BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Overweight Overweight ialah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal, yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau massa otot (Batubara, Jose R.L. et al., 2010).
2.1.1.Parameter Overweight Parameter untuk menentukan overweight ialah dengan melakukan pemeriksaan antropometris yang meliputi pengukuran tinggi dan berat badan serta lingkar pinggang (dalam penilaian resiko, ukuran lingkar pinggang lebih dapat dipercaya jika dibandingkan rasio pinggang-pinggul). Indeks Massa Tubuh atau Indeks Quetelet, yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). Berat badan disimpulkan berlebih jika nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) berada pada kisaran 25,0-29,9 dan obesitas jika IMT ≥30. WHO (1999) mengusulkan pembedaan ambang batas nilai, baik IMT maupun lingkar pinggang orang Asia dan non-Asia. Untuk kriteria Asia –Pasifik dikatakan overweight jika IMT ≥ 23,0 dan obesitas jika IMT 25,0-29,9 (Arisman, 2010 & Stirbu, M., et al., 2009). Anak-anak pada masa tumbuh kembang (2-20 tahun), penentuan overweight dan obesitas ditentukan menggunakan grafik Center for Disease Control and Prevention (CDC) 2000. Dengan memasukkan data ke grafik, dapat ditentukan posisi persentilnya. Untuk persentil 85-94th dikategorikan dalam overweight dan untuk persentil≥ 95
th
dikategorikan dalam obesitas. Grafik CDC 2000 dapat
dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Grafik CDC 2000 penentuan IMT berdasarkan usia untuk anak perempuan usia 2-20 tahun
Gambar 2.2. Grafik CDC 2000 penentuan IMT berdasarkan usia untuk anak lakilaki usia 2-20 tahun
Keterangan grafik: Sumbu x : usia (tahun) Sumbu y : Indeks Massa Tubuh (kg/m2) Kurva pada grafik terdiri dari persentil ke-3, ke-5, ke-10, ke-25, ke-50, ke-75, ke-85, ke-90, ke-95, ke-97.
Universitas Sumatera Utara
Cara mengukur dan menginterpretasikan kalkulasi IMT untuk anak dan remaja ialah sebagai berikut 1. Sebelum menghitung IMT, terlebih dahulu diperoleh hasil pengukuran BB dan TB yang akurat 2. Hitung IMT dengan rumus: BB/TB2 (kg/m2) 3. Tinjau ulang kembali hasil persentil IMT berdasarkan usia. Persentil IMT berdasarkan usia digunakan untuk menafsirkan nilai IMT. IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin spesifik untuk anak-anak dan remaja. Kriteria ini berbeda dari yang digunakan untuk menginterpretasikan IMT pada dewasa, yang tidak mengambil perhitungan berdasarkan usia atau jenis kelamin. Usia dan jenis kelamin dipertimbangkan untuk anak-anak dan remaja dikarenakan ada dua alasan: a.
Jumlah lemak tubuh berbeda-beda sesuai usia
b.
Jumlah lemak tubuh berbeda antara laki-laki dan perempuan
4. Mencari status berat badan berdasarkan persentil IMT terhadap usia yang ditunjukkan pada tabel 2.1. Kategori ini berdasarkan rekomendasi komite ahli Tabel 2.1. Kategori Status Berat Badan Berdasarkan Rentang Persentil Kategori Status Rentang Persentil Berat Badan Underweight
Kurang dari persentil ke-5
Normal
Antara persentil ke-5 hingga kurang dari persentil ke-85
Overweight
Antara persentil ke-85 hingga kurang dari persentil ke-95
Obesitas
Sama dengan atau lebih dari persentil ke-95
Sumber : Center for Disease Control and Prevention, 2011
2.1.2.Etiologi overweight Penyebab mendasar dari overweight dan obesitas ialah kelebihan asupan energi dalam makanan dibandingkan pengeluaran energi. Jika seseorang diberi makan diet tinggi kalori dalam jumlah tetap, sebagian mengalami pertambahan berat badan lebih cepat dari yang lain, tetapi pertambahan berat badan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
lambat disebabkan oleh peningkatan pengeluaran energi dalam bentuk gerakan kecil yang gelisah (Nonexercise Activity Thermogenesis; NEAT) (Ganong, 2008) Beberapa faktor yang menyebabkan kegemukan, adalah: 1. Gangguan emosi dengan makan berlebihan yang menggantikan rasa puas lainnya 2. Pembentukan sel-sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat pemberian makanan berlebihan 3. Gangguan endokrin tertentu, misalnya hipotiroidisme 4. Gangguan pusat pengatur kenyang-selera makan (satiety-appetite center) di hipotalamus 5. Kecenderungan herediter 6. Kelezatan makanan yang tersedia, dan 7. Kurang berolahraga (Sherwood, 2001)
2.1.3.Dampak overweight pada anak Anak yang overweight dapat menderita masalah kesehatan yang serius yang dapat dibawa hingga ke masa dewasanya. Anak yang overweight akan memilki resiko yang lebih tinggi untuk menderita: - Diabetes tipe 2 yang menyebabkan resistensi terhadap insulin - Sindrom metabolisme : kegemukan yang terutama terdapat di daerah perut, kadar lemak yang tinggi, tekanan darah tinggi, resistensi terhadap insulin, rentan terhadap terbentuknya sumbatan pembuluh darah, dan rentan terhadap proses peradangan - Asma dan masalah saluran pernafasan lainnya (misalnya : nafas pendek yang membuat olahraga, senam atau aktivitas fisik lainnya sulit dilakukan) - Masalah tidur - Penyakit liver dan kandung empedu - Pubertas dini: anak yang kelebihan berat badan dapat tumbuh lebih tinggi dan secara seksual lebih matang dari anak-anak sebaya; anak perempuan yang mengalami kelebihan berat badan akan mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur dan menghadapi masalah fertilitas pada masa usia dewasanya
Universitas Sumatera Utara
- Masalah makan - Infeksi kulit - Masalah pada tulang dan persendian - Masalah yang menyangkut perkembangan sosial dan emosional anak, seperti: kepercayaan diri yang rendah dan cenderung diganggu oleh temannya, masalah tingkah laku dan pola belajar yang dapat menyebabkan penurunan prestasi akademik, serta depresi (Misnadiarly, 2007) Sedangkan menurut CDC (2013), obesitas dan overweight pada anak dibagi dalam efek segera dan efek jangka panjang terhadap kesehatan: a. Efek segera : - Anak yang mengalami obesitas besar kemungkinan untuk mengalami faktor resiko penyakit jantung, seperti kolestrol yang tinggi atau hipertensi. Dalam sebuah populasi, dengan sampel anak yang berusia 5-17 tahun, 70% dari anak yang obesitas memiliki sedikitnya satu faktor resiko untuk penyakit jantung - Obesitas pada orang dewasa muda cenderung mengalami pre-diabetes, suatu kondisi dimana kadar glukosa darah mengindikasikan resiko tinggi untuk terjadinya diabetes - Anak-anak dan dewasa muda yang mengalami obesitas akan memiliki resiko besar menderita masalah persendian dan tulang, apnea saat tidur, dan masalah sosial dan psikologis seperti stigmatisasi dan kurangnya penghargaan diri b. Efek jangka panjang: - Anak–anak dan dewasa muda yang mengalami obesitas akan cenderung mengalami obesitas pada saat dewasa dan dengan demikian resiko penyakit akan lebih besar, seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, stroke, beberapa jenis kanker, dan osteoarthritis. Sebuah studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami obesitas lebih dini, seperti usia 2 tahun akan cenderung mengalami obesitas pada usia dewasa - Overweight dan obesitas berhubungan dengan meningkatnya resiko untuk terjadinya kanker, seperti kanker payudara, kolon, endometrium, esofagus,
Universitas Sumatera Utara
ginjal, pankreas, kandung empedu, tiroid, ovarium, serviks, multiple myeloma dan Hodgkin’s lymphoma 2.1.4.Penatalaksanaan dan pencegahan overweight pada anak Anak-anak tidak sama dengan orang dewasa, membutuhkan nutrisi dan kalori unuk pertumbuhan dan perkembangan mereka (Misnadiarly, 2007). Tujuan utama penatalaksanaan overweight dan obesitas pada anak dan remaja adalah menyadarkan tentang pola makan yang berlebihan dan aktivitas yang kurang serta memberikan motivasi untuk memodifikasi perilaku anak dan orang tua. Tujuan jangka panjang adalah perubahan gaya hidup yang menetap (Budiwiarti, 2012). Overweight dan obesitas pada anak bersifat multifaktorial, oleh karena itu dalam penanganannya diperlukan pendekatan keluarga. Prinsip penatalaksanaan overweight dan obesitas pada anak ialah dengan mengurangi asupan kalori dan meningkatkan keluaran energi dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup (Syarif, D.R., 2003 & Kiess W., et al., 2004). CDC menetapkan enam strategi yang dapat digunakan dalam pencegahan overweight dan penyakit kronik pada anak (Sherry,B., 2005). 1. Mempromosikan ASI Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan bayi yang diberi ASI akan mengurangi resiko terjadinya overweight, yaitu: - Bayi yang diberi ASI akan mengalami respon lebih awal terhadap rasa kenyang dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula - Bayi yang diberi susu formula akan memiliki kadar insulin plasma yang lebih tinggi dengan respon yang lebih lama. Tingginya kadar insulin plasma, akan menyebabkan terjadinya deposit jaringan lemak, yang mengakibatkan peningkatan berat badan, obesitas dan resiko diabetes tipe 2. Tingginya kadar protein dalam susu formula juga menyebabkan stimulasi sekresi insulin
Universitas Sumatera Utara
- Pengaruh hormon leptin (hormon yang menghambat asupan makan dan dapat mengontrol lemak dalam tubuh) yang dapat dipengaruhi oleh pemberian ASI 2. Mempromosikan aktivitas fisik Aktivitas fisik yang dibutuhkan akan bervariasi sesuai dengan usia. Pada penelitian Strong et al (2005), didapat adanya hubungan antara aktivitas fisik dan status berat badan pada anak usia sekolah dan remaja yang ditemukan dengan studi potong lintang dan longitudinal, yang menyimpulkan bahwa tingginya aktivitas fisik secara relatif berhubungan dengan berkurangnya jaringan adiposit. Strong et al (2005), juga menyatakan bahwa terdapat banyak keuntungan dari aktivitas fisik, seperti kesehatan jantung terpelihara, harga diri, dan prestasi akademik. Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari (Syarif, D.R., 2003). 3. Mengurangi menonton televisi
Ada
beberapa
alasan
yang
mendasari
bahwa
menonton
televisi
menyebabkan overweight ataupun obesitas pada anak, yaitu: - Menonton televisi mengurangi pengeluaran energi - Meningkatnya asupan kalori selama menonton televisi dengan pemilihan makanan yang mengandung kalori yang tinggi melalui iklan dari televisi - Berkurangnya Resting Metabolic Rate ketika menonton televisi 4. Meningkatkan asupan buah dan sayur-sayuran Ada beberapa alasan yang mendasari bahwa mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan dapat mencegah overweight: - Kandungan air di dalam buah dan sayur mengurangi densitas kalori dari makanan. Air merupakan komponen yang paling besar dalam mengurangi densitas energi karena air menambah berat tanpa menambah energi. Serat
Universitas Sumatera Utara
dan komponen buah dan sayur-sayuran lainnya menambah massa yang tanpa energi/kalori - Air dan serat dapat meningkatkan rasa kenyang 5. Mengurangi konsumsi minuman yang mengandung gula/pemanis Beberapa mekanisme yang menjelaskan hubungan mengkonsumsi minuman yang mengandung gula/pemanis, ini disebabkan oleh kandungan kalori yang tinggi dalam minuman tersebut. Penyebab lain yang mungkin terjadi ialah anak-anak tidak dapat mengontrol konsumsi makanan ataupun minuman yang mengandung kalori dan hal ini terjadi bervariasi dari tiap-tiap usia mereka. 6. Mengurangi porsi makan Mengurangi porsi makan dapat mengurangi jumlah kalori jika pola dietnya dipertahankan secara konstan. Nielson dan Popkin (2003) menunjukkan bahwa secara umum porsi makanan yang besar dikonsumsi anak pada restoran siap saji, porsi yang lebih kecil dikonsumsi pada saat makan di rumah, dan porsi yang paling kecil pada saat makan di restoran lainnya. Peningkatan porsi makan ini terjadi bersamaan dengan peningkatan proporsi energi yang berasal dari makanan dan hal ini berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas pada anak. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengurangan diet kalori dan lemak serta peningkatan diet serat direkomendasikan untuk mengatasi overweight atau obesitas pada anak. Diet yang rendah karbohidrat juga berguna untuk beberapa individu, tapi yang menjadi tujuan utama ialah mengurangi asupan energi dan meningkatkan pengeluaran energi. Peningkatan aktivitas fisik disarankan dengan latihan aerobik secara teratur. Hal ini juga harus disertai dengan pengurangan waktu menonton televisi dan bermain komputer (Nelson, 2004).
2.2.Pola Makan Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu (Deptan, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Pola makan berkaitan erat dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan, yakni: 1. Faktor ekonomi Variabel ekonomi yang cukup dominan mempengaruhi konsumsi makanan ialah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun, pendapatan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan
selera
dibandingkan
aspek
gizi.
Kecenderungan
untuk
mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food) telah meningkat tajam terutama di kalangan generasi muda dan kelompok masyarakat menengah ke atas. 2. Faktor sosial budaya Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologisnya, termasuk kebutuhan pangan. 3. Faktor agama Adanya pantangan terhadap makanan/minuman tertentu dari sisi agama dikarenakan makanan/minuman tesebut membahayakan jasmani dan rohani yang mengkonsumsinya. Konsep halal dan haram akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi. 4. Faktor pendidikan Pendidikan dalam hal ini dikaitkan dengan pengetahuan yang akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Pada orang yang berpendidikan rendah, biasanya memilih pangan ‘yang
Universitas Sumatera Utara
penting mengenyangkan’, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, kelompok orang dengan pendidikan tinggi cenderung memilih bahan makanan sumber protein dan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain. 5. Faktor lingkungan Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi makanan melalui media cetak dan media elektronik. - Lingkungan keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang - Lingkungan sekolah, termasuk di dalamya para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa di sekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak. - Keberadaan iklan/promosi makanan atau minuman melalui media elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan pola makan. Tidak sedikit orang tertarik untuk mengkonsumsi atau membeli jenis makanan tertentu setelah melihat promosinya melalui iklan di televisi (Sulistyoningsih, Hariyani, 2011).
2.2.2.Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Kebutuhan gizi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Umur Semakin bertambah umur, kebutuhan zat gizi seseorang relatif lebih rendah untuk tiap kilogram berat badannya. 2. Aktivitas Kebutuhan zat gizi seseorang dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Semakin berat aktivitas yang dilakukan kebutuhan zat gizi semakin tinggi, terutama energi.
Universitas Sumatera Utara
3. Jenis kelamin Kebutuhan zat gizi berbeda antara laki-laki dan perempuan, terutama pada usia dewasa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh jaringan penyusun tubuh dan jenis aktivitasnya. Jaringan lemak pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki, sedangkan laki-laki cenderung lebih banyak memiliki jaringan otot. Hal ini menyebabkan lean body mass laki-laki menjadi lebih tinggi, sehingga kebutuhan energi basal laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. 4. Kondisi khusus (hamil, menyusui, dan sakit) Kebutuhan gizi pada masa hamil dan menyusui meningkat karena meningkatnya metabolisme serta dibutuhkan untuk persiapan produk ASI dan tumbuh kembang janin. Selain hamil dan menyusui, kondisi sakit juga akan mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang. Seseorang yang berada dalam masa pemulihan akan membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi. Jenis penyakit yang diderita akan mempengaruhi kebutuhan gizi yang harus dipenuhi. Sebagai contoh, orang yang menderita diabetes melitus harus memperhatikan asupan energi, sedangkan orang dengan tekanan darah tinggi harus memperhatikan asupan natrium. 5. Daerah tempat tinggal Seseorang yang tinggal di daerah pegunungan yang dingin membutuhkan kecukupan energi yang lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di daerah pesisir yang panas (Sulistiyoningsih, Hariyani, 2011).
2.2.3.Konsep Dasar Gizi Seimbang Pedoman umum gizi seimbang harus diaplikasikan dalam penyajian hidangan yang memenuhi syarat gizi yang dikenal dengan menu seimbang. Menu adalah rangkaian beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau sekelompok orang untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa hidangan pagi, siang, dan malam. Hidangan dalam satu hari idealnya terdiri dari tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan atau snack (Sulistiyoningsih, Hariyani, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Menu seimbang ialah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2002). Departemen Kesehatan RI (2006) mengeluarkan pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan tertuang dalam 13 pesan dasar sebagai berikut: 1.
Makanlah aneka ragam makanan
2.
Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
3.
Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi
4.
Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat kebutuhan energi
5.
Gunakan garam beryodium
6.
Makanlah makanan sumber zat besi
7.
Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan tambahkan Makanan Pendamping ASI sesudahnya
8.
Biasakan makan pagi
9.
Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur 11. Hindari minuman beralkohol 12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan 13. Bacalah label pada makanan yang dikemas
2.2.4.Kebutuhan Gizi Anak Usia anak merupakan periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut WHO, batasan usia anak antara 0-19 tahun. (Depkes, 2011). Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas yang baik dan benar. Kebanyakan orangtua menganggap kebutuhan nutrisi anak usia 5-18 tahun serupa dengan orang dewasa sehingga
Universitas Sumatera Utara
tidak perlu perhatian khusus. Selain itu, faktor anak yang sulit makan juga membuat anak di usia sekolah mengalami kerawanan nutrisi, baik kekurangan gizi ataupun kelebihan gizi (Lusia Kus Anna, 2010). Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah taraf konsumsi zat-zat esensial yang dibutuhkan tubuh, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. AKG dibedakan berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin serta keadaan seperti hamil dan menyusui (Almatsier, 2002). Angka Kecukupan Gizi pada anak usia 10-12 tahun yang dianjurkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan, 2005 ialah seperti dalam tabel 2.4
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi Untuk Usia 10-12 Tahun Usia 10-12 tahun Laki-laki Perempuan nergi (kkal) 2050 2050 otein (gram) 50 50 Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2005 Zat Gizi
2.2.5.Pemberian Makan pada Anak Usia Sekolah Makanan pada anak usia sekolah harus serasi, selaras dan seimbang. Serasi artinya yang sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras adalah sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial budaya serta agama dari keluarga. Sedangkan seimbang artinya nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia dan jenis bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Ada beberapa penatalaksanaan pemberian makanan pada anak sekolah diantaranya adalah: a. Usahakan anak sarapan pagi dan minum susu satu gelas sebelum berangkat ke sekolah b. Pada saat jam istirahat usahakan anak memakan makan ringan yang bergizi (lebih kurang 2 jam setelah belajar di sekolah) bisa berupa lontong, bubur kacang hijau, bakmi goreng, dan lain-lain c. Makan siang tepat pada waktunya dan memenuhi kebutuhan zat-zat gizi. Nasi satu porsi, lauk 2 potong sedang, sayur satu mangkok ditambah buah-buahan
Universitas Sumatera Utara
d. Berikan snack pada sore hari sebagai cemilan dapat berupa kue-kue segar, kuekue kering atau berupa goreng-gorengan e. Makan malam tepat pada waktunya dengan nasi satu porsi, lauk pauk 2 potong sedang, sayuran ditambah buah-buahan segar dan tidak lupa memberikan segelas susu sebelum tidur (Mitayani, Sartika & Wiwi, 2010).
2.3.Hubungan pola makan dengan overweight Pola makan berhubungan dengan kejadian overweight tidak hanya dari segi jumlah makanan yang dimakan, melainkan juga komposisi makanan dan kualitas diet. Kebiasaan makan pada zaman sekarang ini telah berubah, yaitu dengan rendahnya
konsumsi
buah-buahan,
sayuran
berwarna
hijau,
dan
susu;
meningkatnya konsumsi snacks, gula, dan minuman ringan, serta melewatkan sarapan. Perilaku makan yang demikian dapat menyebabkan peningkatan jaringan adiposit (Amin, Tarek. T. et al., 2008). 2.3.1.Mekanisme regulasi keseimbangan energi dan berat badan Kontrol keseimbangan asupan makan melibatkan hubungan antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Pada individu dengan berat badan normal, makanan yang dikonsumsi digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, metabolisme basal, termogenesis, dan aktivitas fisik, dan kelebihannya akan disimpan dalam jaringan adiposit (Berthoud & Lenard, 2008). Regulasi asupan makan diatur oleh dua mekanisme: 1. Sinyal kenyang Regulasi asupan makan dimulai dengan adanya reseptor pengecap yang akan merasa dan mentransmisikan informasi ke otak melalui serabut saraf aferen. Komponen utama dalam regulasi asupan makan yang berhubungan dengan otak melalui saraf sensori aferen, meliputi: sistem gustatori, saluran gastrointestinal, pankreas, dan hati (Berthoud & Lenard, 2008). Pada saluran gastrointestinal, hormon-hormon peptida bekerja secara lokal dan sentral untuk mempengaruhi asupan makan (Gibson et al., 2010). Kemosensorik (acid-sensing ion channels) dan mekanosensorik (regangan dan
Universitas Sumatera Utara
tegangan saraf vagus) berperan dalam pengosongan lambung (Berthoud & Lenard, 2008) Saat makanan masuk, terjadi perubahan konsentrasi nutrien/zat gizi di sirkulasi yang berasal dari usus dan organ perifer lainnya yang akan mengirimkan sinyal kenyang ke otak, dan selanjutnya akan terjadi pelepasan hormon-hormon sebagai sinyal kenyang. Ghrelin yang disekresi dari mukosa lambung yang kosong, akan mengaktivasi saraf aferen vagus dan bekerja secara langsung pada hipotalamus untuk menstimulasi makan (Gibson et al., 2010). Kolesistokinin, yang dihasilkan saat lemak dan protein terdapat pada usus halus (Berthoud & Lenard, 2008, Cawston & Miller, 2010), akan menstimulasi sekeresi enzim pencernaan dari pankreas (Owyang & Heldsinger, 2011) dan akan menekan asupan makan dengan berikatan dengan reseptor kolesistokinin yang berada di ujung sensorik saraf vagus (Raybould, et al., 2006). Peptida YY (PYY) dan Glucagon Like Peptide 1 (GLP 1) dihasilkan pada usus halus sebagai respon terhadap adanya nutrien di lumen usus. PYY merupakan penekan asupan makan yang bekerja dengan memperpanjang waktu pengosongan lambung melalui pengikatan terhadap reseptor neuropeptida Y-2. GLP-1 merupakan regulator utama dalam homeostasis glikemik, menstimulasi sekresi enzim pankreas dan menghambat pengosongan lambung (Berthoud & Lenard, 2008, Gibson et al., 2010). Pankreas berperan dalam regulasi energi melalui sel β pankreas, yang akan mengirimkan informasi ke sistem saraf pusat melalui sekresi insulin dan amilin. Insulin bekerja secara langsung di hipotalamus dan daerah otak lainnya, dan amilin bekerja pada reseptor di area postrema dan jalur asendens ke hipotalamus untuk memperpanjang waktu pengosongan lambung dan mencetuskan rasa kenyang (Lutz, 2010). Glukagon yang disekresi oleh sel α pankreas merupakan stimulator utama untuk sekresi glukosa di hati (Woods & D’Alessio, 2008). Hati juga berperan dalam regulasi glukosa melalui saraf aferen vagus pada dinding vena porta hepatika (Teff, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2. Sinyal adiposit Jaringan adiposa merupakan tempat penyimpanan untuk kelebihan energi, seperti trigliserida dan asam lemak bebas. Jaringan adiposa dikenal sebagai organ aktif yang mensekresikan berbagai substansi yang dikenal sebagai adipokin atau derivat hormon adiposa, yang berperan dalam proses metabolisme dan mempengaruhi asupan makan dan keseimbangan energi (Rondinone, 2006). Asam lemak bebas berfungsi sebagai sumber energi dan merupakan sinyal molekul yang disekresikan jaringan adiposa seperti: leptin, adiponektin, Tumor Necrosis Factorα (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6) dan resistin (Hirasawa, 2005). Komponen utama sistem saraf pusat yang terlibat dalam sinyal kenyang ataupun lapar ialah bagian kaudal batang otak, sistem limbik dan hipotalamus. Bagian kaudal batang otak akan menerima informasi dari taste buds dan organ perifer dan akan meregulasi asupan dan pencernaan makanan. Sinyal kenyang dari perifer akan memicu impuls saraf yang melalui hipotalamus, khususnya nukleus arkuata atau kompleks dorsal saraf vagus dari bagian otak belakang yang berhubungan secara langsung dengan hipotalamus (Berthoud & Lenard, 2008). Sistem limbik yang terdiri dari nukleus akumbens dan ventral palidum akan mempengaruhi keinginan seseorang terhadap makanan. Proyeksi dopaminergik yang berasal dari ventral tegmental area ke nukleus akumbens dan korteks prefrontal, akan mempengaruhi keinginan seseorang terhadap makanan di bawah kesadaran. Sistem kortikal-limbik berperan dalam proses pengambilan keputusan dengan pengaruh emosional dan informasi kognitif terhadap makanan (Berthoud & Lenard, 2008)
Universitas Sumatera Utara