BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Antibiotika 2.1.1. Definisi Antimikroba adalah istilah umum yang ditujukan untuk senyawa mencakup antibiotika, agen antimikroba pada makanan, sanitizer, desinfektan, dan senyawa lainnya yang bekerja melawan mikroorganisme. Antibiotika adalah agen antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri, fungi, atau secara sintetis (Mal. J. Microbiol., 2009). Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme yang dapat membunuh mikroorganisme lainnya, ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928. Antibiotika efektif dalam pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri (Derderian, 2007). Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan secara alami oleh mikroorganisme atau secara sintetis oleh ahli kimia di laboratorium. Antibiotika memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri (JAMA, 2009).
2.1.2. Klasifikasi Antibiotika diklasifikasikan atas beberapa kelompok antara lain: 1. Berdasarkan spektrum kerjanya yaitu luas aktivitas, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis bakteri, terdiri atas: a. Spektrum luas (aktivitas luas) Bersifat aktif melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Contohnya : tetrasiklin, fenikol, fluorokuinolon, sefalosporin generasi tiga dan generasi empat. b. Spektrum sempit (aktivitas sempit) Mempunyai aktivitas terbatas dan berguna melawan hanya bakteri jenis tertentu.
18 Universitas Sumatera Utara
Contohnya : glikopeptida dan basitrasin hanya efektif melawan bakteri gram positif, sedangkan polimiksin biasanya efektif melawan bakteri gram negatif. Aminoglikosida dan sulfonamida hanya efektif melawan organisme aerobik, sedangkan nitroimidazol secara umum efektif terhadap organisme anaerob (Michigan State University, 2011). 2. Berdasarkan efeknya terhadap bakteri yaitu daya kerja dalam menginaktivasi atau membunuh bakteri, terdiri atas : a. Bakteriosid Bekerja dengan cara membunuh organisme target. Contohnya : aminoglikosida, sefalosporin, penisilin, dan kuinolon. b. Bakteriostatik Bekerja degan cara menghambat pertumbuhan dan replikasi bakteri. Contohnya : tetrasiklin, sulfonamide, dan makrolida (Michigan State University, 2011). 3. Berdasarkan cara atau mekanisme kerjanya yaitu sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya, terdiri atas: a. Inhibitor sintesis dinding sel Bekerja menghambat pertumbuhan dinding sel bakteri sehingga membunuh atau menghambat bakteri secara selektif. Contohnya : penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin. b. Inhibitor fungsi membran sel Bekerja merusak membran sel yang mengakibatkan kebocoran solut yang penting untuk kehidupan sel. Contohnya : polimiksin B dan kolistin. c. Inhibitor sintesis protein Bekerja menghambat sisntesis protein yang penting untuk produksi enzim, struktur seluler, metabolisme sel, multiplikasi sel sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya bakteri tersebut. Contohnya : aminoglikosida, makrolid, kloramfenikol, tetrasiklin.
19 Universitas Sumatera Utara
d. Inhibitor sintesis asam nukleat Bekerja mengikat komponen yang berperan dalam sintesis DNA dan RNA, yang mengakibatkan terganggunya proses seluler normal sehingga terhambatnya multiplikasi bakteri. Contohnya : kuinolon, metronidazol, dan rifampin. e. Inhibitor proses metabolisme Bekerja menghambat proses seluler yang penting untuk kehidupan bakteri. Contohnya : sulfonamida dan trimetoprim mengganggu folic acid pathway yang diperlukan bakteri untuk memproduksi prekursor yang penting dalam sintesis DNA (Michigan State University, 2011).
2.1.3. Golongan Antibiotik Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu: 1. Golongan Penisilin Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam. Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan : - Penisilin natural (misalnya, penisilin G) Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan bakteri anaerob penghasil non-β-laktamase. Namun, mereka memiliki potensi yang rendah terhadap batang gram negatif. - Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafsilin) Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. Golongan ini aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif. - Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin antipseudomonas)
20 Universitas Sumatera Utara
Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Katzung, 2007). 2. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas. Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap bakteri enterokokus dan L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu: a. Sefalosporin generasi pertama Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin, sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti pneumokokus, streptokokus, dan stafilokokus. b. Sefalosporin generasi kedua Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif. c. Sefalosporin generasi ketiga Obat–obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefeperazone, sefotaxime, seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak. d. Sefalosporin generasi keempat Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS (Katzung, 2007). 3. Golongan Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan
21 Universitas Sumatera Utara
aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob (Katzung, 2007). 4. Golongan Tetrasiklin Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi dari M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu (Katzung, 2007). 5. Golongan Makrolida Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida yang disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium. Aktifitas antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa (Katzung, 2007). 6. Golongan Aminoglikosida Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis (Katzung, 2007). 7. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazol merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberkulosis (Katzung, 2007).
22 Universitas Sumatera Utara
8. Golongan Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin, norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, E.coli, dan Campilobacter (Katzung, 2007).
2.1.4. Resistensi Antibiotika 2.1.4.1. Definisi Resistensi terhadap antibiotika adalah perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotika. Resistensi terhadap antibiotika terjadi akibat berubahnya sifat bakteri sehingga tidak lagi dapat dimatikan atau dibunuh. Keampuhan obat menjadi melemah atau malah hilang. Bakteri yang resisten terhadap antibiotika tidak akan terbunuh oleh antibiotika,lalu berkembang biak dan menjadi lebih berbahaya (WHO, 2011).
2.1.4.2. Penyebab Terjadinya Resistensi Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya resistensi yaitu faktor primer adalah penggunaan antibiotika, munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotika, dan penyebaran strain tersebut ke bakteri lain. Selain itu,faktor penjamu, seperti lokasi infeksi, kemampuan antibiotika mencapai organ target infeksi sesuai dengan konsentrasi terapi, flora normal pasien, dan ekologi lingkungan merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Penggunaan antibiotika secara berlebihan, memiliki andil yang besar dalam menyebabkan peningkatan resistensi terhadap antibiotika, terutama di rumah sakit. Peresepan antibiotika yang kurang perlu dan banyak terjadi di negara industri juga ditemukan pada banyak negara berkembang. Faktor yang juga berpengaruh adalah penyalahgunaan antibiotika oleh praktisi kesehatan yang tidak ahli,karena kurangnya perhatian pada efek yang merusak dari penggunaan antibiotika tidak tepat (Harniza, 2009).
23 Universitas Sumatera Utara
Penggunaan antibiotika yang tidak tepat meningkatkan jumlah dan jenis bakteri yang kebal terhadap antibiotika. Setiap kali seseorang mengonsumsi antibiotika, maka bakteri yang sensitif akan terbunuh, tetapi bakteri yang kebal akan terus hidup, tumbuh dan berkembang biak. Penggunaan antibiotika yang berulang-ulang dan tidak tepat adalah penyebab utama peningkatan jumlah bakteri yang kebal terhadap obat. Penggunaan antibiotika secara cerdas, tepat, adalah kunci pengendalian penyebaran bakteri yang resisten terhadap antibiotika (WHO, 2011).
2.1.4.3. Mekanisme Terjadinya Resistensi Beberapa bakteri mampu menetralkan antibiotik sebelum membunuhnya, bakteri lain mampu dengan cepat mengeluarkan antibiotika dari sel mereka dan bakteri lainnya mampu mengubah titik serang antibiotika sehingga tidak menggangu
fungsi
hidupnya.
Antibiotika
membunuh
atau
menghambat
pertumbuhan bakteri yang peka. Tetapi, terkadang, salah satu bakteri dapat bertahan hidup karena mampu menetralisir atau menghindar dari efek antibiotika. Bakteri semacam ini akan berkembang biak dan menggantikan tempat bakteribakteri yang terbunuh. Bakteri yang semula peka terhadap suatu antibiotika pun dapat menjadi kebal melalui perubahan genetik di dalam selnya, atau dengan menerima DNA yang sudah resisten dari bakteri lain. Artinya bakteri dapat menjadi resisten terhadap beberapa antibiotika sekaligus. Ini tentu menyulitkan para dokter memilih antibiotika yang tepat untuk pengobatan (WHO, 2011). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mekanisme terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika beraneka ragam, baik melalui pembentukan enzim penghancur antibiotika, penurunan aktivitas protein pengikat antibiotika, dan sebagainya. Fenotip yang tampil semuanya mempunyai dasar genetik. Beberapa contoh gen yang dikaitkan dengan resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilihat pada tabel berikut ini.
24 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Gen yang Terkait dengan Resistensi terhadap Antibiotika
No. Bakteri
Antibiotik
Gen terkait
1.
Staphylococcus
Metisilin
MecA
2.
Enterococcus
Vankomisin
VanC
3.
Mycobacterium
Isoniazid
KatG
4.
Mycobacterium
Rifampisin
RpoB
5.
Mycobacterium
Etambutol
EmbB
6.
Mycobacterium
Pirazinamid
PncA
7.
Mycobacterium
Fluorokuinolon
GyrA
Pembicaraan mengenai resistensi bakteri terhadap antibiotika akan menyangkut dua jenis bakteri: 1. Bakteri yang secara alamiah resisten terhadap antibiotik tertentu (resistensi intrinsik). Faktor genetik yang melandasinya bersifat kromosomal. 2. Bakteri yang berubah sifatnya dari peka menjadi resisten. Perubahan fenotip ini dapat terjadi karena mutasi kromosomal dan/atau didapatnya materi genetik dari luar. Telah lama diketahui bahwa galur bakteri resisten dapat timbul lewat pemaparan bakteri dengan antibiotik dalam konsentrasi tinggi untuk waktu yang lama (Sjahrurachman, 2011). Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotika. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu (Drlica & Perlin, 2011): 1. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi. 2. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik. 3. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri. 4. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri. 5. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel.
25 Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Prinsip Penggunaan Antibiotika Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotika: (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/ Menkes/ PER/ XII/ 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika) 1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika 2. Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik 3. Faktor interaksi dan efek samping obat 4. Faktor biaya Penggunaan antibiotika secara bijak(prudent) yaitu: (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/ Menkes/ PER/ XII/ 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika) 1. Penggunaan antibiotika bijak yaitu penggunaan antibiotika dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat. 2. Kebijakan penggunaan antibiotika (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotika lini pertama. 3. Pembatasan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotika, penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotika tertentu (reserved antibiotics). 4. Indikasi ketat penggunaan antibiotika dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotika tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited). 5. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada: a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika. b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika.
26 Universitas Sumatera Utara
d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. e. Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman. Prinsip penggunaan antibiotika terbagi dua, yakni: (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/ Menkes/ PER/ XII/ 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika) 1. Antibiotika terapi empiris a. Penggunaan antibiotika untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. b. Tujuan pemberian antibiotika untuk terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi. c. Indikasi: ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi. d. Rute pemberian: antibiotika oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika parenteral (Cunha, BA., 2010). e. Lama pemberian: antibiotika empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya(IFIC., 2010; Tim PPRA Kemenkes RI., 2010). 2. Antibiotika untuk terapi definitif a. Penggunaan antibiotika untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya (Lloyd W., 2010). b. Tujuan pemberian antibiotika untuk terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. c. Indikasi: sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi. d. Rute pemberian: antibiotika oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan
27 Universitas Sumatera Utara
menggunakan antibiotika parenteral (Cunha, BA., 2010). Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotika parenteral harus segera diganti dengan antibiotika per oral. e. Lama pemberian antibiotika definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya (IFIC., 2010; Tim PPRA Kemenkes RI., 2010).
2.2. Pengetahuan 2.2.1. Definisi Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1979) pengetahuan adalah hal hal yang mengenai sesuatu, segala apa yang diketahui, kepandaian.
2.2.2. Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
28 Universitas Sumatera Utara
b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang telah diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap satu materi atau objek. Menurut Notoatmodjo (2007), belajar adalah mengambil tanggapantanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan - rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus maka memperkaya tanggapan pada subjek belajar. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. 2. Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
29 Universitas Sumatera Utara
3. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. 4. Fasilitas Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengethuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku-buku. 5. Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. 6. Sosial budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.2.3. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden.
30 Universitas Sumatera Utara