defisit neraca perdagangan dapat diperbaiki dan semakin cepat pula nilai tukar yang dapat disesuaikan. Pendekatan perdagangan atau elastisitas ini menekankan bahwa nilai tukar ditentukan oleh perdagangan atau aliran barang dan jasa. Aliran modal internasional hanya sebagai faktor yang memberikan respon pasif terhadap ketidakseimbangan perdagangan. Pendekatan perdagangan atau elastisitas ini lebih sesuai untuk menerangkan penentuan nilai tukar dalam jangka panjang daripada dalam jangka pendek. 2) Pendekatan Moneter (Monetary Approach) Berlawanan dengan pendekatan perdagangan atau elastisitas, dimana nilai tukar ditentukan oleh alian dana dalam pasar valuta asing. Pendekatan moneter menyatakan bahwa nilai tukar ditentukan dalam proses
penyeimbangan permintaan dan penawaran mata uang domestik di masingmasing negara. Penawaran uang di setiap negara diasumsikan ditentukan secara independen oleh otoritas moneter negara yang bersangkutan.Permintaan uang, sebaliknya ditentukan oleh tingkat pendapatan riil, tingkat harga dan tingkat suku bunga. Semakin tinggi pendapatan riil dan tingkat harga, maka akan semakin besar permintaan akan uang karena semakin banyak transaksi yang dilakukan sehingga memerlukan uang lebih banyak. Dan semakin tinggi tingkat harga akan semakin besar keinginan untuk berinvestasi sehingga semakin sedikit permintaan akan uang. Misalnya pasar valuta asing berada dalam keseimbangan, kemudian pemerintah menambah pasokan uang. Maka, dalam jangka panjang penambahan pasokan uang ini akan menyebabkan harga barang-barang di dalam negeri naik dan mata uang domestik terdepresiasi. 3) Teori Balance of Payment Approach Pendekatan ini mendasarkan pada pendapatan bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut.Adapun alat
yang digunakan
untuk
mengukur kekuatan
penawaran dan permintaan adalah Balance of Payment. Dengan menggunakan Balance of Payment kita dapat melihat aliran dana masuk dan keluar suatu negara. Dalam menggunakan pe ndekatan ini kita harus berhati–hati melihat data yang ada pada Balance of payment karena tidak
jarang data yang tersaji disana memberikan gambaran yang biasa terhadap pergerakan mata uang itu sendiri. 4) Teori Fisher Effect Teori ini diperkenalkan oleh irving fisher yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga nominal di suatu negara akan sama dengan tingkat suku bunga riil di tambah dengan tingkat inflasi di negara itu. Menurut Fisher Effect tingkat suku bunga nominal di dua negara akan berbeda karena tingkat inflasi mereka berbeda. 5) Teori Internasional Fisher Effect Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect yang telah dijelaskan di atas pendapat ini menyatakan bahwa pergerakan nilai mata uang suatu negara dibandingkan negara lain (pergerakan kurs) di sebabkan oleh perbedaan tingkat suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut. Misalkan suku bunga Amerika adalah 2% sedangkan suku bunga Indonesia adalah 16% maka menurut Internasional Fisher Effect mata uang Indonesia dalam hal ini rupiah akan terdepresiasi (turun nilainya) sekitar 16%-2%=14% dibandingkan dengan mata uang Amerika (USD). Implikasi dari Internasional Fisher Effect adalah orang tidak bisa menikmati dana mereka ke negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang negara yang nilai mata uang negara yang suku bunganya tinggi tersebut akan terdepresiasi sebesar selisih buga nominal dengan negara yang mempunyai suku bunga nominal lebih rendah.
Pergerakan nilai tukar sebagaimana di singgung pada latar belakang berpenggaruh
luas terhadap
terhadap
perekonomian,
termasuk harga. Nilai tukar dalam mempengaruhi harga dapat me lalui jalur transmisi, yaitu: 1) Direct Passthrough 2) Indirect Passthrough
2.1.7 Perkembangan Sistem Nilai Tukar di Indonesia Sejak periode tahun 1970, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu sebagai berikut: a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate) Pada sistem nilai tukar tetap, lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan permintaan atau penawaran valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar kearah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian atau penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasi maka akan dilakukan penjatahan valuta asing. Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan undang-undang No.32 tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar resmi Rp.250/US$, sementara nilai tukar rupiah terhadap
mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$ di bursa valuta asing Jakarta di pasar internasional. Dalam melakukan jual beli mata uang asing lembaga- lembaga keuangan terutama bank, perdagangan akan menggunakan kurs yang ditetapkan. Namun sistem kurs tetap tidak menjamin agar keseimbangan permintaan dan penawaran mata uang asing dicapai pada kurs yang ditetapkan.Pada umumnya keseimbangan di pasaran bebas dicapai pada kurs yang berbeda.Dengan demikian pada kurs yang ditetapkan biasanya permintaan dan penawaran tidak seimbang. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada Bank Indonesia.Dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal pemilikan, penjualan dan pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi semua kebutuhan valuta asing bank komersial dalam rangka memenuhi permintaan valuta asing oleh importir maupun masyarakat. Berdasarkan sistem nilai tukar ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. Pada sistem nilai tukar tetap ini, mata uang suatu negara ditetapkan secara tetap dengan mata uang asing tertentu. Misalnya, mata uang rupiah ditetapkan secara tetap terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Dengan penetapan nilai tukar secara tetap, terdapat kemungkinan nilai tukar yang
ditetapkan terlalu tinggi (over valued) atau terlalu rendah (under valued) dari nilai sebenarnya. b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate) Pada sistem
nilai tukar
mengambang
terkendali pemerintah
mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi rupiah pada 1978 sebesar 33%.Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem basket of currencies negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem ini, Bank Indonesia menerapkan kurs indikasi (pembatas) dam membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread. Pada saat nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap USD.Nilai tukar rupiah berubah-ubah antara Rp.644/US$ sampai Rp.2383/US$. Dengan kata lain, nilai tukar rupiah terhadap USD cenderung tidak pasti. Suatu negara menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali apabila bank sentral melakukan intervensi di pasar valuta asing tetapi tidak
ada komitmen untuk mempertahankan nilai tukar pada tingka t tertentu atau pada suatu batasan target (target zone) tertentu. Intervensi di pasar valuta asing merupakan sejenis batasan target yang tidak resmi (unannounced target zone). Perbedaan mendasar sistem ini dengan standard unannounced target zone adalah tidak ada komitmen pada tingkat nilai tukar tertentu.Dengan demikian, dalam sistem ini tidak ada usaha untuk mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap pergerakan nilai tukar atau permasalahan kredibilitas. c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate) Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem nilai tukar ini
dimaksudkan
untuk
mencapai
penyesuaian
yang
lebih
berkesinambungan pada kondisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position), tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul. Terutama karena ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara yang berkembang masih sederhana.Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan. Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas sejak tahun 1997 hingga sekarang.Sejak pertengahan Juli 1997 rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya
curency turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi rupiah semakin meningkat. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (Free Floating Exchange Rate) sehingga nilai tukar rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiata n intervensi pemerintah terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, mekanisme penetapan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing ditentukan oleh mekanisme pasar. Dengan demikian, pada sistem ini nilai mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung pada permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing dan perilaku spekulan. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, Bank sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan melakukan intervensi langsung ke pasar valuta asing.
Dalam era globalisasi uang diperdagangkan sebagai barang dan tidak ada batas antar negara sehingga nilai tukar sangat rentan terhadap serangan perdagangan valuta asing yang mempunyai sifat alami cenderung mengalami keuntungan.Krisis nilai tukar di negara- negara Asia lainnya pada tahun 19971998 tidak terlepas dari kegiatan spekulasi para pelaku pasar valuta asing. 2.1.8 Indeks Harga Konsume n Menurut Sadono Sukirno, (2004:19) indeks harga konsumen, atau yang lebih dikenal dengan Consumer Price Index (CPI) yaitu indeks harga dari barangbarang yang selalu digunakan para konsumen. Kenaikan harga-harga yang berlaku dari satu waktu ke waktu lainnya tidak berlaku secara seragam. Kenaikan tersebut biasanya berlaku atas kebanyakan barang, tetapi tingkat kenaikannya berbeda. Ada yang tinggi dan ada yang rendah. Disamping itu sebagian barang tidak mengalami kenaikan. Berlakunya tingkat perubahan harga yang berbeda tersebut menyebabkan indeks harga perlu dibentuk untuk menggambarkan tingkat perubahan harga- harga yang berlaku dalam suatu negara. Untuk mengukur tingkat inflasi, indeks harga yang selalu digunakan adalah indeks harga konsumen. Cara membentuk indeks harga adalah sebagai berikut: 1. Memilih tahun dasar, yaitu tahun yang menjadi titik tolak dalam membandingkan perubahan harga 2. Menentukan jenis barang yang harga- harganya akan diamati untuk membentuk indeks harga
3. Menghitung indeks harga
2.1.9 Perdagangan Internasional (Ekspor dan Impor) Perdagangan internasional meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat keterbukaan
perekonomian.
Harga
memainkan
peranan
penting
dalam
perdagangan internasional, perbedaan harga menyebabkan suatu negara dapat mengekspor atau mengimpor barang dan jasa. Perdagangan internasional akan melibatkan berbagai mata uang. Sehingga, peranan nilai tukar atau kurs menjadi penting dalam interaksi ekonomi antar negara (Samuelson, 2004: 87). Suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa tertentu dari produk dalam negeri sehingga mengimpor barang dan jasa tersebut dari negara lain. Disisi lain, suatu negara mengekspor barang dan jasa yang diproduksi kepada negara lain yang membutuhkan. Kegiatan ekspor disuatu negara dipengaruhi oleh permintaan luar negeri terhadap barang-barang domestik. Semakin tinggi GDP luar negeri yang terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat luar negeri menunjukan bahwa terjadi kenaikan permintaan barang-barang konsumsi, baik barang domestik maupun luar negeri. Sehingga, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat luar negeri akan mendorong nilai impor domestik. Impor merupakan bagian dari permintaan domestik akan barang-barang dari luar negeri. Meningkatnya GDP domestik terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat.
Semakin
tinggi
pendapatan
domestik
mendorong
untuk
meningkatnya permintaan akan semua barang, baik domestik maupun luar negeri.
Sehingga semakin tinggi pendapatan domestik maka akan mendorong tingginya permintaan akan barang impor (Blanchard, 2009: 6). Nilai tukar pada umumnya mengalami perubahan secara berarti dari waktu ke waktu. Fluktuasi yang dialami oleh nilai tukar akan berpengaruh pada aktivitas ekspor dan impor. Penjelasan mengenai fluktuasi nilai tukar dengan model pendekatan tradisional (traditional approach) didasarkan pada kajian terhadap pertukaran barang dan jasa antar negara. Artinya, sejauh mana nilai tukar antara dua mata uang dari dua negara ditentukan berdasarkan besarnya nilai perdagangan barang dan jasa antar kedua negara tersebut. Menurut pendekatan ini bahwa nilai tukar keseimbangan adalah nilai tukar yang akan menyeimbangkan nilai ekspor dan impor suatu negara. Misalkan suatu negara mengalami defisit neraca perdagangan yaitu nilai impor lebih besar dari nilai ekspornya. Maka nilai tukar mata uangnya akan meningkat atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami penurunan (depresiasi) artinya nilai mata uang suatu negara menjadi semakin rendah dibandingkan mata uang mitra dagangnya. Dan sebaliknya jika suatu negara mengalami surplus neraca perdagangan dimana nilai ekspornya lebih besar daripada nilai impornya, maka nilai tukar mata uangnya akan menurun atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami peningkatan (apresiasi). Dalam sistem nilai tukar bebas nilai tukar yang mengalami depresiasi atau apresiasi akan mendorong terjadinya arus perubahan ekspor dan impor barang dan jasa dari suatu negara ke negara lainnya sehingga akan tercapai keseimbangan nilai tukar dimana nilai ekspor sama dengan nilai impornya. Proses penyesuaian
untuk mencapai keseimbangan nilai tukar ditentukan oleh sejauh mana elastisitas impor dan ekspor barang dan jasa terhadap perubahan harga (kurs), sehingga pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan elastisitas (elasticity approach). 2.1.10 Penentu Ekspor dan Impor a.
Faktor-faktor yang menentukan ekspor Banyak faktor yang menentukan ekspor pada dasarnya kepentingan ekspor di
suatu negara berbeda dengan negara lain. Di sebagian negara sangat penting ya itu meliputi bagian yang cukup besar dari pendapatan nasional, akan tetapi di negara lain peranannya relatif kecil. Suatu negara dapat mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila barang tersebut diperlukan negara lain dan mereka idak dapat memproduksi barang tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri. Faktor yang lebih penting lagi adalah kemampuan dari negara tersebut untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri. Maksudnya, mutu dan harga barang yang di ekspor tersebut paling sedikit sama baiknya dengan yang diperjual belikan dalam pasaran luar negeri. Cita rasa masyarakat di luar negeri terhadap barang yang diekspor keluar negeri sangat penting peranannya dalam menentukan ekspor sesuatu negara. Secara umum boleh dikatakan bahwa semakin banyak jenis barang yang mempunyai keistimewaan yang sedemikian yang dihasilkan oleh suatu negara, semakin banyak ekspor yang dapat dilakukan. Pendapatan nasional dianggap bukan penentu penting dari ekspor suatu negara. Ekspor akan secara langsung mempengaruhi pendapatan nasional. Akan tetapi hubungan yang sebaliknya tidak selalu berlaku, yaitu kenaikan pendapatan nasional belum tentu menaikkan ekspor
oleh karena pendapatan nasional dapat mengalami kenaikan sebagai akibat kenaikan pengeluaran rumah tangga,
investasi perusahaan,
pengeluaran
pemerintah dan penggantian barang impor dengan barang buatan dalam negeri. b.
Faktor-faktor yang menentukan impor Barang buatan luar negeri juga diimpor oleh sektor lain, yaitu oleh
perusahaan dan pemerintah. Perusahaan mengimpor bahan mentah dan barang modal dari luar negeri. Pemerintah juga melakukan hal yang sama, yaitu pemerintah menggunakan barang konsumsi dan barang modal yang diimpor. Walau bagaimanapun dalam analisis makroekonomi diasumsikan bahwa impor terutama dilakukan oleh rumah tangga. Maka fungsi impor sangat berhubungan dengan pendapatan nasional. Yang dimaksudkan dengan fungsi impor adalah kurva yang menggambarkan hubungan diantara nilai impor yang dilakukan dengan tingkat pendapatan masyarakat dan pendapatan nasional yang dicapai. Seperti telah dinyatakan impor adalah pengeluaran terpengaruh yang berarti semakin tinggi pendapatan nasional maka semakin tinggi pula impor. 2.1.11 Penelitian Sebelumnya Pola hubungan nilai tukar terhadap perdagangan internasional dan pendapatan nasional telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Pertama, penelitian dengan kajian pendekatan permintaan dan penawaran oleh Husman (2005). Penelitian ini menggunakan model komposit (hybrid) yang memadukan permintaan dan penawaran valas dengan variabel fundamental makro ekonomi untuk menjelaskan pergerakan nilai tukar rupiah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel permintaan dan penawaran valas berpengaruh signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Kedua, penelitian mengenai analisis perilaku kurs rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika USD pada sistem kurs mengambang bebas Tara eka pratiwi dan H. purbaya budi santoso (2012). Pendekatan ini mengaplikasikan pendekatan Keynesian stickypricemodel. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel makro gross domestic product (GDP), jumlah uang beredar, indeks harga konsumen dan tingkat suku bunga berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar. Ketiga, penelitian mengenai analisis pengaruh variabel makro terhadap nilai tukar dan pengaruh nilai tukar terhadap perdagangan internasional Indonesia oleh Santi Lismayanti (2013). Pendekatan yang digunakan adalah Stepwise Regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh nilai tukar terhadap perdagangan internasional yaitu variabel produk domestik bruto (PDB) adalah positif terhadap ekspor.
2.2 Rerangka Pe mikiran Berdasarkan penelitian terdahulu menghasilkan perbedaan hasil yang disebabkan oleh perbedaan periode observasi, perbedaan data yang digunakan, kesalahan pengukuran, dan operasional pengukuran yang berbeda (Basri, 2010). Oleh karena itu, penelitian ini bermula dari penelitian-penelitian terdahulu dengan hasil yang berbeda (research gap), untuk mengetahui hipotesis mana yang tepat diterapkan di Indonesia selama periode waktu 2004 – 2012.
Di bawah ini digambarkan bagan rerangka pemikiran yang menjelaskan hubungan beberapa variabel ekonomi dalam penelitian ini (X1 : PDB, X2 : Inflasi, X3 : Tingkat Suku Bunga, X4 : Nilai Tukar) terhadap ekspor (Y1 ) dan impor (Y2 ) Indonesia.
PDB (X1)
INFLASI (X2) EKSPOR (Y1)
TINGKAT SUKU BUNGA (X3)
NILAI TUKAR (X4) Gambar 2.1 Rerangka Pe mikiran Model I
PDB (X1)
INFLASI (X2) IMPOR (Y2)
TINGKAT SUKU BUNGA (X3)
NILAI TUKAR (X4) Gambar 2.2 Rerangka Pe mikiran Model II
Keterangan: X1 = Product Domestic Bruto (PDB) X2 = Inflasi X3 = Tingkat suku bunga X4 = Nilai Tukar Y1 = Ekspor Y2 = Impor = Pengaruh Secara Parsial Bagan model I di atas menjelaskan pengaruh variabel yang digunakan dalam penelitian dalam hal ini (X1 : PDB, X2 : Inflasi, X3 : Tingkat Suku Bunga, X4 : Nilai Tukar) Ekspor (Y1 ). Variabel- variabel tersebut diduga berpengaruh terhadap Ekspor Indonesia, oleh karena itu masing- masing variabel akan diproksi terhadap
Ekspor untuk mengetahui pengaruhnya baik secara serentak maupun parsial terhadap kegiatan Ekspor Indonesia. Bagan model II di atas menjelaskan pengaruh variabel yang digunakan dalam penelitian dalam hal ini (X1 : PDB, X2 : Inflasi, X3 : Tingkat Suku Bunga, X4 : Nilai Tukar) Ekspor (Y2 ). Variabel- variabel tersebut diduga berpengaruh terhadap Impor Indonesia, oleh karena itu masing- masing variabel akan diproksi terhadap Impor untuk mengetahui pengaruhnya baik secara serentak maupun parsial terhadap kegiatan Impor Indonesia. Disisi lain impor negara tersebut menerima dampak yang berkebalikan dengan ekspor. Jika depresiasi menguntungkan ekspor, impor justru tertekan oleh karena barang impor relatif mahal. Akibatnya impor menurun dengan terapresiasinya mata uang domestik. Namun, dampak akhirnya tergantung dari kuatnya permintaan domestik antar barang impor yang dipresentasikan oleh pendapatan domestik. Semakin tinggi pendapatan domestik semakin tinggi permintaan impor.
2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah suatu proporsi, kondisi atau prinsip yang untuk sementara waktu dianggap benar dan barangkali tanpa keyakinan, agar bisa ditarik suatu konsekuensi yang logis dan dengan cara ini kemudian diadakan pengujian (testing) tentang kebenarannya dengan mempergunakan data empiris (empirical data) hasil penelitian.
Berdasarkan pada rerangka pemikiran di atas dapat disimpulkan hubungan sementara antar variabel sebagai berikut: H1 : Diduga variabel Produk Domestik Bruto (X1 ) berpengaruh secara parsial terhadap Ekspor dan Impor Indonesia periode 2004-2012. H2 : Diduga variabel Inflasi (X2 ) berpengaruh secara parsial terhadap Ekspor dan Impor Indonesia periode 2004-2012. H3 : Diduga variabel Tingkat Suku Bunga (X3 ) berpengaruh secara parsial terhadap Ekspor dan Impor Indonesia periode 2004-2012. H4 : Diduga variabel Nilai Tukar (X4 ) berpengaruh secara parsial terhadap Ekspor dan Impor Indonesia periode 2004-2012.