BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Infeksi Nosokomial Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.8 Ada dua macam infeksi nosokomial yang dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh, yaitu:9 1. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang dikenal dengan self infection atau auto infection. 2. Infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri, 8
yaitu:
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut. 2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan. 4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
2.2.
Cara Penyebaran dan Sifat Penyakit Infeksi
2.2.1. Cara Penyebaran Penyakit Infeksi Dalam garis besarnya, mekanisme transmisi mikroba patogen ke host yang rentan melalui dua cara, yaitu:8 1. Transmisi Langsung (Direct Transmission) Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari pejamu. Contohnya adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen. 2. Transmisi Tidak Langsung (Indirect Transmission) Penularan mikroba patogen yang memerlukan adanya “media perantara”, baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor. a) Vehicle-borne Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah, peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi. b) Vector-borne Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara berikut. 1. Cara Mekanis Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba patogen), lalu hinggap pada makanan/minuman, di mana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu.
Universitas Sumatera Utara
2.
Cara Biologis Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembangbiakan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c) Food-borne Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna. d) Water-borne Tersedianya air bersih baik kuantitatif maupun kualitatif-terutama untuk kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai media perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna maupun pintu masuk yang lain. e) Air-borne Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran napas pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup.
2.2.2. Sifat-Sifat Penyakit Infeksi Cara menyerang/invasi ke pejamu/manusia melalui tahapan berikut:8 1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen tumbuh dan berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda lain). 2. Untuk mencapai pejamu, diperlukan adanya mekanisme penyebaran.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen memerlukan pintu masuk (port d’entree) seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya. 4. Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen sampai timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba patogen berbeda. 5. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang untuk mikroba patogen, namun beberapa mikroba patogen secara selektif hanya menyerang organ tubuh tertentu dari pejamu (target organ). 6. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor berikut. a) Infeksivitas Besarnya
kemampuan mikroba patogen melakukan invasi,
berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan tubuh pejamu. b) Patogenitas Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit. c) Virulensi Besarnya kemampuan merusak mikroba patogen terhadap jaringan pejamu. d) Toksigenitas Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, dimana toksin berpengaruh terhadap perjalanan penyakit. e) Antigenitas Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh (antibodi) pada diri pejamu. Kondisi ini akan mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak, karena melemahnya respons pejamu menjadi sakit.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial Faktor penyebab infeksi nosokomial diantaranya:8 1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (intrinsic factor) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. 2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan. 3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita.
2.3.1. Faktor Risiko Semua jenis prosedur dan tindakan medis yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan terapi serta prosedur dan tindakan keperawatan tidak akan lepas dari faktor risiko. Bentuk-bentuk risiko dari yang ringan sampai yang berat antara lain:8 a. Salah jalan (false route), sebuah prosedur dan tindakan medis yang dapat menyebabkan terjadinya perforasi jaringan b. Perdarahan, sebagai akibat trauma pada pembuluh darah c. Laserasi atau edema jaringan d. Infeksi Prosedur dan tindakan medis serta keperawatan merupakan pekerjaan teknis. Pada kasus tertentu diperlukan adanya prosedur dan tindakan medis invasif terhadap jaringan dan organ dari tubuh penderita, diantaranya:8
Pemberian suntikan IM/IV
Pemberian terapi cairan/infus atau transfusi darah
Kateterisasi urin
Pemasangan nasogastric tube
Endoskopi
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Kuretase
Kateterisasi jantung
Mikroba Patogen dan Spesimen Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh banyak mikroba. Bakteri
dapat menyebabkan infeksi sekitar 90%, 10% disebabkan oleh protozoa, jamur, virus, dan mikobakteri. Agen yang biasanya menyebabkan infeksi nosokomial yaitu Streptococcus spp., Acinetobacter spp., enterococci, Pseudomonas aeruginosa, koagulase-negatif staphylococci, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Legionella dan kelompok Enterobacteriaceae termasuk Proteus mirablis, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, Serratia marcescens. Diantara kelompok Enterococci, P. aeruginosa, S. aureus, dan E. coli merupakan penyebab terbesar. ISK biasanya disebabkan oleh E. coli, sedangkan S. aureus sering menginfeksi bagian tubuh lain tetapi jarang menyebabkan ISK. Pada IADP, S. aureus koagulase-negatif adalah penyebab utama. Enterococcus spp. biasanya menyebabkan IDO. Satu per sepuluh dari semua infeksi disebabkan oleh P. aeruginosa.10 1. Staphylococcus aureus S. aureus adalah salah satu patogen terpenting pada infeksi nosokomial. S. aureus merupakan kokus gram-positif, non-spora, katalase dan koagulase positif, immotile, anaerob fakultatif. S. aureus juga termasuk bakteri komensal. Sebagian besar berkolonisasi pada saluran pernapasan. Penderita dengan imunitas rendah dan imunokompeten lebih mudah terinfeksi S. aureus. Bakteri ini tidak hanya menyerang jaringan superfisial tetapi juga profunda dan juga menyebabkan lesi abses lokal. Penyakit yang disebabkan toksin oleh S. aureus diantaranya keracunan makanan, ingesti enterotoksin, toxic shock syndrome dan exfoliative toxins yang menyebabkan staphylococcal scalded skin syndrome. Mekanisme virulensi dari S. aureus termasuk toksin, enzim dan imun modulator.10
Universitas Sumatera Utara
Bakteri ini bisa bersifat patogen karena sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan beberapa enzim dan toksin yang stabil pada suhu panas. Hal ini mengakibatkan bakteri ini berada pada siklus udara ruang ICU yang terjadi pertukaran udara melalui AC menjadi tempat hidup dari bakteri. 11 Transmisi dari S.aureus melalui kulit atau kontak dengan barang yang digunakan bergantian atau permukaan seperti gagang pintu, kursi, handuk.10 2. Escherichia coli E. coli merupakan bakteri gram-negatif dan bakteri oxidase-negatif fakultatif anaerob. Berkolonisasi di saluran gastrointestinal. E. coli dapat menyebabkan
ISK,
septikemia,
pneumonia,
neonatal
meningitis,
peritonitis dan gastroenteritis. Faktor virulensinya adalah endotoksin, kapsul, adhesi dan sistem sekresi tipe 3.10 Transmisi dari E. coli melalui orang ke orang, lingkungan atau air dan makanan yang terkontaminasi.10 3. Vancomycin-resistant enterococci Enterococci merupakan urutan kedua dari penyebab infeksi nosokomial sedunia. Enterococci adalah bakteri fakultatif anaerobik gram-positif enterik. Bakteri ini terdapat dalam saluran genital wanita dan saluran gastrointestinal. Enterococci terlibat dalam IADP, ISK dan IDO. Faktor virulensinya termasuk extracellular surface proteins, cytolysin, adhesion,
hemolysins,
aggregation substances.
gelatinase,
extracellular
superoxide
dan
10
Barang pada pasien diare biasanya mempermudah transmisinya. Bakteri pada permukaan barang dapat bertahan beberapa hari sampai minggu dan menjadi sumber kontaminasi.10 4. Klebsiella pneumoniae Sejumlah3-7% dari infeksi nosokomial disebabkan oleh K. pneumoniae.10 Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif non motil, tidak berkapsul. Bakteri ini melakukan fermentasi laktosa, bersifat
Universitas Sumatera Utara
anaerob fakultatif yang merupakan flora normal mulut, kulit, dan usus. Morfologi khas dari bakteri ini dapat dievaluasi dalam pertumbuhan padat in vitro dengan morfologi yang bervariasi. Klebsiella dapat hidup sebagai saprofit pada lingkungan hidup, air, tanah, makanan, sayuran. Bakteri ini dapat menimbulkan infeksi pada saluran urin, paru, saluran pernapasan,luka, dan septikemia.12 Faktor virulensinya termasuk endotoxin, cell wall receptor dan capsular polysaccharide.10 Transmisinya melalui kontak orang ke orang, terutama bila petugas kesehatan tidak mencuci tangan setelah memeriksa pasien yang terkontaminasi. Alat bantu napas, kateter atau luka yang terpapar dapat menjadi sumber transmisi. K. pneumoniae dilaporkan ditransmisikan melalui tempat duduk (77%), tangan pasien (42%), dan faring (19%).10 5. Pseudomonas aeruginosa P. aeruginosa menyebabkan 11% dari infeksi nosokomial, yang menimbulkan tingkat mortalitas dan morbiditas tinggi. P. aeruginosa termasuk bakteri non-fermenter, gram-negatif yang menyebabkan penyakit terutama pada pasien immunocompromised. Bakteri ini berkolonisasi pada ginjal, saluran kemih, dan saluran pernapasan atas. Bakteri ini disebabkan oleh IDO, ISK, pneumonia, fibrosis kistik dan bakteremia.
Faktor
virulensinya
termasuk
adhesion,
hemolysins,
eksotoksin, protease, dan siderophores.10 Bakteri ini biasanya hidup di tanah dan air. Pada tabung dan selang O2ditemukan. Ini terjadi karena air dalam tabung O2jarang diganti mengakibatkan perpindahan bakteri melalui selang O2.13 Kontaminasi P. aeruginosa melalui breast pump, inkubator, tempat cuci tangan, dan tangan dari petugas kesehatan.10 6. Clostridium difficile C. difficile adalah patogen infeksi nosokomial yang merupakan penyebab utama diare. C. difficile merupakan bakteri gram-positif, basil, anaerob, dan berspora. Bakteri ini berkolonisasi di saluran pencernaan dan merupakan mikrobiota normal. Faktor virulensinya adalah toksin, fimbria,
Universitas Sumatera Utara
kapsul dan enzim hidrolitik. Spora pada C. difficile dapat bertahan selama beberapa bulan dan menjadi masalah untuk disinfektan.10 7. Streptococcus sp. Streptococcus sp. merupakan gram positif dengan bentuk bulat berderet membentuk rantai selama pertumbuhannya. Tidak motil dan tidak membentuk spora, kadang berkapsul. Tumbuh optimal pada suhu 37 °C bersifat anaerob fakultatif. Spesies yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu S. pyogenes, S. agalactiae, dan Enterococcus.14,15 8. Bacillus subtilis Bacilus subtilis merupakan flora normal di tanah, udara, air dan kompos tanah. Bakteri bisa ditemukan di permukaan lantai, dinding, meja, tempat tidur dan nirbeken. Hal ini disebabkan karena bakteri ini dapat beradaptasi pada perubahan suhu lingkungan ekstrim dengan membentuk endospora. Bakteri ini bersifat mesofilik tidak patogenik, tapi bisa mencemari makanan namun jarang menyebabkan keracunan makanan.16,17
Tabel 2.1 Jenis Spesimen dengan Biakan Positif dari Penderita dengan Dugaan Infeksi Nosokomial8 Spesimen
Jumlah
Persentase
Darah
126
34,15
Pus
44
11,93
Urine
50
13,55
Lain-lain
149
40,38
Jumlah
369
100,0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial18 Lokasi
Jenis Mikroorganisme
Persentase
Saluran Kemih
Gram-negative enteric
50%
Jamur
25%
Enterococci
10%
Staphylococcus aureus
20%
Pseudomonas
16%
Coagulase-negative Staphylococci
15%
Luka Operasi
Enterococci, jamur, Enterobacter, <10% Escherichia coli Darah
Beberapa Cryptococcus
jamur,
neoformans,
Coagulase-negative Staphylococci
40%
Enterococci
11,2%
Jamur
9,65%
Staphylococcus aureus
9,3%
Enterobacter species
6,2%
Pseudomonas
4,9%
misalnya
Candida
Cryptosporidium
albicans, yang
Aspergillus
merupakan
sp.,
organisme
oportunistik dapat menyebabkan infeksi selama pasien mendapat pengobatan dengan antibiotika spektrum luas dan dalam keadaan imunosupresif berat.19,20
2.5.
Persentase Infeksi Nosokomial Tabel 2.3 Persentase Asal Infeksi Nosokomial21 Asal Infeksi
Persentase
Paru
64%
Abdomen
19%
Sirkulasi Darah
15%
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian diantara semua infeksi nosokomial didapatkan pneumonia (31%) dan infeksi sirkulasi darah (15%).22 2.6.
Diagnosis Infeksi Nosokomial 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Sekitar 50% ISK disebabkan oleh Escherichia coli, penyebab lain adalah Klebsiella sp., Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci, Proteussp. dan Pseudomonas sp. dan bakteri gram negatif lainnya.23 Gambaran klinisnya ISK bagian atas adalah demam, menggigil, nyeri pinggang, malaise, anoreksia dan nyeri tekan pada sudut kostovertebra dan abdomen. Sedangkan pada ISK bagian bawah adalah disuria, frekuensi dan urgensi, nyeri suprapubik dan hematuria. 24 Memperhatikan besarnya kemungkinan terjadi infeksi nosokomial setelah tindakan kateterisasi, maka perlu adanya upaya pencegahan infeksi dengan memperhatikan hal-hal berikut:8 a. Pemasangan kateter dengan memperhatikan syarat dasar aseptik b. Kateter menetap sedapat mungkin tidak dipakai dan hanya digunakan atas dasar indikasi yang tegas c. Aliran urine dalam kateter harus bersifat bebas hambatan dan turun d. Bila kateter harus terpasang lama, maka diupayakan penggantian kateter setiap 2-3 hari e. Setiap akan melakukan tindakan kateterisasi, urine harus dibiakkan (identifikasi) terlebih dahulu f. Berikan
antibiotik
sebelum
kateter
dicabut
untuk
kasus
asimptomatik yang disertai bakteri dalam urine yang menunjukkan kolonisasi 2. Infeksi Saluran Napas Bawah Saluran napas adalah organ vital untuk ventilasi, namun tidak jarang jaringan lunak pada saluran napas ini bersentuhan dengan peralatan medis untuk berbagai indikasi. Contoh:8
Universitas Sumatera Utara
a. Tindakan
anastesi
umum
yang
harus
menggunakan
pipa
endotrakeal, pipa orofaringeal, atau pipa nasofaringeal b. Tindakan laringoskopi atau bronkoskopi c. Tindakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, krikotirotomi d. Pemasangan ventilator Pada rongga mulut dan orofaring, dapat ditemukan adanya mikroba sebagai flora normal yang bersifat komensial, bukan parasitik. Pada daerah ini, terdapat sistem limponoduli yang mengelilinginya sebagai pengendali mikroba patogen. Selanjutnya untuk trakea, bronkus, dan paru merupakan organ-organ yang terjaga sterilitasnya karena adanya mekanisme pembersih oleh epitel yang bersilia, fagositosis sel polimorfonukleus dan makrofag, serta adanya lisozim dan IgA. 8 Sistem pertahanan dan keseimbangan tubuh serta kondisi setempat yang tergambar diatas akan berubah jika terjadi trauma mekanik pada mukosa saluran pernapasan. Terjadilah edema dan laserasi jaringan setempat yang diserai infeksi oportunistik sehingga terjadi peristiwa peradangan yang akan menyebar ke jaringan parenkim paru, sehingga paru dapat mengalami pneumonia bakterial. 8 Penyebab pneumonia bakterial antara
lain Pseudomonas aeroginusa, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus group A, flora mulut, dan Staphylococcus aureus.25 Masa inkubasi pneumonia bakterial ini sangat singkat, yaitu satu hingga tiga hari kemudian akan muncul manifestasi klinis pascatindakan instrumentasi dalam
bentuk demam disertai keluhan
pernapasan seperti batuk dengan atau disertai dahak, sesak, dan sianosis. Setelah gejala awal, bisa timbul gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu interkostal dan abdominal mungkin digunakan.26 3. Bakteremia dan Septikemia Bakteremia dan septikemia adalah suatu kondisi dimana terjadi multiplikasi bakteri penyebab penyakit di dalam darah.Bila terlambat,
Universitas Sumatera Utara
ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok (syok septik), dengan angka kematian yang tinggi (50-90%).27 Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi sistemik, yaitu demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi pernapasan meningkat. Demam yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan/tanpa pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak letargi, tidak mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan kadangkadang ditemukan eksudat, dengan penyebab:8 a. Pemasangan kateter intravaskular sering kali gagal dan harus diulang misalnya karena vena yang kecil dan dalam b. Kateter intravaskular yang terpasang digunakan beberapa hari
2.7.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Prinsip dasar tindakan pencegahan adalah cuci tangan secara benar,
penerapan aseptic antiseptic, dan penggunaan alat pelindung pribadi dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme. Adapun upaya pengendalian infeksi adalah memantau dan meningkatkan perilaku petugas dalam menerapkan prosedur tindakan pencegahan universal. 28 Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dilakukan dengan metode “memotong rantai penularan” agar invasi mikroba patogen tidak terjadi. Sasaran yang perlu diwaspadai dalam upaya ini ada tiga, yaitu:8 1.
Sumber Penularan a) Lingkungan sebagai sumber penularan Kebersihan dan sanitasi lingkungan b) Petugas sebagai sumber penularan Kondisi kesehatan fisik petugas Cuci tangan setiap saat akan dan sesudah melakukan prosedur dan tindakan medis serta perawatan c) Makanan/minuman sebagai sumber penularan Pengolahan dan penyajiannya harus higienis
Universitas Sumatera Utara
d) Peralatan medis sebagai sumber penularan Proses disinfeksi dan sterilisasi yang baik e) Penderita lain sebagai sumber infeksi Melakukan source isolation 2.
Objek Penularan Penderita yang berada dalam ruangan harus dilindungi dengan: a) Melakukan isolasi protektif b) Menggunakan alat pelindung diri bagi petugas c) Membatasi keluar-masuknya petugas dalam ruangan, sedangkan bagi keluarga/pengunjung harus ada izin khusus
3.
Cara Perpindahan Mikroba Patogen Upaya mencegah perpindahan mikroba patogen dari sumber penularan ke penderita dengan: a) Penggunaan alat pelindung diri bagi petugas b) Setiap melakukan prosedur dan tindakan medis harus dengan indikasi tepat, serta dikerjakan dalam keadaan benar-benar aman. c) Membatasi tindakan-tindakan medis invasif yang berlebihan
2.8.
Peranan Laboratorium Mikrobiologi dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Kegiatan laboratorium mikrobiologi meliputi:8 a. Identifikasi secara tepat mikroba patogen penyebab infeksi nosokomial b. Mengerjakan tes kepekaan/tes resistensi c. Melacak jenis mikroba patogen pencemar yang ada di setiap unit kerja/lingkungan rumah sakit d. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap petugas e. Membuat laporan berkala tentang pola kuman di rumah sakit dan pola antibiotik (antibiogram)
Universitas Sumatera Utara