BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komputasi Awan
Komputasi awan (cloud computing) merupakan definisi untuk teknologi komputasi grid (grid computing) yang digunakan pada pertengahan hingga akhir 1990-an. Tren komputasi awan mulai muncul pada akhir tahun 2007, digunakan untuk memindahkan layanan yang digunakan sehari-hari ke Internet, bukan disimpan di komputer lokal lagi. Komputasi awan menjadi tren baru di bidang komputasi terdistribusi dimana berbagai pihak dapat mengembangkan aplikasi dan layanan berbasis Service Oriented Architecture di jaringan internet. Berbagai kalangan dapat menarik manfaat dari layanan komputasi awan ini baik sebagai solusi teknologi maupun mendapatkan manfaat ekonomis darinya. Email yang tersedia dalam bentuk web mail merupakan contoh yang sangat kecil dari teknologi komputasi awan. Dengan menggunakan layanan email seperti Gmail dan Yahoo Mail, orang tidak perlu lagi menggunakan Outlook atau aplikasi desktop lainnya untuk email mereka. Membaca email dengan browser memungkinkan dilakukan di mana saja sepanjang ada koneksi internet (Mirashe, S & Kalyankar, 2010).
2.1.1. Defenisi Komputasi Awan Komputasi awan (cloud computing) adalah sebuah model yang memungkinkan untuk ubiquitous (dimanapun dan kapanpun), nyaman, on-demand akses jaringan ke sumber daya (contoh: jaringan, server, storage, aplikasi, dan layanan) yang dapat dengan cepat dirilis atau ditambahkan. Komputasi awan sebagai suatu layanan teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna dengan berbasis jaringan/internet. Suatu
Universitas Sumatera Utara
sumber daya, perangkat lunak, informasi dan aplikasi disediakan untuk digunakan oleh komputer lain yang membutuhkan. Komputasi awan mempunyai dua kata “cloud” dan “computing”, cloud yang berarti internet itu sendiri dan computing adalah proses komputasi (Peter & Grance, 2012).
Gambar 2.1. Skema teknologi komputasi awan
Pada tahun 2007, layanan lain termasuk pengolahan kata, spreadsheet, dan presentasi telah dipindahkan ke dalam komputasi awan. Google menyediakan pengolah kata, spreadsheet dan aplikasi presentasi di lingkungan komputasi yang awan dan terintegrasi dengan Gmail dan Google Calendar, menyediakan lingkungan kantor di web (atau di awan). Microsoft dan perusahaan lain juga bereksperimen dengan mengalihkan program-program ke awan untuk membuatnya lebih terjangkau dan lebih mudah diakses oleh pengguna komputer dan internet. Komputasi awan saat ini sangat populer, selain dari pemain besar software seperti Microsoft dan Google, perusahaan lain bermunculan hanya untuk menyediakan layanan berbasis awan sebagai pengganti atau penyempurnaan aplikasi pada PC saat ini (Ercan, 2010). Teknologi komputasi dan teknik pemrograman baru atau teknik pengembangan berubah dengan cepat, tujuan dalam komputasi awan nampaknya akan membuat
Universitas Sumatera Utara
teknologi menjadi sangat mudah dimata user dan menjadikannya sesederhana mungkin. Pengembangan berbasis internet sangat pesat saat ini dengan boomingnya blogging dan microblogging serta layanan jejaring sosial yang bertujuan untuk menemukan cara baru membantu individu dan bisnis untuk dapat berkomunikasi satu sama lain di arena komputasi awan. Konsep komputasi awan biasanya dianggap sebagai internet. Karena internet sendiri digambarkan sebagai awan (cloud) besar (biasanya dalam skema jaringan, internet dilambangkan sebagai awan) yang berisi sekumpulan komputer yang saling terhubung. Komputasi awan datang sebagai sebuah evolusi yang mengacu pada perkembangan teknologi dan aplikasi lebih dinamis. Dimana terdapat perubahan besar memiliki implikasi yang menyentuh hampir setiap aspek komputasi. Untuk end user, komputasi awan menyediakan sarana untuk meningkatkan layanan baru atau mengalokasikan sumber daya komputasi lebih cepat, berdasarkan kebutuhan bisnis (Ju Su, 2012).
2.1.2. Karakteristik Komputasi Awan Komputasi awan pada dasarnya adalah satu bentuk pendistribusian data yang memungkinkan pengguna makin meningkatkan kemampuan untuk menyerap begitu banyak sumber daya jaringan komputer melalui internet untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Misalnya, jika seseorang ingin menganalisa pola lalu lintas jalan raya di sebuah negara, mereka dapat meng-upload dan menyimpan data ke dalam 'awan' berupa jaringan komputer yang memiliki banyak server data dan kemudian mempresentasikan hasilnya yang merupakan olahan data dari satu jaringan raksasa. Pada dekade sebelumnya kita sudah mengenal dan menggunakan apa yang disebut komputasi grid, cara lain yang digunakan dalam pendistribusian data oleh pengguna untuk memperoleh olahan data melalui jaringan komputer guna memenuhi kebutuhan data pada pekerjaan mereka. Komputasi awan merupakan evolusi dari komputasi grid, dengan beberapa perbedaan penting. Pada komputasi grid, data yang dikirim ke batch scheduler, yang menempatkan data dalam antrian yang spesifik untuk mengatur sumber daya dari komputer, misalnya pada supercomputer,untuk proses selanjutnya. Di sisi lain, komputasi awan bisa dengan sangat efektif menekan ukuran data pada saat pendistribusian.Banyak dari platform komputasi awan memungkinkan pengguna untuk mengetahui kapasitas komputasi yang tersedia dari awan, sehingga pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan lebih cepat. Pengguna juga dapat mengkonfigurasi sebuah 'mesin virtual' yang ada di dalam awan untuk memenuhi kebutuhan dari pekerjaan mereka untuk diselesaikan dengan sebaik mungkin. Saat pengguna telah mengkonfigurasi jenis mesin virtual yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka, mereka bisa segera mengakses berbagai penyedia layanan dan membuat system komputasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan yang mereka lakukan (Dahal, 2012).
Gambar 2.2. Komputasi awan
Komputasi awan merupakan gaya komputasi dimana sumber daya komputasi mudah untuk didapat dan diakses, mudah digunakan, murah dan langsung dapat dijalankan (Mark & Lozano, 2010) dan menurut Sridhar (2006) komputasi awan memiliki 6 karakteristik sehingga bidang komputasi awan sangat dinamis dan menawarkan ruang untuk teknologi inovatif dan model bisnis. Hal ini jelas bahwa komputasi awan akan mengalami kemajuan yang signifikan dan inovasi dalam beberapa tahun ke depan. Adapun 6 karakteristik komputasi awan adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a) Scalable, yaitu kemampuan dalam meningkatkan kapasitas sumber daya sebesar apapun yang diinginkan dengan sangat cepat. b) Elastic, kemampuan dalam menyesuaikan jumlah sumberdaya yang sesuai dengan yang dibutuhkan secara cepat. Dengan kemampuan ini jumlah sumberdaya dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kebutuhan yang disesuaikan dengan perkembangan pasar. c) Self-Service, kemampuan komputasi awan dalam melayani dirinya sendiri. Dengan ini kita tidak harus memikirkan waktu dan biaya yang digunakan untuk melakukan perawatan baik hardware ataupun software yang semuanya sudah ditangani oleh vendor sebagai pelaku bisnis penyedia layanan komputasi awan. d) Ubiquitous Access, kemampuan untuk dapat diakses dimanapun. Karena komputasi awan berbasiskan web, maka dia bisa diakses dimanapun asal tetap terkoneksi dengan internet dan untuk mengaksesnya tidak hanya terbatas pada PC atau laptop, dengan mobile atau smart phone juga bisa. Sehingga menjadikannya dapat diakses dimanapun kita berada. e) Complete Virtualization, kemampuan untuk menggabungkan banyak sumber daya menjadi seolah-olah hanya sebuah server tunggal. Sehingga tidak peduli seberapa besar skala komputasi awan (cloud computing) yang ada, tetap akan mudah dioperasikan dan mudah untuk dikembangkan aplikasinya. f) Relative Consistency, yaitu kemampuan untuk selalu konsisten dalam menghasilkan layanan, karena komputasi awan dibangun dari bermacammacam komponen sehingga tidak tergantung hanya dengan satu komponen atau brand tertentu.
2.1.3. Model Layanan Komputasi Awan Di dalam komputasi awan terdapat 3 model layanan utama (Mark & Lozano, 2010) yaitu : 1) Infrastructure as a Service (IaaS) Model aplikasi yang paling luas cakupannya yaitu Infrastructure as a Service ( IaaS) yang meliputi penyediaan layanan infrastruktur secara terintegrasi. Pada prinsip tekniknya, vendor menyediakan virtual server dengan IP address yang unik bagi user. User dapat menggunakan Application Program Interface
Universitas Sumatera Utara
(API) milik vendor untuk memulai, menghentikan, mengakses dan melakukan konfirgurasi virtual server dan media storage-nya. Media storage disini dapat bersifat fisik berupa hardware maupun virtual (Sridhar, 2009). Sasaran model layanan ini adalah di tingkatan korporasi karena adanya efesiensi biaya dalam penggunaan infrastruktur berbasis virtual server ini. Contoh IaaS diantaranya adalah Google, IBM, dan AmazonEC2.
2) Software as a Service (SaaS) Software as a Service berarti aplikasi yang tersedia bagi user dalam bentuk layanan berbasis sesuai kebutuhan user (on-demand). Jadi, dengan pengaplikasian model ini, user tidak perlu lagi membeli lisensi dan melakukan instalasi untuk sebuah aplikasi, tetapi cukup membayar biaya sesuai dengan pemakaiannya saja (pay per used). Secara teknis, model aplikasi ini memanfaatkan web-based interface yang diakses melalui browser dan berbasis teknologi Web 2.0 (Robbins, 2009). Contoh SaaS ini adalah Google Docs. SaaS ini merupakan model aplikasi komputasi awan yang sasarannya difokuskan pada user individual.
3) Platform as a Service (PaaS) Jika SaaS merupakan model layanan yang fokusnya pada application using, maka fokus dari Platform as a Service (PaaS) mengacu pada application development. Sasaran model layanan ini adalah para programmer dan application developer. Karena dalam model ini, vendor menyediakan layanan yang berupa serangkaian perangkat lunak dan alat-alat pengembangan produk yang tersedia pada infrastrukrur vendor sehingga developer dapat menciptakan aplikasi pada platform vendor melalui internet. Contoh PaaS diantaranya adalah Google App Engine, Windows Live dan Force.com (Cleveland, 2009). Model-model layanan komputasi awan mampu memberikan dukungan teknologi yang baik, nyaman dan berkualitas serta stabil bagi penggunanya (Buyya, et al. 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Model Penyebaran Komputasi Awan Seperti yang telah direkomendasikan oleh National Institute of Standards and Technology (NIST), dan sebagian besar organisasi berfokus pada memanfaatkan komputasi awan untuk memotong pengeluaran modal dan mengendalikan biaya operasi, ada pertumbuhan yang agresif dalam bisnis untuk mengadopsi teknologi komputasi awan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami kebutuhan sebelum memilih untuk berbagai model penyebaran yang tersedia di awan. Komputasi awan menawarkan 4 model penyebaran (Deployment Models), diantaranya adalah : 1) Private Cloud. Infrastruktur awan yang semata-mata dioperasikan bagi suatu perusahaan. Dan ini biasanya dikelola oleh pihak ketiga. 2) Community Cloud. Infrastruktur awan bersama oleh beberapa organisasi dan mendukung komunitas tertentu yang concern dalam berbagi (online sharing). 3) Public Cloud. Infrastruktur awan dibuat untuk umum atau kelompok industri besar dan dimiliki oleh penyedia layanan komputasi awan (vendor). 4) Hybrid Cloud. Infrastruktur awan yang mengkomposisikan dua atau lebih cloud (antara private, community dan public ) saling terintegrasi (Al-Zoube, 2009).
2.2. Web 2.0 2.2.1. Defenisi Web 2.0 Inovasi dalam dunia web semakin mengalami perkembangan yang berarti, ini dibuktikan dengan adanya teknologi Web 2.0 yang dikembangkan sekitar tahun 2004. Menurut Tim O’Reilly, 2005, Web 2.0 dapat didefinisikan sebagai berikut: “Web 2.0 adalah revolusi bisnis di industri komputer yang
disebabkan oleh
penggunaan internet sebagai platform, dan merupakan suatu percobaan untuk memahami berbagai aturan untuk mencapai keberhasilan pada platform baru tersebut. Salah satu aturan utama adalah membangun aplikasi yang mengeksploitasi efek jaringan untuk mendapatkan lebih banyak lagi pengguna aplikasi tersebut”. Sifat dari web 2.0 adalah read write. Dalam aplikasi Web 2.0, terdapat hubungan yang saling berjejaring antara pemilik maupun pembaca, bahkan pengguna sebagai pembaca adalah fokus. Adapun teknik yang digunakan adalah: 1. CSS (Cascading Style Sheet) untuk bahan isi dan presentasi serta mempercantik desain.
Universitas Sumatera Utara
2. Falksonomi (metoda penandaan content dimana dengan konsep ini dimunculkan kata-kata yang berkaitan dengan content tersebut). 3. XML (eXtensible Markup Language) yang digunakan untuk mendefinisikan format data. 4. Teknik Aplikasi Internet. 5. HTML dan XHTML (eXtensible HyperText Markup Language). 6. Weblog-publishing tools. 7. Wiki atau forum software, dll. 8. JavaScript untuk membuat tampilan yang dinamis, 9. Teknologi penggabungan dari JavaScript dan XML saat ini yang marak disebut dengan AJAX (Asynchorous JavaScript And XML) yang menekankan pada pengelolaan content dalam website adalah suatu teknik pemrograman berbasis web untuk menciptakan aplikasi web yang interaktif. Tujuannya adalah untuk memindahkan sebagian besar interaksi pada komputer web surfer, melakukan pertukaran data dengan server di belakang layar, sehingga halaman web tidak harus dibaca ulang secara keseluruhan setiap kali seorang pengguna melakukan perubahan (Nughutham, 2012).
2.2.2. Karakteristik Web 2.0 Kemudahan berinteraksi antara user dengan sistem merupakan tujuan dibangunnya teknologi Web 2.0. Interaksi tersebut tentunya harus diimbangi dengan kecepatan untuk mengakses, oleh karena itu diperlukan suatu bandwith yang cukup untuk loading data. Loading data tersebut dilakukan saat pertama kali membuka situs, datadata tersebut antara lain CSS, JavaScript, dan XML. Salah satu karakteristiknya adalah adanya dukungan pada pemrograman yang sederhana dan ide akan web service atau RSS.
Ketersediaan RSS akan menciptakan kemudahan untuk diremix oleh
website lain dengan menggunakan tampilannya masing-masing dan dukungan pemrograman yang sederhana. Adanya kemajuan inovasi pada antar-muka di sisi pengguna merupakan karakter dari Web 2.0. Dukungan AJAX yang menggabungkan HTML, CSS, Javascript, dan XML pada Yahoo!Mail Beta dan Gmail membuat pengguna merasakan nilai lebih dari sekedar situs penyedia e-mail. Kombinasi media komunikasi seperti Instant Messenger (IM) dan Voice over IP (VoIP) akan semakin memperkuat karakter Web 2.0 di dalam situs tersebut (Mansor, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Perkembangan Web 2.0 Perkembangan web 2.0 lebih menekankan pada perubahan cara berpikir dalam menyajikan konten dan tampilan di dalam sebuah website. Dalam perkembangannya Web 2.0 diaplikasikan sebagai bentuk penyajian halaman web yang bersifat sebagai program desktop pada umumnya seperti Windows. Fungsi-fungsi pada penerapannya sudah bersifat seperti desktop, seperti drag and drop, auto-complete, serta fungsi lainnya. Aplikasi Web 2.0 disajikan secara penuh dalam suatu web browser tanpa membutuhkan teknologi perangkat yang canggih dari sisi user. Tidak mengherankan bila suatu aplikasi (software) dapat diakses secara online tanpa harus menginstalnya terlebih dahulu. Software tersebut misalnya software pengolah kata (seperti MS Word) atau software pengolah angka (seperti MS Excel) (Ju Su, 2012). Teknologi ke depan suatu software berbasisi web tidak lagi dijual melainkan suatu fasilitas gratis yang dapat digunakan setiap waktu. Permasalahan manajemen file juga tidak merepotkan, bahkan file dapat disimpan dan juga dapat di-sharing dengan user lain. Implementasi dari teknologi Web 2.0 dapat dilihat pada aplikasi spreadrsheet pada Google yang merupakan aplikasi untuk operasi mengolah angka seperti MS Excel. Aplikasi ini dapat dilihat pada http://spreadsheets. google.com/ , tentunya aplikasi tersebut membutuhkan suatu akun Google untuk memasukinya. Menurut Ju Su, 2012, suatu web 2.0 biasanya digunakan sebagai akhir dari siklus peluncuran produk software, mengilustrasikan setiap produsen software tidak lagi meluncurkan produknya dalam bentuk fisik. Karena web menjadi platform, pengguna cukup datang ke website untuk menjalankan aplikasi yang ingin mereka gunakan. Hasil dari pengembangan fitur di dalam software dapat langsung dirasakan oleh pengguna. Software tidak lagi dijual sebagai produk namun berupa layanan (service). Aplikasi web 2.0 yaitu suatu raksasa seach engine yang sekarang banyak dipakai oleh para praktisi atau user yang mengalahkan kedigjayaan Yahoo, yaitu Google. Jadi kesimpulannya web 2.0 pada umumnya suatu teknologi yang gratis atau yang lebih dikenal dengan sebutan Open Source, dan murni menggunakan web base, dan sangat memudahkan untuk share atau upload dan download data (Nugultham, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kolaborasi Penelitian Selama beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan minat antara peneliti dalam kebijakan-kebijakan ilmu pengetahuan, yaitu dalam gagasan penelitian kolaborasi. Sekarang secara luas diasumsikan bahwa kolaborasi penelitian merupakan penelitian yang ideal dan harus didorong perkembangannya. Banyak inisiatif dicari untuk pengembangan kolaborasi antara individu peneliti, membawa mereka bersama dalam suatu kolaborasi penelitian, misalnya dalam satu kelompok penelitian atau satu disiplin ilmu. Ada juga kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan hubungan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pengembangan penelitian kolaborasi lintas sektor, seperti antara universitas dengan industri. Selain itu, banyak pemerintahan dalam suatu negara juga mulai melibatkan diri untuk berkolaborasi dalam penelitian tingkat internasional, mendukung peneliti untuk melakukan kolaborasi penelitian. Pemerintah meyakini dengan penelitian kolaborasi akan menghemat biaya dan memperoleh keuntungan yang banyak (Delen & Demirkan, 2012). Menurut Tim O’Rielly, 2005, secara implisit, antusiasme pada penelitian kolaborasi dan kebijakan-kebijakan ditujukan untuk membina sejumlah asumsi berupa: 1. Bahwa konsep “penelitian kolaborasi” wajib dipahami 2. Menghadapi fenomena kolaborasi antar individu, kelompok, institusi, bidang dan negara. 3. Mencari cara mengukur tingkat dari kolaborasi dan menentukan berlaku atau tidak hasil tersebut terhadap suatu kebijakan tertentu. 4. Penelitian kolaborasi sebenarnya lebih baik untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan pengembangan hasil-hasil penelitian lebih efektif.
2.3.1. Defenisi Kolaborasi Penelitian Menurut defenisi kamus, kolaborasi adalah bekerja sama dari individu untuk mencapai
tujuan
umum
bersama.
Dengan
demikian,
penelitian
kolaborasi
didefinisikan sebagai kerja sama peneliti untuk mencapai tujuan bersama, menghasilkan ilmu pengetahuan yang baru. Namun, hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana penelitian kolaborasi dapat bekerja secara bersama terkhusus dalam suatu komunitas penelitian yang besar, seperti penelitian internasional. Dalam suatu kondisi yang ekstrim tidak bias disangkal bahwa penelitian internasional
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu kolaborasi besar. Bahwa dasar dari suatu penelitian adalah kegiatankegiatan yang dilakukan secara global, para peneliti bekerja bersama untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Para peneliti saling bertukar pikiran tentang percobaan yang akan dilakukan selanjutnya, menguji hipotesa-hipotesa, membangun intrumentasi baru, menemukan hubungan antara hasil eksperimen dan model secara teoritis, dst. Dalam hal ini, antara anggota dalam kelompok penelitian tidak hanya akan berbicara tetapi juga meminta saran dan bantuan dari peneliti-peneliti lain (Katz, 1995). Defenisi kolaborasi penelitian menurut Katz, 1995 adalah suatu kemungkinan yang menyertakan suatu “kolabolator” yaitu seseorang yang menyediakan masukan pada bagian tertentu dalam suatu penelitian. Defenisi ini lemah, karena
akan
memunculkan banyak kolabolator yang akan terlalu luas dari tujuan praktis. Namun secara keseluruhan dari defenisi tersebut diperoleh sebuah defenisi yang kuat yaitu kolaborasi penelitian adalah peneliti-peneliti yang hanya memberikan kontribusi secara langsung kepada tugas-tugas dalam proyek penelitian dalam durasi waktu tertentu, disebut sebagai kolabolator (Gholami, et al. 2009).
Jumlah penelitian yang terpublish Jumlah penelitian yang terpublish Indonesia
460
Vietnam
453
India
23336
Korea
24417
Cina
57740
Jepang
83484
Malaysia
2380
Thailand
2397
Singapura
5781
Gambar 2.3. Jumlah penelitian yang dipublikasikan
Berdasarkan gambar 2.3. diatas, menjelaskan hasil survei Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI) pada tahun 2004, tentang jumlah hasil penelitian yang terpublikasikan. Indonesia berada diperingkat paling akhir, setelah Negara VVietnam dan Malaysia.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Manfaat dan Biaya Kolaborasi Penelitian Penelitian yang modern semakin kompleks dan menuntut keterampilan yang luas. Jarang ada individu peneliti yang menguasai banyak keterampilan dan ilmu pengetahuan. Prinsipnya peneliti harus bisa belajar untuk memperoleh teknik atau pengetahuan untuk memecahkan permasalahan tertentu, tetapi hal ini akan memakan waktu yang lama. Jika dua atau lebih peneliti berkolaborasi akan ada kemungkinan yang besar antara mereka untuk memiliki tekhnik atau pengetahuan yang diperlukan. Manfaat pertama dari kolaborasi penelitian adalah dapat berbagi ilmu pengetahuan, keterampilan dan tekhnik. Kolaborasi penelitian juga bermanfaat untuk menambah efektifitas dari keterampilan yang dimiliki oleh setiap peneliti (Gholami, et al. 2009). Manfaat yang kedua dari penelitian kolaborasi terkait manfaat transfer ilmu pengetahuan atau keterampilan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, seorang individu akan memakan waktu yang banyak untuk terus memperbaharui pengetahuan dan melatih keterampilan mereka. Selain itu tidak semua rincian kemajuan ilmu pengetahuan terbaru didokumentasikan. Banyak peneliti tidak memiliki waktu untuk membahas secara detail tentang temuan mereka dalam suatu publikasi ilmiah. Oleh karena itu sering waktu berlalu, temuan yang baru tidak terpublikasikan kepada masyarakat. Penelitian kolaborasi merupakan salah satu cara mentransfer pengetahuan yang baru. Penelitian tidak hanya membutuhkan berbagi dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga keterampilan sosial dan manajemen yang diperlukan untuk bekerja sebagai bahan untuk kerjasama tim (Suciu, et al. 2012). Ketiga,
penelitian
kolaboratif
dapat
menimbulkan
benturan
pandangan,
persilangan ide pemikiran yang akan mengubah dan menghasilkan wawasan baru atau perspektif yang mungkin tidak dipahami secara cepat dengan melakukan penelitian secara individual (Lundberg, et al., 2006). Kolaborasi penelitian akan menjadi sumber stimulasi dan kreativitas, karena bidang-bidang yang dibahas akan lebih besar dan luas. Manfaat tersebut akan diperoleh ketika penelitian kolaborasi melibatkan mitra peneliti dari disiplin ilmu yang berbeda. Namun kesulitan untuk bekerja secara produktif bersama-sama sering terkendala masalah biaya (Gholami, et al. 2009). Manfaat keempat kolaborasi penelitian dapat memberikan pendampingan intelektual, menjadi lapangan pekerjaan bagi para peneliti, menyelidiki proyek penelitian yang masih sedikit batas-batas ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
Universitas Sumatera Utara
kurang. Seorang peneliti dapat mengatasi bagian dari isolasi intelektual melalui kolaborasi dengan peneliti lain, membentuk hubungan kerja dan mungkin lebih pribadi dengan peneliti lain (Ju Su, 2012). Selain itu manfaat dari bekerja dengan peneliti lain tidak terbatas pada hubungan dengan kolabolator secara langsung, penelitian kolaborasi juga memiliki efek memasukkan peneliti ke jaringan yang luas pada kontak komunitas ilmiah. Seorang peneliti mungkin hanya memiliki kontak dengan 50-100 peneliti lain di bidangnya di seluruh duniayang dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi dan dan saran. Oleh karena itu berkolaborasi dengan peneliti lain dalam lembaga lain dapat memperluas jaringan peneliti tersebut (Sliman, et al. 2013). Penelitian
kolaborasi
dapat
meningkatkan
potensi
visibiltas
pekerjaan,
menggunakan jaringan mitra kolaborasi, kolabolator dapat berdifusi dengan temuan mereka baik secara formal ( misalnya, pra-cetak, seminar, atau presentasi konferensi) atau melalui diskusi informal. Para kolabolator penelitian akan mengambil suatu keputusan dan mempublikasikan hasil temuan mereka. Setelah terbit akan memudahkan pencarian kepustakaan dengan memidai karya yang dihasilkan oleh salah satu penulis yang berkolaborasi untuk dijadikan bahan acuan referensi karya ilmiah. Jika karya penelitian sering dikutip oleh orang lain akan memberikan dampak yang lebih besar (Sliman, 2013). Hasil dari kolaborasi penelitian secara prinsip lebih efektif. Namun kolaborasi penelitian memerlukan biaya tertentu. Hal ini terdiri dari berbagai bentuk. Pertama, bentuk finansial, meskipun pendanaan penelitian kolaborasi sering berasal dari lembaga pendanaan penelitian, namun disisi lain masih memerlukan biaya tambahan lain. Seperti kolaborasi penelitian antar lembaga, lintas sektor, dan kolaborasi penelitian internasional memerlukan biaya perjalanan dan biaya hidup yang dikeluarkan peneliti berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Peralatan dan material yang mungkin diangkut juga membutuhkan biaya, teknisi jika peralatan rusak juga membutuhkan biaya lebih lanjut (Katz, 1995). Kedua, kolaborasi penelitian juga mengeluarkan biaya tertentu dalam segi waktu. Bagi banyak peneliti dalam waktu sekarang ini sangat menghargai waktu dibanding dana uang sebenarnya. Waktu yang diperlukan mulai dari persiapan penyusunan proposal, pencarian sponsor, rintangan masalah dalam penelitian dan perencanaan pendekatan memulai penelitian. Bagian penelitian yang berbeda mungkin dilakukan di
Universitas Sumatera Utara
lokasi yang berbeda, selain biaya dana juga menghabiskan waktu. Waktu juga dikeluarkan dalam menjaga komunikasi antar kolabotor, memberi tahu tentang kemajuan serta memutuskan pekerjaan yang selanjutnya dilakukan. Perbedaan pendapat sering tidak terelakkan dan waktu juga akan dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan secara damai. Selain pengeluaran biaya langsung waktu, ada juga biaya waktu yang tidak langsung, seperti waktu pemulihan efek dari perjalanan jauh saat penelitian, waktu penyesuaian bekerja di tempat penelitian yang baru, dan hubungan pribadi antara kolabolator (Katz, 1995).
2.4. Riset Terkait Hasil dari penelitian terkait yang telah dihimpun untuk mencari informasi teknologi komputasi awan atau yang berhubungan penelitian. Kemudian penulis melakukan literature review dan hasilnya akan dikategorikan, dicari persamaan dan perbedaannya, dan dapat dideteksi kelemahan dan kelebihannya. Beberapa penelitian yang terkait akan dibahas sebagai berikut: Bubendorfer, K dan Chard, J (2011) menggunakan model SoCC (Social of Collaborative Cloud) dengan pendekatan kolaborasi online. Menggunakan SoCC sebagai sebuah platform dari aplikasi sosial media Facebook. Katz, S dan Martin, B (1977) menjelaskan manfaat dari penelitian kolaborasi. Terjadi peningkatan fenomena produktivitas dari penelitian kolaborasi antar individu, kelompok, institusi, bidang dan negara. Buyya, et al. (2008) dalam penelitianya menjelaskan sistem komputasi awan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat dalam kegiatan bisnis e-market dan perdagangan secara global. Thomas, (2011) meneliti sebuah aplikasi the Scholarship of Teaching and Learning (SoTL) dan menjelaskan potensial pengembangan komputasi awan di bidang pendidikan, sarana kolaborasi diantara tenaga pendidik dan meraih ide dari SoTL. Mauch, et al. (2011) meneliti kecepatan kinerja aplikasi komputasi awan berbasis IaaS (Infrastruktur as a service) yang mampu mereduksi biaya dan lebih fleksibel. Dengan model HPC2 dimana virtualization yaitu kemampuan untuk menggabungkan banyak sumber daya menjadi seolah-olah hanya sebuah server tunggal.
Universitas Sumatera Utara
Suciu, et all. (2012) menggunakan model SlapOS berbasis open source, penelitian ini menghasilkan model kolaborasi online seperti wikipedia dan moodle. Darmaji, P & Ranti, B (2011) meneliti dengan mengkombinasikan metode EVA (Economic Value Added) dan Ranti’s Generic IS/IT untuk memudahkan dalam melakukan kajian manfaat ekonomis dari suatu investasi IT dengan kerangka acuan implementasi teknologi cloud computing. Lunberg, et.al (2006) meneliti tentang pentingnya kolaborasi penelitian antara universitas dan perusahaan-perusahaan industri. Hasil penelitian berguna untuk pengembangan suatu perusahaan sebagai sponsor penelitian, sekaligus menambah temuan ilmu pengetahuan terbaru. Rifai, A (2011) membangun sebuah pola community empowerment melalui pendidikan teknologi dengan berkonsentrasi pada bottom up community based development dari infrasktruktur telekomunikasi/internet bagi pemerintah, serta menghasilkan rancangan dan menerapkan system transfer knowlegde berbasis komputasi awan. Sliman, et al. (2013) hasil penelitian mereka menggunakan model “RunMyCode” yang merupakan suatu sistem berbasis komputasi awan Simulation as a Service menghasilkan simulasi virtual. Lai, et al. (2012), penelitian ini menjelaskan tentang efektivitas layanan komputasi awan model KaaS (the knowledge as a service) yang memfasilitasi proses komunikasi pertukaran data dalam jaringan. KaaS merupakan kerangka dari komputasi awan yang bertujuan mengembangkan kolaborasi jaringan data dalam layanan industri kesehatan. Penelitian ini berhasil menginvestigasi informasi yang penting dan rahasia dari hasil rekam medis setiap pasien. Data tersimpan secara rahasia dan bisa dipergunakan untuk kolaborasi antara disiplin ilmu dalam dunia medis. Sultan, N (2012), pada penelitian ini membahas bagaimana perkembangan teknologi komputasi awan dan web 2.0 merupakan inovasi terbaru yang terapkan sebagai pengganti KMS (Knowledge Management System), dimana model KMS selama ini merupakan sistem yang masih manual dan berskala kecil. Jun Su, et al. (2012), penelitian tentang e-commerce yang semakin sengit dan dibutuhkan. Penelitian ini menggambarkan REST (Representational State Transfer) berdasarkan pemanfaatan teknologi web service dan web 2.0. Memberikan informasi
Universitas Sumatera Utara
platform untuk kolaborasi perkembangan produk yang bersaing, lebih efesien yang menjadi sumber informasi, mudah, lebih cepat, murah dan tingkat kualitas lebih tinggi. Pocatilu, et al. (2009), penelitian ini membahas manfaat-manfaat dari layanan elearning jika diterapkan pada suatu institusi pendidikan. Manfaat dari segi biaya operasional, aplikasi yang murah, peralatan hardware dan software yang minimal, kemudahan aplikasi dan sistem recovery data yang tidak akan hilang jika terjadi tubrukan data. Ercan, T (2010) meneliti komputasi awan sebagai perkembangan teknologi yang menarik sebagai alternatif yang signifikan untuk bidang pendidikan saat ini. Siswa dan tenaga administrasi memiliki kesempatan untuk cepat dan ekonomis mengakses berbagai platform aplikasi dan sumber daya melalui halaman web on-demand. Ini secara otomatis mengurangi biaya pengeluaran dan menawarkan kemampuan fungsional yang lebih kuat. Ini akan membantu kita meninjau ulang status dan pertimbangan untuk mengadopsi teknologi cloud. Berikut tabel penelitian-penelitian yang berkaitan dengan komputasi awan untuk kolaborasi online: Tabel 2.1. Riset Terkait No 1.
Judul Penelitian
Nama Peneliti dan Tahun
A social cloud for public e-research
Kris
Bubendorfer,
K
.Jhon,
K.Chard. 2011 J.Sylvan Katz, Ben R.Martin. 1997
2.
What is research collaboration ?
3.
Cloud computing and emerging IT Rajkumar Buyya, Chee Shin Yeo, platforms: vision, hype, and reality for Srikumar delivering computing as the 5th utility.
4.
Cloud
Computing
:
A
Venugopal,
James
Broberg, Ivona Brandic. 2008
Potensial Thomas P. Y. 2011
Paradigm for Practising the Scholarship of Teaching and Learning 5.
High performance cloud computing
Viktor
Mauch,
Marcel
Kunze,
Marius Hillenbrand. 2011 6.
Platform for online collaboration and e- George Suciu, Traian Militaru, learning in open source distributed cloud Cristian George Cernat, Gyorgy system.
Todoran, Vlad Andrei Peonaru.
Universitas Sumatera Utara
2012 7.
Analisis
kelayakan
computing
pada
ekonomis
lembaga
cloud Pamela Darmaji, Benny Ranti.
keuangan 2011
mikro di Indonesia dengan metode Ranti’s Generic IS/IT Bussiness value dan Economic value added 8.
Collaboration uncovered: Exploring the Jonas Lundberg, Goran Tomson, adequacy
of
university- Inger Lundkvist, Jhon Skar, Mats
measuring
Brommels. 2006
industry collaboration through co-authorship and funding 9.
Komputasi awan dalam membangun Ahmad Rifai ZA. 2011 Portal Knowledge Management untuk mendorong implementasi E-Goverment
10.
A New Collaborative and Cloud Based Layth Sliman, Benoit Charroux, Simulation
as
a
Service
Platform: Yvan Stroppa. 2013
Towards a multidisciplinary research simulation support 11.
Knowledge
cloud system for network Ivan K.W Lai, Sidney K.T. Tam,
collaboration: A case study in medical Michael F.S. Chan. 2012 service industry in China 12.
Knowledge management in the age of Nabil Sultan. 2012 cloud
computing
and
web
2.0
:
Experiencing the power of disruptive innovations 13.
Enabling successful Collaboration 2.0: A Chuan- Jun Su, Chang-Yu Chiang, Rest-based Web Service and Web 2.0 2012 technology oriented information platform for collaborative product development Mohammed Al-Zoube, 2009
14.
E-learning on the Cloud
15.
Using Cloud Computing for E-learning Paul Pocatilu, Felician alecu, dkk. System
16.
2009
Effective use of cloud computing in Tuncay ercan, 2010 educational institution
Universitas Sumatera Utara
2.5. Perbedaan dengan Riset Lain Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini penulis akan memaparkan konsep model layanan komputasi awan kolaborasi online IaaS dan melakukan penerapan aplikasinya pada WMCloud Project yang telah dilakukan uji coba oleh penulis sendiri dalam melakukan penelitian ini. Adopsi teknologi komputasi awan yang mana yang akan memberikan pengaruh lebih baik terhadap para peneliti lain dalam melakukan aktivitas kolaborasi penelitian secara online.
2.6. Kontribusi Riset Hasil dari penelitian ini penulis mengharapkan model layanan komputasi awan yang diteliti mampu memberikan rekomendasi bagi para peneliti yang selalu melakukan aktivitas penelitian secara kolaborasi multidisiplin lintas jarak dan mengembangkan infrastruktur berbasis awan yang telah dioptimalkan untuk wilayah yang luas. Infrastruktur komputasi awan mempercepat adopsi inovasi teknologi yang berbeda dalam dunia akademis.
Universitas Sumatera Utara